SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Susi Kurniasih
NIM: 101414087
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Susi Kurniasih
NIM: 101414087
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Be more concerned with your character rather than your reputation, let your elegant
and intellectually powerful will grow automatically”
Saya persembahkan karya ini untuk:
Bapak dan Ibu, Segenap Keluarga Terkasih
vii ABSTRAK
Kurniasih, Susi. 2014. Peranan Pendidikan Matematika dalam Pembangunan Karakter Manusia Indonesia di SMA N 1 Parakan Kelas XI IPA 4. Skripsi.
Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang dibangun oleh pendidikan matematika. Penelitian ini mengidentifikasi guru dalam memahami model, metode, dan strategi pembelajaran matematika yang akan dikembangkan pada pendidikan matematika. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi sejauh mana pendidikan matematika dapat membangun karakter yang baik pada peserta didik Sekolah Menengah Atas. Subyek penelitian adalah guru mata pelajaran matematika dan peserta didik tingkat SMA kelas XI.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara kepada guru dan empat peserta didik. Wawancara guru dan peserta didik dilakukan pada waktu dan tempat yang berbeda. Observasi dilakukan setelah mewawancarai guru dan peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter dapat dikembangkan pada pendidikan matematika dengan menerapkan strategi, model, dan metode pembelajaran yang tepat, sehingga mampu memberikan pengaruh yang baik bagi pembangunan karakter peserta didik.
Kata kunci: pembangunan karakter, pendidikan matematika, Sekolah Menengah
viii ABSTRACT
Kurniasih, Susi. 2014. The Role of Mathematics Education in Character Building of Indonesian People in SMA N 1 Parakan Grade XI IPA 4. Thesis.
Yogyakarta: Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Natural Science, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.
This research is a qualitative model which aims to get informations about character education values and nation culture of Indonesia are developed by mathematics education. It subjects are to identify the teacher’s understanding about model, method, and strategy in mathematics learning which is then developed in mathematics education. In addition, this research also aims to get information on how far mathematics education can build the good characters for the students at Senior High School level. The subject of this research is a mathematics teacher and students of Senior High School at eleven grade.
The data is obtained by observing and interviewing a mathematics teacher and four students. Interviewing to them is done at different place and at different time. This observation is conducted after interviewing to the subject. The result indicates that character education values can be developed by mathematics education by applying suitable learning strategy, learning model, and learning method, so that it can give good influence in character building for the students.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan atas berkat, rahmat, dan kesempatan-Nya
yang selalu tercurah pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul, “Peranan Pendidikan Matematika dalam Pembangunan Karakter
Manusia Indonesia di SMA N 1 Parakan Kelas XI IPA 4”. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi Pendidikan
Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Sanata Dharma.
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Dr. Yansen Marpaung selaku dosen pembimbing yang selalu
mendampingi, memberi kesempatan berkarya, menyemangati, dan
mendoakan.
4. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Matematika yang telah dengan gigih dan
sabar mendidik dan menginspirasi selama penulis belajar di Program Studi
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……….. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………vi
ABSTRAK………....vii
ABSTRACT………viii
KATA PENGANTAR………. ix
DAFTAR ISI……… xi
DAFTAR LAMPIRAN………... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………1
xii
C. Rumusan Masalah………. 6
D. Tujuan Penelitian………6
E. Manfaat Penelitian……….7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Matematika……….9
B. Pendidikan Karakter……….11
C. Kaitan Kebiasaan, Karakter, dan Kecerdasan Seseorang………...13
D. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam Pembelajaran Matematika………25
E. Penelitian yang Relevan………...30
F. Kerangka Berpikir………31
G. Hipotesis………...33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian………34
B. Tempat dan Waktu Penelitian………..35
C. Sumber Data………36
D. Teknik Pengumpulan Data………..36
E. Teknik Analisis Data………41
xiii
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian………44
B. Penyajian Data……… 48
C. Analisis Data………49
D. Ringkasan Hasil Analisis……… 78
E. Keterbatasan Penelitian……….. 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 81
B. Saran………... 82
DAFTAR PUSTAKA………... 84
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Transkrip Wawancara
Transkrip Wawancara dengan Guru………..87
Transkrip Wawancara dengan Peserta Didik……….95
2. Screenshot SMS
Screenshot SMS………... 100
3. Dokumentasi
Dokumentasi Wawancara dengan Guru………... 113
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan karakter mulai menjadi salah satu program prioritas
Kementerian Pendidikan Nasional sejak dicanangkan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei
2010. Pembangunan karakter berhubungan cukup erat dengan pendidikan
karakter yang akan dilaksanakan di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga
kependidikan lainnya.
Pembangunan karakter juga menjadi perhatian negara-negara di
berbagai belahan dunia, dengan tujuan untuk membentuk generasi yang
berkualitas dan bermoral baik. Hal ini yang memicu dunia pendidikan negeri
ini agar semakin mengedepankan pendidikan karakter. Sekolah harus
melakukan pendidikan karakter karena karakter bangsa Indonesia masih
lemah. Hal itu ditunjukkan oleh banyak sekali pemberitaan mengenai
kerusakan moral di negeri ini, seperti menjamurnya tindak korupsi, tawuran
antar pelajar, bentrok antar suku, dan sebagainya. Kenyataan tersebut menjadi
alasan kuat pentingnya diadakan pembangunan karakter di sekolah-sekolah
Pendidikan karakter sebaiknya difokuskan ke dalam pikiran seseorang
pada berbagai usia, sehingga dapat mempengaruhi karakter seseorang menjadi
lebih bernilai. Semakin dini pendidikan karakter diterapkan pada seseorang,
maka pembangunan karakter pada diri seseorang juga semakin efektif dan
bernilai. Pengembangan karakter individu cenderung akan lebih baik dengan
hal tersebut.
Pembangunan karakter terkait tiga bidang utama yaitu, pendidikan,
budaya, dan agama. Ketiga bidang tersebut terkait erat dengan nilai-nilai yang
sangat penting bagi kehidupan manusia Indonesia. Sebagai contohnya,
keragaman budaya dalam masyarakat Indonesia menjadi salah satu alasan
mengapa pendidikan karakter itu penting. Pendidikan karakter berbasis
kebudayaan yang membahas multikulturalisme akan memberikan efek sadar
pada masyarakat tentang pentingnya persatuan dan kesatuan antar suku
bangsa.
Pembangunan karakter diharapkan mampu menyentuh berbagai
institusi, terutama institusi pendidikan. Hal ini sejalan dengan Renstra
Kemendiknas 2010-2014 yang mencanangkan penerapan pendidikan karakter
pada setiap institusi pendidikan. Pelaksanaan pendidikan karakter diharapkan
mampu mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan,
berkarakter, mandiri, dan bertanggung jawab terhadap kemasyarakatan dan
Pembangunan karakter di bidang pendidikan harus mampu
mempersiapkan warga negara agar cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur,
berdisiplin, dan bermoral. Secara spesifik, untuk mencapai tujuan pendidikan
seutuhnya, pengembangan intelegensi saja belum cukup mampu
menghasilkan manusia yang utuh. Intelegensi akan berjalan dengan baik jika
didukung oleh kecerdasan emosional. Hal ini didukung oleh kajian psikolog
Goleman (2002:512) dalam (http://makassar.tribunnews.com), yang
menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi
dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, motivasi diri,
empati, dan keterampilan sosial. Oleh karena itu, untuk mencapai kualitas
pendidikan yang optimal, perlu diupayakan pembinaan kecerdasan emosi
melalui pendidikan karakter pada peserta didik sebagai penyeimbang
intelegensi lain yang ada.
Diperlukan kerja keras semua pihak terkait dengan penerapan
pendidikan karakter di sekolah yang memerlukan pemahaman tentang konsep,
teori, metodologi, dan aplikasi yang relevan dengan pembangunan karakter.
Dalam hal ini, sekolah dipandang sebagai lingkungan yang mampu
memberikan pendidikan-pendidikan yang efektif pada peserta didik.
Pendidikan karakter yang diajarkan dengan betul di sekolah, mampu
mempengaruhi karakter pribadi setiap peserta didik. Dengan begitu, sekolah
untuk membentuk moral generasi bangsa lewat pendidik-pendidik yang
paham mengenai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter di sekolah seharusnya diterapkan pada berbagai
bidang pendidikan yang ada. Pendidikan karakter yang menitik beratkan pada
sikap maupun keahlian diharapkan akan memicu individu menjadi lebih baik
dalam menjalankan hidup hingga ke tahapan pendidikan yang lainnya.
Disamping pendidikan formal yang didapatkan oleh seseorang, kemampuan
memperbaiki diri dan pengalaman merupakan hal yang mendukung upaya
pendidikan seseorang di dalam bermasyarakat.
Adanya pendidikan karakter di sekolah pada bidang-bidang
pendidikan, misalnya pendidikan matematika berarti akan mempengaruhi cara
berpikir dan bertindak peserta didik sesuai bidang pendidikan yang diajarkan
tersebut. Secara langsung maupun tidak langsung, pendidikan karakter
tersebut menanamkan sekumpulan nilai moral tertentu dalam diri peserta
didik. Pendidikan karakter juga menekankan sikap, perilaku dan tindakan
yang baik berdasarkan nilai moral tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
pemahaman mengenai nilai-nilai moral yang baik perlu diperdalam.
Pendidikan matematika merupakan salah satu cabang bidang
kependidikan. Matematika terbentuk dari hasil pemikiran manusia yang
berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Dengan bernalar, peserta
dan sebagainya. Dalam hal ini, pendidikan matematika dapat dipandang
sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan erat dengan pengembangan
karakter peserta didik.
Pendidikan karakter di dalam pendidikan matematika merupakan salah
satu implementasi kurikulum yang bertujuan membangun karakter bangsa.
Peranan kurikulum yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya ahli dalam
bidang akademis saja, menjadi tugas bagi pendidik untuk memiliki kesadaran
mengenai pentingnya pendidikan karakter melalui pendidikan matematika.
Dalam penelitian ini, akan dikaji dan diteliti peranan pendidikan
matematika dalam pembangunan karakter di sekolah. Peneliti berasumsi
bahwa pendidikan karakter melalui pendidikan matematika berpengaruh
secara efektif dalam pembangunan karakter peserta didik. Sehubungan dengan
hal tersebut, maka judul dari penelitian ini adalah “Peranan Pendidikan
Matematika dalam Pembangunan Karakter Manusia Indonesia di SMA N 1
Parakan Kelas XI IPA 4”. Penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan
bahwa pendidikan matematika dapat menjadi media pendidikan moral yang
akan membangun karakter manusia Indonesia ke arah yang semakin
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, fokus permasalahan dalam
penelitian ini adalah sejauh mana peran pendidikan matematika dalam
pembangunan karakter manusia Indonesia?
C. Rumusan Masalah
1. Nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa apa saja yang dibangun
dan diperdalam melalui pendidikan matematika di Sekolah Menengah
Atas?
2. Bagaimana guru Sekolah Menengah Atas menentukan model, metode, dan
strategi pembelajaran matematika yang sesuai untuk mengembangkan
nilai-nilai pendidikan karakter yang akan dikembangkan pada pendidikan
matematika?
3. Apakah nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang dibangun
melalui pendidikan matematika memberikan pengaruh yang baik bagi
karakter peserta didik?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang
nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang dibangun oleh
2. Mengidentifikasi guru dalam memahami model, metode, dan strategi
pembelajaran matematika yang tepat untuk dipakai selama pembelajaran
matematika, sehingga mampu mengembangkan nilai-nilai pendidikan
karakter dalam pendidikan matematika.
3. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
pendidikan matematika dapat mengembangkan karakter yang baik pada
peserta didik Sekolah Menengah Atas.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Sebagai penelitian ilmiah, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu
dijadikan acuan oleh pendidik-pendidik untuk menentukan strategi
pembelajaran matematika, sehingga pendidik dapat menerapkan dan
mengembangkan pendidikan karakter melalui pendidikan matematika.
Selain hal pokok di atas, secara teoritis hasil dari penelitian ini
diharapkan mampu menujukkan peran dari pendidikan matematika yang
berorientasi pada pengembangan potensi olah pikir peserta didik dan
pendidik dalam pengembangan karakter perserta didik yang sangat
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberi inspirasi bagi peneliti
khususnya, mahasiswa, dan dosen agar lebih peka dalam menanggapi
perkembangan pelaksanaan pendidikan karakter dalam pendidikan
matematika.
Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu
memberikan sumbangan yang positif bagi lembaga pendidikan formal
maupun informal, pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru
matematika dan orang tua dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan
karakter, sehingga mampu membangun dan membina karakter yang baik
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Matematika
Kata “pendidikan matematika” dibentuk dari dua kata, yaitu
“pendidikan”dan “matematika”. Kata “pendidikan”sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan juga merupakan kegiatan yang penting
dalam hidup manusia. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Fatchul Mu’in (2013) ada dua asumsi mengenai pendidikan
dalam kehidupan manusia. Pertama, pendidikan bisa dianggap sebagai sebuah
proses yang terjadi secara tidak sengaja atau berjalan secara alamiah.
Pendidikan bukan proses yang diorganisasi secara teratur, terencana, dan
menggunakan metode-metode yang dipelajari serta berdasarkan aturan-aturan
yang telah disepakati mekanisme penyelenggaraannya oleh suatu komunitas
masyarakat (negara), melainkan lebih merupakan bagian dari kehidupan yang
telah berjalan sejak manusia itu ada.
Kedua, Fatchul Mu’in (2013) menjabarkan bahwa pendidikan bisa
dan diorganisasi berdasarkan aturan yang berlaku. Pendidikan sebagai sebuah
kegiatan dan proses aktivitas yang disengaja merupakan gejala masyarakat
ketika sudah mulai disadari pentingnya upaya untuk membentuk,
mengarahkan, dan mengatur manusia sebagaimana dicita-citakan masyarakat.
Matematika pada Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti
sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Pengertian matematika menurut Marpaung (2014), Matematika adalah
ilmu yang dalam perkembangannya menggunakan metode deduktif. Metode
deduktif adalah metode yang dimulai dari hal yang bersifat umum ke hal yang
bersifat khusus. Matematika dimulai dari aksioma dan pengertian pangkal,
lalu dengan menggunakan definisi dibangun konsep, lalu diturunkan
teorema-teorema yang kebenarannya dibuktikan menggunakan logika.
Dari pengertian di atas, dapat dirangkum pengertian dari pendidikan
matematika adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan penyelesaian masalah dengan pola berfikir
B. Pendidikan Karakter
Persoalan mengenai pendidikan karakter yang sering muncul di tengah
kehidupan masyarakat adalah pengertian dan pemahaman dari pendidikan
karakter itu sendiri, sehingga menjadi hal biasa ketika orang-orang
mengartikan pendidikan karakter dalam berbagai pengertian dan pemahaman
tentang pendidikan karakter.
Doni Koesoema A (2012), menyatakan bahwa pendidikan karakter
sering dipahami sebagai proses sosialisasi tata krama dan aturan sopan santun
di dalam masyarakat. Menurut beliau pendidikan karakter terkait dengan
pembentukan diri manusia, definisi dan pemahamannya mesti selaras dan
konsisten dengan pemahaman antropologis (ilmu tentang asal-usul, aneka
warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaan manusia pada masa
lampau) yang mendasarinya. Dengan pemahaman antropologi pendidikan
tersebut dapat dirumuskan apa arti pendidikan karakter itu. Menurut
pengertian tersebut, pendidikan karakter merupakan proses pembentukan
pribadi manusia yang sesuai dengan manusia itu sendiri baik menurut gejala
biologisnya (antropologi fisik), makhluk sosialnya, maupun budayanya
(antropologi budaya).
Pengertian pendidikan karakter menurut sebuah program nasional
pendidikan karakter di Amerika Serikat, Character Education Partnership
(CEP) (Doni Koesoema, 2012, p.57) mendefinisikan pendidikan karakter
dapat menumbuhkan dan memelihara nilai-nilai etis, tanggung jawab dan
kemauan untuk merawat satu sama lain dalam diri anak muda, melalui
keteladanan dan pengajaran tentang karakter yang baik, dengan cara
memberikan penekanan pada nilai-nilai universal yang diterima oleh semua.
Gerakan ini merupakan usaha-usaha dari sekolah, distrik, dan negara bagian
yang sifatnya intensional dan proaktif untuk menanamkan dalam diri para
siswa nilai-nilai moral inti, seperti perhatian dan perawatan (caring),
kejujuran, keadilan (fairness), tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri
sendiri dan orang lain.
Definisi lain mengenai pendidikan karakter menurut Asosiasi
Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika Serikat (Doni
Koesoema, 2012, p.57-58) pendidikan karakter adalah sebuah pengajaran
kepada anak-anak tentang nilai-nilai kemanusiaan dasar, termasuk di
dalamnya kejujuran, keramahtamahan, kemurahan hati, keberanian,
kebebasan, persamaan, dan rasa hormat. Tujuannya adalah untuk
menumbuhkan sikap bertanggung jawab secara moral dan memiliki disiplin
diri di dalam diri siswa sebagai warga negara.
Dari pengertian di atas pengertian pendidikan karakter secara umum
adalah suatu konsep dasar yang diterapkan ke dalam pemikiran seseorang
untuk menjadikan akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih
berarti dari sebelumnya sehingga dapat mengurangi krisis moral yang
C. Kaitan Kebiasaan, Karakter, dan Kecerdasan Seseorang
Secara umum, kecerdasan dibagi menjadi tiga jenis yaitu, kecerdasan
intelektual (Inteligent Quotient / IQ), kecerdasan emosional (Emotional
Quotient / EQ), dan kecerdasan spritual (Spiritual Quotient / SQ). Kecerdasan
intelektual atau Intelegent Quotient (IQ) merupakan bentuk kemampuan
individu untuk berfikir, mengolah, dan menguasai lingkungannya secara
maksimal serta bertindak secara terarah. Kecerdasan Intelektual berperan
dalam pemecahan masalah secara logika. Kecerdasan emosional atau
Emotional Quotient (EQ) merupakan kemampuan untuk mengenali,
mengendalikan, dan menata perasaan sendiri dan perasaan orang lain secara
mendalam sehingga kehadirannya menyenangkan dan didambakan orang lain.
Kecerdasan ini berperan dalam pemberian kesadaran kepada seseorang
mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan milik orang lain,
memberi rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk menanggapi
kesedihan atau kegembiraan secara tepat. Kecerdasan spiritual atau Spiritual
Quotient (SQ) merupakan sumber yang mengilhami seseorang dengan
mengikatkan diri pada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu. Kesadaran ini
berperan pada diri seseorang dalam membedakan baik dan buruk, benar dan
salah, dan pemahaman terhadap standar moral.
Berdasarkan kajian artikel, secara spesifik, untuk mencapai tujuan
menghasilkan manusia yang utuh. Berbagai hasil kajian dan pengalaman
menunjukkan bahwa pembelajaran komponen emosional lebih penting
daripada intelektual. Jika kualitas pendidikan diharapkan tercapai secara
optimal, perlu diupayakan bagaimana membina peserta didik untuk memiliki
kecerdasan emosi yang stabil sebagai penyeimbang dari intelegensi yang ada.
Sebab, melalui kecerdasan emosional peserta didik dapat memahami diri dan
lingkungannya secara tepat, memiliki rasa percaya diri, tidak mudah putus
asa, dan dapat membentuk karakter peserta didik secara positif.
(http://makassar.tribunnews.com)
Dari kajian diatas, kemampuan emosional seseorang menjadi
pendorong kebiasaan peserta didik dalam menentukan sikapnya terhadap
masalah yang dihadapi dalam mengembangkan kecerdasan intelektualnya.
Menurut Stephen R. Covey (The 7 Habits of Highly Effective People), ada
tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif. Kebiasaan-kebiasaan itu adalah:
1. Kebiasaan 1: Proaktif (Be Proactive)
Proaktif adalah tentang bagaimana mengambil tanggung jawab
bagi hidup seseorang. Orang-orang proaktif mengakui bahwa mereka ada
karena dirinya sendiri. Mereka mengakui bahwa mereka tidak bisa terus
menerus menyalahkan semuanya pada genetika, situasi, kondisi, atau
pengkondisian untuk perilaku mereka. Mereka paham bahwa mereka yang
Kebalikan dari proaktif adalah reaktif. Orang reaktif adalah orang
yang sering dipengaruhi oleh lingkungan fisik mereka. Mereka cenderung
menyalahkan hal-hal eksternal untuk disalahkan atas perilaku mereka.
Segala sesuatu yang terjadi pada orang tersebut tergantung pada keadaan
di luar mereka. Semua kekuatan eksternal seolah-olah sebagai stimulus
yang menentukan keadaan orang reaktif ini.
Setiap orang memiliki kebebasan untuk menentukan respon. Salah
satu hal penting yang dapat dipilih adalah apa yang seseorang katakan.
Bahasa seseorang adalah indikator yang menggambarkan bagaimana diri
seseorang tersebut. Orang proaktif memfokuskan waktu dan energi pada
hal-hal yang dapat mereka kontrol.
2. Kebiasaan 2: Memulai dengan Tujuan Akhir (Begin with the End in Mind)
Kebiasaan 2 didasarkan pada imajinasi atau kemampuan untuk
membayangkan dalam pikiran seseorang apa yang tidak bisa dilihat dengan
mata saat ini. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa segala sesuatu
diciptakan dua kali. Ada mental (pertama) penciptaan, dan fisik (kedua)
penciptaan. Penciptaan fisik mengikuti mental, seperti bangunan mengikuti
cetak biru.
Jika seseorang tidak membuat usaha sadar untuk memvisualisasikan
seseorang memberdayakan orang lain dan keadaan untuk membentuk
seseorang dan kehidupannya tanpa keputusan. Ini tentang menghubungkan
kembali dengan keunikan seseorang itu sendiri dan kemudian
mendefinisikan pedoman pribadi, moral, dan etika di mana seseorang dapat
paling bahagia mengekspresikan dan memenuhi diri sendiri.
Memulai dengan tujuan akhir berarti untuk memulai setiap hari
baru, tugas, atau proyek dengan visi yang jelas tentang arah yang seseorang
inginkan dan tuju, dan kemudian dilanjutkan dengan meregangkan
otot-otot proaktif seseorang untuk membuat sesuatu terjadi.
Salah satu cara terbaik untuk memasukkan Kebiasaan 2 ke dalam
hidup seseorang adalah dengan mengembangkan misi pribadi (Personal
Mission Statement). Ini berfokus pada apa yang seseorang ingin wujudkan
dan lakukan. Ini adalah rencana seseorang untuk sukses. Ini menegaskan
kembali siapa diri seseorang itu, menempatkan tujuan seseorang dalam
fokus utama, dan menggerakkan ide-ide seseorang ke dalam dunia nyata.
3. Kebiasaan 3: Dahulukan yang Utama (Put First Things First)
Demi menjalani kehidupan yang lebih seimbang, seseorang perlu
mengakui bahwa tidak melakukan segala sesuatu yang datang adalah tidak
dibutuhkan adalah menyadari bahwa tidak apa-apa mengatakan tidak bila
diperlukan, kemudian fokus pada prioritas tertinggi.
Kebiasaan 1 mengatakan, "You're in charge. You're the creator."
Menjadi proaktif adalah pilihan. Kebiasaan 2 adalah yang utama, atau
mental, penciptaan. Memulai dengan Tujuan Akhir adalah tentang visi.
Kebiasaan 3 adalah ciptaan kedua, ciptaan fisik. Kebiasaan ini adalah di
mana Kebiasaan 1 dan 2 datang bersama-sama. Ini terjadi hari demi hari,
saat demi saat. Ini berkaitan dengan banyak pertanyaan yang dibahas dalam
bidang manajemen waktu. Tapi tidak serta merta begitu. Kebiasaan 3
adalah tentang manajemen kehidupan juga , tujuan Anda, nilai-nilai, peran,
dan prioritas.
Apakah yang dimaksud dengan "hal utama"? Hal utama adalah hal-hal
yang seseorang, secara pribadi temukan yang menjadi paling berharga. Jika
seseorang menempatkan hal utama yang pertama, seseorang mengatur dan
mengelola waktu dan peristiwa sesuai dengan prioritas pribadi seseorang
didirikan pada Kebiasaan 2.
4. Kebiasaan 4: Berpikir Menang-Menang (Think Win-Win)
Berpikir Menang-Menang bukanlah tentang bersikap baik, juga bukan
teknik yang cepat-fix. Sebagian besar dari kita belajar untuk mendasarkan
diri kita pada perbandingan dan persaingan. Kami berpikir tentang berhasil
dalam hal orang lain gagal, yaitu jika saya menang, Anda kehilangan atau
Win-win melihat kehidupan sebagai arena kooperatif, bukan arena
kompetitif. Win-win adalah kerangka pikiran dan hati yang terus-menerus
mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi manusia. Win-win
berarti kesepakatan atau solusi yang saling menguntungkan dan
memuaskan.
Seseorang atau organisasi yang mendekati konflik dengan sikap
menang-menang memiliki tiga karakter yang penting:
a. Integritas (Integrity): Menempel dengan perasaan sejati Anda,
nilai-nilai, dan komitmen
b. Kedewasaan (Maturity): Mengekspresikan ide dan perasaan
dengan keberanian dan pertimbangan untuk ide-ide dan
perasaan orang lain
c. Abundance Mentality: Percaya bahwa ada kapasitas mental
yang berlimpah untuk semua orang.
Banyak orang berpikir pada jangka waktu tertentu apakah seseorang
itu baik maupun seseorang itu tidak baik. Win-win mengharuskan
seseorang menjadi keduanya. Ini adalah tindakan menyeimbangkan antara
keberanian dan pertimbangan. Untuk menjadi win-win ini, seseorang tidak
hanya harus empatik, tetapi seseorang itu juga harus percaya diri.
harus berani. Untuk melakukan itu, untuk mencapai keseimbangan antara
keberanian dan pertimbangan, yang merupakan inti dari kedewasaan yang
sebenarnya dan merupakan dasar untuk menjadi win-win.
5. Kebiasaan 5: Berusaha Memahami Dahulu, Baru Dimengerti (Seek First to
Understand, Then to Be Understood)
Komunikasi adalah keterampilan yang paling penting dalam hidup
manusia. Kita menghabiskan bertahun-tahun belajar bagaimana membaca
dan menulis, dan tahun-tahun belajar bagaimana berbicara. Tapi bagaimana
dengan mendengarkan? Apa pelatihan yang telah kita miliki yang
memungkinkan kita untuk mendengarkan sehingga kita benar-benar sangat
memahami orang lain? Mungkin tidak ada, kan?
Jika kita seperti kebanyakan orang, kita mungkin mencari yang
harus dipahami dahulu. Dalam melakukannya, kita mungkin mengabaikan
orang lain sepenuhnya, berpura-pura bahwa kita mendengarkan, namun
sebenarnya memilah-milah dan hanya mendengar bagian-bagian tertentu
dari percakapan atau penuh perhatian fokus hanya pada kata-kata yang
dikatakan, tetapi tidak mampu memaknainya sama sekali. Jadi mengapa hal
ini terjadi? Karena kebanyakan orang mendengarkan dengan maksud untuk
membalas, namun tidak mengerti. Dengarkan diri kita seperti
pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan dan sebagainya. Kita menyaring segala
sesuatu yang kita dengar melalui pengalaman hidup kita, kerangka acuan
kita.
Akibat seseorang sering mendengarkan autobiographically,
seseorang cenderung untuk merespon dengan salah satu dari empat cara
berikut ini:
a. Evaluating: Anda menilai dan kemudian setuju atau tidak
setuju.
b. Probing: Anda mengajukan pertanyaan dari kerangka referensi
Anda sendiri.
c. Advising: Anda memberikan nasihat, saran, dan solusi untuk
masalah.
d. Interpreting: Anda menganalisis motif dan perilaku orang lain
berdasarkan pengalaman Anda sendiri.
6. Kebiasaan 6: Bersinergi (Synergize)
Secara sederhana, sinergi berarti "dua kepala lebih baik dari satu."
Bersinergi adalah kebiasaan kerjasama kreatif. Ini adalah kerja sama tim,
keterbukaan pikiran, dan sebuah petualangan untuk menemukan solusi baru
untuk masalah lama. Tapi itu tidak hanya terjadi dengan sendirinya. Ini
pengalaman dan keahlian pribadi mereka ke meja. Bersama-sama, mereka
dapat menghasilkan hasil yang jauh lebih baik bahwa mereka secara
individual bisa. Sinergi memungkinkan kita menemukan hal-hal
bersama-sama kita jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menemukan oleh diri
kita sendiri. Ini adalah gagasan bahwa keseluruhan lebih besar daripada
jumlah bagian-bagiannya. Satu ditambah satu sama dengan tiga, atau enam,
atau enam puluh.
Ketika orang mulai berinteraksi bersama-sama benar-benar, dan
mereka terbuka untuk mempengaruhi satu sama lain, mereka mulai
mendapatkan wawasan baru. Kemampuan menciptakan pendekatan baru
meningkat secara eksponensial karena perbedaan. Menilai perbedaan
adalah apa yang sebenarnya menggerakkan sinergi. Apakah Anda
benar-benar menghargai perbedaan mental, emosional, dan psikologis antara
orang-orang? Atau apakah Anda ingin semua orang hanya akan setuju
dengan Anda sehingga Anda semua bisa akur? Banyak orang salah dalam
mengartikan keseragaman persatuan untuk kesatuan. Perbedaan harus
dilihat sebagai kekuatan, bukan kelemahan. Hal itu menambahkan
semangat untuk hidup.
7. Kebiasaan 7: Mengasah Gergaji (Sharpen the Saw)
Mengasah Gergaji berarti melestarikan dan meningkatkan aset
seimbang untuk pembaruan diri dalam empat bidang kehidupan seseorang,
yaitu: fisik, sosial atau emosional, mental, dan spiritual. Berikut adalah
beberapa contoh kegiatan:
a. Fisik (Physical): Makan, olahraga, dan istirahat.
b. Sosial atau Emosional (Social atau Emotional): Hubungan
sosial dan emosional yang bermakna dengan orang lain
c. Mental: Belajar, membaca, menulis, dan mengajar
d. Spiritual: Menghabiskan waktu di alam, memperluas spiritual
diri melalui meditasi, musik, seni, doa, atau layanan
Ketika seseorang memperbaharui diri pada keempat bidang
tersebut, berarti seseorang menciptakan pertumbuhan dan perubahan dalam
hidup seseorang itu sendiri. Mengasah gergaji membuat seseorang segar
kembali, sehingga seseorang dapat terus melatih keenam kebiasaan yang
efektif lainnya. Seseorang meningkatkan kapasitas untuk memproduksi dan
menangani tantangan di sekitar. Tanpa pembaharuan ini, tubuh menjadi
lemah, pikiran menjadi mekanis, emosi mentah, roh tidak peka, dan orang
egois. Merasa baik tidak terjadi begitu saja. menghidupkan kehidupan
dalam keseimbangan berarti mengambil waktu yang diperlukan untuk
memperbaharui diri sendiri. Ini semua terserah pribadi. Seseorang dapat
memperbaharui diri melalui relaksasi. Seseorang dapat memanjakan diri
menyadari kesejahteraannya. Anda dapat merevitalisasi diri sendiri dan
menghadapi hari baru dalam damai dan harmoni. Ingat bahwa setiap hari
memberikan kesempatan baru untuk pembaharuan - kesempatan baru untuk
mengisi ulang sendiri bukannya memukul dinding. Yang dibutuhkan
adalah keinginan, pengetahuan, dan keterampilan.
Dari penjabaran mengenai kebiasaan, karakter, dan kecerdasan
seseorang diatas, menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual akan tumbuh
dengan baik dan optimal jika dikembangkan dengan adanya keseimbangan
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual melalui pengembangan
kebiasaan yang efektif. Kebiasaan yang efektif tersebut diantaranya yang
diungkapkan oleh Stephen R. Covey. Dengan adanya keterkaitan ini,
kemampuan peserta didik dalam pembelajaran matematika yang merupakan
pengembangan kecerdasan intelektual memang sebaiknya didampingi dengan
mengoptimalkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dengan
melatih kebiasaan-kebiasaan efektif melalui pendidikan matematika. Hal ini
diharapkan mampu menumbuhkan sikap yang baik dan membentuk peserta
didik yang cerdas, berpengetahuan luas, dan berkarakter sebagaimana
mestinya.
Seperti yang tercantum dalam buku panduan Pelatihan Pengembangan
Kepribadian Mahasiswa (PPKM) di Universitas Sanata Dharma (Panitia
tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk mengolah pengalaman dan
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa. Dalam buku tersebut
disebutkan bahwa mahasiswa diajak untuk mencapai kesadaran terhadap diri
dan apa yang tengah dijalani, meng-eksplorasi diri, menemukan potensi, dan
menyusun strategi agar dapat meningkatkan kompetensi dan integritas
kepribadian. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa kualitas pribadi tidak
dapat lepas dari kebiasaan-kebiasaan hidup. Hidup seseorang sekarang
terbangun dari kebiasaan-kebiasaan hidup seseorang tersebut.
Hasil kajian buku tersebut menunjukkan bahwa ketujuh kebiasaan
efektif menurut Stephen R. Covey tersebut dapat diterapkan dalam dunia
pendidikan. Tujuan utama implementasinya dalam dunia pendidikan adalah
untuk dijadikan sarana bagi guru dan peserta didik untuk mulai menanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang menunjang bagi pertumbuhan peserta didik,
sehingga hasil dari sebuah pembelajaran di institusi pendidikan terhadap
peserta didik, selain cerdas secara intelektual juga memiliki karakter yang
baik.
Seperti disebutkan dalam Martini (2011, p.1) bahwa pengembangan
nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa tidak dimasukkan sebagai
pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan
yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa kedalam
kurikulum, silabus, dan Rencana Pembelajaran (RPP) yang telah ada.
Penilaian pencapaian nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya
bangsa dan implementasi ketujuh kebiasaan efektif menurut Stephen R. Covey
tersebut dapat didasarkan pada indikator. Sekolah menetapkan indikator
sekolah dan indikator kelas berdasarkan nilai-nilai pendidikan karakter dan
budaya bangsa dan tujuh kebiasaan efektif menurut Stephen R. Covey yang
disesuaikan dengan kondisi sekolah dan kondisi kelas masing-masing.
D. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dalam Pembelajaran Matematika
Pendidikan karakter dan budaya bangsa adalah suatu usaha sadar dan
sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik agar mampu
melakukan proses internalisasi, menghayati nilai-nilai menjadi kepribadian
mereka dalam bergaul di masyarakat, dan mengembangkan kehidupan
masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa
yang bermartabat. (http://makassar.tribunnews.com)
Menurut Koentjaraningrat dan Mochtar Lubis (Retno Listyarti, 2012,
p.4) karakter bangsa Indonesia yaitu meremehkan mutu, suka menerabas,
hipokrit, lemah kreativitas, etos kerja buruk, suka feodalisme, dan tak punya
malu. Sedangkan menurut Winarno Surakhmad dan Pramoedya Ananta Toer,
karakter asli bangsa Indonesia adalah nrimo, penakut, feodal, penindas,
koruptif, dan tak logis.
Karakter-karakter bangsa Indonesia tersebut yang sebaiknya dibenahi
oleh kita, sehingga mendorong Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
untuk mencanangkan pendidikan karakter di institusi-institusi kependidikan.
Mulai tahun 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan
pendidikan karakter pada setiap pembelajaran.
Di dalam Peraturan Pemerintah No.32 tahun 2013 tentang Standar
Nasional Pendidikan mata pelajaran matematika yaitu “Bahan kajian
matematika, antara lain, berhitung, ilmu ukur, dan aljabar dimaksudkan untuk
mengembangkan logika dan kemampuan berpikir peserta didik”.
Seperti yang telah dikaji bahwa hubungan erat antara tiga jenis
kecerdasan berperan penting dalam pengembangan kecerdasan seseorang.
Pendidikan matematika berkaitan dengan pengembangan kecerdasan
intelektual (IQ), sedangkan pendidikan karakter dan budaya bangsa berkaitan
dengan pengembangan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual
(SQ). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.32 tahun 2013 tersebut dapat
dikaitkan antara pembelajaran matematika yang bertujuan mengembangkan
kemampuan berpikir peserta didik dengan nilai-nilai pendidikan karakter dan
agar sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika menurut Depdiknas tahun
2004 dalam Tatang Herman (2006) yaitu:
1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,
misalkan melalui kegiatan eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi, serta inkonsistensi.
2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi,
dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil,
rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
grafik, peta, dan diagram dalam menjelaskan gagasan.
Berikut penjabaran 18 nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan
karakter dan budaya bangsa Indonesia menurut Retno Listyarti (2012) yang
dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika:
1) Religius
Religius merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
2) Jujur
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan.
3) Toleransi
Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4) Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku yang tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5) Kerja Keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6) Kreatif
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri
Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10) Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11) Cinta Tanah air
Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
bangsa.
12) Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat/Komunikatif
Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa
14) Cinta Damai
Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar Membaca
Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.
17) Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18) Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap dirinya maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya.
E. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan studi kepustakaan, peneliti menemukan penelitian yang
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta pada 14 Mei 2011, yang
berjudul “Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Matematika”. Penelitian
tersebut menunjukkan bagaimana pendidikan karakter dapat dikembangkan
dalam pembelajaran matematika, terutama di sekolah.
Penelitian juga dilakukan oleh Didi Suryadi (2010) dalam Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Yogyakarta pada 27
November 2010, yang berjudul “Penelitian Pembelajaran Matematika Untuk
Pembentukan Karakter Bangsa”. Penelitian tersebut menyatakan bahwa
pembelajaran matematika yang berorientasi pada pengembangan potensi olah
pikir peserta didik, sangat strategis berkontribusi pada pencapaian tujuan
pendidikan nasional yaitu memiliki karakter cerdas yang dilandasi nilai-nilai
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
F. Kerangka Berpikir
Beberapa tindakan asusila yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini
memicu para pengambil kebijakan pendidikan untuk mengembangkan
pendidikan yang berkarakter untuk membangun karakter generasi bangsa
Indonesia menjadi lebih baik. Nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya
bangsa ini diterapkan dalam semua bidang pendidikan yang ada di Indonesia
melalui indikator-indikator pada kurikulum 2013 yang baru-baru ini sedang
Pendidikan matematika merupakan salah satu cabang pendidikan yang
diajarkan di sekolah-sekolah. Pendidikan matematika yang selama ini
berkembang di tengah masyarakat memiliki arti bahwa proses pengajarannya
hanya mengenai ilmu hitung saja.
Seiring berkembangnya pola pikir manusia, pandangan mengenai
lingkup pengajaran pada pendidikan matematika mulai bergeser. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya beberapa penelitian mengenai pembangunan
karakter yang dapat diajarkan pada pendidikan matematika yang
diimplementasikan melalui pembelajaran matematika berbasis pendidikan
karakter di sekolah.
Pembangunan karakter melalui pendidikan matematika merupakan hal
yang perlu dilakukan, mengingat pendidikan matematika memang
mengajarkan tentang bagaimana bernalar dan mengolah pola pikir.
Pembangunan karakter melalui pendidikan matematika dapat dilakukan
dengan menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa dalam
setiap kegiatan pembelajaran matematika. Hal tersebut mengajarkan pada
peserta didik untuk cerdas dalam berpikir matematis dan berkarakter baik
sesuai dengan nilai-nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa yang
diterapkan pada pembelajaran matematika di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh dua orang yang
untuk pembentukan karakter menunjukan adanya peranan pendidikan
matematika dalam membangun karakter para peserta didik. Berdasarkan hasil
tersebut, pemilihan judul penelitian peranan pendidikan matematika dalam
pembangunan karakter manusia Indonesia diharapkan mampu menunjukkan
peranan pendidikan matematika pada pembangunan karakter manusia
Indonesia dan dapat membantu peserta didik dalam membangun karakternya
menjadi lebih baik dengan belajar matematika di sekolah.
G. Hipotesis
Penelitian kualitatif ini menggunakan hipotesis dengan alasan
hipotesis pada penelitian ini digunakan sebagai tindak lanjut dari kerangka
berpikir. Hipotesis pada penelitian ini tidak berarti hipotesis yang akan diuji
dengan metode statistik.
Mengacu pada alasan penggunaan hipotesis diatas maka hipotesis
penelitian kualitatif ini adalah pendidikan matematika berperan dalam
pembangunan karakter manusia Indonesia melalui aktivitas berpikir peserta
didik di bawah bimbingan guru melalui model, metode, dan strategi
pembelajaran yang tepat dalam membangun dan menerapkan nilai-nilai
pendidikan karakter dan budaya bangsa melalui pembelajaran matematika di
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Menurut Sugiyono (2012), metode kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk memahami situasi sosial secara
mendalam, menemukan pola, hipotesis, dan teori.
Moleong (2007), menyatakan bahwa penelitian kualitatif dimanfaatkan
untuk keperluan:
a. Meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui
penelitian kuantitatif.
b. Meneliti sesuatu secara mendalam.
c. Penelitian konsultatif.
d. Memahami fenomena yang sampai sekarang belum banyak
diketahui.
e. Dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah latar
belakang misalnya, tentang motivasi, peranan, nilai, sikap, dan
Penelitian ini bermaksud memberikan gambaran sejauh mana peranan
dari pendidikan matematika di Sekolah Menengah Atas dalam pembangunan
karakter peserta didik. Dalam penelitian ini yang diamati adalah nilai-nilai
pendidikan karakter yang diterapkan oleh guru dalam mata pelajaran
matematika dan bagaimana pengaruhnya terhadap karakter peserta didik.
Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini akan menjadi lengkap
dan mendalam sehingga tujuan dari penelitian ini akan tercapai.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Penelitian akan dilakukan di Sekolah Menengah Atas di Kabupaten
Temanggung, yaitu SMA N 1 Parakan. Peneliti melakukan penelitian pada
sekolah tersebut karena peneliti merupakan alumni dari sekolah tersebut.
Peneliti berasumsi bahwa penelitian akan berjalan lebih efektif jika peneliti
benar-benar mengetahui seluk beluk sekolah, kultur sekolah, dan keadaan
yang ada di sekolah tersebut.
2. Penelitian akan dilaksanakan bulan Agustus dan September tahun 2014.
Waktu pelaksanaan penelitian disesuaikan dengan jam pembelajaran efektif
yang ada di sekolah tersebut. Dipilih bulan Agustus dan September tahun
2014 karena pada bulan tersebut tahun ajaran baru dimulai, sehingga waktu
C. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
subyek penelitian secara langsung yaitu data hasil wawancara dan observasi.
Sedangkan bentuk datanya berupa data kualitatif.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Pedoman wawancara yang digunakan peneliti ada dua macam
yaitu pedoman wawancara untuk guru mata pelajaran dan pedoman
wawancara untuk peserta didik. Pedoman wawancara untuk guru
digunakan oleh peneliti untuk mewawancarai guru mata pelajaran
matematika pada Sekolah Menengah Atas.
Wawancara dengan guru mata pelajaran matematika ini akan
dilakukan dengan pendekatan personal untuk mendapatkan informasi
yang memang benar-benar sesuai dengan pandangan personal guru.
Pedoman wawancara untuk peserta didik digunakan untuk
mewawancarai beberapa peserta didik pada Sekolah Menengah Atas
yang akan dipilih secara acak. Wawancara akan dilakukan dengan
empat peserta didik Sekolah Menengah Atas dengan pendekatan
personal akan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan pandangan
peserta didik secara individual. Metode diskusi dilakukan untuk
memperoleh informasi mengenai pandangan peserta didik jika berada
di lingkup sosial.
Wawancara dilakukan peneliti sebagai tahap penting
penelitian. Tahap ini dilakukan sebelum dan sesudah melakukan
observasi secara mendalam di sekolah. Wawancara dilakukan dengan
menemui guru mata pelajaran matematika pada waktu tertentu.
Wawancara juga dilakukan dengan beberapa peserta didik pada waktu
yang berbeda. Wawancara peserta didik dilaksanakan setelah
wawancara guru.
Berikut ini kisi-kisi pertanyaan pada wawancara:
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pertanyaan Wawancara
Subjek Pertanyaan
1. Guru • Sebagai seorang guru mata pelajaran matematika, bagaimana Anda memilih metode, model, dan strategi pembelajaran?
• Apakah Anda tahu strategi pembelajaran kooperatif ?
• Apakah Anda tahu strategi penemuan terbimbing?
• Apakah Anda setuju bahwa pendidikan karakter itu penting?
• Seberapa penting pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika menurut Anda?
dalam pembelajaran matematika?
• Bagaimana Anda menempatkan diri sebagai pembimbing peserta didik dalam membangun karakter mereka selama pembelajaran matematika?
2. Peserta didik
• Kesulitan apa saja yang dialami ketika belajar matematika di kelas?
• Kemudahan apa saja yang dialami ketika belajar matematika dikelas?
• Lebih sulit memahami cara
menghitungnya atau dalam
mengoperasikan perhitungannya?
• Bagaimana menyikapi ketika Anda mengalami kesulitan belajar matematika? • Lebih suka bertanya kepada guru, teman, atau cari tahu sendiri lewat perpustakaan, internet, dsb?
• Apa yang kalian lakukan ketika ada seorang teman susah sekali belajar matematika?
• Apakah manfaat yang Anda rasakan dengan belajar matematika di kelas? • Apakah manfaat yang Anda rasakan
dengan belajar matematika di luar kelas?
2. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan sebagai panduan pengamatan
secara langsung perilaku peserta didik dan guru selama pembelajaran
matematika di kelas. Lembar observasi digunakan setelah pelaksanaan
wawancara guru. Lembar observasi diisi oleh peneliti ketika
melakukan observasi pada suatu kelas di Sekolah Menengah Atas.
Aspek-aspek yang diamati dalam observasi kelas adalah:
b. Kemampuan guru dalam mengkondisikan kelas, termasuk
mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang efektif dalam rangka
membangun karakter yang baik.
c. Kemampuan guru merefleksikan pembelajaran matematika dengan
kondisi sosial masyarakat.
d. Sikap peserta didik dalam menganalisis masalah pada
pembelajaran matematika.
e. Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang
disampaikan guru di kelas.
f. Sikap peserta didik dalam menganalisis masalah di luar kelas yang
berkaitan dengan nalar dan pola pikir seperti yang dikembangkan
dalam pembelajaran matematika.
Dalam lembar observasi ada 18 pernyataan. Kisi-kisi untuk
lembar observasi di kelas pada pembelajaran matematika sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Lembar Observasi
No. Aspek-aspek
Jumlah Butir Pernyataan
Pernyataan Skor
1 Kemampuan guru
mempersiapkan materi
ajar. 1
• Bahan ajar kontekstual (tidak bergantung pada buku acuan semata)
1
2 Kemampuan guru
dalam mengkondisikan kelas, termasuk
5
• Guru sudah
mempertimbangkan respon peserta didik
mengajarkan
kebiasaan-kebiasaan yang efektif dalam rangka membangun karakter yang baik.
mengenai
pembelajarannya. • Guru mengajar dengan
situasi kelas pasif. • Guru mengajar dengan
situasi kelas aktif. • Guru menanggapi
respon positif peserta didik.
• Guru menanggapi respon negatif peserta didik.
3 Kemampuan guru
merefleksikan pembelajaran
matematika dengan
kondisi sosial
masyarakat.
4
• Guru terpaku dengan
rumus dalam
pembelajaran matematika.
• Guru mengkaitkan materi dengan kondisi sosial masyarakat. • Guru membimbing
peserta didik mencari langkah-langkah penyelesaian masalah dalam pembelajaran. • Guru membimbing
siswa menemukan hasil / solusi dalam pembelajaran.
1-4
4 Sikap peserta didik dalam menganalisa
masalah pada
pembelajaran matematika.
2
• Peserta didik aktif dalam pembelajaran. • Peserta didik berpikir
kritis dalam
menanggapi persoalan yang diajukan guru.
1-2
5 Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang disampaikan guru di kelas.
3
• Peserta didik bersikap kooperatif.
• Peserta didik mampu mengkomunikasikan idenya.
• Peserta didik
menyertakan alasan
dalam menyampaikan gagasannya.
6 Sikap peserta didik dalam menganalisa masalah diluar kelas yang berkaitan dengan nalar dan pola pikir
seperti yang
dikembangkan dalam pembelajaran
matematika.
2
• Peserta didik bersikap komunikatif dalam menanggapi
persoalan.
• Peserta didik
menampakkan reaksi yang positif dalam menanggapi
persoalan.
1-2
3. Dokumen
Teknik dokumenter digunakan sebagai bukti telah diadakan
penelitian. Dokumen yang dihimpun berupa dokumen tertulis, gambar,
dan video. Metode dokumentasi ini dilakukan untuk mendukung hasil
wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti agar lebih akurat.
E. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung, dan setelah pengumpulan data dalam periode tertentu
(Sugiyono, 2012). Analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman
(1984), dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data,
yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan
Langkah-langkah analisis data model interaktif tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Peneliti berada di lapangan dan memperoleh data-data dalam
bentuk catatan maupun rekaman. Data yang diperoleh tersebut dibuat
menjadi catatan deskriptif kemudian dibuat catatan refleksif yang
berisi pendapat peneliti berdasarkan fenomena yang dijumpai selama
penelitian berlangsung.
2. Reduksi data
Fenomena yang dijumpai selama penelitian masih berupa data
yang banyak, rumit, dan kompleks. Untuk itu perlu dilakukan reduksi
data. Reduksi data dilakukan dengan merangkum, memilah hal-hal
pokok, memfokuskan hal-hal penting, kemudian merumuskan pola,
dan membuang yang tidak perlu.
3. Penyajian data
Setelah data direduksi maka selanjutnya adalah penyajian data.
Penyajian data dalam penelitian kualitatif berupa uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.
4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Penarikan kesimpulan dan verifikasi pada penelitian kualitatif
setelah diteliti menjadi jelas dan kredibel didukung dengan adanya
data-data yang sudah diproses sesuai langkah-langkah analisa data
model interaktif.
F. Uji Keabsahan Instrumen Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penilitian ilmiah, sehingga keabsahan data
penelitian kualitatif ini sangat penting. Dengan uji instrumen pengambilan
data sebelum dilaksanakan uji coba di lapangan, diharapkan instrumen
tersebut mampu mengukur secara tepat keadaan di lapangan.
Uji keabsahan instrumen pengambilan data pada penelitian ini
menggunakan uji pakar. Dalam penelitian ini pengujian instrumen penelitian
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA N 1 Parakan Temanggung.
Penelitian diawali dengan menyerahkan surat izin pada tanggal 14
Agustus 2014 kepada Ibu Dra. Waldhonah, M.M selaku kepala sekolah.
Setelah melakukan diskusi mekanisme penelitian dengan kepala sekolah,
peneliti melakukan pertemuan dengan guru mata pelajaran matematika,
yaitu Ibu Ir. Elfi Ulfiati Sufaeroh yang sudah dihubungi sebelumnya
melalui telepon.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 2014, 16 Agustus
2014, dan 18 Agustus 2014. Penelitian dilaksanakan dengan
mewawancarai guru mata pelajaran matematika, peserta didik, dan
mengobservasi kelas dan lingkungan sekolah. Wawancara dengan guru
mata pelajaran adalah wawancara yang digunakan peneliti untuk
mendapatkan data utama. Wawancara dengan peserta didik, observasi
kelas, dan analisis dokumen merupakan pelaksanaan penelitian untuk
menguji keabsahan data utama yang didapatkan pada saat wawancara
1. Observasi Lingkungan Sekolah dan Kelas
Observasi lingkungan sekolah dilakukan setiap kali peneliti
masuk ke sekolah tersebut, dari tanggal 14 Agustus 2014, 16 Agustus
2014, dan 18 Agustus 2014. Kebetulan, peneliti adalah alumni dari
sekolah tersebut, jadi peneliti cukup memahami keadaan sekolah
tersebut.
Observasi kelas dilakukan peneliti di kelas XI IPA 4 pada
tanggal 18 Agustus 2014 pukul 10.15-11.45 WIB, jam ke 5 dan 6 pada
mata pelajaran matematika yang diampu oleh Ibu Elfi. Peserta didik
sebanyak 25 orang, perempuan 16 orang dan laki-laki 9 orang. Ada 21
orang beragama Islam dan 4 orang non Islam.
Pembelajaran matematika saat itu sedang membahas materi
suku banyak. Lingkungan di sekitar kelas kondusif dan nyaman.
Keadaan di kelas bersih, rapi, dan mencerminkan suasana yang
kondusif untuk kegiatan belajar dan mengajar. Peserta didik dibagi
menjadi kelompok-kelompok, masing-masing kelompok 4 orang.
Anggota kelompok dibagi berdasarkan letak tempat duduk.
2. Wawancara
a. Wawancara dengan Guru
Wawancara dilakukan dengan Ibu Elfi selaku guru mata
kali pertemuan pada waktu dan tempat yang berbeda. Wawancara
pertama dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2014 kira-kira pada
pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB. Tempat
wawancara di depan kantor guru. Suasana waktu itu cukup riuh
karena bertepatan dengan pelaksanaan rangkaian lomba HUT
Pramuka dan dalam rangka menyambut HUT RI pada tanggal 17
Agustus 2014. Kendati begitu, obrolan antara peneliti dengan
informan tidak terlalu terganggu. Suasana disekitar tempat duduk
kami juga kondusif sehingga cukup mendukung kami untuk
berbincang-bincang serius mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti.
Wawancara kedua dilaksanakan pada tanggal 16 Agustus
2014 pada pukul 11.54 WIB sampai dengan 13.00 WIB. Tempat
wawancara di perpustakaan sekolah. Pada waktu itu dipilih di
perpustakaan agar suasana lebih kondusif dan mengutamakan
kenyamanan informan dalam menyampaikan informasi kepada
peneliti. Pembicaraan dimulai dengan diiringi musik klasik yang
diputar oleh petugas perpustakaan. Peneliti menggunakan media
tablet sebagai perekam pembicaraan antara peneliti dengan
informan. Peneliti juga menggunakan catatan sebagai bahan acuan
b. Wawancara dengan Peserta Didik
Wawancara dengan peserta didik dilakukan pada tanggal
18 Agustus 2014, pada pukul 14.00-15.00 WIB dan tanggal 6
September 2014 pada pukul 14.15-16.00 WIB. Wawancara dengan
peserta didik dilakukan secara intensif dengan berbagai tekhnik,
baik berdiskusi langsung maupun berdiskusi melalui SMS. Hal ini
dimaksudkan agar data yang didapat dari informan (peserta didik)
lebih akurat.
Percakapan dimulai pada tanggal 18 Agustus 2014 dengan
berkenalan bersama peserta didik satu kelas XI IPA 4. Peneliti
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan
diri sebagai subjek penelitian sebanyak empat peserta didik.
Banyak peserta didik yang menawarkan diri sebagai subjek
penelitian, terutama peserta didik laki-laki. Meskipun demikian,
peserta didik perempuan juga antusias dalam mengajukan diri.
Pada akhirnya, peneliti memilih sebanyak empat peserta
didik dari kelas XI IPA 4 sebagai subjek penelitian yaitu,
Muhammad Musa Abdurrohim (Musa), Naufal Fais Maulidin
(Naufal), Fauzi Danu Nugroho (Uzi), dan Rindang Puspito Retno
Dari pembicaraan awal dengan empat peserta didik
tersebut, didapat kesepakatan untuk melakukan komunikasi aktif,
baik secara langsung maupun melalui media komunikasi seperti
SMS, telepon, maupun media sosial lainnya. Hal itu dimaksudkan
agar peneliti tidak terlalu kesulitan dalam menjangkau mereka,
juga karena jarak jauh yang belum memungkinkan untuk bertemu
langsung dengan mereka setiap waktu.
B. Penyajian Data
Data yang didapatkan selama penelitian berupa transkrip
wawancara, gambar, lembar observasi, dan rekaman pembicaraan.
Transkrip wawancara didapat dengan menuangkan hasil rekaman
pembicaraan ke dalam tulisan. Gambar digunakan sebagai bukti telah
diadakan wawancara lisan secara langsung kepada informan. Lembar
observasi digunakan peneliti sebagai acuan dalam mengobservasi kelas
dan lingkungan.
Data yang berupa transkrip wawancara, gambar, lembar observasi,
C. Analisis Data
1. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran
Matematika
Penyajian data hasil transkrip wawancara guru menggunakan
metode yang digunakan oleh Tohirin (2012, p.118-130). Supaya data
yang berkenaan dengan fokus penelitian dapat diketahui dengan
mudah, maka peneliti harus menentukam kode-kode tertentu sesuai
dengan konteks datanya a