i
PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1
KURIKULUM 2013
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Magister Pendidikan Sains
Disusun Oleh :
SUSI SISWANTI NIM S831308046
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SAINS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015
ii
PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1
KURIKULUM 2013
TESIS
Disusun oleh
SUSI SISWANTI S831308046
Komisi Pembimbing
Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Sulistyo Saputro, M.Si, Ph.D NIP 19680904 199403 1 001
__________ Pembimbing II Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si
NIP 19790202 200312 1 001
___________ __________
Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal : ………. 2015
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dr. Mohammad Masykuri, M.Si NIP 19681124 199403 1 001
iii
PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1
KURIKULUM 2013
TESIS
Disusun oleh
SUSI SISWANTI S831308046
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Dr. Mohammad Masykuri, M.Si
NIP 19681124 199403 1 001 __________
Sekretaris Dr. Sri Yamtinah, S.Pd., M.Pd
NIP 196912042005012001 __________
Anggota Penguji
Prof. Sulistyo Saputro, M.Si, Ph.D
NIP 19680904 199403 1 001 __________
Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si
NIP 19790202 200312 1 001 ___________ __________
Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat
Pada tanggal : ………. 2015 Mengetahui:
Ketua Program Studi Magister Pendidikan Sains
Dr. Mohammad Masykuri, M.Si NIP 19681124 199403 1 001 Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP 19600727 198702 1 001
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “PENGEMBANGAN MODUL TERMOKIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING UNTUK SISWA SMA/MA KELAS XI SEMESTER 1 KURIKULUM 2013” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan isi Tesis ini, maka Program Stusi Magister Pendidikan Sains FKIP UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Magister Pendidikan Sains FKIP UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, April 2015
Mahasiswa,
v MOTTO
“Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS.
Al Mujadalah: 11)
“Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya
jalan ke syurga.” (HR. Muslim).
” Orang yang keluar mencari ilmu, maka ia berada dijalan Allah hingga ia kembali
kerumahnya.” (HR. Tirmidzi)
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Jumariyanto, suami yang sekaligus sebagai guru dan motivator dalam mengurai kehidupan ini.
Orang tua dan mertua, terima kasih atas do’a yang tiada terputus untuk kebahagiaan kami.
Muh Fluorin Regar FA dan Muh Chlorin Hudan AA, jagoan-jagoanku yang dapat dibanggakan.
Bapak dan Ibu Dosen, khususnya Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, yang memberikan bimbingan dan arahan selama menyelesaikan pendidikan S2.
Rekan-rekan keluarga besar SMAN 1 Girimarto yang senantiasa memberikan dukungan selama menyelesaikan pendidikan S2.
Teman-teman seperjuangan Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret angkatan September 2013, tetap semangat untuk meraih cinta dan cita.
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Modul Termokimia Berbasis Problem Solving untuk Siswa SMA/MA Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013” dengan lancar.
Dalam penyusunan tesis ini penuls menyadari tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Mohammad Masykuri, M.Si, selaku Ketua Pogram Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Prof. Sulistyo Saputro, M.Si, Ph.D., selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Bapak dan Ibu Dosen, khususnya Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
6. Suami, orang tua, dan anak-anakku tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi serta perhatian agar tesis ini terselesaikan dengan baik.
7. Kepala SMAN 1 Girimarto, SMAN 1 Jatisrono, dan SMAN 1 Sidoharjo Wonogiri yang telah memberikan ijin bagi penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut. 8. Rekan-rekan Guru Kimia di sekolah tempat penulis melakukan penelitian yang
telah membantu terlaksananya penelitian ini.
viii
9. Siswa-siswi di sekolah tempat penulis melakukan penelitian yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Sains khususnya minat Kimia angkatan September 2013 yang telah banyak memberi motivasi, saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan.
Surakarta, Februari 2015
Penulis
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……….... i
HALAMAN PERSETUJUAN………. ii
HALAMAN PENGESAHAN……….. iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO……… v
PERSEMBAHAN……… vi
KATA PENGANTAR……….. vii
DAFTAR ISI ………... ix
DAFTAR GAMBAR...……….... xii
DAFTAR TABEL……… xiii
DAFTAR LAMPIRAN……… xv
ABSTRAK………... xvi
ABSTRACT………... xvii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Perumusan Masalah……… 7
C. Tujuan Penelitian ...………... 7
D. Manfaat Penelitian………... 8
E. Spesifikasi Produk….……….. 8
F. Asumsi dan Pembatasan Pengembangan ………... 8
G. Definisi Istilah ...………...…………... 9
II. LANDASAN TEORI ... 10
A. Kajian Teori ……… 10
1. Teori Belajar dan Pembelajaran Kimia ...……….. 10
a. Teori Belajar Konstruktivisme... 10
b. Pembelajaran Kimia ... 13
2. Pengembangan Modul ... 15
x
a. Pengertian Modul ... 15
b. Komponen-komponen Modul ... 19
c. Struktur Modul ... 20
d. Tujuan Modul dalam Kegiatan Belajar ... 21
3. Pembelajaran Problem Solving...………... 22
a. Definisi Problem Solving... 22
b. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Solving... 23
4. Prestasi Belajar ...………... 25
5. Penelitian Pengembangan...………... 27
6. Materi Termokimia ...………. 30
B. Penelitian yang Relevan……….. 47
C. Kerangka Berpikir………... 51
III. METODE PENELITIAN ... 52
A. Jenis Penelitian………... 52
B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan ………... 52
1. Studi Pendahuluan dan Pengumpulan Informasi………... 52
2. Perencanaan………... 53
3. Pengembangan Draft Produk Awal ...………... 54
4. Uji Coba Lapangan Awal………... 56
5. Revisi Produk Hasil Uji Coba Lapangan Tahap Awal ...……… 57
6. Uji Coba Lapangan Utama……….. 57
7. Revisi Hasil Uji Coba Lapangan Utama ………. 57
8. Uji Lapangan Operasional………... 58
9. Revisi Produk Akhir……….... 58
C. Instrumen Penelitian ...…....……….. 58
xi
D. Uji Coba Instrumen ... 60
E. Teknik Analisis Data……….... 63
1. Analisis Kebutuhan………... 63
2. Analisis Uji Coba Kelayakan ....………... 63
3. Analisis Data Uji Efektifitas ...………... 64
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 68
1. Hasil Pengembangan Modul berbasis Problem Solving...…………... 68
2. Hasil Uji Kelayakan Modul ...………. 89
3. Hasil Uji Efektifitas Modul ... 91
B. Pembahasan……….. 98
1. Hasil Pengembangan Modul berbasis Problem Solving...…………... 98
2. Hasil Uji Kelayakan Modul ...………. 100
3. Hasil Uji Efektifitas Modul ... 101
C. Temuan Lapangan ... 102
D. Keterbatasan Penelitian ... 103
V. KESIMPULAN, SARAN DAN SARAN ... 104
A. Kesimpulan………... 104
B. Implikasi………... 104
C. Saran………. 104
DAFTAR PUSTAKA………... 106
DAFTAR LAMPIRAN ... 110
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Gambar 2.1.Skema prosedur pengembangan hasil adaptasi dari prosedur
pengembangan Borg & Gall ... 29
2. Gambar 2.2. Macam-macam Sistem………... 32
3. Gambar 2.3. Diagram Entalpi Reaksi Eksoterm ... 35
4. Gambar 2.4. Diagram Entalpi Reaksi Endoterm ... 35
5. Gambar 2.5. Kalorimeter Sederhana ...………... 38
6. Gambar 2.6. Kalorimeter Bomb...………... 39
7. Gambar 2.7. Skema Kerangka Berpikir...………... 51
8. Gambar 3.1. (a) LayoutSampul Modul dan (b) LayoutHalaman Pendahuluan. 55 9. Gambar 3.2. (a) LayoutHalaman Kegiatan Belajar dan (b) LayoutPenutup .... 55 10. Gambar 3.3. Skema Tahapan Penelitian Pengembangan Modul Termokimia
Berbasis Problem Solving ... 57
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Problem Solving………... 24
2. Tabel 2.2 Energi Ikatan Rata-rata Beberapa Ikatan...…………... 45
3. Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ...………... 53
4. Tabel 3.2 Data, Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen………... 59
5. Tabel 3.3 Kriteria Kualitas Butir Soal ...………... 61
6. Tabel 3.4 Kriteria Kualitas Soal untuk kepentingan pemilahan butir ... 62
7. Tabel 3.5 Hasil Analisis Butir Soal Pilihan Ganda Tes Pengetahuan... 63
8. Tabel 3.6 Pengukuran Skala Ordinal…... 64
9. Tabel 3.7 Interpretasi Skor Hasil Prosentase ...………... 64
10. Tabel 3.8 Kriteria Interpretasi N-gain... 65
11. Tabel 4.1 Isi Kegiatan Belajar Modul Termokimia Berbasis Problem Solving.. 74
12. Tabel 4.2 Saran Validator Ahli Media untuk Draft Awal Modul ...…... 77
13. Tabel 4.3 Saran Validator Ahli Materi untuk Draft Awal Modul ... 77
14 Tabel 4.4 Saran dari Ahli Bahasa ... 81
15. Tabel 4.5 Saran dari Ahli Praktisi ...………... 81
16. Tabel 4.6 Saran/Masukan dari Siswa pada Tahan Uji Coba Kecil ... 83
17. Tabel 4.7 Rata-rata Nilaipre testdan post testdari Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 85
18. Tabel 4.8 Refleksi Proses Pembelajaran dalam Menerapkan Modul Termokimia berbasis Problem Solving... 86
19. Tabel 4.9 Saran Siswa dan Guru dalam Uji Coba Lapangan Utama ... 87
20. Tabel 4.10 Saran Hasil Uji Coba Operasional (Uji diperluas) ... 88
21. Tabel 4.11 Revisi Final Produk Modul ... 88
22. Tabel 4.12 Hasil Vaidasi Isi dengan Aiken………... 89
23. Tabel 4.13 Hasil Validasi Kelayakan Modul …...…... 90
24. Tabel 4.14 Rerata Hasil Penilaian Uji Kelayakan Modul oleh Siswa ... 90
25. Tabel 4.15 Rerata Hasil Penilaian Uji Kelayakan Modul oleh Validator, Praktisi dan Siswa ... 91 26. Tabel 4.16 Hasil Penilaian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 92
27. Tabel 4.17 Hasil Uji Normalitas Tes Pengetahuan ...……... 92
xiv
28. Tabel 4.18 Hasil Uji Homogenitas Tes Pengetahuan ...…………... 93
29. Tabel 4.19 Hasil Uji Non Parametrik Tes Pengetahuan ...………... 94
30. Tabel 4.20 Hasil Uji Normalitas Nilai Sikap ...…... 95
31. Tabel 4.21 Hasil Uji Homogenitas Nilai Sikap ...………... 95
32. Tabel 4.22 Hasil Uji Normalitas Nilai Ketrampilan ... 97
33. Tabel 4.23 Hasil Uji Homogenitas Nilai Ketrampilan ...……... 97
34. Tabel 4.24 Hasil Uji-t Tes Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan ... 98
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lampiran 1. Angket Analisis Kebutuhan Pengembangan Bahan Ajar ... 111
2. Lampiran 2. Analisis 8 Standar Nasional Pendidikan ... 117
3. Lampiran 3. Analisis Butir soal UN 2012/2013 ...….... 121
4. Lampiran 4. Matriks Analisis Kurikulum 2013 dengan Modul Termokimia berbasis problem solving ... 125
5. Lampiran 5. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 133
6. Lampiran 6. Hasil Telaah RPP oleh Pakar Pembelajaran ...…………... 182
7. Lampiran 7. Analisis Butir Soal ...………... 196
8. Lampiran 8. Soal Pre Test ...………. 204
9. Lampiran 9. Nilai Hasil Pre Test ...……... 214
10. Lampiran 10. Soal Post Test ... 217
11. Lampiran 11. Nilai Hasil Post Test ... 225
12. Lampiran 12. Hasil Penilaian Sikap ...………... 230
13. Lampiran 13. Hasil Penilaian Ketrampilan ... 235
14. Lampiran 14. Hasil Uji Statistik dengan SPSS 18.0 terhadap Nilai Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan…... 240
15. Lampiran 15. Kisi-Kisi Instrumen Validasi Pengembangan Modul ... 248
16. Lampiran 16. Rekap Hasil Validasi Pengembangan Modul ... 260
17. Lampiran 17. Rekap Hasil respon Siswa pada Uji Coba Skala Kecil... 291
18. Lampiran 18. Rekap Hasil Penilaian Praktisi terhadap Pengembangan Modul . 293 19. Lampiran 19. Rekap Hasil Respon Siswa pada Uji Coba Operasional ... 295
20. Lampiran 20. Tabel Koefisien Validitas Aiken ...…... 304
21. Lampiran 21. Dokumen Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Sekolah ………... 306
22. Lampiran 22. Foto-foto Dokumen Kegiatan Penerapan Modul Termokimia dalam Pembelajaran ... 310
xvi
Susi Siswanti. 2015. Pengembangan Modul Termokimia Berbasis Problem Solving untuk Siswa SMA/MA Kelas XI Semester 1 Kurikulum 2013. TESIS. Pembimbing 1: Prof. Sulistyo Saputro, M.Si. Ph.D., Pembimbing 2: Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si, Program Studi Magister Pendidikan Sains, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui (1) hasil setiap tahapan pengembangan modul termokimia berbasis problem solving untuk siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 (2) kelayakan modul termokimia berbasis problem solving yang dikembangkan berdasarkan validasi ahli, penilaian praktisi dan respon siswa (3) keefektifan modul termokimia berbasis problem solving yang dikembangkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013.
Penelitian ini mengadaptasi prosedur pengembangan Borg & Gall yang disederhanakan menjadi sembilan tahapan. Uji coba skala kecil dan uji coba operasional dilaksanakan di SMAN 1 Girimarto, SMAN 1 Jatisrono dan SMAN 1 Sidoharjo dengan subyek 16 siswa untuk uji skala kecil dan 154 siswa untuk uji coba operasional. Uji coba lapangan utama dilakukan di SMAN 1 Girimarto dengan kelas XI MIA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI MIA 2 sebagai kelas kontrol. Kelayakan modul diperoleh dari penilaian validator ahli, praktisi dan respon siswa melalui angket menggunakan skala Ordinal dengan skor 1 sampai 5. Efektivitas modul diperoleh dari analisis uji-t perbedaan rata-rata gain score hasil tes pengetahuan, rata-rata penilaian ketrampilan, dan sikap pada uji lapangan utama di kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil dari setiap tahapan pengembangan dimulai dari studi pendahuluan diperoleh informasi untuk dikembangkan bahan ajar yang sesuai dengan karakter siswa dan kebutuhan pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013 sehingga dikembangkan modul termokimia berbasis problem solving (2) modul termokimia berbasis problem solving yang telah dikembangkan sangat layak digunakan dalam pembelajaran siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 berdasarkan validasi ahli, penilaian praktisi dan respon siswa dengan persentase sebesar 83,87% (3) modul termokimia berbasis problem solvingefektif meningkatkan prestasi belajar pengetahuan, sikap dan ketrampilan siswa.
Kata Kunci: Modul, Problem Solving, Termokimia, Kurikulum 2013
xvii
Susi Siswanti. 2015. The Development of Thermochemistry Module Based on the Problem Solving for Class XI of SMA/MA Students According to Curriculum 2013. THESIS. Advisors: (1) Prof. Sulistyo Saputro, M.Si. Ph.D., (2) Dr. Suryadi Budi Utomo, S.Si, M.Si, Post graduate Program of Science Education, Faculty of Teacher and Training Education of Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
The purposes of the research were to know: (1) the result of each step of the development thermochemistry module based on problem solving for class XI of SMA/MA students according to curriculum 2013 (2) the feasibility of thermochemistry module based on problem solving obtained from validation by experts, practitioners, and the students responses (3) the effectiveness of thermochemistry module based on problem solving for class XI of SMA/MA students according to curriculum 2013.
This study adapted the Borg & Gall development procedures were simplified into nine stages. Initial field test and operational fields test conducted in SMAN 1 Girimarto, SMAN 1 Jatisrono and SMAN 1 Sidoharjo with 16 students subject to initial field test and 154 studens for operational fields. The main field test conducted in SMAN 1 Girimarto with class XI MIA 1 as experiment class and class XI MIA 2 as control class. The feasibility assessment module obtained from validation by experts, practitioners, and the students responses through questionare using ordinal scale from 1 to 5. The effectiveness module is obtained from independent sample t-test of the difference in average gain knowledge test scores, the average assessment skills, and attitudes on the main field test in the experimental class and the control class.
The results of research and development were: (1) the result of each step showed that from preliminary study got information to make teaching materials based on student characters and needs analysis according curriculum 2013 that’s developed thermochemistry module based on the problem solving (2) thermochemistry module based on the problem solving is worthy used for learning class XI SMA/MA semester 1 curriculum 2013 based on validation experts, practitioners, and students with percentage of 83.87% (3) thermochemistry module based on the problem solving effectively improve learning achievement of knowledge, attitudes and skills of students.
Key words: Module, Problem Solving, Thermochemistry, Curriculum 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan
siswa yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada
pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta
mengembangkan potensi dan kreativitas siswa. Prinsip tersebut menyebabkan adanya
pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma
pembelajaran.
Dalam Panduan Implementasi Standar Proses (2009) disebutkan bahwa
paradigma pengajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitikberatkan peran
pendidik dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa. Paradigma tersebut bergeser
pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada siswa untuk
mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia
yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian luhur,
memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan
yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk dapat
menyelenggarakan pendidikan berdasarkan pergeseran paradigma tersebut, diperlukan
acuan dasar bagi setiap satuan pendidikan yang meliputi serangkaian kriteria minimal
sebagai pedoman untuk proses pembelajaran yang bersifat demokratis, mendidik,
memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis. Itulah yang menjadi penyempurnaan
pola pikir kurikulum 2013. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis
yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi siswa menjadi manusia
Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang
kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
1
Adanya tantangan internal menurut penjelasan Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kurikulum SMA/MA
antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan
yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar
isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,
dan standar penilaian pendidikan. Salah satu upaya yang dikembangkan pemerintah
dalam Kurikulum 2013 ini adalah menyiapkan buku pegangan pembelajaran yang
terdiri dari buku siswa dan buku guru serta memperkuat peran pendampingan dan
pemantauan oleh pusat dan daerah pelaksanaan pembelajaran.
Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65
Tahun 2013 tentang Standar Proses disebutkan bahwa Perencanaan pembelajaran
dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan RPP dan
penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran dan skenario
pembelajaran. Penyusunan silabus dan RPP disesuaikan pendekatan pembelajaran yang
digunakan. Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar. Dengan demikian,
guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.
Bahan ajar merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa
akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Bahan ajar dapat dibuat dalam berbagai
bentuk sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik materi ajar yang akan disajikan.
Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar menurut Daryanto (2014) dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu bahan cetak (printed) seperti antara lain
buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.
Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.
Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk dan film. Bahan
ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer
Assisted Instruction), compact disk(CD) multimedia pembelajarn interaktif, dan bahan
ajar berbasis web (web based learning materials). Untuk selanjutnya dalam rencana
penelitian ini akan dikembangkan bahan ajar dalam bentuk modul sebagaimana
Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004), modul
diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar
secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Sementara dalam pandangan lainnya
(Prastowo, 2013), modul dimaknai sebagai seperangkat bahan ajar yang disajikan secara
sistematis, sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator.
Dengan demikian, sebuah modul harus dapat dijadikan bahan ajar sebagai pengganti
fungsi pendidik ketika di luar sekolah, atau dapat menjadi buku pendamping ketika
belajar di sekolah.
Menurut hasil penelitian Visser (2010), modul harus memiliki beberapa karakter
antara lain harus sesuai dengan minat siswa, harus memungkinkan siswa untuk bekerja
independen dari guru, terhubung ke pengetahuan dan kepentingan guru, mencakup
bahan dan fasilitas yang mudah diperoleh dan harus memiliki panduan guru yang
berkualitas tinggi. Hasil ini menggambarkan bahwa modul yang akan dikembangkan
tidak hanya sebagai bahan ajar ketika berlangsung pembelajaran di kelas, namun juga
harus menarik minat belajar siswa dan mempermudah siswa ketika belajar lepas dari
guru.
Salah satu perbedaan antara kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya
adalah adanya buku siswa dan buku guru yang sudah disediakan oleh pemerintah pusat
sebagai buku wajib sumber belajar di sekolah. Akan tetapi untuk awal tahun pelajaran
2014/2015 beberapa mata pelajaran belum ada buku siswa dan buku guru salah satunya
mata pelajaran kimia. Sesuai dengan pendekatan yang dipergunakan dalam Kurikulum
2013, siswa dipacu untuk mencari dari sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang
luas di sekitarnya. Peran guru sangat penting untuk meningkatkan dan menyesuaikan
daya serap siswa dengan ketersediaan kegiatan pada buku ini. Guru dapat
memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan
relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam. Oleh karena itu, guru sebagai
pengendali utama di dalam proses belajar mengajar harus mampu mengembangkan
kompetensinya untuk memberikan fasilitas pelayanan belajar bagi siswanya sesuai
dengan karakter dan kebutuhannya.
Hasil analisis pemenuhan 8 SNP (Standar Nasional Pendidikan) SMAN 1
Girimarto tahun pelajaran 2013/2014 yang menyumbang GAP paling besar atau
yaitu Standar Proses dan komponen 8 yaitu Standar Penilaian. Rendahnya pemenuhan
skor pada standar proses disebabkan kecenderungan guru dalam mengajar hanya
mengandalkan buku paket yang mana isi buku tersebut meski bagus namun ada
beberapa yang kurang sesuai dengan karakter siswa di SMAN 1 Girimarto dan juga
untuk diterapkan dalam scientific approach masih terlalu luas dan belum nampak
sintaksnya dan LKS yang digunakan ada beberapa yang kurang sesuai dengan kondisi
dan karakter siswa sebagai acuan pembelajarannya. Seringnya guru memperbaiki
perangkat pembelajaran dan menggunakannya hanya ketika akan diadakan supervisi
dari pengawas pendidikan, tidak adanya pembinaan atau tindak lanjut dari pimpinan
setelah diadakan supervisi juga sebagai salah satu faktor kelemahan, terbatasnya sarana
terutama media IT menyebabkan guru enggan menggunakan media dan guru juga
belum banyak berinisiatif membuat media pembelajaran lain yang berbasis lokal.
Agar dalam pengembangan modul ini sesuai dengan karakter kondisi dan
kebutuhan siswa SMAN 1 Girimarto maka perlu dilihat kondisi potensi akademis siswa
dan latar belakang sosial ekonomi siswa. Input nilai akademis siswa rata-rata termasuk
rendah karena siswa yang masuk tanpa penyaringan (seleksi), semua siswa dengan nilai
berapapun di terima mengingat kondisi sekolah yang masih membutuhkan kuantitas
dibandingkan dengan kualitas karena untuk pemenuhan rombel (rombongan belajar).
Banyak siswa yang ditinggal merantau orang tuanya, hal ini sangat mempengaruhi
aktivitas dan pola belajar siswa. Banyak siswa yang mempunyai latar belakang
pendidikan keluarga yang rendah sehingga tidak ada yang membantu mendampingi dan
mengawasi belajar ketika di rumah, hal itu juga mempengaruhi cara pandangnya
terhadap belajar termasuk penyediaan fasilitas untuk belajar meski mereka tergolong
orang mampu sehingga media atau referensi yang mendukung mereka belajar juga
kurang. Untuk itu kondisi ini juga menjadi alasan mengapa tidak mengembangkan
bahan ajar lain yang seperti media berbasis multimedia dikarenakan tidak semua siswa
ketika di rumah atau di sekolah dapat memanfaatkannya.
Hasil dari diskusi dengan guru kimia SMAN 1 Girimarto pada bulan Mei 2014
diperoleh informasi bahwa selama ini pembelajaran yang berlangsung masih didominasi
dengan ceramah karena siswa merasa tidak paham jika pembelajaran hanya dengan
diskusi tanpa dijelaskan dengan guru, demikian pula jika hanya dijelaskan dengan
materi. Kemudian hasil dari pengamatan guru, saat dijelaskan siswa sebenarnya paham
dan ketika diberikan latihan soal saat itu juga siswa dapat mengerjakannya baik melalui
diskusi dengan teman maupun dengan bimbingan guru. Namun ketika ulangan harian
sulit mencapai persentase ketuntasan kelas sampai 70% padahal KKM tahun pelajaran
2013/2014 adalah 72, kondisi sama juga dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain faktor
di atas, rendahnya ketuntasan siswa juga dikarenakan aktivitas belajar siswa yang
kurang terutama saat di rumah, siswa umumnya tidak mau mengulang lagi mempelajari
materi yang sudah disampaikan guru di sekolah atau saat menjelang ada pelajaran kimia
mereka juga enggan belajar seperti juga ketika diberi PR atau tugas mereka hanya
menunggu teman yang lebih pandai untuk dicontek di sekolah.
Khusus untuk materi kimia kelas XI semester gasal dari angket kesulitan belajar
siswa yang disebarkan pada siswa kelas XI Tahun Pelajaran 2013/2014 sebanyak 38
siswa, 23 siswa merasa kesulitan pada materi termokimia. Dalam pembelajaran
termokimia, siswa harus mampu mencapai kompetensi dasar diantaranya mampu
mendeskrisikan perubahan entalpi suatu reaksi, menjelaskan ciri-ciri reaksi eksoterm
dan endoterm, menentukan kalor reaksi atau perubahan entalpi reaksi berdasarkan data
yang ada.
Jika dianalisis dari hasil pengamatan kesulitan mempelajari termokimia adalah
siswa paham konsep reaksi eksoterm-endoterm, tetapi ketika diterapkan dalam
praktikum atau diminta menganalisis gambar/diagram siswa menjadi salah konsep.
Kemampuan algoritma (kemampuan menyusun langkah-langkah logis untuk
menyelesaikan masalah) sangat lemah, terutama dalam menentukan perubahan entalpi
(H) reaksi atau kalor reaksi. Termokimia merupakan materi yang membutuhkan kemampuan analisis konsep dan keterampilan matematika dalam penyelesaian
masalahnya sehingga ketrampilan dalam memecahkan masalah sangat dibutuhkan untuk
mempelajari materi ini.
Hasil dari pengisian angket untuk mengetahui kesulitan belajar siswa yang
diberikan kepada guru kimia pengampu materi termokimia di SMAN 1 Girimarto
diperoleh keterangan bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa sebelum remidi pada
materi termokimia hanya 55 pada tahun pelajaran 2013/2014. Soal-soal yang mampu
mereka kerjakan sendiri hanya soal dengan tingkat kesukaran C1-C3 (tingkatan
atas rata-rata tidak mampu mengerjakan dan tidak ada usaha untuk mengerjakan. Itupun
jika soal C1-C3 kategori sulit juga banyak yang tidak bisa mengerjakan. Data dari
BSNP (2013) menunjukkan hasil analisis UN 2012/2013 untuk butir soal menentukan
kalor reaksi hanya tercapai ketuntasan tingkat sekolah 68,42%; tingkat kabupaten
75,05%; tingkat propinsi 74,85% dan tingkat nasional 66,78%. Pada penelitian ini untuk
menguji kelayakan produk yang dikembangkan juga melibatkan siswa SMAN 1
Sidoharjo dan SMAN 1 Jatisrono karena masih mempunyai karakter dan kondisi yang
setara dengan SMAN 1 Girimarto. SMAN 1 Jatisrono terakreditasi A berdiri pada tahun
1991, SMAN 1 Girimarto juga terakreditasi A berdiri sejak tahun 1994 sedang SMAN 1
Sidoharjo didirikan pada tahun 2005 dengan akreditasi B. Ketiga sekolah mempunyai
karakter siswa yang hampir sama, dilihat dari nilai siswa yang masuk rata-rata
mempunyai jumlah nilai Ujian Nasional SMP antara 19,00 sampai 38,00 dengan jumlah
nilai paling banyak antara 22,00 sampai dengan 27,00 untuk 4 mata pelajaran yang diuji
nasionalkan dan latar belakang sosial ekonomi siswa juga hampir sama dengan siswa
SMAN 1 Girimarto yaitu banyak yang ditinggal merantau orang tuanya sehingga dari
penelitian ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang bermanfaat untuk sekolah yang
memiliki karakter yang sama.
Untuk memberikan solusi dari masalah-masalah di atas maka dalam rencana
penelitian akan memuat judul “Pengembangan Modul Termokimia berbasis Problem
Solving untuk siswa SMA/MA kelas XI semester 1 pada Kurikulum 2013”.
Pengambilan setting pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem solving
karena model tersebut berpusat pada ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti
dengan penguatan kreatifitas. Ketika dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat
melakukan ketrampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan
tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa berpikir, ketrampilan
memecahkan masalah memperluas proses berpikir. Sehingga model pembelajaran ini
diharapkan sesuai dengan karakter materi termokimia yang membutuhkan pemahaman
analisis konsep dan kemampuan memecahkan masalah.
Dari hasil penelitian Cankoy dan Darbaz (2010) mengungkapkan bahwa siswa
harus dilatih dan didorong untuk menjadi pemecah masalah yang terampil dengan
solusi kuantitatif. Materi pendidikan yang dikembangkan harus fokus pada peningkatan
keterampilan penalaran kualitatif.
Hasil penelitian Adesoji (2008), disebutkan bahwa strategi pembelajaran
problem solving memberikan pengaruh pada kinerja siswa yang memiliki tingkat
kemampuan yang berbeda dalam belajar kimia. Untuk itu dalam pengembangan modul
termokimia berbasis problem solving juga harus disesuaikan dengan tingkat
kemampuan berfikir siswa.
Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan berdasarkan problem
solving untuk melatih siswa berpikir kreatif dalam menghadapi berbagai masalah baik
itu masalah pribadi maupun kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama. Siswa harus melakukan penyelidikan untuk mencari penyelesaian masalah seperti
menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan
dan menganalisis data, dan merumuskan kesimpulan. Hal ini sesuai dengan tuntutan
kurikulum 2013 yaitu pembelajaran harus menggunakan pendekatan ilmiah atau
scientific approachdan berpusat pada siswa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah hasil setiap tahapan pengembangan Modul Termokimia berbasis
Problem Solvinguntuk siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013?
2. Bagaimanakah kelayakanModul Termokimia berbasis Problem Solvinguntuk siswa
SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 yang dikembangkan berdasarkan validasi
ahli, penilaian praktisi dan respon siswa?
3. Bagaimanakah keefektifan Modul Termokimia berbasis Problem Solving yang
dikembangkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMA kelas XI semester 1
Kurikulum 2013?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui hasil setiap tahapan pengembangan Modul Termokimia berbasis
Problem Solvinguntuk siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013.
SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 yang dikembangkan berdasarkan validasi
ahli, penilaian praktisi dan respon siswa.
3. Mengetahui keefektifan Modul Termokimia berbasis Problem Solving yang
dikembangkan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMA kelas XI semester 1
Kurikulum 2013.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai masukan guna memperluas wawasan bagi guru dalam memilih modul
dalam pembelajaran.
b. Sebagai bahan rujukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya kimia.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi
sekolah dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran.
b. Masukan kepada guru maupun tenaga kependidikan lainnya agar dapat
mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan materi pembelajaran dan
kebutuhan siswa pada sekolah tersebut.
E. Spesifikasi Produk
1. Bahan ajar yang dikembangkan berupa bahan ajar cetak dalam bentuk modul.
2. Modul disajikan dengan setting pembelajaran problem solving dimulai dari
pengenalan (pemberian) masalah, identifikasi masalah, pengumpulan
data/informasi, rancangan solusi dan menyajikan hasil.
3. Modul disusun berdasarkan petunjuk penulisan modul yang di dalamnya terdiri dari
3 kegiatan belajar yang mewakili masing-masing topik pembelajaran dan setiap
kegiatan belajar terdapat 5 pos kegiatan yang mewakili sintaks problem solving.
4. Modul dicetak berwarna dengan kertas ukuran kuarto A4 dan ditulis dengan huruf
Arial.
F. Asumsi dan Pembatasan Pengembangan
1. Asumsi Pengembangan
Asumsi penelitian pengembangan Modul Termokimia berbasis Problem Solving
untuk siswa SMA kelas XI semester 1 Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:
a. Guru Kimia SMA yang menilai modul hasil pengembangan memiliki
pemahaman yang sama terkait bahan ajar kimia dengan materi termokimia.
b. Selain guru kimia, modul ini juga mendapatkan arahan dari dosen pembimbing
dan ahli media yang berpengalaman atau memiliki pemahaman yang sama dalam
pembuatan modul.
c. Reviewermemiliki pemahaman yang baik mengenai ilmu kimia.
d. Mengujicobakan modul pada sekolah sasaran dan sekolah yang setara dengan
sekolah sasaran.
2. Pembatasan Pengembangan ini, meliputi :
a. Modul Termokimia SMA berbasis Problem Solving berisi sesuai petunjuk
pembuatan modul dengan modifikasi setiap kegiatan belajar melalui 5 pos
tahapan kegiatan belajar.
b. Pengembangan modul merujuk pada Borg and Gall yang disederhanakan
menjadi sembilan tahapan yaitu penelitian dan pengumpulan informasi,
perencanaan, desaian produk awal, uji coba awal, revisi terhadap produk awal,
uji coba lapangan terbatas, revisi produk, uji lapangan operasional dan revisi
produk akhir.
c. Modul yang dikembangkan diujicobakan kepada siswa secara langsung.
d. Modul yang dikembangkan dinilai oleh validator ahli, praktisi dan siswa.
G. Definisi Istilah
1. Modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis yang tersusun secara
sistematis, memuat materi pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran berdasarkan
kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar
mandiri dan memberikan kesempatan siswa untuk menguji diri sendiri melalui
latihan yang disajikan dalam modul tersebut.
2. Termokimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari hubungan antara
kalor (energi panas) dengan reaksi kimia atau proses-proses yang berhubungan
dengan reaksi kimia.
3. Problem solving adalah penyelesaian suatu masalah melibatkan berbagai jenis
pemikiran atau kognisi seperti mengidentifikasi, mengkategorikan, menyusun,
membuat inferensi, merumuskan analogi dan mengingat kembali.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Teori Belajar dan Pembelajaran Kimia
a. Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivis lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky dimana keduanya
menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah
dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam memahami
informasi-informasi baru. Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses
mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan
pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan
(Schunk, 2012).
Pembelajaran sosial ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada
teori Vygotsky. Menurut Karpov dan Bransford dalam Slavin (2000) yang digunakan
dalam menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif,
pembelajaran berbasis proyek dan penemuan.
Empat kunci yang diturunkan dari teori ini adalah pertama, penekanannya pada
hakikat sosial dari pembelajaran yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang
dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Kedua, zona perkembangan terdekat
atauzone of proximal developmentyaitu bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila
konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. ketiga, pemagangan
kognitif ataucognitife apprenticeshipyaitu proses dimana seseorang tahap demi tahap
berkesepakatan dalam belajar dengan seseorang apakah seorang yang dewasa atau
teman sebaya yang lebih tinggi. Dan yang keempat adalah scaffoldingataumediated
learningyaitu siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks sulit, dan realistic dan
kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugasnya .
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan
aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai
kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna
10
pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1) Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu
sendiri.
2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara
lengkap.
4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5) Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan
mereka.
3) Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya
secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya
yang sudah ada.
5) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor
ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten
atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman
pelajar untuk menarik minat pelajar.
Teori pembelajaran konstruktivisme memiliki dasar teori kognitif dengan
penekanan diberikan pada bagaimana struktur kognitif membangun dan mengorganisasi
pengetahuan. Ada dua tokoh penting yang mempelopori teori dasar konstruktivisme ini
konstruktivisme psikologi / individu / kognitif, sedangkan teori yang dipelopori oleh
Lev Vygotskyn ialah konstruktivisme sosial.
Schunk (2012) dalam buku teori-teori pembelajaran (perspektif pendidikan)
membahas bahwa kemampuan bisa dibedakan menurut tingkatan kekhususan.
Kemampuan umum digunakan dalam berbagai disiplin yang luas. Kemampuan khusus
hanya berguna dalam ranah-ranah tertentu. Seperti pemecahan masalah dan pemikiran
kritis merupakan kemampuan umum karena hal tersebut berguna untuk menguasai
kemampuan kognitif, motorik dan sosial. Sementara itu penentuan perubahan entalpi
reaksi (Hr) melibatkan kemampuan khusus karena terbatasnya aplikasi termokimia
dalam mata pelajaran kimia.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak
mencapai tahap perkembangan tertentu yang penting bahan pelajaran harus ditata
dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan
kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari
dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner
yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran
yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi
disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik
menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses
intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan(Schunk, 2012).
Keseluruhan tujuan pendidikan dibagi atas hierarki atau taksonomi menurut
Bloom menjadi tiga kawasan (domain) yang pertama yaitu domain kognitif mencakup
kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enam macam
kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai yang
paling kompleks. Kedua adalah domain afektif mencakup kemampuan-kemampuan
emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal dan ketiga merupakan domain
psikomotor yaitu kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan
(Sagala, 2013). Bertitik tolak dari berbagai pandangan sejumlah ahli tersebut mengenai
belajar, meskipun diantara mereka para ahli tersebut ada perbedaan mengenai
pengertian belajar, namun baik secara eksplisit maupun implisit terdapat kesamaan
proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman
tertentu.
Hal-hal pokok dalam pengertian belajar membawa perubahan tingkah laku
karena pengalaman dan latihan, perubahan itu pada pokoknya didapatkannya kecakapan
baru dan perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja. Aliran psikologi kognitif
mengganggap bahwa belajar pada dasarnya merupakan peristiwa mental, bukan
peristiwa behavioral yang bersifat jasmaniah.
Perubahan tingkah laku bukan dilihat dari perubahan sifat-sifat fisik akan tetapi
berupa perilaku berbicara, menulis, bergerak dan lainnya yang member kesempatan
kepada manusia untuk mempelajari perilaku-perilaku seperti berfikir, mengingat,
memecahkan masalah dan lain-lain termasuk hasil belajar.
b. Pembelajaran Kimia
Penjelasan karakteristik mata pelajaran pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan bahwa kimia merupakan
ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama
dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta
kegunaannya. Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga
diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia adalah ilmu yang
mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang
berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat.
Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang
zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat
yang melibatkan keterampilan dan penalaran.
Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia
sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan
teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu,
pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik
ilmu kimia sebagai proses dan produk.
Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu
membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang
mengembangkan ilmu dan teknologi. Tujuan mata pelajaran kimia dicapai oleh peserta
didik melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam bentuk proses
inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah bertujuan
menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi
sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran kimia
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan
dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2006).
Pembelajaran merupakan kegiatan belajar yang melibatkan berbagai komponen,
pembelajaran dapat di pandang sebagai suatu sistem. Sistem adalah serangkaian
komponen atau bagian yang saling berkaitan, bekerjasama dan berfungsi kearah
tercapainya tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian pembelajaran kimia dan berbagai
komponennya seperti guru, metode dan media,siswa dan lingkungan belajar bukanlah
sesuatu yang statis. Perubahan komponen–komponen tersebut dapat dipicu oleh
perkembangan ketatanegaraan, psikologi, ilmu dan teknologi, tuntutan masyarakat
terhadap produk pendidikan, khususnyapada materi termokimia. Perkembangan materi
pembelajaran kimia terjadi sejalan dengan perkembangan yang dicapai ilmu kimia yang
sebenarnya di lapangan.
Pembelajaran menurut Sugihartono (2007) merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk menampilkan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan
sistem dan lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan
kegiatan belajar secara efektif dan efesien dengan hasil yang optimal. Belajar dapat
didefenisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman. Belajar bermakna apabila siswa mampu menghubungkan
dan mengkaitkan informasi yang diperoleh dari pengetahuan yang dimilikinya .
Mata pelajaran kimia merupakan salah satu dari berbagai mata pelajaranyang di
ajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Tujuan
pelajaran kimia di SMA dan MA adalah agar siswa mampu menguasai konsep-konsep
kimia dan saling keterkaitannya serta penerapannya baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam teknologi, mampu menerapkan berbagai konsep kimia untuk
memecahkan masalah dan teknologi secara ilmiah. Menurut Soekardjo dan Sari (2008)
pembelajaran kimia merupakan suatu siklus yang terdiri dari atas tiga tahap, yaitu: (1)
kimia dan (3) penilaian hasil pembelajaran kimia. Untuk mencapai keberhasilan dalam
pembelajaran kimia, khususnya pada materi pokok termokimia perlu digunakan
perangkat pembelajaran untuk menunjang keterlaksanaan proses pembelajaran yaitu
perangkat pembelajaran.
2. Pengembangan Modul
a. Pengertian Modul
Modul adalah termasuk media cetak sebagai materi pelajaran yang disusun dan
disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembacanya diharapkan dapat
menyerap sendiri materi tersebut. Dapat dijabarkan juga bahwa modul adalah sarana
pembelajaran dalam bentuk tertulis yang disusun secara sistematis, memuat materi
pembelajaran, metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau
indikator pencapaian kompetensi, petunjuk kegiatan belajar mandiri (self instructional),
dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji diri sendiri melalui latihan
yang disajikan dalam modul tersebut (Hamdani, 2011).
Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, modul diartikan sebagai sebuah buku
yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan
bimbingan guru. Modul menurut Wijaya (1992), dapat dipandang sebagai paket
program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu guna keperluan belajar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga ditemukan yang hampir serupa
bahwa modul adalah kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh
siswa dengan bantuan yang minimal dari guru atau dosen pembimbing, meliputi
perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat
yang dibutuhkan dan alat untuk penilai, serta pengukuran keberhasilan siswa dalam
penyelesaian pelajaran.
Hal senada dikemukakan oleh Badan Pengembangan Pendidikan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (Prastowo, 2013), bahwa yang dimaksud modul adalah
satu unit program kegiatan belajar mengajar terkecil yang secara terperinci
menggariskan hal-hal sebagai berikut:
a) tujuan-tujuan instruksional umum yang akan ditunjang pencapaiannya;
b) topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar mengajar;
d) pokok-pokok materi yang akan dipelajari dan diajarkan;
e) kedudukan dan fungsi satuan (modul) dalam kesatuan yang lebih luas;
f) peranan guru di dalam proses belajar mengajar;
g) alat-alat dan sumber yang akan dipakai;
h) kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara
berurutan;
i) lembaran-lembaran kerja yang harus diisi murid; dan
j) program evaluasi yang akan dilaksanakan selama berjalannya proses belajar
ini.
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode,
batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sis- tematis dan menarik
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya.
Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai
berikut.
1)Self Instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta belajar
mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk
memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus;
a) berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas;
b) berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/ spesifik
sehingga memudahkan belajar secara tuntas;
c) menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pema- paran materi
pembelajaran;
d) menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memung- kinkan
pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasa- annya;
e) kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau
konteks tugas dan lingkungan penggunanya;
f) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;
g) terdapat rangkuman materi pembelajaran;
h) terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan diklat
melakukan ‘self assessment’;
i) terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau
j) terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya menge- tahui tingkat
penguasaan materi; dan
k) tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendu- kung materi
pembelajaran dimaksud.
2) Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau
sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan
dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi
pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang
utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit
kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan
kompetensi yang harus dikuasai.
3) Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung
pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media
pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak tergantung dan
harus menggunakan media yang lain untuk mempe- lajari dan atau mengerjakan
tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media
lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai
media yang berdiri sendiri.
4) Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel
digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi
pengembangan modul multimedia hendaknya tetap “up to date”. Modul yang
adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun
waktu tertentu.
5) User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi
dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan
pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai
dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta
menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user
friendly.
Modul berbeda dengan bahan ajar cetak yang lainnya seperti handout, diktat
ataupun LKS. Handout merupakan bahan pembelajaran yang sangat ringkas bersumber
dari beberapa literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang
diajarkan kepada peserta didik agar memudahkan mereka saat mengikuti proses
pembelajaran. Diktat adalah bahan pembelajaran yang disusun berdasarkan kurikulun
dan silabus, terdiri dari bab-bab, memuat detail penjelasan, referensi yang digunakan,
memiliki standar jumlah halaman tertentu dan biasanya dipersiapkan atau
dikembangkan sebagai buku. LKS atau biasa disebut sebagai Lembar Kegiatan Siswa
merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran berisi tugas yang didalamnya berisi
petunjuk, langkah-langkah untuk penyelesaian tugas (Prastowo, 2013).
Pembelajaran dengan modul memungkinkan siswa yang memiliki kecepatan
tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar
dibandingkan dengan siswa lainnya. Oleh karena itu modul harus menggambarkan
kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa, serta disajikan dengan bahasa yang
baik, menarik dan dilengkapi dengan ilustrasi.
Salah satu tujuan penyusunan modul adalah menyediakan bahan ajar yang sesuai
dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan
ajar yang sesuai dengan karakteristik materi ajar dan karakteristik siswa, serta setting
atau latar belakang lingkungan sosialnya.
Sebagaimana bahan ajar lain, penyusunan modul hendaknya memerhatikan
berbagai prinsip yang membuat modul tersebut dapat memenuhi tujuan penyusunannya.
Prinsip yang harus dikembangkan, antara lain:
a) disusun dari materi yang mudah untuk memahami yang lebih sulit, dan dari
yang konkret untuk memahami yang semikonkret dan abstrak;
b) menekankan pengulangan untuk memperkuat pemahaman;
c) umpan balik yang positif akan memberikan penguatan terhadap siswa;
d) memotivasi adalah salah satu upaya yang dapat menentukan keberhasilan
belajar;
e) latihan dan tugas untuk menguji diri sendiri.
Sebelum menyusun modul, guru harus melakukan identifikasi terhadap
kompetensi dasar yang dibelajarkan. Selain itu, guru juga melakukan identifikasi
terhadap indikator-indikator pencapaian kompetensi yang terdapat dalam silabus yang
telah disusun.
Setelah draf modul yang tersusun, kegiatan berikutnya adalah melakukan
validasi dan finalisasi terhadap draf modul tersebut. Kegiatan ini sangat penting agar
modul yang disajikan kepada siswa benar-benar valid dari segi isi dan efektivitas modul
dalam mencapai kompetensi yang ditetapkan.
b. Komponen-komponen Modul
Komponen-komponen yang terdapat dalam modul adalah sebagai berikut
(Daryanto, 2014):
1) Pedoman guru
Pedoman guru berisi petunjuk-petunjuk guru agar pengajaran dapat
diselenggarakan secara efisien, juga memberi penjelasan tentang hal-hal yang harus
dilakukan guru, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul, alat-alat pelajaran
yang harus digunakan dan petunjuk-petunjuk evaluasi.
2) Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan ini, memuat materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa
dan pelajaran juga disusun secara teratur langkah demi langkah sehingga dapat diikuti
dengan mudah oleh siswa. Dalam lembar kegiatan, tercantum pula kegiatan-kegiatan
yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya mengadakan percobaan, membaca kamus
dan sebagainya.
3) Lembar kerja
Lembaran ini menyertai lembar kegiatan siswa, digunakan untuk menjawab atau
mengerjakan soal-soal tugas atau masalah yang harus dipecahkan.
4) Kunci lembar kerja
Maksud adanya kunci lembar kerja adalah agar siswa mengevaluasi (mengoreksi)
sendiri hasil pekerjaannya, apabila siswa membuat kesalahan dalam pekerjaannya maka
dapat meninjau kembali pekerjaannya.
5) Lembaran tes
Tiap modul disertai lembaran tes, yakni alat evaluasi yang digunakan sebagai alat
pengukur keberhasilan atau tercapai tidaknya tujuan yang telah dirumuskan dalam
modul itu. Jadi, lembaran tes berisi soal-soal untuk menilai keberhasilan murid dalam
6) Kunci lembaran tes
Kunci lembaran tes sebagai alat koreksi sendiri terhadap penilaian yang dilaksanakan.
c. Struktur Modul
Penyajian materi dalam modul disajikan secara naratif, deskriptif, argumentatif,
dan ilustratif. Struktur modul sebagai berikut (Rohman dan Amri, 2013):
i. Pendahuluan
Pendahuluan setidaknya memuat lima elemen, yaitu:
(1) Tujuan
(2) Pengenalan terhadap topik yang akan dipelajari
(3) Informasi tentang pelajaran
(4) Hasil belajar
(5) Orientasi
ii. Kegiatan Belajar
Struktur kegiatan meliputi:
Kegiatan Belajar I: Judul
(1) Tujuan
(2) Materi pokok
(3) Uraian materi berisi penjelasan, contoh, ilustrasi, aktivitas, tugas/latihan,
rangkuman.
(4) Tes mandiri 1
Kegiatan Belajar 2: Judul, struktur seperti Kegiatan Belajar 1
Bentuk aktivitas belajar antara lain:
(1) Aktivitas mental/pikiran (aktivitas yang bersifat memotivasi untuk
berfikir)
(2) Aktivitas membaca/menulis (aktivitas yang bersifat memotivasi untuk
membaca dan menjawab pertanyaan secara tertulis)
(3) Aktivitas melakukan tindakan lain (aktivitas yang bersifat memotivasi
untuk melakukan kegiatan, penelitian, praktikum, observasi,
demonstrasi, tugas pekerjaan rumah dan sebagainya)
iii. Penutup
(1) Salam, rangkuman, aplikasi, tindak lanjut, kaitan dengan modul
(2) Daftar kata penting
(3) Daftar pustaka
(4) Kunci tes mandiri
d. Tujuan Modul dalam Kegiatan Belajar
Tujuan digunakannya modul di dalam proses belajar mengajar menurut
Suryosubroto (1983) adalah agar:
1) Tujuan pembelajarn dapat dicapai secara efisien dan efektif.
2) Siswa dapat mengikuti program pembelajaran sesuai dengan kecepatan dan
kemampuannya sendiri.
3) Siswa dapat sebanyak mungkin menghayati dan melakukan kegiatan belajar sendiri,
baik di bawah bimbingan atau tanpa bimbingan guru.
4) Siswa dapat menilai dan mengetahui hasil belajarnya sendiri secara berkelanjutan.
5) Siswa benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar.
6) Kemajuan siswa dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi melalui evaluasi
yang dilakukan pada setiap modul berakhir.
7) Modul disusun berdasarkan konsep yang menekankan siswa harus secara optimal
menguasai bahan pelajaran yang disajikan dalam modul itu. Prinsip ini mengandung
konsekuensi bahwa siswa tidak diperbolehkan mengikuti program berikutnya
sebelum ia menguasai paling sedikit 75% dari bahan tersebut.
Prastowo (2012) tujuan penyusunan modul diantaranya: (1) Agar siswa dapat
belajar secara mandiri, (2) Guru tidak terlalu dominan dalam kegiatan pembelajaran ,
(3) Agar siswa dapat menelusur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari.
Widodo dan Jasmadi (2008) menyebutkan beberapa tujuan modul yaitu:
pertama,memperjelas dan mempermudah penyampaian pesan atau informasi terkait,
kedua mengatasi keterbatasan waktu baik dari siswa maupun guru, ketiga dapat
digunakan secara tepat dan bervariasi sehingga pembelajaran tidak monoton, keempat
memungkinkan siswa untuk mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Sehingga dapat
diambil garis besar bahwa tujuan penyusunan modul diantaranya: sebagai bahan ajar
yang dapat digunakan oleh siswa untuk belajar secara mandiri sehingga pembelajaran di
dalam kelas tidak didominasi oleh guru, mempermudah penyampaian materi dari guru