• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1 KURIKULUM 2013 abstrak. TESIS Susi Siswanti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1 KURIKULUM 2013 abstrak. TESIS Susi Siswanti"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1

KURIKULUM 2013

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Magister Pendidikan Sains

Disusun Oleh :

SUSI SISWANTI NIM S831308046

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SAINS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015

(2)

ii

PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1

KURIKULUM 2013

TESIS

Disusun oleh

SUSI SISWANTI S831308046

Komisi Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Sulistyo Saputro, M.Si, Ph.D NIP 19680904 199403 1 001

__________ Pembimbing II Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si

NIP 19790202 200312 1 001

___________ __________

Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal : ………. 2015

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Mohammad Masykuri, M.Si NIP 19681124 199403 1 001

(3)

iii

PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1

KURIKULUM 2013

TESIS

Disusun oleh

SUSI SISWANTI S831308046

Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Mohammad Masykuri, M.Si

NIP 19681124 199403 1 001 __________

Sekretaris Dr. Sri Yamtinah, S.Pd., M.Pd

NIP 196912042005012001 __________

Anggota Penguji

Prof. Sulistyo Saputro, M.Si, Ph.D

NIP 19680904 199403 1 001 __________

Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si

NIP 19790202 200312 1 001 ___________ __________

Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat

Pada tanggal : ………. 2015 Mengetahui:

Ketua Program Studi Magister Pendidikan Sains

Dr. Mohammad Masykuri, M.Si NIP 19681124 199403 1 001 Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP 19600727 198702 1 001

(4)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul: “PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1 KURIKULUM 2013” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan isi Tesis ini, maka Program Stusi Magister Pendidikan Sains FKIP UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, April 2015

Mahasiswa,

(5)

v MOTTO

“Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman

diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS.

Al Mujadalah: 11)

“Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya

jalan ke syurga.” (HR. Muslim).

” Orang yang keluar mencari ilmu, maka ia berada dijalan Allah hingga ia kembali

kerumahnya.” (HR. Tirmidzi)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Jumariyanto, suami yang sekaligus sebagai guru dan motivator dalam mengurai kehidupan ini.

Orang tua dan mertua, terima kasih atas do’a yang tiada terputus untuk kebahagiaan kami.

Muh Fluorin Regar FA dan Muh Chlorin Hudan AA, jagoan-jagoanku yang dapat dibanggakan.

Bapak dan Ibu Dosen, khususnya Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, yang memberikan bimbingan dan arahan selama menyelesaikan pendidikan S2.

Rekan-rekan keluarga besar SMAN 1 Girimarto yang senantiasa memberikan dukungan selama menyelesaikan pendidikan S2.

Teman-teman seperjuangan Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret angkatan September 2013, tetap semangat untuk meraih cinta dan cita.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Modul Termokimia Berbasis Problem Solving untuk Siswa SMA/MA Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013” dengan lancar.

Dalam penyusunan tesis ini penuls menyadari tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Mohammad Masykuri, M.Si, selaku Ketua Pogram Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Prof. Sulistyo Saputro, M.Si, Ph.D., selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Bapak dan Ibu Dosen, khususnya Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

6. Suami, orang tua, dan anak-anakku tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi serta perhatian agar tesis ini terselesaikan dengan baik.

7. Kepala SMAN 1 Girimarto, SMAN 1 Jatisrono, dan SMAN 1 Sidoharjo Wonogiri yang telah memberikan ijin bagi penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut. 8. Rekan-rekan Guru Kimia di sekolah tempat penulis melakukan penelitian yang

telah membantu terlaksananya penelitian ini.

(8)

viii

9. Siswa-siswi di sekolah tempat penulis melakukan penelitian yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Sains khususnya minat Kimia angkatan September 2013 yang telah banyak memberi motivasi, saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan.

Surakarta, Februari 2015

Penulis

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….... i

HALAMAN PERSETUJUAN………. ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO……… v

PERSEMBAHAN……… vi

KATA PENGANTAR……….. vii

DAFTAR ISI ………... ix

DAFTAR GAMBAR...……….... xii

DAFTAR TABEL……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN……… xv

ABSTRAK………... xvi

ABSTRACT………... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Perumusan Masalah……… 7

C. Tujuan Penelitian ...………... 7

D. Manfaat Penelitian………... 8

E. Spesifikasi Produk….……….. 8

F. Asumsi dan Pembatasan Pengembangan ………... 8

G. Definisi Istilah ...………...…………... 9

II. LANDASAN TEORI ... 10

A. Kajian Teori ……… 10

1. Teori Belajar dan Pembelajaran Kimia ...……….. 10

a. Teori Belajar Konstruktivisme... 10

b. Pembelajaran Kimia ... 13

2. Pengembangan Modul ... 15

(10)

x

a. Pengertian Modul ... 15

b. Komponen-komponen Modul ... 19

c. Struktur Modul ... 20

d. Tujuan Modul dalam Kegiatan Belajar ... 21

3. Pembelajaran Problem Solving...………... 22

a. Definisi Problem Solving... 22

b. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Solving... 23

4. Prestasi Belajar ...………... 25

5. Penelitian Pengembangan...………... 27

6. Materi Termokimia ...………. 30

B. Penelitian yang Relevan……….. 47

C. Kerangka Berpikir………... 51

III. METODE PENELITIAN ... 52

A. Jenis Penelitian………... 52

B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan ………... 52

1. Studi Pendahuluan dan Pengumpulan Informasi………... 52

2. Perencanaan………... 53

3. Pengembangan Draft Produk Awal ...………... 54

4. Uji Coba Lapangan Awal………... 56

5. Revisi Produk Hasil Uji Coba Lapangan Tahap Awal ...……… 57

6. Uji Coba Lapangan Utama……….. 57

7. Revisi Hasil Uji Coba Lapangan Utama ………. 57

8. Uji Lapangan Operasional………... 58

9. Revisi Produk Akhir……….... 58

C. Instrumen Penelitian ...…....……….. 58

(11)

xi

D. Uji Coba Instrumen ... 60

E. Teknik Analisis Data……….... 63

1. Analisis Kebutuhan………... 63

2. Analisis Uji Coba Kelayakan ....………... 63

3. Analisis Data Uji Efektifitas ...………... 64

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 68

1. Hasil Pengembangan Modul berbasis Problem Solving...…………... 68

2. Hasil Uji Kelayakan Modul ...………. 89

3. Hasil Uji Efektifitas Modul ... 91

B. Pembahasan……….. 98

1. Hasil Pengembangan Modul berbasis Problem Solving...…………... 98

2. Hasil Uji Kelayakan Modul ...………. 100

3. Hasil Uji Efektifitas Modul ... 101

C. Temuan Lapangan ... 102

D. Keterbatasan Penelitian ... 103

V. KESIMPULAN, SARAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan………... 104

B. Implikasi………... 104

C. Saran………. 104

DAFTAR PUSTAKA………... 106

DAFTAR LAMPIRAN ... 110

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Gambar 2.1.Skema prosedur pengembangan hasil adaptasi dari prosedur

pengembangan Borg & Gall ... 29

2. Gambar 2.2. Macam-macam Sistem………... 32

3. Gambar 2.3. Diagram Entalpi Reaksi Eksoterm ... 35

4. Gambar 2.4. Diagram Entalpi Reaksi Endoterm ... 35

5. Gambar 2.5. Kalorimeter Sederhana ...………... 38

6. Gambar 2.6. Kalorimeter Bomb...………... 39

7. Gambar 2.7. Skema Kerangka Berpikir...………... 51

8. Gambar 3.1. (a) LayoutSampul Modul dan (b) LayoutHalaman Pendahuluan. 55 9. Gambar 3.2. (a) LayoutHalaman Kegiatan Belajar dan (b) LayoutPenutup .... 55 10. Gambar 3.3. Skema Tahapan Penelitian Pengembangan Modul Termokimia

Berbasis Problem Solving ... 57

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Problem Solving………... 24

2. Tabel 2.2 Energi Ikatan Rata-rata Beberapa Ikatan...…………... 45

3. Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ...………... 53

4. Tabel 3.2 Data, Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen………... 59

5. Tabel 3.3 Kriteria Kualitas Butir Soal ...………... 61

6. Tabel 3.4 Kriteria Kualitas Soal untuk kepentingan pemilahan butir ... 62

7. Tabel 3.5 Hasil Analisis Butir Soal Pilihan Ganda Tes Pengetahuan... 63

8. Tabel 3.6 Pengukuran Skala Ordinal…... 64

9. Tabel 3.7 Interpretasi Skor Hasil Prosentase ...………... 64

10. Tabel 3.8 Kriteria Interpretasi N-gain... 65

11. Tabel 4.1 Isi Kegiatan Belajar Modul Termokimia Berbasis Problem Solving.. 74

12. Tabel 4.2 Saran Validator Ahli Media untuk Draft Awal Modul ...…... 77

13. Tabel 4.3 Saran Validator Ahli Materi untuk Draft Awal Modul ... 77

14 Tabel 4.4 Saran dari Ahli Bahasa ... 81

15. Tabel 4.5 Saran dari Ahli Praktisi ...………... 81

16. Tabel 4.6 Saran/Masukan dari Siswa pada Tahan Uji Coba Kecil ... 83

17. Tabel 4.7 Rata-rata Nilaipre testdan post testdari Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 85

18. Tabel 4.8 Refleksi Proses Pembelajaran dalam Menerapkan Modul Termokimia berbasis Problem Solving... 86

19. Tabel 4.9 Saran Siswa dan Guru dalam Uji Coba Lapangan Utama ... 87

20. Tabel 4.10 Saran Hasil Uji Coba Operasional (Uji diperluas) ... 88

21. Tabel 4.11 Revisi Final Produk Modul ... 88

22. Tabel 4.12 Hasil Vaidasi Isi dengan Aiken………... 89

23. Tabel 4.13 Hasil Validasi Kelayakan Modul …...…... 90

24. Tabel 4.14 Rerata Hasil Penilaian Uji Kelayakan Modul oleh Siswa ... 90

25. Tabel 4.15 Rerata Hasil Penilaian Uji Kelayakan Modul oleh Validator, Praktisi dan Siswa ... 91 26. Tabel 4.16 Hasil Penilaian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 92

27. Tabel 4.17 Hasil Uji Normalitas Tes Pengetahuan ...……... 92

(14)

xiv

28. Tabel 4.18 Hasil Uji Homogenitas Tes Pengetahuan ...…………... 93

29. Tabel 4.19 Hasil Uji Non Parametrik Tes Pengetahuan ...………... 94

30. Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas Nilai Sikap ...…... 95

31. Tabel 4.21 Hasil Uji Homogenitas Nilai Sikap ...………... 95

32. Tabel 4.22 Hasil Uji Normalitas Nilai Ketrampilan ... 97

33. Tabel 4.23 Hasil Uji Homogenitas Nilai Ketrampilan ...……... 97

34. Tabel 4.24 Hasil Uji-t Tes Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan ... 98

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran 1. Angket Analisis Kebutuhan Pengembangan Bahan Ajar ... 111

2. Lampiran 2. Analisis 8 Standar Nasional Pendidikan ... 117

3. Lampiran 3. Analisis Butir soal UN 2012/2013 ...….... 121

4. Lampiran 4. Matriks Analisis Kurikulum 2013 dengan Modul Termokimia berbasis problem solving ... 125

5. Lampiran 5. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 133

6. Lampiran 6. Hasil Telaah RPP oleh Pakar Pembelajaran ...…………... 182

7. Lampiran 7. Analisis Butir Soal ...………... 196

8. Lampiran 8. Soal Pre Test ...………. 204

9. Lampiran 9. Nilai Hasil Pre Test ...……... 214

10. Lampiran 10. Soal Post Test ... 217

11. Lampiran 11. Nilai Hasil Post Test ... 225

12. Lampiran 12. Hasil Penilaian Sikap ...………... 230

13. Lampiran 13. Hasil Penilaian Ketrampilan ... 235

14. Lampiran 14. Hasil Uji Statistik dengan SPSS 18.0 terhadap Nilai Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan…... 240

15. Lampiran 15. Kisi-Kisi Instrumen Validasi Pengembangan Modul ... 248

16. Lampiran 16. Rekap Hasil Validasi Pengembangan Modul ... 260

17. Lampiran 17. Rekap Hasil respon Siswa pada Uji Coba Skala Kecil... 291

18. Lampiran 18. Rekap Hasil Penilaian Praktisi terhadap Pengembangan Modul . 293 19. Lampiran 19. Rekap Hasil Respon Siswa pada Uji Coba Operasional ... 295

20. Lampiran 20. Tabel Koefisien Validitas Aiken ...…... 304

21. Lampiran 21. Dokumen Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Sekolah ………... 306

22. Lampiran 22. Foto-foto Dokumen Kegiatan Penerapan Modul Termokimia dalam Pembelajaran ... 310

(16)

xvi

Susi Siswanti. 2015. Pengembangan Modul Termokimia Berbasis Problem Solving untuk Siswa SMA/MA Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013. TESIS. Pembimbing 1: Prof. Sulistyo Saputro, M.Si. Ph.D., Pembimbing 2: Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si, Program Studi Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui (1) hasil setiap tahapan pengembangan modul termokimia berbasis problem solving untuk siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 (2) kelayakan modul termokimia berbasis problem solving yang dikembangkan berdasarkan validasi ahli, penilaian praktisi dan respon siswa (3) keefektifan modul termokimia berbasis problem solving yang dikembangkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013.

Penelitian ini mengadaptasi prosedur pengembangan Borg & Gall yang disederhanakan menjadi sembilan tahapan. Uji coba skala kecil dan uji coba operasional dilaksanakan di SMAN 1 Girimarto, SMAN 1 Jatisrono dan SMAN 1 Sidoharjo dengan subyek 16 siswa untuk uji skala kecil dan 154 siswa untuk uji coba operasional. Uji coba lapangan utama dilakukan di SMAN 1 Girimarto dengan kelas XI MIA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI MIA 2 sebagai kelas kontrol. Kelayakan modul diperoleh dari penilaian validator ahli, praktisi dan respon siswa melalui angket menggunakan skala Ordinal dengan skor 1 sampai 5. Efektivitas modul diperoleh dari analisis uji-t perbedaan rata-rata gain score hasil tes pengetahuan, rata-rata penilaian ketrampilan, dan sikap pada uji lapangan utama di kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil dari setiap tahapan pengembangan dimulai dari studi pendahuluan diperoleh informasi untuk dikembangkan bahan ajar yang sesuai dengan karakter siswa dan kebutuhan pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013 sehingga dikembangkan modul termokimia berbasis problem solving (2) modul termokimia berbasis problem solving yang telah dikembangkan sangat layak digunakan dalam pembelajaran siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 berdasarkan validasi ahli, penilaian praktisi dan respon siswa dengan persentase sebesar 83,87% (3) modul termokimia berbasis problem solvingefektif meningkatkan prestasi belajar pengetahuan, sikap dan ketrampilan siswa.

Kata Kunci: Modul, Problem Solving, Termokimia, Kurikulum 2013

(17)

xvii

Susi Siswanti. 2015. The Development of Thermochemistry Module Based on the Problem Solving for Class XI of SMA/MA Students According to Curriculum 2013. THESIS. Advisors: (1) Prof. Sulistyo Saputro, M.Si. Ph.D., (2) Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si, Post graduate Program of Science Education, Faculty of Teacher and Training Education of Sebelas Maret University, Surakarta.

ABSTRACT

The purposes of the research were to know: (1) the result of each step of the development thermochemistry module based on problem solving for class XI of SMA/MA students according to curriculum 2013 (2) the feasibility of thermochemistry module based on problem solving obtained from validation by experts, practitioners, and the students responses (3) the effectiveness of thermochemistry module based on problem solving for class XI of SMA/MA students according to curriculum 2013.

This study adapted the Borg & Gall development procedures were simplified into nine stages. Initial field test and operational fields test conducted in SMAN 1 Girimarto, SMAN 1 Jatisrono and SMAN 1 Sidoharjo with 16 students subject to initial field test and 154 studens for operational fields. The main field test conducted in SMAN 1 Girimarto with class XI MIA 1 as experiment class and class XI MIA 2 as control class. The feasibility assessment module obtained from validation by experts, practitioners, and the students responses through questionare using ordinal scale from 1 to 5. The effectiveness module is obtained from independent sample t-test of the difference in average gain knowledge test scores, the average assessment skills, and attitudes on the main field test in the experimental class and the control class.

The results of research and development were: (1) the result of each step showed that from preliminary study got information to make teaching materials based on student characters and needs analysis according curriculum 2013 that’s developed thermochemistry module based on the problem solving (2) thermochemistry module based on the problem solving is worthy used for learning class XI SMA/MA semester 1 curriculum 2013 based on validation experts, practitioners, and students with percentage of 83.87% (3) thermochemistry module based on the problem solving effectively improve learning achievement of knowledge, attitudes and skills of students.

Key words: Module, Problem Solving, Thermochemistry, Curriculum 2013

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan

siswa yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada

pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta

mengembangkan potensi dan kreativitas siswa. Prinsip tersebut menyebabkan adanya

pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma

pembelajaran.

Dalam Panduan Implementasi Standar Proses (2009) disebutkan bahwa

paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran

pendidik dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa. Paradigma tersebut bergeser

pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada siswa untuk

mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia

yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian luhur,

memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan

yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk dapat

menyelenggarakan pendidikan berdasarkan pergeseran paradigma tersebut, diperlukan

acuan dasar bagi setiap satuan pendidikan yang meliputi serangkaian kriteria minimal

sebagai pedoman untuk proses pembelajaran yang bersifat demokratis, mendidik,

memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis. Itulah yang menjadi penyempurnaan

pola pikir kurikulum 2013. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis

yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi siswa menjadi manusia

Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang

kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.

1

(19)

Adanya tantangan internal menurut penjelasan Lampiran Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kurikulum SMA/MA

antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan

yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar

isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga

kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,

dan standar penilaian pendidikan. Salah satu upaya yang dikembangkan pemerintah

dalam Kurikulum 2013 ini adalah menyiapkan buku pegangan pembelajaran yang

terdiri dari buku siswa dan buku guru serta memperkuat peran pendampingan dan

pemantauan oleh pusat dan daerah pelaksanaan pembelajaran.

Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65

Tahun 2013 tentang Standar Proses disebutkan bahwa Perencanaan pembelajaran

dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan RPP dan

penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran dan skenario

pembelajaran. Penyusunan silabus dan RPP disesuaikan pendekatan pembelajaran yang

digunakan. Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar. Dengan demikian,

guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.

Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.

Melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa

akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar dapat dibuat dalam berbagai

bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang akan disajikan.

Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar menurut Daryanto (2014) dapat

dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu bahan cetak (printed) seperti antara lain

buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.

Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.

Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk dan film. Bahan

ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer

Assisted Instruction), compact disk(CD) multimedia pembelajarn interaktif, dan bahan

ajar berbasis web (web based learning materials). Untuk selanjutnya dalam rencana

penelitian ini akan dikembangkan bahan ajar dalam bentuk modul sebagaimana

(20)

Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004), modul

diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar

secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Sementara dalam pandangan lainnya

(Prastowo, 2013), modul dimaknai sebagai seperangkat bahan ajar yang disajikan secara

sistematis, sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator.

Dengan demikian, sebuah modul harus dapat dijadikan bahan ajar sebagai pengganti

fungsi pendidik ketika di luar sekolah, atau dapat menjadi buku pendamping ketika

belajar di sekolah.

Menurut hasil penelitian Visser (2010), modul harus memiliki beberapa karakter

antara lain harus sesuai dengan minat siswa, harus memungkinkan siswa untuk bekerja

independen dari guru, terhubung ke pengetahuan dan kepentingan guru, mencakup

bahan dan fasilitas yang mudah diperoleh dan harus memiliki panduan guru yang

berkualitas tinggi. Hasil ini menggambarkan bahwa modul yang akan dikembangkan

tidak hanya sebagai bahan ajar ketika berlangsung pembelajaran di kelas, namun juga

harus menarik minat belajar siswa dan mempermudah siswa ketika belajar lepas dari

guru.

Salah satu perbedaan antara kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya

adalah adanya buku siswa dan buku guru yang sudah disediakan oleh pemerintah pusat

sebagai buku wajib sumber belajar di sekolah. Akan tetapi untuk awal tahun pelajaran

2014/2015 beberapa mata pelajaran belum ada buku siswa dan buku guru salah satunya

mata pelajaran kimia. Sesuai dengan pendekatan yang dipergunakan dalam Kurikulum

2013, siswa dipacu untuk mencari dari sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang

luas di sekitarnya. Peran guru sangat penting untuk meningkatkan dan menyesuaikan

daya serap siswa dengan ketersediaan kegiatan pada buku ini. Guru dapat

memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan

relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam. Oleh karena itu, guru sebagai

pengendali utama di dalam proses belajar mengajar harus mampu mengembangkan

kompetensinya untuk memberikan fasilitas pelayanan belajar bagi siswanya sesuai

dengan karakter dan kebutuhannya.

Hasil analisis pemenuhan 8 SNP (Standar Nasional Pendidikan) SMAN 1

Girimarto tahun pelajaran 2013/2014 yang menyumbang GAP paling besar atau

(21)

yaitu Standar Proses dan komponen 8 yaitu Standar Penilaian. Rendahnya pemenuhan

skor pada standar proses disebabkan kecenderungan guru dalam mengajar hanya

mengandalkan buku paket yang mana isi buku tersebut meski bagus namun ada

beberapa yang kurang sesuai dengan karakter siswa di SMAN 1 Girimarto dan juga

untuk diterapkan dalam scientific approach masih terlalu luas dan belum nampak

sintaksnya dan LKS yang digunakan ada beberapa yang kurang sesuai dengan kondisi

dan karakter siswa sebagai acuan pembelajarannya. Seringnya guru memperbaiki

perangkat pembelajaran dan menggunakannya hanya ketika akan diadakan supervisi

dari pengawas pendidikan, tidak adanya pembinaan atau tindak lanjut dari pimpinan

setelah diadakan supervisi juga sebagai salah satu faktor kelemahan, terbatasnya sarana

terutama media IT menyebabkan guru enggan menggunakan media dan guru juga

belum banyak berinisiatif membuat media pembelajaran lain yang berbasis lokal.

Agar dalam pengembangan modul ini sesuai dengan karakter kondisi dan

kebutuhan siswa SMAN 1 Girimarto maka perlu dilihat kondisi potensi akademis siswa

dan latar belakang sosial ekonomi siswa. Input nilai akademis siswa rata-rata termasuk

rendah karena siswa yang masuk tanpa penyaringan (seleksi), semua siswa dengan nilai

berapapun di terima mengingat kondisi sekolah yang masih membutuhkan kuantitas

dibandingkan dengan kualitas karena untuk pemenuhan rombel (rombongan belajar).

Banyak siswa yang ditinggal merantau orang tuanya, hal ini sangat mempengaruhi

aktivitas dan pola belajar siswa. Banyak siswa yang mempunyai latar belakang

pendidikan keluarga yang rendah sehingga tidak ada yang membantu mendampingi dan

mengawasi belajar ketika di rumah, hal itu juga mempengaruhi cara pandangnya

terhadap belajar termasuk penyediaan fasilitas untuk belajar meski mereka tergolong

orang mampu sehingga media atau referensi yang mendukung mereka belajar juga

kurang. Untuk itu kondisi ini juga menjadi alasan mengapa tidak mengembangkan

bahan ajar lain yang seperti media berbasis multimedia dikarenakan tidak semua siswa

ketika di rumah atau di sekolah dapat memanfaatkannya.

Hasil dari diskusi dengan guru kimia SMAN 1 Girimarto pada bulan Mei 2014

diperoleh informasi bahwa selama ini pembelajaran yang berlangsung masih didominasi

dengan ceramah karena siswa merasa tidak paham jika pembelajaran hanya dengan

diskusi tanpa dijelaskan dengan guru, demikian pula jika hanya dijelaskan dengan

(22)

materi. Kemudian hasil dari pengamatan guru, saat dijelaskan siswa sebenarnya paham

dan ketika diberikan latihan soal saat itu juga siswa dapat mengerjakannya baik melalui

diskusi dengan teman maupun dengan bimbingan guru. Namun ketika ulangan harian

sulit mencapai persentase ketuntasan kelas sampai 70% padahal KKM tahun pelajaran

2013/2014 adalah 72, kondisi sama juga dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain faktor

di atas, rendahnya ketuntasan siswa juga dikarenakan aktivitas belajar siswa yang

kurang terutama saat di rumah, siswa umumnya tidak mau mengulang lagi mempelajari

materi yang sudah disampaikan guru di sekolah atau saat menjelang ada pelajaran kimia

mereka juga enggan belajar seperti juga ketika diberi PR atau tugas mereka hanya

menunggu teman yang lebih pandai untuk dicontek di sekolah.

Khusus untuk materi kimia kelas XI semester gasal dari angket kesulitan belajar

siswa yang disebarkan pada siswa kelas XI Tahun Pelajaran 2013/2014 sebanyak 38

siswa, 23 siswa merasa kesulitan pada materi termokimia. Dalam pembelajaran

termokimia, siswa harus mampu mencapai kompetensi dasar diantaranya mampu

mendeskrisikan perubahan entalpi suatu reaksi, menjelaskan ciri-ciri reaksi eksoterm

dan endoterm, menentukan kalor reaksi atau perubahan entalpi reaksi berdasarkan data

yang ada.

Jika dianalisis dari hasil pengamatan kesulitan mempelajari termokimia adalah

siswa paham konsep reaksi eksoterm-endoterm, tetapi ketika diterapkan dalam

praktikum atau diminta menganalisis gambar/diagram siswa menjadi salah konsep.

Kemampuan algoritma (kemampuan menyusun langkah-langkah logis untuk

menyelesaikan masalah) sangat lemah, terutama dalam menentukan perubahan entalpi

(H) reaksi atau kalor reaksi. Termokimia merupakan materi yang membutuhkan kemampuan analisis konsep dan keterampilan matematika dalam penyelesaian

masalahnya sehingga ketrampilan dalam memecahkan masalah sangat dibutuhkan untuk

mempelajari materi ini.

Hasil dari pengisian angket untuk mengetahui kesulitan belajar siswa yang

diberikan kepada guru kimia pengampu materi termokimia di SMAN 1 Girimarto

diperoleh keterangan bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa sebelum remidi pada

materi termokimia hanya 55 pada tahun pelajaran 2013/2014. Soal-soal yang mampu

mereka kerjakan sendiri hanya soal dengan tingkat kesukaran C1-C3 (tingkatan

(23)

atas rata-rata tidak mampu mengerjakan dan tidak ada usaha untuk mengerjakan. Itupun

jika soal C1-C3 kategori sulit juga banyak yang tidak bisa mengerjakan. Data dari

BSNP (2013) menunjukkan hasil analisis UN 2012/2013 untuk butir soal menentukan

kalor reaksi hanya tercapai ketuntasan tingkat sekolah 68,42%; tingkat kabupaten

75,05%; tingkat propinsi 74,85% dan tingkat nasional 66,78%. Pada penelitian ini untuk

menguji kelayakan produk yang dikembangkan juga melibatkan siswa SMAN 1

Sidoharjo dan SMAN 1 Jatisrono karena masih mempunyai karakter dan kondisi yang

setara dengan SMAN 1 Girimarto. SMAN 1 Jatisrono terakreditasi A berdiri pada tahun

1991, SMAN 1 Girimarto juga terakreditasi A berdiri sejak tahun 1994 sedang SMAN 1

Sidoharjo didirikan pada tahun 2005 dengan akreditasi B. Ketiga sekolah mempunyai

karakter siswa yang hampir sama, dilihat dari nilai siswa yang masuk rata-rata

mempunyai jumlah nilai Ujian Nasional SMP antara 19,00 sampai 38,00 dengan jumlah

nilai paling banyak antara 22,00 sampai dengan 27,00 untuk 4 mata pelajaran yang diuji

nasionalkan dan latar belakang sosial ekonomi siswa juga hampir sama dengan siswa

SMAN 1 Girimarto yaitu banyak yang ditinggal merantau orang tuanya sehingga dari

penelitian ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang bermanfaat untuk sekolah yang

memiliki karakter yang sama.

Untuk memberikan solusi dari masalah-masalah di atas maka dalam rencana

penelitian akan memuat judul “Pengembangan Modul Termokimia berbasis Problem

Solving untuk siswa SMA/MA kelas XI semester 1 pada Kurikulum 2013”.

Pengambilan setting pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving

karena model tersebut berpusat pada ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti

dengan penguatan kreatifitas. Ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat

melakukan ketrampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan

tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa berpikir, ketrampilan

memecahkan masalah memperluas proses berpikir. Sehingga model pembelajaran ini

diharapkan sesuai dengan karakter materi termokimia yang membutuhkan pemahaman

analisis konsep dan kemampuan memecahkan masalah.

Dari hasil penelitian Cankoy dan Darbaz (2010) mengungkapkan bahwa siswa

harus dilatih dan didorong untuk menjadi pemecah masalah yang terampil dengan

(24)

solusi kuantitatif. Materi pendidikan yang dikembangkan harus fokus pada peningkatan

keterampilan penalaran kualitatif.

Hasil penelitian Adesoji (2008), disebutkan bahwa strategi pembelajaran

problem solving memberikan pengaruh pada kinerja siswa yang memiliki tingkat

kemampuan yang berbeda dalam belajar kimia. Untuk itu dalam pengembangan modul

termokimia berbasis problem solving juga harus disesuaikan dengan tingkat

kemampuan berfikir siswa.

Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan berdasarkan problem

solving untuk melatih siswa berpikir kreatif dalam menghadapi berbagai masalah baik

itu masalah pribadi maupun kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara

bersama-sama. Siswa harus melakukan penyelidikan untuk mencari penyelesaian masalah seperti

menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan

dan menganalisis data, dan merumuskan kesimpulan. Hal ini sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013 yaitu pembelajaran harus menggunakan pendekatan ilmiah atau

scientific approachdan berpusat pada siswa.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah hasil setiap tahapan pengembangan Modul Termokimia berbasis

Problem Solvinguntuk siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013?

2. Bagaimanakah kelayakanModul Termokimia berbasis Problem Solvinguntuk siswa

SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 yang dikembangkan berdasarkan validasi

ahli, penilaian praktisi dan respon siswa?

3. Bagaimanakah keefektifan Modul Termokimia berbasis Problem Solving yang

dikembangkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMA kelas XI semester 1

Kurikulum 2013?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui hasil setiap tahapan pengembangan Modul Termokimia berbasis

Problem Solvinguntuk siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013.

(25)

SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 yang dikembangkan berdasarkan validasi

ahli, penilaian praktisi dan respon siswa.

3. Mengetahui keefektifan Modul Termokimia berbasis Problem Solving yang

dikembangkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMA kelas XI semester 1

Kurikulum 2013.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai masukan guna memperluas wawasan bagi guru dalam memilih modul

dalam pembelajaran.

b. Sebagai bahan rujukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kimia.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi

sekolah dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran.

b. Masukan kepada guru maupun tenaga kependidikan lainnya agar dapat

mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan materi pembelajaran dan

kebutuhan siswa pada sekolah tersebut.

E. Spesifikasi Produk

1. Bahan ajar yang dikembangkan berupa bahan ajar cetak dalam bentuk modul.

2. Modul disajikan dengan setting pembelajaran problem solving dimulai dari

pengenalan (pemberian) masalah, identifikasi masalah, pengumpulan

data/informasi, rancangan solusi dan menyajikan hasil.

3. Modul disusun berdasarkan petunjuk penulisan modul yang di dalamnya terdiri dari

3 kegiatan belajar yang mewakili masing-masing topik pembelajaran dan setiap

kegiatan belajar terdapat 5 pos kegiatan yang mewakili sintaks problem solving.

4. Modul dicetak berwarna dengan kertas ukuran kuarto A4 dan ditulis dengan huruf

Arial.

F. Asumsi dan Pembatasan Pengembangan

1. Asumsi Pengembangan

Asumsi penelitian pengembangan Modul Termokimia berbasis Problem Solving

untuk siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:

(26)

a. Guru Kimia SMA yang menilai modul hasil pengembangan memiliki

pemahaman yang sama terkait bahan ajar kimia dengan materi termokimia.

b. Selain guru kimia, modul ini juga mendapatkan arahan dari dosen pembimbing

dan ahli media yang berpengalaman atau memiliki pemahaman yang sama dalam

pembuatan modul.

c. Reviewermemiliki pemahaman yang baik mengenai ilmu kimia.

d. Mengujicobakan modul pada sekolah sasaran dan sekolah yang setara dengan

sekolah sasaran.

2. Pembatasan Pengembangan ini, meliputi :

a. Modul Termokimia SMA berbasis Problem Solving berisi sesuai petunjuk

pembuatan modul dengan modifikasi setiap kegiatan belajar melalui 5 pos

tahapan kegiatan belajar.

b. Pengembangan modul merujuk pada Borg and Gall yang disederhanakan

menjadi sembilan tahapan yaitu penelitian dan pengumpulan informasi,

perencanaan, desaian produk awal, uji coba awal, revisi terhadap produk awal,

uji coba lapangan terbatas, revisi produk, uji lapangan operasional dan revisi

produk akhir.

c. Modul yang dikembangkan diujicobakan kepada siswa secara langsung.

d. Modul yang dikembangkan dinilai oleh validator ahli, praktisi dan siswa.

G. Definisi Istilah

1. Modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis yang tersusun secara

sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran berdasarkan

kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar

mandiri dan memberikan kesempatan siswa untuk menguji diri sendiri melalui

latihan yang disajikan dalam modul tersebut.

2. Termokimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari hubungan antara

kalor (energi panas) dengan reaksi kimia atau proses-proses yang berhubungan

dengan reaksi kimia.

3. Problem solving adalah penyelesaian suatu masalah melibatkan berbagai jenis

pemikiran atau kognisi seperti mengidentifikasi, mengkategorikan, menyusun,

membuat inferensi, merumuskan analogi dan mengingat kembali.

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Teori Belajar dan Pembelajaran Kimia

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivis lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky dimana keduanya

menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah

dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam memahami

informasi-informasi baru. Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses

mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan

pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan

(Schunk, 2012).

Pembelajaran sosial ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada

teori Vygotsky. Menurut Karpov dan Bransford dalam Slavin (2000) yang digunakan

dalam menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif,

pembelajaran berbasis proyek dan penemuan.

Empat kunci yang diturunkan dari teori ini adalah pertama, penekanannya pada

hakikat sosial dari pembelajaran yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang

dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Kedua, zona perkembangan terdekat

atauzone of proximal developmentyaitu bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila

konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. ketiga, pemagangan

kognitif ataucognitife apprenticeshipyaitu proses dimana seseorang tahap demi tahap

berkesepakatan dalam belajar dengan seseorang apakah seorang yang dewasa atau

teman sebaya yang lebih tinggi. Dan yang keempat adalah scaffoldingataumediated

learningyaitu siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks sulit, dan realistic dan

kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugasnya .

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat

generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan

aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat

mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai

kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna

10

(28)

pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan

merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini

merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan

seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:

1) Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu

sendiri.

2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari

sendiri pertanyaannya.

3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara

lengkap.

4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

5) Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan

mereka.

3) Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses

saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.

4) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya

secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya

yang sudah ada.

5) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor

ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten

atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman

pelajar untuk menarik minat pelajar.

Teori pembelajaran konstruktivisme memiliki dasar teori kognitif dengan

penekanan diberikan pada bagaimana struktur kognitif membangun dan mengorganisasi

pengetahuan. Ada dua tokoh penting yang mempelopori teori dasar konstruktivisme ini

(29)

konstruktivisme psikologi / individu / kognitif, sedangkan teori yang dipelopori oleh

Lev Vygotskyn ialah konstruktivisme sosial.

Schunk (2012) dalam buku teori-teori pembelajaran (perspektif pendidikan)

membahas bahwa kemampuan bisa dibedakan menurut tingkatan kekhususan.

Kemampuan umum digunakan dalam berbagai disiplin yang luas. Kemampuan khusus

hanya berguna dalam ranah-ranah tertentu. Seperti pemecahan masalah dan pemikiran

kritis merupakan kemampuan umum karena hal tersebut berguna untuk menguasai

kemampuan kognitif, motorik dan sosial. Sementara itu penentuan perubahan entalpi

reaksi (Hr) melibatkan kemampuan khusus karena terbatasnya aplikasi termokimia

dalam mata pelajaran kimia.

Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak

mencapai tahap perkembangan tertentu yang penting bahan pelajaran harus ditata

dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan

kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari

dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner

yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran

yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi

disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik

menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses

intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan(Schunk, 2012).

Keseluruhan tujuan pendidikan dibagi atas hierarki atau taksonomi menurut

Bloom menjadi tiga kawasan (domain) yang pertama yaitu domain kognitif mencakup

kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enam macam

kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai yang

paling kompleks. Kedua adalah domain afektif mencakup kemampuan-kemampuan

emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal dan ketiga merupakan domain

psikomotor yaitu kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan

(Sagala, 2013). Bertitik tolak dari berbagai pandangan sejumlah ahli tersebut mengenai

belajar, meskipun diantara mereka para ahli tersebut ada perbedaan mengenai

pengertian belajar, namun baik secara eksplisit maupun implisit terdapat kesamaan

(30)

proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman

tertentu.

Hal-hal pokok dalam pengertian belajar membawa perubahan tingkah laku

karena pengalaman dan latihan, perubahan itu pada pokoknya didapatkannya kecakapan

baru dan perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja. Aliran psikologi kognitif

mengganggap bahwa belajar pada dasarnya merupakan peristiwa mental, bukan

peristiwa behavioral yang bersifat jasmaniah.

Perubahan tingkah laku bukan dilihat dari perubahan sifat-sifat fisik akan tetapi

berupa perilaku berbicara, menulis, bergerak dan lainnya yang member kesempatan

kepada manusia untuk mempelajari perilaku-perilaku seperti berfikir, mengingat,

memecahkan masalah dan lain-lain termasuk hasil belajar.

b. Pembelajaran Kimia

Penjelasan karakteristik mata pelajaran pada Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan bahwa kimia merupakan

ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama

dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta

kegunaannya. Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan

berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga

diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia adalah ilmu yang

mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang

berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat.

Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang

zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat

yang melibatkan keterampilan dan penalaran.

Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia

sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan

teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu,

pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik

ilmu kimia sebagai proses dan produk.

Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu

membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

(31)

mengembangkan ilmu dan teknologi. Tujuan mata pelajaran kimia dicapai oleh peserta

didik melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam bentuk proses

inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah bertujuan

menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi

sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran kimia

menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan

dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2006).

Pembelajaran merupakan kegiatan belajar yang melibatkan berbagai komponen,

pembelajaran dapat di pandang sebagai suatu sistem. Sistem adalah serangkaian

komponen atau bagian yang saling berkaitan, bekerjasama dan berfungsi kearah

tercapainya tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian pembelajaran kimia dan berbagai

komponennya seperti guru, metode dan media,siswa dan lingkungan belajar bukanlah

sesuatu yang statis. Perubahan komponen–komponen tersebut dapat dipicu oleh

perkembangan ketatanegaraan, psikologi, ilmu dan teknologi, tuntutan masyarakat

terhadap produk pendidikan, khususnyapada materi termokimia. Perkembangan materi

pembelajaran kimia terjadi sejalan dengan perkembangan yang dicapai ilmu kimia yang

sebenarnya di lapangan.

Pembelajaran menurut Sugihartono (2007) merupakan suatu upaya yang

dilakukan untuk menampilkan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan

sistem dan lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan

kegiatan belajar secara efektif dan efesien dengan hasil yang optimal. Belajar dapat

didefenisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya

sebagai akibat pengalaman. Belajar bermakna apabila siswa mampu menghubungkan

dan mengkaitkan informasi yang diperoleh dari pengetahuan yang dimilikinya .

Mata pelajaran kimia merupakan salah satu dari berbagai mata pelajaranyang di

ajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Tujuan

pelajaran kimia di SMA dan MA adalah agar siswa mampu menguasai konsep-konsep

kimia dan saling keterkaitannya serta penerapannya baik dalam kehidupan sehari-hari

maupun dalam teknologi, mampu menerapkan berbagai konsep kimia untuk

memecahkan masalah dan teknologi secara ilmiah. Menurut Soekardjo dan Sari (2008)

pembelajaran kimia merupakan suatu siklus yang terdiri dari atas tiga tahap, yaitu: (1)

(32)

kimia dan (3) penilaian hasil pembelajaran kimia. Untuk mencapai keberhasilan dalam

pembelajaran kimia, khususnya pada materi pokok termokimia perlu digunakan

perangkat pembelajaran untuk menunjang keterlaksanaan proses pembelajaran yaitu

perangkat pembelajaran.

2. Pengembangan Modul

a. Pengertian Modul

Modul adalah termasuk media cetak sebagai materi pelajaran yang disusun dan

disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembacanya diharapkan dapat

menyerap sendiri materi tersebut. Dapat dijabarkan juga bahwa modul adalah sarana

pembelajaran dalam bentuk tertulis yang disusun secara sistematis, memuat materi

pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau

indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri (self instructional),

dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan

yang disajikan dalam modul tersebut (Hamdani, 2011).

Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang

diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, modul diartikan sebagai sebuah buku

yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan

bimbingan guru. Modul menurut Wijaya (1992), dapat dipandang sebagai paket

program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu guna keperluan belajar.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga ditemukan yang hampir serupa

bahwa modul adalah kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh

siswa dengan bantuan yang minimal dari guru atau dosen pembimbing, meliputi

perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat

yang dibutuhkan dan alat untuk penilai, serta pengukuran keberhasilan siswa dalam

penyelesaian pelajaran.

Hal senada dikemukakan oleh Badan Pengembangan Pendidikan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan (Prastowo, 2013), bahwa yang dimaksud modul adalah

satu unit program kegiatan belajar mengajar terkecil yang secara terperinci

menggariskan hal-hal sebagai berikut:

a) tujuan-tujuan instruksional umum yang akan ditunjang pencapaiannya;

b) topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar mengajar;

(33)

d) pokok-pokok materi yang akan dipelajari dan diajarkan;

e) kedudukan dan fungsi satuan (modul) dalam kesatuan yang lebih luas;

f) peranan guru di dalam proses belajar mengajar;

g) alat-alat dan sumber yang akan dipakai;

h) kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara

berurutan;

i) lembaran-lembaran kerja yang harus diisi murid; dan

j) program evaluasi yang akan dilaksanakan selama berjalannya proses belajar

ini.

Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode,

batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sis- tematis dan menarik

untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya.

Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai

berikut.

1)Self Instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta belajar

mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk

memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus;

a) berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas;

b) berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/ spesifik

sehingga memudahkan belajar secara tuntas;

c) menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pema- paran materi

pembelajaran;

d) menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memung- kinkan

pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasa- annya;

e) kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau

konteks tugas dan lingkungan penggunanya;

f) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;

g) terdapat rangkuman materi pembelajaran;

h) terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan diklat

melakukan ‘self assessment’;

i) terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau

(34)

j) terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya menge- tahui tingkat

penguasaan materi; dan

k) tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendu- kung materi

pembelajaran dimaksud.

2) Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau

sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan

dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi

pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang

utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit

kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan

kompetensi yang harus dikuasai.

3) Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung

pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media

pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak tergantung dan

harus menggunakan media yang lain untuk mempe- lajari dan atau mengerjakan

tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media

lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai

media yang berdiri sendiri.

4) Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat

menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel

digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi

pengembangan modul multimedia hendaknya tetap “up to date”. Modul yang

adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun

waktu tertentu.

5) User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi

dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan

pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai

dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta

menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user

friendly.

(35)

Modul berbeda dengan bahan ajar cetak yang lainnya seperti handout, diktat

ataupun LKS. Handout merupakan bahan pembelajaran yang sangat ringkas bersumber

dari beberapa literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang

diajarkan kepada peserta didik agar memudahkan mereka saat mengikuti proses

pembelajaran. Diktat adalah bahan pembelajaran yang disusun berdasarkan kurikulun

dan silabus, terdiri dari bab-bab, memuat detail penjelasan, referensi yang digunakan,

memiliki standar jumlah halaman tertentu dan biasanya dipersiapkan atau

dikembangkan sebagai buku. LKS atau biasa disebut sebagai Lembar Kegiatan Siswa

merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran berisi tugas yang didalamnya berisi

petunjuk, langkah-langkah untuk penyelesaian tugas (Prastowo, 2013).

Pembelajaran dengan modul memungkinkan siswa yang memiliki kecepatan

tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar

dibandingkan dengan siswa lainnya. Oleh karena itu modul harus menggambarkan

kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa, serta disajikan dengan bahasa yang

baik, menarik dan dilengkapi dengan ilustrasi.

Salah satu tujuan penyusunan modul adalah menyediakan bahan ajar yang sesuai

dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan

ajar yang sesuai dengan karakteristik materi ajar dan karakteristik siswa, serta setting

atau latar belakang lingkungan sosialnya.

Sebagaimana bahan ajar lain, penyusunan modul hendaknya memerhatikan

berbagai prinsip yang membuat modul tersebut dapat memenuhi tujuan penyusunannya.

Prinsip yang harus dikembangkan, antara lain:

a) disusun dari materi yang mudah untuk memahami yang lebih sulit, dan dari

yang konkret untuk memahami yang semikonkret dan abstrak;

b) menekankan pengulangan untuk memperkuat pemahaman;

c) umpan balik yang positif akan memberikan penguatan terhadap siswa;

d) memotivasi adalah salah satu upaya yang dapat menentukan keberhasilan

belajar;

e) latihan dan tugas untuk menguji diri sendiri.

Sebelum menyusun modul, guru harus melakukan identifikasi terhadap

kompetensi dasar yang dibelajarkan. Selain itu, guru juga melakukan identifikasi

(36)

terhadap indikator-indikator pencapaian kompetensi yang terdapat dalam silabus yang

telah disusun.

Setelah draf modul yang tersusun, kegiatan berikutnya adalah melakukan

validasi dan finalisasi terhadap draf modul tersebut. Kegiatan ini sangat penting agar

modul yang disajikan kepada siswa benar-benar valid dari segi isi dan efektivitas modul

dalam mencapai kompetensi yang ditetapkan.

b. Komponen-komponen Modul

Komponen-komponen yang terdapat dalam modul adalah sebagai berikut

(Daryanto, 2014):

1) Pedoman guru

Pedoman guru berisi petunjuk-petunjuk guru agar pengajaran dapat

diselenggarakan secara efisien, juga memberi penjelasan tentang hal-hal yang harus

dilakukan guru, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul, alat-alat pelajaran

yang harus digunakan dan petunjuk-petunjuk evaluasi.

2) Lembar Kegiatan Siswa

Lembar kegiatan ini, memuat materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa

dan pelajaran juga disusun secara teratur langkah demi langkah sehingga dapat diikuti

dengan mudah oleh siswa. Dalam lembar kegiatan, tercantum pula kegiatan-kegiatan

yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya mengadakan percobaan, membaca kamus

dan sebagainya.

3) Lembar kerja

Lembaran ini menyertai lembar kegiatan siswa, digunakan untuk menjawab atau

mengerjakan soal-soal tugas atau masalah yang harus dipecahkan.

4) Kunci lembar kerja

Maksud adanya kunci lembar kerja adalah agar siswa mengevaluasi (mengoreksi)

sendiri hasil pekerjaannya, apabila siswa membuat kesalahan dalam pekerjaannya maka

dapat meninjau kembali pekerjaannya.

5) Lembaran tes

Tiap modul disertai lembaran tes, yakni alat evaluasi yang digunakan sebagai alat

pengukur keberhasilan atau tercapai tidaknya tujuan yang telah dirumuskan dalam

modul itu. Jadi, lembaran tes berisi soal-soal untuk menilai keberhasilan murid dalam

(37)

6) Kunci lembaran tes

Kunci lembaran tes sebagai alat koreksi sendiri terhadap penilaian yang dilaksanakan.

c. Struktur Modul

Penyajian materi dalam modul disajikan secara naratif, deskriptif, argumentatif,

dan ilustratif. Struktur modul sebagai berikut (Rohman dan Amri, 2013):

i. Pendahuluan

Pendahuluan setidaknya memuat lima elemen, yaitu:

(1) Tujuan

(2) Pengenalan terhadap topik yang akan dipelajari

(3) Informasi tentang pelajaran

(4) Hasil belajar

(5) Orientasi

ii. Kegiatan Belajar

Struktur kegiatan meliputi:

Kegiatan Belajar I: Judul

(1) Tujuan

(2) Materi pokok

(3) Uraian materi berisi penjelasan, contoh, ilustrasi, aktivitas, tugas/latihan,

rangkuman.

(4) Tes mandiri 1

Kegiatan Belajar 2: Judul, struktur seperti Kegiatan Belajar 1

Bentuk aktivitas belajar antara lain:

(1) Aktivitas mental/pikiran (aktivitas yang bersifat memotivasi untuk

berfikir)

(2) Aktivitas membaca/menulis (aktivitas yang bersifat memotivasi untuk

membaca dan menjawab pertanyaan secara tertulis)

(3) Aktivitas melakukan tindakan lain (aktivitas yang bersifat memotivasi

untuk melakukan kegiatan, penelitian, praktikum, observasi,

demonstrasi, tugas pekerjaan rumah dan sebagainya)

iii. Penutup

(1) Salam, rangkuman, aplikasi, tindak lanjut, kaitan dengan modul

(38)

(2) Daftar kata penting

(3) Daftar pustaka

(4) Kunci tes mandiri

d. Tujuan Modul dalam Kegiatan Belajar

Tujuan digunakannya modul di dalam proses belajar mengajar menurut

Suryosubroto (1983) adalah agar:

1) Tujuan pembelajarn dapat dicapai secara efisien dan efektif.

2) Siswa dapat mengikuti program pembelajaran sesuai dengan kecepatan dan

kemampuannya sendiri.

3) Siswa dapat sebanyak mungkin menghayati dan melakukan kegiatan belajar sendiri,

baik di bawah bimbingan atau tanpa bimbingan guru.

4) Siswa dapat menilai dan mengetahui hasil belajarnya sendiri secara berkelanjutan.

5) Siswa benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar.

6) Kemajuan siswa dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi melalui evaluasi

yang dilakukan pada setiap modul berakhir.

7) Modul disusun berdasarkan konsep yang menekankan siswa harus secara optimal

menguasai bahan pelajaran yang disajikan dalam modul itu. Prinsip ini mengandung

konsekuensi bahwa siswa tidak diperbolehkan mengikuti program berikutnya

sebelum ia menguasai paling sedikit 75% dari bahan tersebut.

Prastowo (2012) tujuan penyusunan modul diantaranya: (1) Agar siswa dapat

belajar secara mandiri, (2) Guru tidak terlalu dominan dalam kegiatan pembelajaran ,

(3) Agar siswa dapat menelusur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari.

Widodo dan Jasmadi (2008) menyebutkan beberapa tujuan modul yaitu:

pertama,memperjelas dan mempermudah penyampaian pesan atau informasi terkait,

kedua mengatasi keterbatasan waktu baik dari siswa maupun guru, ketiga dapat

digunakan secara tepat dan bervariasi sehingga pembelajaran tidak monoton, keempat

memungkinkan siswa untuk mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Sehingga dapat

diambil garis besar bahwa tujuan penyusunan modul diantaranya: sebagai bahan ajar

yang dapat digunakan oleh siswa untuk belajar secara mandiri sehingga pembelajaran di

dalam kelas tidak didominasi oleh guru, mempermudah penyampaian materi dari guru

Gambar

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Problem Solving
Gambar 2.1 Skema prosedur pengembangan hasil adaptasi dari prosedur pengembangan Borg & Gall.
Gambar 2.2. Macam – macam Sistem
Gambar 2.3 Diagram entalpi reaksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

powers ) seperti ini, sebagaimana yang diidealkan oleh Montesquieu dalam trias politica , banyak para ahli menganggap tidak relevan lagi untuk diterapkan, khususnya

Selain memberikan identitas pada perusahaan, budaya perusahaan juga dapat menumbuhkan komitmen bagi para karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan. Bahkan komitmen yang

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa aspek tanggung jawab yaitu tanggung jawab bidan pada tugasnya, insentif yang tidak didapatkan bidan dan kondisi kerja yang

Hasil dari penelitian di atas yaitu Hasil analisa univariat menunjukkan lebih banyak (51,1%) responden memiliki dukungan keluarga yang kurang, dan lebih dari

Secara keseluruhan dalam pengembangan bahan ajar akuntansi biaya, penggunaan media sebagai aplikasi e-Learning program berbasis Edmodo, dan prose belajar dengan

pengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari nilai 4 (sangat. baik), nilai 3 (baik), nilai 2 (cukup baik) dan nilai 1 (tidak

Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Menengah Solo, yang dapat memberikan informasi mengenai alur proses kredit modal kerja yang digunakan dalam proses

Berdasarkan analisis komposisi, sampah di zona 1 TPA Piyungan cocok dijadikan sebagai bahan baku RDF karena memiliki kandungan sampah mudah terbakar yang cukup tinggi