EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN TERUTANG WAJIB PAJAK BADAN Studi Kasus di PT. Ceres Meiji Indotama Karawang
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Elisabeth Yunita Arisandi NIM : 082114061
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN TERUTANG WAJIB PAJAK BADAN Studi Kasus di PT. Ceres Meiji Indotama Karawang
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Elisabeth Yunita Arisandi NIM : 082114061
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Berjalanlah walau tertatih kawan,
karena hidup adalah perjuangan.
(Naff)
Ketika Tuhan melakukan hal indah, Dia mulai dari hal yang kita
anggap buruk, Ketika Tuhan merencanakan hal yang luar biasa, Dia mulai
dari hal yang kita anggap sederhana, bahkan ketika Dia melakukan
perubahan Dia memulainya dari dalam hidup kita, Dia membuat semua Indah
pada waktunya.
(Yudhita)
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria
Bapak (Alm) dan Ibuku
Kakak-kakakku
Sahabat-sahabatku
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada program studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikam skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada:
1.
Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, S.J., selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan
kepribadian kepada penulis.
2.
M. Trisnawati R., S.E., M.Si., Akt., QIA selaku Pembimbing yang telah
membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3.
Keluarga Besar PT. Ceres Meiji Indotama, Karawang terutama untuk Ibu
Widyas yang banyak membantu mengumpulkan data.
4.
Bapak dan Ibu Susiswo yang senantiasa memberikan doa, nasehat, dukungan
sehingga skripsi ini dapat selesai.
viii
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN BIMBINGAN ... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... ix
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 3
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Batasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Gambaran Umum Pajak 1. Pengertian Pajak ... 7
2. Jenis Pajak ... 8
3. Fungsi Pajak ... 9
4. Sistem Pemungutan Pajak ... 9
B. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan ... 10
2. Subjek Pajak ... 11
3. Objek Pajak ... 13
4. Penghasilan yang dikenai Pajak Bersifat Final ... 16
5. Yang Dikecualikan dari Objek Pajak ... 17
6. Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto ... 20
7. Biaya-biaya yang tidak dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto .. 23
8. Tarif Pajak Penghasilan... 25
C. Penyusutan dan Amortasi ... 27
D. Perlakuan Pajak terhadap Biaya tertentu ... 32
x
F. Surat Pemberitahuan (SPT) ... 35
1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) 35
2. SPT Tahunan ... 35
3. Batas Penyampaian SPT ... 35
G. Rekonsiliasi Fiskal ... 37
H. Penelitian Terdahulu ... 39
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
A. Jenis Penelitian ... 42
B. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian 42
C. Subjek Penelitian dan Objek Penelitian .... 42
D. Data Penelitian ... 43
E. Teknik Pengumpulan Data ... 43
F. Teknik Analisis Data ... 44
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 46
A. Profil Umum Perusahaan ... 46
B. Visi Perusahaan dan Misi Perusahaan ... 46
C. Struktur Organisasi Perusahaan ... 47
D. Tanggung Jawab dan Wewenang ... 48
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN .... 51
A. Deskripsi Data ... 51
B. Analisis Data ... 57
C. Pembahasan ... 116
BAB VI PENUTUP ... 121
A. Kesimpulan ... 120
B. Keterbatasan Penelitian ... 120
C. Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA ... 122
LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan. ... 125
Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian. ... 126
Lampiran 3 Detail COGS ... 127
Lampiran 4 Perbandingan Penghitungan Komersial dan Fiskal ... 128
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tarif Penyusutan Harta Berwujud... 28
Tabel 2.2 Tarif Amortisasi Harta Tak Berwujud. ... 30
Tabel 2.3 Formula Penghitungan Pajak Penghasilan. ... 34
Tabel 5.1 Laporan Neraca PT. Ceres Meiji Indotama ... 52
Tabel 5.2 Laporan Laba (Rugi) PT. Ceres Meiji Indotama ... 53
Tabel 5.3 Laporan Harga Pokok Produksi PT. Ceres Meiji Indotama ... 56
Tabel 5.4 Rekonsiliasi Fiskal PT. Ceres Meiji Indotama... 53
Tabel 5.5 Penghitungan Neto Fiskal PT. Ceres Meiji Indotama .... 57
Tabel 5.6 Penghitungan PPh ... 57
Tabel 5.7 Perbandingan Cara Menentukan Penghitungan Penghasilan Bruto yang termasuk Objek Pajak ... 59
Tabel 5.8 Perbandingan Penghitungan Penghasilan Bruto Yang termasuk Objek Pajak ... 60
Tabel 5.9 Perbandingan Cara Menentukan Penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) ... 66
Tabel 5.10 Perbandingan Penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) ... 67
Tabel 5.11 Perbandingan Penghitungan Penyusutan komersial dan Fiskal antara PT. Ceres Meiji Indotama dan peneliti ... 98
Tabel 5.12 Perbandingan Penghitungan PPh ... 108
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
ABSTRAK
EVALUASI PENGHITUNGAN
PAJAK PENGHASILAN TERUTANG WAJIB PAJAK BADAN Studi Kasus di PT. Ceres Meiji Indotama Karawang
Elisabeth Yunita Arisandi NIM: 082114061 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Tujuan Penelitian ini untuk menilai kesesuaian penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan PT. Ceres Meiji Indotama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penelitian ini dilakukan karena diberlakukannya Self Assesment System yang memungkinkan terjadinya kesalahan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku yang dilakukan oleh Wajib Pajak pada saat menghitung pajak yang terutang.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data diperoleh dari melakukan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah komparasi yaitu dengan membandingkan penghitungan yang dilakukan perusahaan dengan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan yang berlaku.
xiv
ABSTRACT
AN EVALUATION OF CORPORATE’S INCOME TAX PAYABLE CALCULATION
A Case Study at PT. Ceres Meiji Indotama Karawang Elisabeth Yunita Arisandi
NIM: 082114061 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2013
This research was aimed to examine the accordance of the corporate’s income tax payable calculation of PT. Ceres Meiji Indotama based on the present tax regulation. This research was conducted since a new regulation of Self Assessment System might create mistakes in calculating the income tax payable.
It was a case study. The data were collected by interviews and documentation. The data were analyzed using comparison technique by comparing the calculation made by the company and the present tax regulations.
The results of this research showed that the tax calculation made by PT. Ceres Meiji Indotama Karawang in 2010 was not in accordance with the present tax regulations. There were differences in determining the Gross Income, including Taxable Objects and the expenses to gain, to collect debts, and to maintain income done by PT. Ceres Meiji Indotama and the present tax regulations
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan kontribusi terbesar
berasal dari sektor pajak. Untuk meningkatkan penerimaan pajak, maka
peranan masyarakat harus ditingkatkan yaitu dengan memberikan pemahaman
khususnya bagi Wajib Pajak. Pemberian pemahaman kepada Wajib Pajak
tersebut diharapkan agar para Wajib Pajak dapat melaksanakan dan memenuhi
hak dan kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 Ayat (1) yang menjadi Subjek Pajak salah
satunya adalah Badan. Undang-Undang tersebut juga mengatur pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan, mengatur objek
pajak, serta cara dalam penghitungannya. Pada saat melakukan penghitungan,
perusahaan dapat menggunakan laporan keuangan yang dilaporkan oleh
perusahaan, oleh karena itu dengan adanya Undang-Undang tersebut dapat
memudahkan bagi Wajib Pajak Badan dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya (Widijayanti, 2009).
Kaitannya dengan perpajakan, terdapat perbedaan pandangan mengenai
pajak yaitu bagi negara pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
Wajib Pajak Badan, pajak merupakan beban yang harus dibayarkan. Upaya
pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya membayar
pajak yaitu dengan menerapkan Self Assessment System. Self Assessment
System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan sendiri
Pajak Penghasilan yang terutang. Oleh karena itu, PT. Ceres Meiji Indotama
juga menerapkan sistem ini dalam penghitungannya. Dalam melakukan
penghitungan pajaknya PT. Ceres Meiji Indotama menggunakan laba sebagai
dasarnya. Semakin besar laba, maka akan semakin besar pajak terutang yang
harus dibayarkan kepada negara, begitu sebaliknya semakin kecil laba maka
akan semakin kecil pajak terutang yang dibayarkan kepada negara, namun
apabila perusahaan masih mengalami kerugian maka perusahaan tersebut tidak
membayar pajak kepada negara.
Adanya kewenangan yang diberikan pemerintah kepada Wajib Pajak untuk
menghitung Pajak Penghasilannya sendiri dikhawatirkan para Wajib Pajak
tidak melakukan prosedur yang benar yang ditetapkan dalam ketentuan
peraturan perpajakan yang berlaku, oleh karena itu, evaluasi penghitungan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dimaksudkan untuk mengetahui adanya
kesalahan dalam menghitung, salah tulis, maupun kesalahan dalam
menentukan pendapatan dan biaya yang termasuk dalam aturan perpajakan.
Dengan adanya kesalahan dalam menghitung, salah tulis, maupun kesalahan
atau denda sebagaimana telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan
perpajakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sebelumnya sudah diuraikan, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah penghitungan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan PT. Ceres Meiji Indotama telah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penghitungan hanya dibatasi pada ketentuan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana
telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2008.
2. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
3. Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK0.3/2009 tentang jenis-jenis harta
yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
menilai kesesuaian penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan PT.
Ceres Meiji Indotama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan perusahaan sebagai bahan
evaluasi terhadap penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi atau tambahan
kepustakaan khususnya dalam bidang perpajakan.
3. Bagi Penulis
Penulis mampu memperoleh pengetahuan tentang penerapan teori-teori
yang diperoleh dalam mata kuliah dan memperluas wawasan dalam
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terbagi dalam:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi uraian teori-teori yang digunakan sebagai dasar
untuk mengolah data dari perusahaan dan review penelitian
terdahulu.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, lokasi dan waktu
penelitian, subjek dan objek penelitian, data yang diperlukan,
teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
Bab IV Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini berisi gambaran umum perusahaan secara singkat, struktur
organisasi perusahaan, dan data-data lainnya yang diperoleh dari
hasil penelitian.
Bab V Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini berisi analisis data dan pembahasan dari hasil analisis data
Bab VI Penutup
Bab ini berisi kesimpulan penulis mengenai hasil penelitian, saran
bagi PT. Ceres Meiji Indotama, serta mengungkapkan keterbatasan
penulis dalam penelitian.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Pajak 1. Pengertian Pajak
Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Pemerintah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, pajak diartikan sebagai berikut:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam
buku Perpajakan yang ditulis oleh Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak
(2011:1):
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal-balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani
yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H. (1991:2)
dalam Waluyo (2010:2):
2. Jenis Pajak
Dalam buku Waluyo (2010:12), pajak dapat digolongkan ke dalam
tiga kelompok, yaitu:
a. Menurut golongan
1) Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung
Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.
2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan
Nilai.
b. Menurut sifat
1) Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:
Pajak Penghasilan.
2) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
c. Menurut pemungut
1) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh:
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan
Bea Materai.
2) Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh: pajak reklame dan pajak hiburan.
3. Fungsi Pajak
Dalam buku (Resmi, 2009: 3), ada 3 fungsi pajak, yaitu:
a. Fungsi Budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin
maupun pembangunan.
b. Fungsi Regulerend artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melakukan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi,
serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
4. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam buku Mardiasmo (2011:7), ada tiga sistem pemungutan
pajak di Indonesia, yaitu:
a. Self Assessment
Self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak yang Wajib
Pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Dalam tata cara ini
kegiatan pemungutan pajak diletakkan kepada aktivitas masyarakat
sendiri, yang Wajib Pajak diberi kesempatan:
2) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang.
3) Membayar sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.
4) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
b. Official Assessment
Official assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak, yang
aparatur perpajakan menentukan sendiri (di luar Wajib Pajak)
jumlah pajak terutang.
c. Witholding System
Witholding System adalah suatu sistem pemungutan pajak, yang
penghitungan besarnya pajak yang terutang oleh seorang Wajib
Pajak dilakukan oleh pihak ketiga.
B. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 1, penghasilan yaitu :
“setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun”.
Berdasarkan pengertian mengenai penghasilan, maka UU RI No.
36 tahun 2008 menjelaskan bahwa Pajak Penghasilan dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak selama satu
bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subyektif dimulai atau
berakhir dalam tahun pajak.
Pengertian Pajak Penghasilan menurut Resmi (2009:80) adalah
pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
2. Subjek Pajak
Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan pasal 2 ayat (1) yang menjadi subjek pajak adalah:
a. Orang pribadi
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak.
Berdasarkan penjelesan dalam pasal 2 ayat (1) huruf a UU RI No.
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang dimaksud sebagai
orang pribadi adalah subjek pajak yang bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti
dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal
b. Badan
Berdasarkan penjelasan dalam pasal 2 ayat (1) huruf b UU RI
No.36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pengertian badan
adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) atau Daerah (BUMD) dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lain yang sejenis, lembaga, bentuk
usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. BUMN
dan BUMD merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama
dan bentuknya, sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah,
misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan
merupakan subjek pajak. Dalam pengertian perkumpulan termasuk
pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak
yang mempunyai kepentingan yang sama.
c. Bentuk Usaha Tetap
Berdasarkan penjelasan atas UU RI No. 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia. Suatu bentuk usaha tetap mengandung
pengertian adanya suatu tempat usaha yaitu fasilitas yang dapat
berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan
peralatan. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan pribadi yang
tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap
mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama
orang pribadi atau yang tidak bertempat tinggal atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap
merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan subjek pajak badan.
3. Objek Pajak
Menurut UU RI No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Pasal 4 ayat (1), yang menjadi objek pajak adalah penghasilan.
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan dalam Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk:
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya.
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun.
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan,
atau sumbangan kecuali yang diberikan pada keluarga sedarah
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro
dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan.
5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam
pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau pemerolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
m.Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.
4. Penghasilan yang dikenai Pajak Bersifat Final
Menurut UU RI No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 4
ayat (2), yang termasuk dalam penghasilan yang dikenai pajak bersifat
final adalah:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan Surat Utang Negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah atau bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
5. Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak
Menurut pasal 4 ayat (3) UU RI No. 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan apa yang diterima oleh penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Harta hibahan yang
diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Warisan
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura/kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah kecuali yang diberikan oleh bukan
Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau
Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed proses) sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan
Terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha
Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia dengan syarat:
1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
2) Bagi Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan
kepemilikan saham pada bahan yang memberikan dividen
paling rendah 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah modal
yang disetor.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
j. dihapus.
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat pasangan usaha tersebut:
1) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
m.Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan/bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana
dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
6. Biaya-biaya yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
Menurut pasal 6 UU RI No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan Penghasilan Bruto
dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk:
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
1) Biaya Pembelian Bahan.
2) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang.
3) Bunga, sewa, dan royalti.
4) Biaya perjalanan.
5) Biaya pengolahan limbah.
6) Premi asuransi.
7) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
8) Biaya administrasi.
9) Pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas
biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh
Menteri Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimilki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial.
2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
Negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa
utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
4) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku
untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k, yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
m.Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7. Biaya yang tidak dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
Menurut pasal 9 UU RI No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
biaya yang tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto adalah:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti
deviden, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian Sisa Hasil Usaha
koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan
usaha lain yang menyalurkan kredit sewa guna usaha dengan
hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan
sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
3) Cadangan Penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah
industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib
Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
g. Harta yag dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf I sampai dengan huruf m seta zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
h. Pajak Penghasilan.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi adsminitrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
8. Tarif Pajak Penghasilan
Menurut UU RI No. 36 tahun 2008 pasal 17 ayat (1) huruf b Wajib
sedangkan pasal 17 ayat (2) huruf b menyatakan,” Tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen)
yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Menurut UU No. 36
Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No.7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) huruf b
besarnya tarif pajak penghasilan adalah 28%. Pasal 31 E ayat (1)
menyatakan bahwa bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri yang
peredaran brutonya sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
50% (lima puluh persen) dan tarif yang ditetapkan dalam pasal 17 ayat
(1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak
dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah). Untuk Wajib Pajak dalam
negeri berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat
puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan
tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen)
lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pasal 17 ayat (1)
dan ayat 2 huruf a yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
C. Penyusutan dan Amortisasi
Menurut UU RI No 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan pasal 11
yang berisi sebagai berikut:
1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah
yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan
hak pakai, yang dimiliki yang digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama
besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
2. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam
bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan
cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir
masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat
dilakukan taat asas.
3. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali
untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai
pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
4. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
5. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, maka dasar
penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali
aktiva tersebut.
6. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan
harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tarif Penyusutan Harta Berwujud
Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud
dalam
Ayat (1) Ayat (2)
I.Bukan Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II.Bangunan Permanen TidakPermanen 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 20 tahun 10 tahun 25% 12,5% 6,25% 5% 5% 10% 50% 25% 12,5% 10%
Sumber: UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
1. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud
yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
2. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta sebab
lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan
asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai
penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
3. Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya
baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah besar kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibukukan sebagai beban
masa kemudiaan tersebut.
4. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
yangs berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta
tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang
mengalihkan.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai
dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Adapun pasal 11 A berisi ayat:
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud
dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill)
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang
dipergunakkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau
dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran
tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat
diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
1. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali
untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
2. Untuk menghitung amortisasi, maka masa manfaat dan tarif
amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
Tarif amortisasi berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 Tentang
Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan pasal 11A ayat 2, besarnya tarif
amortisasi:
Tabel 2.2 Tarif Amortisasi Harta Tak Berwujud Kelompok Harta Tak
Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Amortisasi Berdasarkan Metode
Garis Lurus Saldo
Menurun Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25% 12,50% 6,25% 5% 50% 25% 12,5% 10% Sumber : UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
3. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal
suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran
atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dlam ayat (2).
4. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan
dengan menggunakan metode satuan produksi.
5. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan
selain yang dimaksud pada ayat (4), hak pengusahaan sumber alam
serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan
produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
6. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi
dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
7. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (4), dan ayat (5), maka
nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai
kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan
penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan harta.
8. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta
tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang
D. Perlakuan Pajak terhadap Biaya tertentu 1. Biaya Entertainment
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya Entertainment, representasi, jamuan dan
sejenisnya dapat dikurangkan sebagai biaya dengan syarat:
a. Benar-benar dikeluarkan dan ada hubungannya dengan kegiatan
usaha wajib pajak.
b. Dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT Tahunan
PPh, yang memuat nomor urut, tanggal dan jenis entertainment,
nama tempat, alamat, jumlah, nama relasi, posisi, nama
perusahaan, jenis usaha.
2. Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-09/PJ.42/2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya
Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan disebutkan
bahwa:
a. Biaya perolehan atau pembelian ponsel yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan
atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
sebesar 50% melalui penyusutan aktiva kelompok I.
b. Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan
ponsel tersebut dapat dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan
c. Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan
sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan dan
pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar
50% melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II. Biaya
pemeliharaan atau pemakaian rutin kendaraan tersebut dapat
dibebankan sebagai biaya rutin perusahaan 50%.
d. Biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan
bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan
seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva
E. Cara Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Badan
Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan
dirumuskan oleh Zain (2007:79) dalam formula umum penghitungan pajak
penghasilan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Formula Umum Penghitungan Pajak Penghasilan
1.
2. (-)
Jumlah seluruh penghasilan
Penghasilan tidak objek Pajak Penghasilan
Pasal 4 ayat (1)
Pasal 4 ayat (3)
3.
4.
(=)
(-)
Penghasilan Bruto
Biaya fiskal boleh dikurangkan
Koreksi: Biaya Fiskal tidak boleh dikurangkan
(1-2)
Pasal 6 ayat (1)
Pasal 11
Pasal 11A
Pasal 9 ayat (1) dan (2) 5. 6. 7. (=) (-) (-) Penghasilan Netto Kompensasi kerugian
Penghasilan Tidak Kena Pajak (WPOP)
(3-4)
Pasal 6 ayat (2)
Pasal 7 ayat (1)
8.
9.
(=)
(+)
Penghasilan Kena Pajak
Tarif (5-6-7) Pasal 17 10. 11 (=) (-)
Pajak Penghasilan Terutang
Kredit Pajak
(8x9)
Pasal 21 (WP OP), pasal 22,23,24,25)
F. Surat Pemberitahuan (SPT)
1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)
Berdasarkan pasal 1 ayat 11 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-undang,
yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh
Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau
harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2. SPT Tahunan
Berdasarkan pasal 1 ayat 13 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-undang,
yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
3. Batas Penyampaian SPT
Berdasarkan pasal 3 ayat 3 Undang-undang Republik Indonesia
Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-undang,
batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
a) untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah akhir Masa Pajak;
b) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajak; atau
c) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun
Pajak.
d) Sanksi Tidak atau Terlambat Menyampaikan SPT
e) SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan
batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Badan.
Pasal 3 Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap
Wajib Pajak untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam
bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan
mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor
G. Rekonsiliasi Fiskal
Dalam buku Erly Suandy (2008:78), adanya perbedaan pengakuan
penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan
perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi
komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi yaitu
penandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya terkait (matching cost
against revenue), sedangkan dari segi fiskal tujuan utamanya adalah
penerimaan negara. Dalam penyusunan laporan keuangan menurut pajak,
Wajib Pajak harus mengacu pada peraturan perpajakan, sehingga laporan
keuangan komersial yang dibuat berdasarkan SAK harus disesuaikan
terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
Penyesuaian fiskal merupakan penyesuaian-penyesuaian yang
harus dilakukan oleh Wajib Pajak yang disebabkan adanya perbedaan
pengakuan penghasilan dan atau biaya antara laporan keuangan komersial
dan laporan keuangan menurut pajak. Ada dua macam penyesuaian fiskal,
yaitu:
1. Penyesuaian fiskal positif.
Penyesuaian fiskal positif terjadi jika ada penyesuaian pos-pos
neraca/laba rugi yang menyebabkan jumlah laba bersih sebelum pajak
pada laporan keuangan menurut pajak menjadi lebih besar
2. Penyesuaian fiskal negatif.
Penyesuaian fiskal negatif terjadi jika ada penyesuaian pos-pos
neraca/laba rugi menyebabkan laba menurut pajak menjadi lebih kecil
apabila dibandingkan dengan laba menurut laporan komersial.
Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan
keuangan secara fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Perbedaan Tetap/Permanen (permanent differences)
Perbedaan tetap/permanen adalah perbedaan yang terjadi karena
peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan
penghitungan laba menurut SAK tanpa ada koreksi di kemudian hari.
Perbedaan permanen dapat positif ababila ada laba akuntansi yang
tidak diakui oleh ketentuan perpajakan dan pembebasan pajak,
sedangkan perbedaan permanen negatif disebabkan adanya
pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh
ketentuan fiskal. Perbedaan waktu bersifat sementara karena adanya
ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara
ketentuan pajak dengan standar akuntansi keuangan.
2. Perbedaan Waktu
Pebedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena
adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara
peraturan perpajakan dan SAK. Perbedaan waktu terbagi menjadi dua
yaitu perbedaan waktu postif dan perbedaan waktu negatif. Perbedaan
lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan
untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk
tujuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif terjadi jika ketentuan
perpajakan mengakui beban akuntansi komersial atau akuntansi
mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan
menurut ketentuan pajak.
H.Penelitian Terdahulu
1. Fransiska Pordika Yulitasari tahun 2012 pernah melakukan penelitian
dengan judul “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang
Wajib Pajak Badan” Studi Kasus Pada Koperasi Bina Usaha PT.
Madu Baru Yogyakarta.
Hasil Penelitian:
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, penghitungan Pajak
Penghasilan terutang Wajib Pajak Koperasi Bina Usaha PT. Madu
Baru Yogyakarta pada tahun 2010 tidak sesuai dengan peraturan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal ini
disebabkan karena Koperasi Bina Usaha PT. Madu Baru Yogyakarta
kurang teliti dalam melakukan penyesuian fiskal terhadap penghasilan
dan biaya yang diakui dalam perpajakan. Dalam hal biaya penyusutan,
metode yang digunakan oleh koperasi Bina Usaha PT.Madu Baru
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
2. Maria Oktaviana Harum tahun 2012 pernah melakukan penelitian
dengan judul “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang
Wajib Pajak Badan” Studi Kasus di Primer Koperasi Kepolisian
Resort Klaten.
Hasil penelitian:
Berdasarkan analisis yang dilakukan, penghitungan Pajak
Penghasilan terutang Wajib Pajak Koperasi Kepolisian Resort Klaten
tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Penghitungan
PPh pasal 25 menurut praktek di koperasi sejumlah Rp353.498,00
sedangkan menurut hasil penghitungan peneliti berdasarkan peraturan
pajak yang berlaku sebesar Rp7.242,67.
Penyusutan yang dilakukan koperasi meskipun sama-sama
memakai metode garis lurus tetapi tarif yang dikenakan tidak sesuai
dengan Undang-Undang RI No 36 Tahun 2008 pasal 11. Perbedaan
selisih lebih besar menjadi Rp19.139.715, 00. Koperasi tidak
memberikan data secara lengkap tentang tahun perolehan aktiva
sehingga tahun perolehan diasumsikan tahun 2008. SPT yang
dievaluasi tahun 2009 maka peneliti mengasumsikan tahun perolehan
yang paling berdekatan dengan tahun 2009 untuk menghitung biaya
3. Christina Prima Wahyuningrum tahun 2012 pernah melakukan
penelitian dengan judul ”Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Badan” Studi Kasus di PT. XXX
Hasil penelitian:
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan bahwa penghitungan
Pajak Penghasilan (PPh) yang dilakukan oleh perusahaan belum
mengacu pada peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Hal ini terlihat pada kesalahan perusahaan dalam melakukan
pembebanan terhadap biaya sumbangan dan juga pemberian dalam
bentuk natura ataupun kenikmatan. Seharusnya biaya tersebut tidak
dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto. Meskipun
demikian, hasil besarnya PPh yang terutang menurut perusahaan
dengan hasil besarnya PPh yang terutang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan pada tahun 2010 sama-sama nihil.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus, yaitu dengan
mengadakan penelitian secara langsung terhadap data yang terdapat pada PT.
Ceres Meiji Indotama, Karawang. Penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data yang berhubungan dengan objek yang diteliti dan
kesimpulan yang diambil hanya berlaku pada objek yang diteliti.
B. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2012.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Ceres Meiji Indotama yang berlokasi di Jl.
Maligi III Lot J 2B KII C Karawang.
C. Subjek Penelitian dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Bagian Akuntansi dan Keuangan PT. Ceres
Meiji Indotama.
2. Objek Penelitian
D. Data penelitian
1. Gambaran umum PT. Ceres Meiji Indotama.
2. Laporan Keuangan Neraca PT. Ceres Meiji Indotama tahun 2010.
3. Laporan Keuangan Laba (Rugi) PT. Ceres Meiji Indotama tahun 2010.
4. Laporan Keuangan Harga Pokok Produksi tahun 2010.
5. Rekonsiliasi Fiskal tahun 2010.
6. Daftar Penyusutan Aktiva Tetap tahun 2010.
7. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tahun pajak 2010.
E. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengajukan pertanyaan secara langsung pada bagian akuntansi dan
bagian keuangan mengenai gambaran umum PT Ceres Meiji Indotama dan
informasi yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Pedoman wawancara
ada pada lampiran 1 halaman 125.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data untuk melihat data-data
secara jelas sesuai dengan data asli yang ada di perusahaan. Metode ini
dilakukan untuk mengumpulkan dan mempelajari data yang berkaitan
dengan objek penelitian berupa penghitungan pajak penghasilan terutang
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data
komparasi yaitu membandingkan antara penghitungan yang dilakukan
perusahaan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Penelitian Komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan
dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang
prosedur, kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap
suatu idea atau suatu prosedur kerja (Sudjud, 1987:6). Langkah-langkah teknik
analisis data untuk menjawab rumusan masalah yang digunakan adalah:
1. Membandingkan penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) yang dilakukan
PT. Ceres Meiji Indotama dengan penghitungan yang dilakukan peneliti
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Komponen yang dibandingkan meliputi:
a. Cara Menentukan Penghasilan Bruto yang termasuk Objek Pajak.
b. Cara Menentukan Penghasilan Kena Pajak.
c. Cara Menentukan PPh yang terutang.
2. Membuat Kesimpulan
Penghitungan PPh yang dilakukan oleh perusahaan dapat dikatakan telah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku, apabila semua komponen berikut ini dapat terpenuhi:
a. Cara menentukan Penghasilan Bruto yang termasuk Objek Pajak yang
dilakukan oleh perusahaan telah sama dengan ketentuan peraturan
b. Cara menentukan PKP yang dilakukan oleh perusahaan telah sama
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
c. Cara menentukan PPh yang terutang yang dilakukan oleh perusahaan
telah sama dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
Jika salah satu komponen tidak terpenuhi, maka penghitungan PPh yang
dilakukan oleh perusahaan belum dapat dikatakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
46
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Profil Perusahaan
Perusahaan Ceres Meiji Indotama merupakan perusahaan patungan antara
Meiji Seika Kaisha Ltd., Jepang, dengan Petra Food Pte., Ltd., Singapura.
Perusahaan Ceres Meiji Indotama berdomisili di Desa Wadas, kecamatan
Teluk Jambe, kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat dengan alamat di Jl.
Maligi III Lot J-2B, Kawasan Industri KIIC Karawang, Jawa Barat.
Perusahaan memulai kegiatan usaha komersialnya pada bulan Januari
2002 dengan memproduksi biskuit dan snack dengan merk dagang komersial
antara lain Hello Panda, Lucky Stick, dan Yan Yan, serta terus
mengembangkan jenis produk dan rasa yang beraneka ragam sesuai dengan
kapasitas perusahaan dan kebutuhan pelanggan.
B. Visi Perusahaan dan Misi Perusahaan 1. Visi Perusahaan
Dalam menjalankan bisnis perusahaan memiliki visi sebagai berikut:
To help people lead happier and more fulfilling life by emphasizing details
experience and zest in life.
Membantu orang untuk lebih berbahagia dan mengisi kehidupan yang
2. Misi Perusahaan
To produce tasty and healty products for consumers.
Menghasilkan produk bercitarasa dan sehat untuk konsumen.
C. Struktur Organisasi Perusahaan 1. Bagan Struktur Organisasi
Dalam menjalankan tugas harian perusahaan secara hirarki, maka
manajemen puncak telah menetapkan struktur organisasi sebagai berikut:
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT Ceres Meiji Indotama
Sumber: PT. Ceres Meiji Indotama.
Vice Presiden Director Presiden
Direktur
Manufacturing Director
Operation Director
Manufacturing Manager
Controller Manager
Wirehouse / PPC Production
Wrapping Maintenence Research &
Development Quality
Control
Human Resources &
General Affair Purchasing
Eksport-Import
Finance Accountingng
2. Nama Pengurus
1) Presiden Komisaris : Chuang Tiong Choon
NPWP : 00.000.000.0-000.000
2) Komisaris : Harunobu Tsukanishi
NPWP : 00.000.000.0-000.000
3) Presiden Direktur : Takao Kameyama
NPWP : 09.143.675.8-408.000
4) Wakil Presiden Direktur : Chuang Tiong Kie
NPWP : 09.351.498.2-423.000
5) Direktur : Chuang Tiong Liep
NPWP : 09.252.371.1-432.000
6) Direktur : Shinichi Ohara
NPWP : 09.282.277.4-408.000
D. Tanggung Jawab dan Wewenang
1. Tanggung Jawab dan Wewenang Direksi
a. Direksi bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugasnya
untuk kepentingan Perseroan dalam mencapai maksud dan tujuannya.
b. Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugasnya dengan mengindahkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Direksi berhak mewakili Perseroan dalam segala hal, baik di dalam
untuk mengikat Perseroan dengan pihak lain dan pihak lain dengan
Perseroan, serta menjalankan segala tindakan, baik mengenai
pengurusan maupun kepemilikan dan pelepasan kekayaan milik
Perseroan.
2. Tugas dan Wewenang Komisaris
a. Komisaris melakukan pengawasan atas kebijaksanaan Direksi dalam
menjalankan Perseroan dan memberikan nasihat kepada Direksi.
b. Komisaris baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, setiap waktu
selama jam kerja Kantor Perseroan, berhak memasuki bangunan dan
halaman atau tempat lain yang dipergunakan atau yang dikuasai oleh
Perseroan, untuk memeriksa semua pembukuan, surat dan alat bukti
lainnya, untuk melihat dan mencocokkan keadaan uang kas dan
lain-lain, serta berhak untuk mengetahui segala tindakan yang telah
dijalankan oleh Direksi.
c. Direksi dan setiap anggotanya harus memberikan semua penjelasan
yang berkenaan dengan Perseroan sebagaimana diminta Komisaris.
d. Komisaris berdasarkan keputusan Rapat Komisaris, berhak setiap
waktu memberhentikan untuk sementara waktu satu atau lebih
anggota Direksi tersebut bertindak bertentangan dengan Anggaran
Dasar atau perundang-undangan yang berlaku atau ia melalaikan
kewajibannya atau karena alasan penting lainnya.
Berdasarkan hirarki struktur organisasi perusahaan maka setiap
secara garis besar maka tanggung jawab dan wewenang staf kunci di
dalam perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan tugas termasuk membuat keputusan yang layak sesuai
dengan kapasitasnya.
2. Semua personel bertanggung jawab melaporkan adanya masalah
keamanan pangan yang timbul kepada petugas yang berwenang.
3. Bertanggung jawab kepada manager dan/atau Board of Director.
51
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di PT Ceres Meiji Indotama
Karawang, diperoleh beberapa data yaitu Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT) Wajib Pajak Badan 1771, Rekonsiliasi Fiskal tahun 2010, Daftar
Penyusutan Aktiva Tetap, Laporan Keuangan tahun 2010 yang terdiri dari
Neraca, Laporan Laba (Rugi), dan Laporan Harga Pokok Produksi. Pada saat
melaporkan pajak, Wajib Pajak menggunakan Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT), sebagai sarana dalam menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Wajib
Pajak. SPT harus diisi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku agar
Wajib Pajak tidak terkena sanksi, terlebih dalam menentukan PPh yang
terutang. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dihasilkan PT. Ceres Meiji
Indotama, akan menentukan besarnya jumlah pajak penghasilan yang
terutang. Semakin besar PKP yang dihasilkan maka akan semakin besar pula
jumlah pajak terutang yang dibayarkan. Berikut adalah data-data yang
diperoleh peneliti yang dapat digunakan untuk mendukung penelitian:
1) Laporan Keuangan Tahun 2010
Laporan keuangan yang disajikan oleh PT. Ceres Meiji Indotama <