SKRIPSI
Oleh:
INDRA ARIF SETYAW AN
NPM. 0941010054
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA SURABAYA
Dengan mengucapkan segala puji syukur Alhamdulillah pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini (SKRIPSI) yang berjudul “PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) DALAM PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL WANITA TUNA SUSLA (WTS) DI J AWA TIMUR ( Studi di UPT Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri ).
Pembuatan SKRIPSI ini merupakan bagian dari proses pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara yang wajib diselesaikan oleh setiap mahasiswa yang merupakan persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana (S1) Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di UPN “Veteran” Jawa Timur.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Bpk Dr. Lukman Arif M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “VETERAN” Jawa Timur 3. Ibu Dra. Susi Hardjati, MAP selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UPN”Veteran”Jatim 4. Bpk. Yusuf selaku Kabid. Rehabilitasi Sosial di Dinas Sosial Prov-Jawa timur 5. Kepala UPT Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri
6. Dra. Retno Murti A. Selaku Kasi Rehabilitasi dan Binjut UPT Resos Tuna Susila Kediri
7. Orang Tua dan teman-teman yang telah membantu dan memberikan masukan pada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membanguan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, April 2013
LEMBAR PE RSETUJ UAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR REVISI
ABSTRAKSI ... i
KATA PE NGANTAR ………...……….. ii
DAFTAR ISI ………....… iv
DAFTAR TABEL ………... vii
DAFTAR GAMBAR ………... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ……….... 1
1.2 RumusanMasalah ……….……….…… 12
1.3 TujuanPenelitian ……….…. 12
1.4 ManfaatPenelitian ……….. 13
BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1 PenelitianTerdahulu ……….. 14
2.2 LandasanTeori ………... 16
2.2.1 PermasalahanSosial ………... 16
2.2.2 PerubahanSosial ……….. 17
2.2.3 KebijakanPublik ……….. 19
2.2.4 Implementasi Kebijakan ... . 22
2.2.4.1 Model Implementasi Kebijakan ... 23
2.2.4.2 Faktor Keberhasilan Implemetasi Kebijakan ... 24
2.2.4.3 Aktor yang Berperan Proses Kebijakan ... 25
2.2.7 PengertianPembinaan ………... 33
2.2.8 Pengertian Bimbingan Keterampilan ... 35
2.2.9 PengertianPemberdayaan ……….. 39
2.3 KerangkaBerfikir ……… 41
BAB III METODE PE NELITIAN 3.1 JenisPenelitian ……… 44
3.2 FokusPenelitian ……… 45
3.3 LokasiPenelitian ……… 49
3.4 Sumber Data ………..……… 50
3.5 Jenis Data ………..……… 51
3.6 TeknikPengumpulan Data ……….. 52
3.7 Analisis Data Ejak ………. 52
3.8 Keabsahan Data ………. 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57
A. Sejarah Berdirinya UPT Resos Tuna Susila ... 57
B. Letak Geografis ... 59
C. Landasan Hukum ... 60
D. Struktur Organisasi ... 61
E. Tugas Pokok dan Fungsi ... 63
F. Maksud dan Tujuan Berdirinya UPT ... 69
4.2 Hasil Penelitian ... 71
4.2.1 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Mental ... 71
4.2.2.2 Pelaksanaan Bimbingan Sosial ... 84
4.2.3 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Fisik ... 88
4.2.3.1 Persiapan Bimbingan Fisik ... 88
4.2.3.2 Pelaksanaan Bimbingan Fisik ... 90
4.2.4 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Keterampilan ... 94
4.2.4.1 Persiapan Bimbingan Keterampilan ... 94
4.2.4.2 Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan ... 97
4.3 Pembahasan ... 107
4.3.1 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Mental ... 107
4.3.2 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Sosial ... 109
4.3.3 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Fisik ... 112
4.3.4 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan ... 113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 117
5.1.1 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Mental ... 117
5.1.2 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Sosial ... 117
5.1.3 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Fisik ... 118
5.1.4 Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan ... 118
5.2 Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA
Sosial Tuna Susila Kediri). DosenPembimbing : Dr. Lukman Arif, Msi
Penelitianinididasarkanbanyaknya permasalahan sosial atau penyakit sosial yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat diataranya adalah adanya wtsyang dapat menyebarkan penyakir HIV AID dalam kehidupan masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran UPT tersebut dalam pelaksanaan rehabilitasi wts melalui bimbingan-bimbingan yang ada.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif ,Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi serta dokumentasi. Sample atau informan dalam penelitian ini adalah :Kasi Rehabilitasi dan Binjut di UPT, Staf rehabilitasi, Staf Pelayanan, Aktor/Instruktur Keterampilan dan Klien/wts. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan Analisis Data Model interaktif (Miles danHuberman). Kebsahan data dalam penelitian nimeliputi:derajat kepercayaan,keteralihan,kebergantungan, dan kepastian. Analisis data dalam penelitian ini melalui beberapa tahap, yang pertama pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan verivikasi.
HasilpenelitianmenunjukanbahwaPeran UPT dalam pelaksana Rehabilitasi wts di Kediri Jawa Timursudah dilakukan dengan baik dan susuai dengan peran UPT semestinya.Jadi UPT telah berperan penting dalam rehabilitasi wts. Hal tersebut dapat dilihat tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan setiap bimbingan dan keterampilan yang ada yaitu pada tahap persiapan UPT menyiapkan fasilitas hingga melakukan kerja sama dengan instasi/lembaga lain, jadi adanya persiapan tersebut maka pelaksanan dapat berjalan, hal tersebut dilihat seperti bentuk pelaksanaan bimbingan yang diberikan pada klien sampai dengan siapa aktor/instruktur bimbingan dan keterapilan yang merupakan hasil kerja sama UPT. Semua kegiatan tersebut telah dilakukan sesuai dengan tugas atau peran UPT yang tertulis pada pergub No.199 Tahun 2008 mengenai Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
1.1 Latar Belakang
Kehidupan masyarakat Indonesia merupakan kehidupan yang sangat
kompleks dengan adanya berbagai masalah sosial yang melanda beberapa
masyarakat yang ada di Indonesia. Adanya berbagai permasalahan sosial yang
dihadapi masyarakat itu sendiri membuat mereka hidup yang tidak normal atau
tidak semestinya seperti rendahnya ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Permasalahan sosial meruapakan salah satu wujud dari dampak negatif ilmu
sosial. (Soekanto 2001:30) Pemasalahan sosial adalah beberapa kondisi yang
terlahir dari sebuah keadaan masyarakat yang tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya yang sehingga mengakibatkan kekecewaan dan penderitaan.
Permasalahan sosial itu muncul karena juga dipengaruhi oleh tidak meratanya
kesejahteraan sosial, dimana seseorang atau masyarakat yang tidak mendapatkan
kehidupan sosial yang layak.
Seseorang yang mengalami kesejahteraan sosial bisa disebut sebagai
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga
atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan,
tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi
kebutuhan hidupnya (Jasmani, Rohani, dan Sosial) secara memadai dan wajar.
sering mengalami permasalahan sosial biasanya kaum perempuan, Salah satu
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yaitu Wanita Tuna Susila
(WTS).
Wts merupakan masalah sosial, karena perbuatannya tersebut menyimpang
dari norma-norma atau nilai-nilai masyarakat serta tidak mempunyai sopan
santun. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut wts ini seperti pelacur,
balon, sundel dan kupu-kupu malam (Koentjoro, 2004:27). Artinya bahwa yang
dilakukan oleh wts adalah melakukan hubungan-hubungan seksual dengan
laki-laki diluar perkawinan dan berganti-ganti pasangan, serta untuk melakukanya
menerima imbalan uang atau bentuk material yang lain. wts atau wanita pelacur
adalah wanita yang mejual tubuhnya untuk memuaskan seksual laki – laki
siapapun yang menginginkanya, dimana wanita tersebut menerima sejumlah uang
atau barang (umumnya dengan uang dari laki-laki pemakaianya) (Soedjono D,
1977:16). Pelacur adalah pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum
untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah
(Soekanto, 2001:417).
Aktivitas penjajaan seks atau pelacuran ini dipandang masyarakat sebagai
sisi hitam dari kehidupan sosial yang megah. Adanya sikap ironis masyarakat dan
pemerintah terhadap pelacuran berada pada kondisi untuk dikutuk sekaligus
dilestarikan. Dikutuk karena memang bertentangan dengan nilai-nilai moral
kelompok dominan yang pada umumnya menggunakan standart ganda
(perempuan pelacur dikutuk, laki-laki yang melacur didiamkan). Dilestarikan
produksi. Warna pandangan ini menyebabkan kita melihat keremang-remangan
dalam kehidupan pelacuran, (Katjasungkana 1995:31).
Adanya wts ditengah masyarakat maka dianggap sebagai permasalahan
sosial dan sangat mengganggu masyarakat disekitarnya atau sebagai sumber
penyakit sosial dimasyarakat. Ini karena perbuatan tersebut dilarang oleh agama
maupun norma-norma masyarakat yang mana perbuatan tersebut adalah dosa
besar. (Soedjono D, 1982: 126) juga mengemukakan bahwa akibat negatif dari
adanya praktek wts ini adalah :
1.Dapat menimbulkan dan menyebarkan penyakit kulit, kelamin dan sejenisnya
2. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga yang wajar
3.Merusak sendi-sendi pendidikan moral, bertentangan dengan norma-norma
agama, norma sosial, dan norma hukum
Seperti yang tertulis diatas yang salah satu akibat negatif adanya praktek
wts adalah terjadinya atau penularan virus HIV dan seperti yang dikemukakan
diatas juga marak diberitakan dimana-mana, seperti yang dikatakan“Kepala Dinas
Kesehatan Kota Surabaya, Esty Martiana Rachmie mengatakan, hubungan seks
bebas kini menduduki peringkat pertama penyebab penularan virus HIV AIDS.
Sebanyak 89% penularan HIV-AIDS di Surabaya tahun ini terjadi akibat
hubungan seks”.(kompas.com.09,11.2012).
Yang ditambah adanya data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur yang
menyebutkan jumlah pengidap HIV tahun 2012 di Jawa Timur sebanyak 14.034
(9.2%) dari seluruh penduduk Jawa Timur yang jumlahnya mencapai 41.437.769
ada di lokalisasi yang tersebar di Jawa Timur yaitu sebanyak (7,6%). Dengan
jumlah pengidap HIV AIDS tersebut Jawa Timur menduduki peringkat ke-2
setelah DKI yang diikuti Papua, Jawa Barat dan Bali. Distribusi atau penyebaran
virus HIV telah berada di berbagai kota yang ada di Jawa Timur, hal ini dapat
dilihat pada gambar yang ada dibawah:
Daftar Gambar 1.1
Distribusi kasus HIV Juni 2012 Provinsi Jawa Timur
Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Timur (Juni, 2012)
Pada gambar diatas jelas penyebaran HIV yang paling besar yaitu di Kota
Surabaya yang bertanda merah diatas, hal ini sudah tidak asing lagi bahwa Kota
Surabaya adalah kota terbesar setelah DKI Jakarta dan Surabaya terkenal dengan
sebutan Kota Lokalisasi. Dijelaskan pada halaman sebelumnya bahwa Surabaya
sebagai Kota terbesar sebagai penyebar HIV AIDS yaitu 89%.
Tentunya hal tersebut membuat para masyarakat semakin takut dan geram
akan adanya penyakit seperti HIV AIDS yang menyebar di berbagai tempat,
masyarakat sangat mengharapkan peran pemerintah dalam mengatasi
Bersamaan dengan permasalahan atau fenomena tersebut perlu adanya
kebijakan serta penanganan mengenai rehabilitasi sosisl untuk para wts.
Kebijakan atau penanganan tersebut mengenai usaha penyembuhan dan
pemulihan para wts melaului pembinaan/ bimbingan agar mereka dapat hidup
secara wajar dan menjadi anggota masyarakat yang baik dan hidup sehat tentunya.
Dalam hal ini diharapkan kerjasama semua pihak, seperti Pemerintah
Pusat/ Daerah maupun peran Masyarakat untuk ikut dalam mengentaskan
permasalahan sosial yang salah satunya adalah wts. Maka dalam mengatasi
Permasalahan Kesejahteraan Sosial (PMKS) kususnya wts. Kementerian Sosial
mempunyai tujuan dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh
masyarakat dengan yaitu mengedepanan penanganan sosial kususnya dibidang
rehabilitasi sosial wts dan pemberdayaan sosial bagi para wts. Pemerintah dan
pemerintah daerah setempat juga mempunyai tanggung jawab dalam mengatasi
hal tersebut, sesuai kebijakan yang tercantum dalam:
a. Keputusan Mentri Sosial RI No. 20/HUK/1999, tentang Rehabilitasi Sosial
penyadang masalah Tuna Susila.
b. Keputusan Mentri Sosial No. 06/HUK/2001, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dpertemen Sosial.
c. Undang-Undang No. 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan sosial
Dalam hal ini pelaksanaan penanganan masalah wts pada tingkat Provinsi
adalah tugas dari pemerintah Provinsi beserta daerah setempat yang secara
fungsional baik bersifat Kuantitas atau Kualitas rehablitasi wts. Dinas Sosial
permasalahan sosial yang salah satunya adalah para wts yaitu dengan cara
Rehabilitasi Sosial. Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur telah menyediakan tempat
kusus bagi para wts untuk direhabilitasi. Tempat untuk melakukan rehabilitasi wts
di Jawa Timur tersebut adalah Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Rehabilitasi Sosial
Tuna Susila di Kediri. Bagaimana tugas pelaksanaan rehabilitasi tersebut
tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor. 199 Tahun 2008 tentang Orgaisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksanaa Teknis (UPT ) Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
UPT Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri adalah tempat dimana para
Tuna Susila atau perempuan-perempuan yang mempunyai permasalahan sosial
termasuk wts untuk melayani atau memberi bimbingan agar wts menjadi
masyarakat yang mandiri, berdaya serta dapat menjalankan fungsi sosialnya
seperti masyarakat pada umumnya. UPT Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri
memiliki tanggung jawab dan tugas dalam melaksanakan pelayanan rehabilitasi
sosial Tuna Susila atau wts.
Maka dengan kewenangan yang diberikan oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa
Timur, maka UPT Resos Tuna Susila Kediri mempunyai tugas:
a. Menyiapkan Bahan penyusunan pedoman pelayanan dan rehabilitasi
Sosial, serta pembinaan lanjut bagi Tuna Susila.
b. Menyiapkan bahan dan melaksanakan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi
Sosial, serta pembinaan lanjut bagi bekas Tuna Susila,
c. Memberikan bimbingan teknis dalam penyelenggaraan pelayanan dan
d. Mengawasi pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial, serta
pembinaan lanjut bagi bekas Tuna Susila.
e. Melaksanakan tugas-tugas lain yang di berikan oleh Kepala Bidang
Rehabilitasi Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.
Rehabilitasi dilakukan untuk wts agar mereka dapat memiliki rasa percaya
diri, kemauan, kemampuan dalm menghadapi kehidupan dan penghidupan.
Seperti Visi dari UPT Resos Tuna Susila Provinsi Jawa Timur, yaitu terwujudnya
tata kehidupan yang normatif bagi penyandang masalah dengan diliputi rasa
kesusilaan.
Kegiatan rehabilitasi ini juga bertujuan untuk mengurangi jumlah WTS
yang ada di Lokalisasi atau wts Jalanan di Seluruh Jawa Timur dan
mengembalikan perilaku yang menyimpang mereka agar dapat diterima
dimasyarakat kembali dan tanpa adanya diskriminasi.
Rehabilitasi sosial di UPT ini meliputi:
1. Bimbingan Mental
2. Bimbingan Sosial
3. Bimbingan Fisik
4. Bimbingan Keterampilan
Dalam rehabilitasi ini UPT melakukan perannya sesuai dengan pergub
no. 199 tahun 2008 tersebut. Peran UPT disini adalah melakukan persiapan
sebelum kegiatan bimbingan-bimbingan dilakukan, persiapan tersebut meliputi
penyiapan tempat bimbingan, mempersiapkan kerja sama dengan instruktur
mungkin akan digunakan dalam pelaksanaan bimbingan. Persiapan tersebut
dilakukan agar setiap pelaksanaan bimbingan yang ada dapat berjalan dengan
baik dan optimal dan jika semua bimbingan berjalan dengan baik maka peran
UPT secara keseluruhan akan optimal dan sesuai dengan kebijakan yang ada.
Dalam pelaksanaan bimbingan yang ada UPT juga melakukan sebuah
pengawasan untuk mengetahui bagaimana proses pemberian pelatihan atau
pembinaan pada wts berjalan dengan baik atau tidak dan telah sesuai program
yang dibuat UPT atau tidak.
Pelaksanaan rehabilitasi wts di UPT tidak begitu saja dilakukan pada wts,
tetapi wts yang akan direhabilitasi tersebut harus sesuai dengan persyaratan yang
telah ada.
Dalam program rehabilitasi ini, UPT memiliki syarat kusus untuk calon
klien/wts yang akan direhabilitasi, dimana persyaratan tersebut yaitu:
1. Berusia 18-45 tahun
2. Sehat jasmani dan rohani
3. Wajib tinggal di asrama dan mematuhi peraturan yang ada
4. Wajib mengikuti program bimbinga-bimbingan yang ada.
Jadi selama wts di UPT, mereka wajib mengikuti program atau kegiatan
bimbingan selama dalam masa Rehabilitasi. Para wts akan mendapatkan
pelayanan di dalam UPT termasuk adanya kegiatan pelatihan/ pembekalan. Lama
pelatihan dan pembekalan kompetensi atau bimbingan tersebut adalah selama 4
bulan, artinya para wts akan ditempatkan dalam satu asrama atau panti dengan
juga tuna susila lainnya seperti korban narkoba, korban kekerasan dan lainnya
tetapi peneliti disini hanya mengambil obyek atau meneliti wts untuk
direhabilitasi melalui bimbingan dan keterampilan.
Selama empat bulan tersebut wts dibina atau dibimbing serta diberikan
bekal keterampilan agar wts tersebut bisa menjadi masyarakat lebih baik lagi,
terlebih bisa mandiri, berdaya dan tidak menjadi wts kembali. Tetapi UPT
rehabilitasi sosial tuna susila ini hanya sebagai pelaksana rehablitasi pada tuna
susila serta wts, yang artinya bahwa para tuna susila atau yang dimaksud adalah
wts yang berasal dari hasil razia yang dilakukan oleh dinas sosial kota/ kabupaten
di jawa timur serta beberapa para wts yang datang dengan sendirinya untuk
mengikuti rehabilitasi. Sehingga peranan UPT disini hanya pada pelaksanaan
rehabilitasi yang ada, baik kegiatan persiapannya hingga dalam pelaksanaan
pemberian bimbingan pada wts
Selain kegiatan persiapan hingga pada pelaksanaan UPT Rehabilitasi
Sosial Tuna Susila Privinsi Jawa Timur juga selalu melakukan pendataan wts
sebelum direhabilitasi, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui Jumlah wts yang
ada serta mengetahui darimana asal wts yang akan mengikuti rehabilitasi. Seperti
yang dapat dilihat pada tabel dibawah mengenai data jumlah wts angkatan 1
Tabel 1.1
Daftar jumlah wts di UPT Resos Tuna Susila Kediri tahun 2013 dari beberapa kota/kab di Jawa Timur
Sumber: UPT Resos Tuna Susila Kediri, Februari, 2013
Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa jumlah wts yang mengikuti
dapat terbilang banyak, karena untuk satu angkatan yang lamanya rehabilitasi
selama 4 bulan saja jumlahnya hampir 40 wts, apa lagi jika dihitung secara
keseluruhan dalam satu tahun maka kemungkinan akan lebih banyak lagi. Jadi
diharapkan peran UPT untuk menangani permasalahan sosial seperti wts yang
dapat membuat masyarakat merasa terganggu. Dalam tabel diatas juga dapat
dilihat bahwa umur mereka rata-rata dibawah 35 tahun. Dari sisi umur tersebut
memang mereka masih tergolong muda, sehingga mungkin dengan alasan tersebut
mereka masih tetap menjajakan diri sebagai wts, tetapi tidak menutup
kemungkinan juga karena masalah ekonomi/ pendidikan yang rendah dan lain
sebagainya. Namun, seiring berjalannya kegiatan rehabilitasi wts yang salah
satunya dilakukan oleh UPT tersebut, maka jumlah wts di Jawa Timur mulai
berkurang. Hal tersebut terlihat dengan adanya data dari Dinas Sosial Provinsi
Jawa Timur yang menujukkan jumlah WTS di Jawa Timur dari tahun ke tahun
jumlahnya semakin menurun, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 1.2
Data jumlah wanita tuna susila (wts) diseluruh Jawa Timur dari tahun 2011-2012
Tahun Jumlah
2011 27. 494 WTS
2012 24. 066 WTS
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2012
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah wts dari tahun 2011-2012
jumlahnya semakin menurun, hal ini dikarenakan berjalannya dari kegiatan atau
Sosial Tuna Susila Provinsi Jawa Timur yang ada di Kediri melakukan rehabilitasi
melalui bimbingan-bimbingan dan keterampilan yang ada. Pada bimbingan dan
keterampilan tersebut wts dibina untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi
baik secara mental ataupun kemampuan lainnya.
(Mifta Thoha, 2002:7) mengemukakan pengertian pembinaan adalah
suatu tindakan, proses, hasil atau pernyataan menjadi lebih baik. Dalam hal ini
menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evaluasi atas
berbagai kemungkinan, perkembangan atau atas peningkatan sesuatu. Bimbingan
keterampilan kerja diarahkan agar seseorang mampu mandiri secara ekonomi.
Oleh karena itu, bimbingan keterampilan kerja memuat materi bimbingan
kewirausahaan (Dep. Sos. RI, 1997; S:3).
Kegiatan pembinaan atau bimbingan dan ketrampilan ini mempunyai
tujuan kusus yaitu memulihkan kembali harga diri, sikap perilaku dan peran sosial
dalam masyarakat sehingaa para wts tidak akan bekerja menjadi wts lagi.
Setelah memaparkan latar belakang dan fenomena yang terjadi di lapangan, maka
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “PERAN UNIT
PELAKSANA TEKNIS (UPT) DALAM PELAKSANAAN REHABILITASI
SOSIAL WANITA TUNA SUSLA (WTS) DI JAWA TIMUR ”(Studi di UPT
Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada diatas maka peneliti akan berusaha
memfokuskan dan membatasi penelitian ini dengan permasalahan yang ingin
Wanita Tuna Susila (WTS) melalui Bimbingan dan Keterampilan di Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Resos Tuna Susila di Kediri”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Resos Tuna Susila Kediri dalam Pelaksanaan Rehabilitasi wanita
tuna susila (wts) di Jawa Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan tentang bagaimana Peran UPT Resos Tuna Susila
Kediri dalam melakukan Rehabilitasi dan terlebih untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan dari setiap bimbingan yang ada di UPT.
2. Bagi Universitas
Menambah rasa kerja sama antara Universitas dengan Instansi dalam
kegiatan ilmiah, menambah arsip perpustakaan guna kepentingan dalam
penelitian.
3. Bagi Instansi
Semoga dapat menjadi masukan-masukan yang positif dalam menjalankan
2.1Penelitian Ter dahulu
Penelitian terdahulu yang tertulis ini merupakan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan pengkajian atau perbandingan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan judul PERAN UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) DALAM PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL WANITA TUNA SUSLA (WTS) DI JAWA TIMUR ( Studi di UPT Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri )
perbandingan antara informasi data yang dikumpulkan dilapangan dengan teory yang digunakan. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara observasi, kuiisioner, dokumentasi, wawancara dengan responden. Penelitian ini sangat positif yaitu rehabilitasi social dengan praktek prostitusi, diman jika dilakuikan rehabilitasi akan mengurangi prakter pelacuran di Bangunsari, hal ini ditunjukakn dengan kesadaran setelah mereka mendapatkan rehabilitasi sosial.
sebagai bekal mendapatkan pencaharian yang layak dalam tatanan hidup bermasyarakat.
Adapun beda penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu, penelitian ini difokuskan padaBagaimana Peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Resos Tuna Susila Kediri dalam melaksanakan Rehabilitasi Sosial pada Wanita Tuna Susila (WTS) melalui Bimbingan dan Keterampilan. Sedangakan penelitian terdahulu mengenai peran Dinas Sosial dalam Rehabilitasi PSK di kelurahan Bangunsari Surabaya, yang kedua adalah Implementasi Kebijakan Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Susila di Dupak Bangunsari Surabaya.
2.2Landasa n Teor i
2.2.1 Per masalaha n Sosial
Lebih dari itu suatu kondisi juga dianggap sebagai masalah sosial karena menimbulkan berbagai penderitaan dan kerugian baik fisik maupun non fisik ( Soetomo, 2008:1 ).
Dari berbagai permasalahan sosial itulah muncul perubahan sosial masyarakat yang membuat masyarakat tersebut tidak seperti masyarakat pada umumnya, seperti yang dikemukakan para ahli dibawah:
2.2.2 Per ubahan Sosial
Menurut Davis dalam Sokanto (200:336) mengartikan bahwa perubahan social sebagai perubahan – perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Menurut Gillin dan Soekanto (2001:337) mengatakan perubahan-perubahan social sebagai variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik kerena perubahan kondisi geografis, budaya, material, idiologi ataupun karena hal-hal yang baru dalam masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang mencakup tentang nilai-nilai social, pola pikiir/perilaku, organisasi, struktur dan fungsi dalam masyarakat. Menurut Soekanto (2001:361) ada dua faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan yaitu:
Proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu pada individu lain dan dari satu masyarakat kemasyarakat lain.
b) Sistem Pendidikan Formal yang maju
Pendidikan mengajarkan kepada individu beraneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal baru dan juga cara berfikiir ilmiah.
c) Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju. Apabila sikap tersebut melembaga dalam masyarakat, maka masyarakat merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru.
d) Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation) yang bukan merupakan delik.
e) Sisi kehidupan masyarakat, dalam hal ini masyarakat biasanya tertekan akan kebutuhan ekonomi, adanya tindak kekerasan dan juga masalah keluarga lainnya yang akan mendorong seseorang untuk melakukan hal diluar batas kewajaran masyarakat normal lainnya.
baru yaitu adanya penyakit sosial seperti Wanita Tuna Susila yang menimbulkan berbagai masalah-masalah lainnya seperti peyakit.
maka dengan permasalahan ini tindakan pemerintah sangat diharapkan oleh masyarakat. Dengan adanya kebijakan tentang permasalahan kesejahteraan sosial tentunya juga mengenai Rehabilitasi para WTS yang mengarah pada pemberian pembinaan/ketrampilan hingga para WTS akan menjadi berdaya sebagai masyarakat yang kegiatan sosialnya normal kembali. Jadi kebijakan tersebut harus dijalankan dengan baik agar terimplementasi sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dan pemerintah.
2.2.3 Kebija kan Publik
Harold Laswell dan Abraham Kaplan (1970, 71) mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu.
Menurut Frederickson dan Hart Tangkilisan (2003:19), mengatakan Kebijakan adalah “Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkup tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Sedangkan William Jenkins mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai a set of interrelatet decisions taken by a political actor or group of actors
concerning the selection of goal of the mean of achiving them withim a
power of those actors to achive..publik policy is a goal oriented behavior on
the part of government..Publik Policies are dicissions taken by government
which define a goal and set out means toachive it. (Jenkins, 1978).
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7).
Kebijakan secara umum menurut Said Zainal Abidin (Said Zainal Abidin,2004:31-33) kebijakan dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:
1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.
2. Kebijakan pelaksa naan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.
Maka dapat disederhanakan bahwa “kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan.Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masayarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan.”
Menurut Dunn dalam Tangkilisan (2003:8), tahap-tahap kebijakan dibagi menjadi :
1. Penetapan agenda kebijakan (agenda setting)
Tahapan dalam pemebuatan kebijakan adalah menentukan masalah public yang akan dipecahkan.
2. Formulasi kebijakan ( policy formulation)
Hal ini digunakan untuk mengidentifikasikan kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur forecasting untuk memecahkan masalah yang didalamnya terkandung kosekunsi dari setiap pilihan kebijakan yang akan diambil.
3. Adopsi kebijakan (policy adoption)
Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui mendukung para stakehoelders.
4. Isi kebijakan atau penerapan kebijakan (policy implementation)
mengatur cara untuk mengorganisir, menginterprestasikan dan menerapkan kebijakan yang diselesaikan.
5. Evaluasi kebijakan (plicy assessment)
Tahap ahir dalam pembuatan kebijakan adalah penilaian pada kebijakan yang telah ditetapkan dan dilakukan. Dalam penelitian ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau direncanakandalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran (kreteria) yang telah ditentukan.
2.2.4 Teor i Implementasi Kebijaka n
Menurut Grindle (1980:18) implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari kebijakan. Oleh karena itu tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Sebaik apapun sebuah kebijakan tidak akan ada manfaatnya bila tidak dapat diterapkan sesuai dengan rencana. Penerapan adalah suatu proses yang tidak sederhana (Dalam Solichin, 1997:45). Bahkan Udoji mengatakan dengan tegas bahwa “The execution of policies is a important if not more important than policy-making. Policy will
remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented”
lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapih dalam arsip jika tidak diimplementasikan). Oleh karena itu implementasi kebijakan perlu dilakukan secara arif, bersifat situasional mengacu pada semangat kompetensi dan berwawasan pemberdayaan (Dalam Solichin, 1997:45).Untuk mengimplementasikan suatu kebijakan diperlukan lebih banyak yang terlibat baik tenaga kerja maupun kemampuan organisasi. Penerapan kebijakan bersifat interaktif dalam proses perumusan kebijakan. Penerapan sebagai sebuah proses interaksi antara suatu tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya. Penerapan merupakan kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungan-hubungan tindakan dengan tujuan.
2.2.4.1Model Implementa si Kebija kan
Dalam implementasi kebijakan ada beberapa bentuk model implementasi yang dikenal.Model ini berguna menyederhanakan sesuatu bentuk dan memudahkan dalam pelaksanaan kebijakan.
Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (2002:78) adalah “a model of the policy implementation process”,berpendapat bahwa perbedaan-perbedaan
dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan. Kedua ahli ini menegaskan pula bahwa perubahan, kontrol, dan kepatuhan bertindak merupakan konsep penting dalam menyusun prosedur implementasi.
Hal lain yang dikemukakan oleh kedua ahli diatas adalah bahwa jalan yang menghubungkan antara kebijaksanaan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sebuah variable bebas yang saling berkaitan. Variable tersebut adalah :
1. Ukuran dan tujuan kebijaksanaan. 2. Sumber-sumber kebijaksanaan.
3. Ciri-ciri atau sifat badan/instansi terlaksana
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. 5. Sikap para pelaksana, dan
2.2.4.2Faktor Keber hasilan Implementasi Kebijakan
Menurut Ripley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 : 21 ) menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan ditinjau dari tiga faktor yaitu :
1. Perpektif Kepatuhan (compliance) yang mengukur implementasi dari kepatuhan strat – level burcrants terhadap atas mereka.
2. Kelancaran rutinitas dan tindakan persoalan
3. Mengarah pada kinerja yang memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.
Sedangkan Grindle dalam Syaukani (2002 : 296 ) mengidentifikasikan ada dua hal yang sangat menentukan keberhasilam implementasi, yaitu :
1. Isi kebijaksanaan , meliputi :
a) Kepentingan siapa saja yang terlibat b) Macam-macam manfaat
c) Sejauh mana peribahan akan diwujudkan d) Tempat pembuatan keputusan
e) Siapa yang menjadi implementasi agensi f) Sumberdaya yang disediakan
2. Konteks, Meliputi :
a) Kekuasaan, kepentingan dan strategi para aktor yang terlibat b) Karakteristik lembaga dan rezim
2.2.4.3 Aktor -aktor Yang Ber peran Dala m Pr oses Kebijaksanaan
Menurut Jones, dalam Wahab ( 2005 : 29 ) dalam proses kebijaksanaan sedikitnya ada empat golongan atau tipe aktor (pelaku) yang terlibat dalam proses kebijakan, antara lain :
1. Golongan rasionalis, Ciri-ciri utama dari kebanyakan golongan atau aktor rasionalis ialah bahwa dalam melakukan pilihan alterntif, kebijakan mereka selalu menempuh metode dan langkah –langkah berikut :
a. Mengidentifikasikan masalah dan semua alternatif kebijaksanaan b. Merumuskan tujuan dan perumusannya dalam jenjang tertentu c. Meramalkan atau memprediksi akibat-akibat dari alternatif.
d. Membandingkan akibat tersebut dengan selalu mengacu pada tujuan e. Memilih alternatif terbaik.
2. Golongan Teknisi, Nilai-nilai yang diyakini oleh golongan ini adalah nilai-nilai yang berkaitan erat dengan latar belakang keahlian profesional mereka. Tujuan yang ingin dicapai biasanya ditetapkan oleh pihak lain, mungkin oleh salah satu diantara golongan aktor yang lain. 3. Golongan Inkrementalis, Golongan ini memandang tahap-tahap
4. Golongan Reformis, Golongan ini mengakui akan terbatasnya informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam proses kebijakan sehingga kita harus menerima sebagai kebenaran akan perlunya mengarahkan diri kita langsung pada persoalan yang berlangsung hari ini untuk memperoleh jawaban singkat dan cepat dengan memanfaatkan perangkat analisisi serta teori-teori mutakhir yang tersedia , betapapun tidak memadainya perangkat analisis dan teori-teori tersebut.
2.2.5 Pera nan
2.2.5.1Penger tian per ana n
Setiap orang adalah lebih dari sekedar pengisi suatu peran, bahkan lebih dari pengisi semua peranan yang kita emban. Setiap orang harus memutuskan, sehingga makhluk sosial berdasarkan pendirian orang yang baik. Masyarakat sebagai keseluruhan kesatuan hidup bersama mengemban tugas umum, yaitu kepentingan umum yang berupa kesejahteraan spiritual dan material, tata tertib, ketentraman dan keamanan tugas. Tugas umum ini hanya berfungsi dengan baik jika sesuai perannya.
masyarakat, sebab peranan tersebut tidak saja mewakili lembaganya sendiri melainkan juga merupakan faktor intregatif antara suatu lembaga.
Menurut (Riswadi, 1992:65) peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan maka dia menjalankan peranannya.
Sedangkan menurut (Puspito, 1989:182) peranan merupakan suatu konsep fungsional yang menjelaskan fungsi atau tugas seseorang dan dibuat atas dasar tugas-tugasnya yang nyata dilakukan seseorang. Lembaga-lembaga organisasi merupakan bagian dari masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk melaksanakan peranan dan fungsi-fungsi yang dilaksanakan, berdampak terhadap masyarakat, merupakan suatu peranan dari organisasi tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan merupakan suatu tindakan yang dilakukanoleh seseorang dalam suatu peristiwa sebagai tugas yang telah diberikan sesuain dengan kedudukan masing-masing.
2.2.4.1Macam-maca m pera nan
Menurut (Suwandi, 1992:67) peranan dalam suatu sistem birokrasi ada dua yaitu:
b. Peranan sosial adalah untuk mengatur peranan dalam tata kehidupan sosial, maksudnya orang yang status sosialnya tinggi. Itulah yang mempunyai peranan sosial lebih besar dan tanggung jawab lebih besar, dalam sistem ini yang berhak memberi komando hanya pimpinan, wewenang tertinggi ada di tangan pimpinan dan sebagainya.
2.2.6 Penger tian Rehabilitasi
Rehabilitasi berasal dari dua kata, yaitu re yang berarti kembali dan habilitasi yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki seoptimal mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi.
Rehabilitasi didefinisikan sebagai ”satu program holistik dan terpadu atas intervensi-intervensi medis, fisik, psikososial, dan vokasional yang memberdayakan seorang (individu penyandang cacat) untuk meraih pencapaian pribadi, kebermaknaan sosial, dan interaksi efektif yang fungsional dengan dunia” (Banja,1990:615).
penderita cacat baik jasmaniah maupun rohaniah, untuk menduduki kembali tempat di masyarakatsebagai anggota penuh yang swasembada, produktif dan berguna bagi masyarakat dan Negara.
Jadi menurut beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa batasan rehabilitasi adalah proses kegiatan berencana atau tahapan untuk memulihkan harga diri, kesadaran dan tanggung jawab sosialisnya.
Pengertian rehabilitasi sosial (Depsos:2002:17) adalah suatu rangkaian kegiatan professional dalam upaya mengembalikan dan meningkatkan kemampuan warga masyarakat baik perorangan, keluarga maupun kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar, dan dapat menempuh kehidupan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Sedangkan menurut The National Council On Rehabilitation (1942:20), rehabilitasi sosial adalah perbaikan atau pemulihan menuju penyempurnaan ketidakberfungsian fisik, mental, sosial dan ekonomi sesuai kapasitas potensi mereka.
Kesempatan vokasional sehingga dapat bekerja dengan kapasitas maksimal, (3) Penyesuaian diri dalam lingkungan perorangan dan sosial secara memuaskan sehingga dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat.
Dalam Undang-undang Nomor11 tahun 2009 dijelaskan bahwa Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial WTS agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman.
Tujuan utama rehabilitasi adalah membantu para WTS dalam mencapai kemandirian optimal secara fisik, mental, sosial, vokasional, dan ekonomi sesuai dengan kemampuannya.Ini berarti membantu individu tersebut mencapai kapasitas maksimalnya untuk memperoleh kepuasan hidup dengan tetap mengakui adanya kendala-kendala teknis yang terkait dengan keterbatasan teknologi dan sumber-sumber keuangan serta sumber-sumber lainnya.
Szymanski (2005:136) menyatakan bahwa prinsip dasar rehabilitasi adalah sebagai berikut :
a) Setiap orang menganut nilai-nilainya sendiri dan itu harus dihormati. b) Setiap orang adalah anggota dari masyarakat, dan rehabilitasi
seyogyanya memupuk agar orang itu diterima sepenuhnya oleh masyarakatnya.
c) Aset yang terdapat dalam diri individu harus ditekankan, didukung dan dikembangkan.
d) Faktor-faktor realita seyogyanya ditekankan dalam membantu individu menghadapi lingkungannya.
e) Perlakuan yang komprehensif harus melibatkan orang itu seutuhnya karena bidang-bidang kehidupan itu saling ketergantungan.
f) Perlakuan seyogyanya bervariasi dan fleksibel sesuai dengan karakteristik dan pribadi orang.
g) Rehabilitasi merupakan proses berkelanjutan selama masih dibutuhkan.
Rehabilitasi sosial adalah usaha untuk memulihkan kembali rasa harga diri, kecintaan kerja dan kesadaran serta tanggungjawab terhadap masa depan sendiri, keluarga maupun masyarakat dalam lingkungan sosialnya serta memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan kegiatan sosial dengan wajar. (Dep. Sos. RI, 1997; 94).
2.2.7 Penger tian Pembinaan
Menurut Hidayat (1982:26) pengertian pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar, berencana, teratur dan terarah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan subyek didik dengan tindakan-tindakan pengarahan, pengembangan, stimulasi dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut Quraisy Shihab dalam bukunya “Membumikan Al-Qur’an” bahwa: “Manusia yang dibina adalah makhluk yang mempunyai unsur-unsur jasmani (material) dan akal dan jiwa (immaterial). Pembinaan akalnya menghasilkan keterampilan dan yang paling penting adalah pembinaan jiwanya yang menghasilkan kesucian dan akhlak.Dengan demikian, terciptalah manusia dwidimensi dalam suatu keseimbangan”.
Sedangkan Mifta Thoha (2002:7) mengemukakan pengertian pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil atau pernyataan menjadi lebih baik.Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evaluasi atas berbagai kemungkinan, perkembangan atau atas peningkatan sesuatu.
2.2.7.1Tujua n Pembinaan
Menurut Moekijat (1991:32) tujuan pembinaan secara umum adalah:
1. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan efektif.
2. Untuk nmengembangkan pengetahuan sehingga dapat terselesaikan dengan rasional.
3. Untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemauan kerja. Menurut Musanef (1986:16) tujuan yang diharapkan dari pembinaan adalah:
1. Untuk meningkatkan mutu dan ketrampilan serta memupuk kegairahan dalam bekerja sehingga berpartisipasi dalam melaksanakan secara menyeluruh.
2. Diarahkan pada terwujudnya suatu komposisi pegawai baik dalam bentuk jumlah maupun mutu yang memadai, serasi dan harmonis sehingga dapat menhasilkan prestasi kerja yang optimal.
Berdasarkan beberapa jutuan pembinaan diatas bila dikaitkan dengan obyek yang dikaji yaitu Pekerja Seks Komersial (PSK), yang bertujuan dari pembinaan itu diharapkan dapat memberikan rasa percaya diri dan terbentuknya tanggung jawab moral yang lebih baik terhadap para Pekerja Seks Komersial (PSK) serta terbentuknya lingkungan masyarakat dengan moral yang sehat.
2.2.7.2Manfaa t Pembinaan
Menurut Baharudin (1993:148) manfaat pembinaan adalah: 1. Mengembangkan potensi
2. Mengurangi subyektivitas dalam promosi 3. Memberikan kapasitas hari depan
Dari beberapa uraian mengenai tentang adanya manfaat pembinaan diatas dapat diambil kesimpulan yaitu bahwa pembinaan karyawan atau pegawai merupakan upaya untuk mengembangkan potensi yang ada, mendapatkan pegawai yang trampil dalam menyelesaikan tugasnya.
2.2.8 Penger tian Bimbingan dan Keter ampila n
seseorang atau WTS sesuai dengan bakat dan minatnya sebagai bekal dirinya dalam memasuki dunia kerja.
2.2.8.1Penger tia n Bimbingan Keter ampila n
Maka dalam hal ini pengertian bimbingan keterampilan adalah sesuatu yang berhubungan dengan kecakapan yang dilakukan oleh seseorang. Maka jika dihubungkan dengan arti pembinaan merupakan suatu tindakan, kegiatan atau proses tentang suatu kecakapan dan kecekatan yang diarahkan untuk orang lain dalam mengerjakan sesuatu serta yang diberikan pada seseorang agar dapat hidup mandiri dan lebih baik hingga menjadi seseorang yang berdaya sebagai Masyarakat normal lainnya.
2.2.8.2Penger tia n Bimbingan Mental
Menurut Partanto dan Barry (1994:545) pengertian bimbingan mental adalah pemberian serta perbaikan kejiwaan, kerohanian, batin, mengenai pikiran, keadaan batin untuk lebih memahami diri sendiri dan orang lain. Sedangkan menurut Yasin dan Hapsoyo (1991:256) mental adalah suatu hal yang mengenai batin.
Jadi dengan demikian pengertian mental adalah suatu hal yang behubungan dengan batin, jiwa, dan perasaan seseorang. Maka bila dihubungkan dengan pengertian pembinaan, dapat dijelaskan bahwa pembinaan mental adalah suatu tindakan, keinginan atau proses mengenai batin/ perasaan dan kejiwaan seseorang agar menjadi lebih baiksecara efektif dan efesien yang mana menunjukkan kemajuan dan pengembangan/ peningkatan suatu mental yang baik pada diri seseorang.
Orang yang sehat mentalnya adaiah orang yang terpenuhi kebutuhan mentalnya, sehingga seseorang mampu mandiri dengan merasakan kebahagiaan hidup dan "mampu merasakan dirinya berguna, berharga, mampu menyesuaikan dengan lingkungan (Zakiah Daradjat, 1975: 35).
2.2.8.3Penger tia n Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial diarahkan agar seseorang mampu mandiri secara sosial, mampu melaksanakan interaksi sosialdalam masyarakat secara normatif. Dengan bimbingan sosial, seseorang diharapkan mampu menerima rangsangan orang lninkmampu memberikan respon orang lain, dan mampu terlibat dalam proses belajar dengan orang lain(Carolina Nitimiharja.1983: 35). Sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi (1993: 11) Pembinaan Sosial merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan. 2.2.8.4Penger tia n Bimbingan Fisik
Menurut (Engkos-Kosasih,1993:7) bimbingan fisik dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, emosional, dan sosial, memacu aktivitas sistem peredaran darah sehingga tubuh seseorang menjadi sehat.
2.2.9 Penger tian Pember dayaan
Robinson (1994:63) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan sosial; suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak. Ife (1995:17) mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya.
Sementara Shardlow (1998:32) mengatakan pada intinyapemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupunkomunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
Dari beberapa pendekatan yang dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah berada pada diri manusia, sedangkan factor dari luar manusia hanyalah berfungsi sebagai stimulus, perangsang munculnya semangat, rasa atau dorongan pada diri manusia untuk memberdayakan diri sendiri berdasarkan potensi yang dimiliki.
individu lebih berdaya. Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog”. Kartasasmita (1995:115) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu:Pertama: Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan.Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empo-wering), sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana.Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
1. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat secara individu agar lebih trampil atau berdaya.
2. Mendorong dan memotivasi agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidup mereka melalui pembicaraan dalam organisasi secara umum.
Dalam pemberdayaan ini diharapkan agar para WTS yang telang direhabilitasi dapat memiliki bakat keterampilan sesuai dengan apa yang para WTS jalani selama mengikuti kegiatan rehabilitasi tersebut. Sehingga para WTS akan hidup mandiri dan berdaya dengan keahliannya masing-masing untuk memenuhi kebutuhan sosial masyarakat atupun material.
2.3Kera ngka Pemikir an
dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan usaha rehabilitasi, untuk mempersiapkan mereka agar dapat secara utuh kembali ke masyarakat.
Gambar 2.1 Ker angka Ber fikir
Sumber: Data yang diolah
Pergub Nomor. 199 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur
Peran UPT dalam Pelaksanaan Rehabilitasi WTS
UPT Berperan dalam Pelaksanaan Rehabilitasi WTS
Pelaksanaan Bimbingan Fisik Pelaksanaa
Bimbingan Mental
Pelaksanaan Bimbingan Sosial
Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan
3.1 J enis Penelitian
Metode penelitian ini penentuan metode yang sering pula disebut
dengan strategi pemecahan masalah, karena pada tahap ini berusaha
memberikan gambaran bagaimana UPT Resos Tuna Susila Kediri Provinsi
Jawa Timur dalam melakukan Rehabilitasi wts melalui bimbingan dan
keterampilan. Suatu masalah dalam penelitian yang ada dipecahkan atau
ditemukan jawabannya. Dalam memilih metode yang tepat dalam
penelitian tergantung dari maksud dan tujuan penelitian.
Menurut Bogdan dan Taylor dalam (Moleong, 2006:4),
mendifinisikan “metode kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller dalam (Moleong,
2004:4), mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam
istilahnya.
Penelitian ini adalah penelitian Diskriptif dengan menggunakan
yang mendalam tentang Bagaimana peran UPT Resos Tuna Susila dalam
pelaksanaan rehabilitasi sosial.
Pemilihan metode kualitatif karena peneliti mempunyai beberapa
alasan yang pertama metode ini sesuai dengan judul penelitian karena
dalam penelitian ini peneliti berusaha menggambarkan dan menjelaskan
bagaimana pelaksanaan dan apa saja yang dilakukan UPT dalam
Rehabilitasi Sosial pada wts. Kedua, peneliti terjun langsung ke lapangan
untuk melakukan observasi atau pengamatan yang ketiga peneliti sendiri
yang menjadi instrument penelitian, data yang dikumpulkan berupa
deskripsi bukan angka-angka sehingga lebih mudah untuk
mengiterpretasikan data.
3.2 Fokus Penelitian
Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada focus, dalam
bukunya Moleong. Masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari
hubungan dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang
menimbulkan tanda Tanya dengan sendirinya upaya untuk mencari suatu
jawaban. Pada penelitian ini masalah atau fokus yang akan diteliti diawali
dengan masalah umum yang akan bertambah dalam penelitian. Focus
penelitian ini untuk dijadikan sarana untuk memantau dan mengarahkan
jalannya penelitian. Sedangkan penentuan fokus penelitian ini bertujuan
untuk membatasi masalah yang ada agar tidak terjebak pada bidang yang
sangat umum dan kurang relevan. Bagaimana Peran UPT Resos Tuna
melalaui Bimbingan dan Keterampilan. Berkembang atau berubahnya
fokus penelitian ini mengikuti perkembangan masalah yang ada. Dalam
penelitian ini peneliti memfokuskan pada:
1. Peran UPT dalam Pelaksanaa Bimbingan Mental
Bimbingan mental adalah kegiatan yang diberikan dengan tujuan
untuk memberikan bekal keagamaan kepada WTS di UPT Rehabilitasi
Sosial Tuna Susila, bimbingan ini belajar mengaji, sholat, tahlilan dan
juga pengajian rutin yang diikuti oleh para WTS tersebut. Peran UPT
dalam pelaksanaan ini meliputi:
1) Persiapan bimbingan mental
Kegiatan ini berupa persiapan kegiatan dari bimbingan mental
yang akan dilakukan oleh UPT. Dalam persiapan ini UPT
menyiapkan rencana program rehabilitasi pada wts, yaitu seperti
mengadakan kerja sama dengan Instansi terkait, menyediakan
fasilitas atau sarana yang dibutuhkan dalam rehabilitasi dan
pembuatan jadwal kegiatan. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan
bimbingan tersebut dapat berjalan optimal dan sesuai dengan
tujuan yang ada.
2) Pelaksanaan bimbingan mental, yang meliputi:
a) Bentuk/cara bimbingan mental
b) Waktu bimbingan mental
c) Peserta dalam bimbingan mental
2. Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial yang diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan
kesadaran dan tanggung jawab sosial serta memulihkan kemauan dan
kemampuan untuk menyesuaikan diri secara normatif, Kegiatan ini
dilakukan dengan cara diadakan sosialisasi-sosialisasi dan motivasi
yang dilakukan oleh LSM/Lembaga/Instansi terkait. Peran UPT dalam
pelaksanaan ini meliputi:
1) Persiapan bimbingan sosial
Dalam persiapan ini, UPT memiliki tugas atau peran yaitu
menyiapkan program kegiatan yang ada seperti melakukan kerja
sama dengan lembaga/instansi terkait, menyiapkan fasilitasi yang
akan digunakan dalam bimbingan sosial. Persiapan ini dilakukan
agar pelaksanaan dari bimbingan sosial dapat berjalan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan dan berjalan dengan optimal.
2) Pelaksanaan bimbingan sosial, yang meliputi:
a) Bentuk/cara bimbingan sosial
b) Waktu bimbingan sosial
c) Peserta dalam bimbingan sosial
d) Aktor/pelaku dalam bimbingan sosial
3. Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan Fisik
Bimbinga fisik adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengenalkan
sehat, bimbingan ini dilakukan dengan cara olahraga berupa senam
pagi,volly dan lainnya. Peran UPT dalam pelaksanaan ini meliputi:
1) Persiapan bimbingan fisik
Dalam kegiatan ini, UPT berperan menyiapkan fasilitas atau
sarana dalam bimbingan ini dan membuat jadwal kegiatan fisik.
Persiapan tersebut bertujuan agar bimbingan fisik dapat berjalan
optimal dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
2) Pelaksanaan bimbingan fisik, yang meliputi:
a) Bentuk/cara bimbingan mental
b) Waktu bimbingan mental
c) Peserta dalam bimbingan mental
d) Aktor/pelaku dalam bimbingan mental
4. Peran UPT dalam Pelaksanaan Bimbingan ketr ampilan
Adalah bimbingan yang diberikan untuk memberikan kemampuan
kepada WTS agar dapat menguasai ketrampilan sebagai usaha/ bekal
setelah mengikuti rehabilitasi. Bimbingan ini berupa Tata rias/Salon
dan menjahit. Peran UPT dalam pelaksanaan ini meliputi:
1) Persiapan bimbingan keterampilan
Dalam kegiatan ini, UPT mepersiapkan kerja sama dengan
seseorang sebagai aktor yang memberi bimbingan keterampilan
pada wts, menyediakan fasilitas atau sarana yang akan digunakan
kegiatan yang ada. Hal tersebut dilakukan agar dalam pelaksanaan
bimbingan keterampilan ini dapat berjalan optimal.
2) Pelaksanaan bimbingan keterampilan, yang meliputi:
a) Bentuk/cara bimbingan mental
b) Waktu bimbingan mental
c) Peserta dalam bimbingan mental
d) Aktor/pelaku dalam bimbingan mental
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah merupakan tempat dimana telah
digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan keadaan sebenarnya dari
obyek yang diteliti guna memperoleh data. Peneliti agar mendapatkan data
yang akurat dan mendekati kebenaran sesuai dengan focus penelitian,
maka peneliti juga harus memilih dan mendapatkan lokasi penelitian ini
dilakukan di UPT Rehabilitasi Sosial Tuna Susila di Kab. Kediri. Terkait
tempat penelitian dilakukan karena:
1) Banyaknya penyebaran penyakit sosial yang meresahkan masyarakat,
terutama HIV karena faktor seks bebas di Jawa Timur.
2) Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur menjalankan Undang-Undang
tentang penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di Jawa Timur dan juga
Rehabilitasi Tuna Susila Provinsi Jawa Timur.
3) UPT Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri adalah Pelaksana
3.4 Sumber Data
Sumber data merupakan tempat peneliti dapat menemukan data
dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan penelitian ini yang
diperoleh melalui informan,peristiwa,dokumentsi dan wawancara. Sesuai
dengan fokus penelitian batasan dalam penelitian ini, maka sumber
datannya adalah:
1) Tempat dan peristiwa yaitu dimana kegiatan Rehabilitasi dilakukan dan
berbagai peristiwa atau keadaan yang berkaitan dengan masalah atau focus
penelitian antara lain pelaksanaan Rehabilitasi wts yang meliputi
Pemeberian Bimbingan mental spiritual, Sosial, Fisik dan Keterampilan.
2) Dokumen, yaitu data mengenai jumlah PSK yang mengikuti kegiatan
Rehabilitasi di UPT Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Kediri.
(G.J. Renier, 1997; 104) menjelaskan arti dokumen dalam tiga
pengertian, pertama dalam arti luas, yaitu yang meliputi semua sumber,
baik sumber tertulis maupun sumber lisan; kedua dalam arti sempit, yaitu
yang meliputi semua sumber tertulis saja;
Pengertian dari kata dokumen ini menurut (Louis Gottschalk,
1986; 38) seringkali digunakan para ahli dalam dua pengertian, yaitu
pertama, berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan
daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan terlukis, dan
petilasan-petilasan arkeologis.
3) Informan, yaitu seseorang yang dapat memberikan informasi yang akurat
yang benar-benar relevan dan berkopeten dengan masalah penelitian.
Adapun informan yang dapat memberikan informasi diantaranya adalah
para wts yang mengikuti kegiatan Rehabilitasi dan Aparat pemerintah
dimana selaku seksi Rehabilitasi di UPT Resos Tuna Susila Kediri
Provinsi Jawa Timur. berikut daftar informan dalam penelitian ini yaitu:
Kasi Rehabilitasi dan Bimbingan Lanju 1 orang
Staf pelayanan 1 orang
Staf Rehabilitasi 1 orang
Klien/wts 3 orang
Jumlah 6 Orang
3.5 J enis Data
Dalam penelitian ini yang dilakukan untuk memperoleh jawaban
dalam permasalahan, dapat digunakan dua jenis data yaitu:
1) Data primer, adalah data yang langsung diperoleh oleh peneliti dari
responden atau narasumber. Data primer untuk penelitian ini dapat dari
hasil wawancara kepada para pegawai UPT Resos Tuna Susila dan dari
observaasi di lapangan.
2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari data yang ada pada lembaga
atau instansi serta dari bahan yang berkaitan dengan variable penelitian.
Data sekunder penelitian ini dapat dari data program yang diberikan oleh
UPT pada wts yang dibina dan lainnya, data ini akan mendukung data
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1) Observasi
Yaitu mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang
diteliti dan mencatat data-data yang diperlukan.
2) Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti.Penelitian ini dengan wawancara kepada pegawai UPT selaku
pelaksana Rehabilitasi wts secara Teknis di Jawa Timur dan para wts yang
mengikuti Rehabilitasi.
3) Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan pencatatan secara
sistematik atas data-data atau arsip-arsip, laporan-laporan yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti dan dimaksudkan
untuk memperoleh informasi dari instansi yang menjadi objek penelitian.
3.7 Analisis Dataejak
Didalam penelitian kualitatif, analisa data dilakukan sejak awal dan
selama proses berlangsung. Maka untuk mencapai analisis data yang baik
1) Pengumpulan data
Data-data yang muncul dikumpulkan melalui berbagai macam teknik
sesuai dengan teknik pengumpulan data, lalu diproses melalui pencatatan,
pengetikan, penyuntingan atau alih tulis.
2) Reduksi data
Data yang didapat dari lokasi penelitian data lapangan dituangkan dalam
uraian atau laporan yang lengkap dan secara rinci.Laporan lapangan oleh
peneliti direduksi, dirangkum, serta dipilih hal-hal yang pokok dan
dituangkan dalam satuan konsep tertentu atau tema tertentu.
3) Penyajian data
Penyajian data digunakan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat
gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.
Dengang kata lain merupakan pengorganisasian data dalam bentuk
tertentu.
4) Penarikan kesimpulan/ verivikasi
Verivikasi data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus
menerus sepanjang penelitian dilakukan. Sejak awal memasuki lapangan
vdan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha unntuk
menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu
dengan mencari pola, tema hubungan persamaan, hal yang sering timbul
yang dituangkan dalam kesimpulan tentative. Analisa data model interaktif
Gambar 3.1
Analisa model interaktif
Sumber: (Miles dan Huberman, 1992:20)
Berdasarkan gambar diatas, bahwa data yang diperoleh dilapangan
tidak dibuktikan dengan angka-angka tetapi berisikan uraian-uraian
sehingga menggambarkan hasil yang sesuai dengan data yang telah
dianalisa kemudian diinterprestasikan.Masalah yang dihadapi diuraikan
dengan berpatokan pada teori-teori serta temuan yang diperoleh pada saat
penelitian tersebut, kemudian dibuat suatu kesimpulan dan jalan
penyelesainnya.
3.8 Keabsahan Data
Suatu penelitian memerlukan suatu standar untuk melihat derajat
kepercayaannya dan kebenarannya dari hasil penelitian. Dalam penelitian
kualitatif tersebut disebut juga dengan keabsahan data:
1. Derajat kepercayaan (credibility)
Suatu derajat kepercayaan menggantikan konsep validitas dari non
kualitatif.Kreteria ini untuk melakukan inquiri (penyelidikan) sedemikian
rupa, sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai serta Pengupulan dat a
Penyajian dat a Reduksi dat a