• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengenalan citra huruf berderau dengan jaringan syaraf tiruan berdasarkan sifat-sifat statistis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengenalan citra huruf berderau dengan jaringan syaraf tiruan berdasarkan sifat-sifat statistis."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Pengenalan citra merupakan suatu proses pengolahan citra aras-tinggi yang bertujuan untuk mengenali informasi yang terkandung dalam suatu citra. Untuk dapat melakukan proses pengenalan tersebut, penggunaan metode pengenalan yang berdasarkan pada sifat-sifat statistis merupakan metode yang telah umum digunakan. Disamping metode tersebut, dewasa ini, terdapat pula metode pengenalan lain yang sedang berkembang pesat, yang dinamakan metode jaringan syaraf tiruan.

(2)

information contained in the image. In performing this recognition, methods based on statistical properties are the common use. Beside those methods, nowadays, another method which utilizes the artificial neural networks has grown extensively.

(3)

PENGENALAN CITRA HURUF BERDERAU

DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

BERDASARKAN SIFAT-SIFAT STATISTIS

Tesis

untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Teknik Elektro Jurusan Ilmu-ilmu Teknik

diajukan oleh Linggo Sumarno

8422/I-1/526/96

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA

(4)
(5)
(6)

iii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

karunia yang telah diberikanNya hingga selesainya tesis ini, yang merupakan

salah satu syarat untuk mencapai derajat Sarjana S-2 di Program Studi Teknik

Elektro Jurusan Ilmu-ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada.

Walaupun telah diusahakan sebaik mungkin, penulis menyadari tesis ini

masih terdapat kekurangan di sana sini. Untuk itu, saran untuk perbaikan lebih

lanjut sangat penulis harapkan.

Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak yang telah sangat membantu kelancaran studi S2 hingga

selesainya tesis ini:

1. Bapak Adhi Susanto MSc. PhD., selaku pembimbing pertama yang dengan

penuh perhatian membimbing tesis ini

2. Ibu Ir. Litasari MSc., selaku pembimbing kedua yang juga dengan penuh

perhatian membimbing tesis ini.

3. Dr. M. Sastrapratedja SJ., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang

telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi S2 di UGM.

4. Yayasan Sanata Dharma dan EEDP yang telah membantu pembiayaan studi

S2.

5. Karyawan administrasi Jurusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada yang

(7)

iv

6. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam

kesempatan ini.

Yogyakarta, Nopember 1998

penulis

(8)

v

DAFTAR ISI

halaman

Halaman Judul ……… i

Halaman Pengesahan ………. ii

Prakata ……… iii

Daftar Isi ………. v

Daftar Tabel ……… ix

Daftar Gambar ………...………. x

Intisari ……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.1.1 Perumusan masalah ……… 1

1.1.2 Keaslian penelitian ………. 2

1.1.3 Faedah yang diharapkan ……… 3

1.2 Tujuan Penelitian ……….…. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar ………..……… 4

2.2 Landasan Teori ………. 4

2.2.1 Jaringan syaraf tiruan ……… 4

(9)

vi

2.2.3 Jendela Parzen ………. 8

2.2.4 Optimasi faktor penyekala ………. 11

2.3 Hipotesis ……… 13

2.4 Langkah Penelitian ……… 14

BAB 3 CARA PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian ………. 15

3.2 Alat Penelitian ……… 17

3.3 Jalan Penelitian ………. 17

3.3.1 Perancangan keseluruhan sistem ……… 17

3.3.2 Perancangan jaringan syaraf tiruan ………. 19

3.3.3 Pelatihan dan pengujian jaringan syaraf tiruan ……. 25

3.3.4 Implementasi keseluruhan sistem ……… 25

3.3.5 Pengujian keseluruhan sistem ………... 26

3.3.6 Pengambilan data hasil pengujian ………. 27

3.3.7 Analisis hasil pengujian ……… 27

3.4 Variabel yang Diamati ……… 28

3.5 Kesulitan-kesulitan ……… 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ………... 30

(10)

vii

4.1.2 Pengujian minor terhadap citra masukan yang mengalami deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran

…... 32

4.1.3 Pengujian gabungan terhadap citra masukan yang berderau dan mengalami deformasi proporsi, pergeseran dan perputaran

…... 35

4.1.4 Panjang waktu pelatihan dan pengenalan …………. 37

4.1.5 Pengujian pengaruh derau dan faktor penyekala ….. 37

4.1.6 Pengujian pengaruh derau dan bentuk huruf ………. 38

4.2 Pembahasan ……… 39

4.2.1 Pengaruh derau terhadap tingkat pengenalan ……… 39

4.2.2 Pengaruh deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran terhadap tingkat pengenalan

……. 40

4.2.3 Pengaruh derau serta deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran terhadap tingkat pengenalan

……. 41

4.2.4 Panjang waktu pelatihan dan pengenalan …………. 42

4.2.5 Pengaruh derau dan faktor penyekala ……….. 42

4.2.6 Pengaruh derau dan bentuk huruf ………. 43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……… 45

5.2 Saran ……… 47

BAB 6 RINGKASAN

(11)

viii

6.2 Tinjauan Pustaka ……… 49

6.3 Landasan Teori ………. 50

6.4 Cara Penelitian ……… 50

6.5 Hasil Penelitian ………. 51

Daftar Pustaka ………. 52

LAMPIRAN L.1 Daftar Kode Sumber ……….. 54

L.2 Listing Kode Sumber ……… 54

(12)

ix

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 4.1 Pengaruh deformasi proporsi terhadap tingkat pengenalan.

……… 33

Tabel 4.2 Pengaruh deformasi pergeseran terhadap tingkat pengenalan.

……… 34

Tabel 4.3 Pengaruh deformasi perputaran terhadap tingkat pengenalan.

……… 35

Tabel 4.4 Pengaruh derau terhadap tingkat pengenalan, pada citra yang mengalami deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran.

……… 36

Tabel 4.5 Panjang waktu pelatihan dan pengenalan, pada jaringan yang terkonstruksi atas 26 kelas pola, dengan dua sampel di setiap kelasnya.

……… 37

Tabel 4.6 Tingkat pengenalan jaringan (%) pada keadaan σ dan derau yang beragam.

……… 37

Tabel 4.7 Rerata kerapatan probabilitas pada keadaan σ dan derau yang beragam.

……… 37

Tabel 4.8 Tingkat pengenalan jaringan untuk citra huruf masukan yang seragam, pada keadaan tingkat derau 40%.

(13)

x

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Model dasar neuron. ……….. 6

Gambar 2.2 Contoh jaringan umpanmaju tiga-lapis. ……… 7

Gambar 3.1 Dua macam jenis huruf: Roman dan Arial. ………... 16

Gambar 3.2 Sistem pengenalan citra huruf berderau. ……… 18

Gambar 3.3 Jaringan syaraf probabilitas. ……….. 20

Gambar 4.1 Contoh citra huruf berderau; (a) dan (g) citra asli; (b) dan (h) berderau 5 %; (c) dan (i) berderau 15%; (d) dan (j) berderau 25%; (e) dan (k) berderau 30%; (f) dan (l) berderau 35%. ……. 31

Gambar 4.2 Grafik pengaruh derau terhadap tingkat pengenalan untuk citra huruf masukan yang beragam. ……. 32

Gambar 4.3 Contoh citra yang mengalami deformasi proporsi, dengan (a) dan (d) citra asli, (b) dan (e) kurus, (c) dan (f) gemuk. ……. 33

Gambar 4.4 Contoh citra yang mengalami deformasi pergeseran, dengan (a) dan (d) citra asli, (b) tergeser ke kiri satu piksel, (c) tergeser ke kanan 2 piksel, (e) tergeser ke atas dua piksel dan (f) tergeser ke bawah tiga piksel. ……. 34

Gambar 4.5 Contoh citra yang mengalami deformasi perputaran, dengan (a) dan (d) citra asli, (b) dan (e) terputar -5 o , (c) dan (f) terputar 5 o. ……. 35

Gambar 4.6 Contoh citra berderau yang mengalami deformasi proporsi, pergeseran dan perputaran; (a) dan (d) citra asli; (b) dan (e) berderau 10 %, kurus, tergeser ke kiri satu piksel dan terputar 5 o ; (c) dan (f) berderau 10 %, gemuk, tergeser ke kanan satu piksel dan terputar -5 o. ……. 36

(14)

xi

INTISARI

Pengenalan citra merupakan suatu proses pengolahan citra aras-tinggi yang bertujuan untuk mengenali informasi yang terkandung dalam suatu citra. Untuk dapat melakukan proses pengenalan tersebut, penggunaan metode pengenalan yang berdasarkan pada sifat-sifat statistis merupakan metode yang telah umum digunakan. Disamping metode tersebut, dewasa ini, terdapat pula metode pengenalan lain yang sedang berkembang pesat, yang dinamakan metode jaringan syaraf tiruan.

Dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan yang berdasarkan pada sifat-sifat statistis, maka pada penelitian ini dilakukan perancangan suatu model sistem pengenalan citra yang dapat mengenali huruf pada suatu citra berderau. Hasil pengujian jaringan syaraf tiruan yang dirancang memperlihatkan bahwa, huruf pada suatu citra berderau yang tingkat deraunya mencapai 35% dapat dikenali, dengan kesalahan tingkat pengenalan kurang dari 5%.

ABSTRACT

Image recognition is a high-level image processing which is targeted to recognize information contained in the image. In performing this recognition, methods based on statistical properties are the common use. Beside those methods, nowadays, another method which utilizes the artificial neural networks has grown extensively.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengenalan citra merupakan bagian bidang ilmu pengolahan citra, yang

pada dasarnya bermaksud untuk meniru kemampuan sistem penglihatan manusia

dalam menganalisis dan memahami suatu citra. Untuk mencapai maksud tersebut,

metode yang berdasarkan sifat-sifat statistis merupakan metode yang telah dipakai

secara luas. Penggunaan regresi linear, pengelompokan, korelasi, dan

pengklasifikasi Bayes merupakan standar yang telah umum dipakai.

Dewasa ini, jaringan syaraf tiruan yang pada dasarnya adalah meniru

sistem otak manusia, telah memperlihatkan sejumlah sifat yang menarik seperti

unjukkerja yang tangguh ketika menghadapi pola berderau, tolerans yang tinggi

terhadap kesalahan, laju komputasi paralel yang tinggi, serta kemampuan

generalisasi.

Berdasar pada sifat-sifat statistis dan jaringan syaraf tiruan di atas, pada

penelitian ini dirancang suatu jaringan syaraf tiruan yang mampu mengenali citra

huruf berderau.

1.1.1 Perumusan masalah

Manusia dapat mengenali dengan mudah suatu citra huruf berderau,

dengan kandungan derau hingga suatu tingkat derau tertentu. Akan tetapi, tidak

(16)

model-model pengenalan citra tertentu untuk dapat melakukan proses pengenalan citra

tersebut. Pada penelitian ini, akan dibuat suatu model pengenalan citra yang dapat

dilakukan oleh komputer. Model pengenalan citra yang akan dibuat merupakan

model dengan jaringan syaraf tiruan yang berdasarkan sifat-sifat statistis.

1.1.2 Keaslian penelitian

Pengenalan citra huruf berderau ukuran 5x7 piksel dengan jaringan syaraf

tiruan yang berdasarkan pada perambatan galat mundur telah diusulkan oleh

Demuth dan Beale (1994). Dengan jaringan syaraf tiruan tersebut, kandungan

derau hingga 20% masih dapat ditanggulangi.

Model jaringan syaraf tiruan untuk pengenalan citra berderau ukuran 7x9

piksel, dengan berdasarkan perseptron dan pengingat heteroasosiatif, telah

diusulkan. Model yang dikenalkan oleh Fausett (1994) tersebut, mampu

mengenali citra huruf yang mempunyai kandungan derau hingga 30%.

Suatu model jaringan syaraf tiruan yang berdasarkan sifat-sifat statistis

yang mampu mengenali citra huruf berderau ukuran 32x32 piksel, dengan

kandungan derau sekitar 20% telah dikenalkan oleh Watanabe (1996). Pemodelan

jaringan syaraf tiruan tersebut dilakukan dengan menggunakan jaringan syaraf

kompetisi probabilitas.

Penelitian yang dilakukan di sini, dimaksudkan untuk mengembangkan

dan memberikan suatu alternatif lain jaringan syarat tiruan yang berdasarkan

(17)

huruf berukuran 32x32 piksel yang mempunyai kandungan derau hingga lebih

dari 30%.

1.1.3 Faedah yang dapat diharapkan

Dengan adanya penelitian ini dapat diharapkan akan dihasilkan suatu

model alternatif pengenalan citra huruf berderau dengan jaringan syarat tiruan

yang berdasarkan sifat-sifat statistis, yang kemampuan pengenalan citranya lebih

tinggi dari yang pernah ada sebelumnya sebelumnya.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah tersusunnya

perangkat-lunak suatu model jaringan syaraf tiruan yang berdasarkan sifat-sifat

statistis, yang mampu mengenali citra huruf berderau. Watak dan unjukkerja

jaringan syaraf tiruan dalam melakukan pengenalan citra huruf berderau, akan

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengantar

Jaringan syaraf tiruan yang berdasarkan sifat-sifat statistis pertama kali

diperkenalkan oleh Donald Specht di tahun 1990-an. Jaringan yang dinamakan

Jaringan Syaraf Probabilistis ini, mendasarkan diri pada pengklasifikasi

Bayes-Parzen. Specht memperlihatkan bahwa algoritma jaringan syaraf ini dapat dipecah

ke dalam sejumlah besar pemroses-pemroses mandiri sederhana, yang dapat

beroperasi secara paralel. Adanya pemrosesan paralel inilah yang merupakan

dasar jaringan syaraf tiruan.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Jaringan syaraf tiruan

Jaringan syaraf tiruan yang berkembang sejak tahun 1940-an, telah

memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Dewasa ini, model-model jaringan

syaraf tiruan tersebut telah secara sukses diterapkan pada sistem-sistem untuk

mengerjakan tugas-tugas seperti pengenalan pola, kendali robot, dan prediksi

runtun waktu.

Pada dasarnya, jaringan syaraf tiruan dimodelkan berdasarkan ciri

organisasi otak manusia, yang mampu melakukan pengolahan secara paralel dan

(19)

Definisi jaringan syaraf tiruan menurut Lin dan Lee (1996).

Jaringan syaraf tiruan adalah generasi baru sistem pemrosesan informasi yang dikonstruksi dengan berdasarkan pada beberapa ciri yang ada pada otak manusia, yaitu:

1) adanya elemen-elemen pemroses (simpul-simpul) yang saling tersambung, yang biasanya beroperasi secara paralel, dan

2) adanya kelakuan kolektif seperti kemampuan untuk belajar, mengingat kembali dan melakukan generalisasi atas pola pelatihan atau data.

Dalam implementasinya, jaringan syaraf tiruan merupakan paduan tiga hal

dasar sebagai berikut.

1. Elemen-elemen pemroses (simpul-simpul) yang disebut sebagai

neuron-neuron.

2. Arsitektur sambungan antar elemen-elemen pemroses yang disebut sebagai

arsitektur jaringan.

3. Aturan penyimpanan informasi ke dalam jaringan yang disebut sebagai aturan

pelatihan.

Setiap neuron pada jaringan syaraf tiruan mempunyai tiga fungsi utama

sebagai berikut.

1. Mengumpulkan nilai-nilai masukan dan nilai-nilai pada sambungan yang

disebut sebagai bobot.

2. Melakukan operasi matematis tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.

(20)

Secara sederhana neuron ini diperlihatkan pada Gambar 2.1 di bawah ini.

x1

g(f(x,w)) wn

w1

w2

x2

y

xn

Gambar 2.1 Model dasar neuron

Pada Gambar 2.1 di atas, keluaran neuron dirumuskan secara umum

sebagai y = g(f(x, w)), dengan x = [x1, x2, …, xn] adalah vektor nilai masukan dan

w = [w1, w2, …, wn] adalah vektor nilai bobot.

Neuron-neuron yang saling tersambung akan dapat membentuk banyak

macam arsitektur jaringan seperti diperlihatkan oleh Fausett (1994), Lin dan Lee

(1996), dan Patterson (1996). Gambar 2.2 memperlihatkan contoh arsitektur

jaringan umpanmaju tiga-lapis yang merupakan dasar arsitektur jaringan syaraf

(21)

keluaran

lapis ke-3

lapis ke-2

lapis ke-1

masukan

Gambar 2.2 Contoh jaringan umpanmaju tiga-lapis.

Bobot-bobot sambungan dalam jaringan merupakan tempat jaringan syaraf

menyimpan informasi. Terdapat banyak ragam algoritma pelatihan untuk

mengeset nilai-nilai bobot ini. Pada penelitian ini, algoritma yang dipakai adalah

algoritma pelatihan terbimbing jaringan syaraf probabilistis. Algoritma pelatihan

ini pada dasarnya adalah, pembentukan neuron pada lapis ke-1 yang merupakan

anak (turunan) neuron pada lapis ke-2, pada Gambar 2.2 di atas.

2.2.2 Pengklasifikasi Bayes

Jaringan syaraf tiruan yang dipergunakan dalam penelitian ini didasarkan

pada pengklasifikasi Bayes, yang melakukan klasifikasi dengan berdasarkan pada

sifat-sifat statistis sekelompok data (informasi). Secara sederhana, pengklasifikasi

(22)

hA cA fA (x) > hB cB fB (x) (2.1)

dengan hA , hB : probabilitas apriori kelas A dan B

cA , cB : risiko pemilihan kelas A dan B

fA (x) , fB (x) : kerapatan probabilitas kelas A dan B untuk

masukan x.

2.2.3 Jendela Parzen

Kerapatan probabilitas kelas pada pengklasifikasi Bayes di atas, biasanya

tidak diketahui. Oleh karena itu, digunakan suatu cara untuk mengestimasi

kerapatan probabilitas dengan berdasarkan pada jendela Parzen, yang dirumuskan

sebagai:

σ : faktor penyekala

⎟⎟

K : fungsi kernel dengan D(x,xi) adalah fungsi jarak

antara vektor masukan x dan sampel xi.

Fungsi kernel di atas, pada dasarnya bertujuan untuk menghitung nilai

(23)

makin tinggi bila masukannya makin mirip dengan sampel yang ada dan

sebaliknya, makin rendah bila masukannya makin tidak mirip dengan sampel yang

ada.

Bentuk fungsi kernel di atas dapat beragam, namun fungsi tersebut harus

memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana ditulis oleh Masters (1995) sebagai

berikut.

1. Fungsi kernel harus berhingga:

∞ <

ϕ ϕ

ϕ |K( )|d

sup (2.3)

2. Fungsi kernel harus dengan cepat menuju nol bila argumennya

meningkat dalam nilai absolutnya:

<∞

∞ ∞ −

ϕ ϕ d K( )

0 ) (

lim =

→ ϕ ϕ

ϕ K (2.4)

3. Fungsi kernel harus dinormalisasi, bila yang akan diestimasi adalah

fungsi kerapatan:

1 )

( =

∞ ∞ −

ϕ ϕ d

(24)

4. Untuk mendapatkan kelakuan asimtotik yang tepat, jendela (faktor

penyekala) harus menyempit bila jumlah sampelnya meningkat:

lim =0

Salah satu contoh fungsi kernel yang memenuhi empat kriteria di atas

adalah fungsi Gaussian, yang diperlihatkan pada persamaan:

2 ) (ϕ =e−ϕ

K (2.7)

Dalam fungsi kernel di atas, tercakup adanya fungsi jarak. Fungsi jarak

tersebut merupakan fungsi untuk menghitung jarak antara dua buah vektor.

Terdapat banyak macam fungsi jarak yang dapat dipergunakan untuk keperluan

tersebut (Wilson et al, 1997). Salah satu macam fungsi jarak tersebut adalah

fungsi jarak Minkowsky yang diperlihatkan pada persamaan:

r

dengan r adalah bilangan bulat (1,2, …), yang merupakan orde fungsi jarak

(25)

2.2.4 Optimasi faktor penyekala

Besar nilai faktor penyekala pada persamaan (2.2), dicari dengan melalui

proses optimasi yang memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. Bila masukan x diketahui merupakan sampel kelas ω, maka diharapkan nilai

f(x) yang maksimum. Nilai yang maksimum ini dapat terjadi bila keadaan

kandungan derau pada masukan x tersebut adalah 0 %.

2. Bila masukan x diketahui bukan merupakan sampel kelas ω, maka diharapkan

nilai f(x) yang minimum. Nilai yang minimum ini dapat terjadi bila keadaan

kandungan derau pada masukan x tersebut adalah 50 % 1)

Berdasarkan hal-hal di atas proses optimasi yang memaksimumkan nilai

f(x) pada kandungan derau 0 %, dapat ditulis sebagai:

(

0%

)

1( )=maks f(x)|derau=

g σ (2.9)

Karena nilai f(x)|derau=0% di atas selalu lebih kecil dari 1, maka persamaan (2.9) di

atas dapat ditulis dalam bentuk minimisasi fungsi:

(

0%

)

1( )=min1− f(x)|derau=

g σ (2.10)

1)

(26)

Selanjutnya, proses optimasi untuk meminimumkan f(x) pada kandungan derau

50 % adalah:

(

50%

)

2( )=min f(x)|derau=

g σ (2.11)

Akhirnya, proses optimasi keseluruhannya adalah minimisasi gabungan

persamaan (2.10) dan (2.11):

) ( ) ( )

g1 σ g2 σ

g = + (2.12)

(

)

{

1 ( ) 0% ( ) 50%

}

min

)

( = − f x derau= + f x derau= g σ

(2.13)

Dalam penelitian ini, proses minimisasi pada fungsi g(σ) di atas dilakukan

dengan menggunakan pencarian kuadratis (Buchanan dkk., 1992), yang

algoritmanya ditulis sebagai berikut.

Algoritma 2.1 Pencarian Kuadratis

Masukan Tetapkan batas minimum σ0 dan batas maksimum σ2

untuk fungsi g.

Tetapkan toleransi ε Hitung

2 2 0 1

σ σ

σ = + dan h = σ1 - σ0

Kalang Ulangi

jika g(σ0) < g(σ1), maka (geser kiri)

σ2 = σ1 ; σ1 = σ0 ; σ 0 = σ 1 - h

jika g(σ 2) < g(σ 1), maka (geser kanan)

(27)

)]

Model jaringan syaraf tiruan untuk pengenalan huruf yang dirancang,

mempunyai 26 macam kelas, yaitu dari A hingga Z. Setiap kelas mempunyai

sejumlah sampel dari 1 hingga n.

Masukan huruf berderau yang telah diubah menjadi vektor, selanjutnya

dihitung kerapatan probabilitasnya untuk setiap kelas, dengan menggunakan

jendela Parzen. Penghitungan dengan jendela Parzen ini pada dasarnya dilakukan

dalam dua tahap berikut.

1. Tahap pertama, penghitungan nilai kemiripan masukan setiap sampel di setiap

kelas. Penghitungan nilai kemiripan ini dilakukan dengan menggunakan

fungsi kernel yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Tahap kedua, penjumlahan ternormalisasi nilai-nilai kemiripan yang terdapat

(28)

Dengan berdasarkan pada aturan klasifikasi Bayes, maka keluaran jaringan

syaraf tiruan adalah kelas yang mempunyai nilai kerapatan probabilitas terbesar 2).

2.4 Langkah Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut.

1. Perancangan sistem pengenalan citra huruf berderau secara keseluruhan.

2. Perancangan model jaringan syaraf tiruan, dengan berdasarkan pada jaringan

syaraf probabilistis.

3. Pengimplementasian model jaringan syaraf tiruan dalam bentuk program,

dengan menggunakan MATLAB.

4. Pengimplementasian sistem pengenalan citra huruf berderau secara

keseluruhan dalam bentuk program, dengan menggunakan MATLAB.

5. Pengujian watak dan unjukkerja sistem pengenalan citra huruf berderau secara

keseluruhan.

6. Analisis hasil pengujian.

7. Pembuatan laporan penelitian.

2)

(29)

BAB 3

CARA PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan cara merancang sistem pengenalan citra huruf

berderau, yang masukan dan keluarannya berupa citra dengan format bitmap.

Implementasi sistem dituliskan dalam bentuk program dengan menggunakan

MATLAB.

3.1 Bahan Penelitian

Bahan yang dipakai untuk menjalankan penelitian ini berupa citra huruf

dengan spesifikasi sebagai berikut.

1. Format citra : Bitmap

2. Ukuran citra : 32x32 piksel

3. Huruf : A hingga Z

4. Jenis huruf : Roman dan Arial

Dalam penelitian ini, citra huruf dengan spesifikasi di atas dibuat dengan

menggunakan program PAINT yang terdapat dalam sistem operasi WINDOWS

95. Hasil pembuatan citra huruf tersebut tersebut, secara visual diperlihatkan

(30)

(a) Jenis huruf Roman

(b) Jenis huruf Arial

(31)

3.2 Alat Penelitian

Alat yang dipakai untuk menjalankan penelitian ini dibedakan menjadi dua

macam sebagai berikut.

1. Perangkat-keras: Komputer berbasiskan mikroprosesor AMD5X86/133MHz

dengan memori 16 MB, harddisk 850 MB, monitor VGA dan pencetak.

2. Perangkat-lunak: MATLAB versi 5.0 yang dilengkapi dengan Image

Processing Toolbox.

3.3 Jalan Penelitian

Jalannya penelitian yang dilakukan diuraikan seperti berikut.

3.3.1 Perancangan keseluruhan sistem

Keseluruhan sistem pengenalan citra huruf berderau yang dirancang

(32)

Citra masukan Deformasi citra Sumber

derau

Klasifikasi dengan jaringan syaraf tiruan

Citra keluaran

Asosiasi citra

Vektorisasi citra

Gambar 3.2 Sistem pengenalan citra huruf berderau.

Pada Gambar 3.2 di atas, citra masukan berupa citra huruf ukuran 32x32

piksel dengan format bitmap. Sebelum dikontaminasi dengan derau, citra huruf ini

sebelumnya dideformasi dahulu dalam hal proporsi, perputaran, dan pergeseran.

(33)

menjadi suatu vektor dengan 1024 elemen. Hal ini dilakukan karena komputasi

data dalam bentuk vektor lebih cepat daripada komputasi data dalam bentuk

matriks bujursangkar.

Vektor dengan 1024 elemen, merupakan informasi masukan bagi jaringan

syaraf tiruan. Dengan informasi ini, jaringan syaraf tiruan mengenali informasi

huruf yang ada dalam vektor tersebut. Hasil pengenalan jaringan syaraf tiruan

berupa informasi nomor huruf dari 1 hingga 26, yang merupakan urutan nomor

alfabet dari A hingga Z. Untuk mendapatkan keluaran sistem yang berupa citra,

selanjutnya dilakukan asosiasi citra terhadap keluaran dari jaringan syaraf tiruan.

3.3.2 Perancangan jaringan syaraf tiruan

Arsitektur jaringan syaraf yang dirancang, pada dasarnya bersumber pada

jaringan syaraf probabilistis yang dikenalkan oleh Donald Specht. Akan tetapi,

dalam penelitian ini dilakukan modifikasi dalam fungsi kernelnya, untuk

mendapatkan komputasi yang lebih cepat. Untuk lebih jelasnya, arsitektur

(34)

y

fA fZ

ωA1 ωAn ωZ1

wA1 1 wZn 1024

maks

ωZn

Lapis maksimum

Lapis penjumlahan

Lapis pola

σ x1 x2 x1024

Gambar 3.3 Jaringan syaraf probabilistis.

Jaringan syaraf probabilistis pada Gambar 3.2 di atas, pada dasarnya

mempunyai 3 lapis, yaitu lapis pola, lapis penjumlahan, dan lapis maksimum.

Berikut ini penjelasan untuk setiap lapis jaringan syaraf tiruan di atas.

1. Lapis pola terdiri atas 26 kelas dari ωA hingga ωZ. Setiap kelas mempunyai

sampel dari 1 hingga n. Oleh karena itu dalam lapis ini akan ada 26xn elemen

(35)

kemiripan masukan terhadap sampel di setiap kelas, dengan menggunakan

fungsi kernel yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Lapis penjumlahan terdiri atas 26 elemen pemroses. Setiap elemen pemroses

pada lapis ini berfungsi untuk melakukan penjumlahan ternormalisasi atas

nilai-nilai kemiripan di setiap kelas. Hasil penjumlahan ternormalisasi ini

adalah nilai fungsi kerapatan probabilitas kelas.

3. Lapis maksimum hanya terdiri atas satu elemen pemroses. Keluaran dari

lapis ini berupa nomor kelas yang nilai fungsi kerapatan probabilitas kelasnya

tertinggi.

3.3.2.1 Pelatihan

Pelatihan jaringan syaraf probabilistis pada dasarnya hanya terdiri atas dua

tahap pengkonstruksian lapis pola sebagai berikut.

1. Tahap pertama: pembentukan elemen pemroses dan penyimpanan bobotnya.

2. Tahap kedua: pencarian nilai faktor penyekala σ yang merupakan nilai

prasikap pada lapis pola.

Dua lapis yang lain yaitu lapis penjumlahan dan lapis maksimum tidak mengalami

perubahan. Algoritma untuk pengkonstruksian lapis pola di atas diperlihatkan di

bawah ini.

(36)

Untuk setiap pola masukan x(p) (p=1 … 1024) yang telah

ditentukan kelas polanya ωi, (i=A, B, C,…,Y, atau Z) lakukan

Langkah 2-3.

Langkah 2. Konstruksi kelas pola ωi

Vektor bobot masukan kelas i, untuk sampel ke j (j =1 … n) :

wij_p = x(p) (3.1)

Langkah 3. Sambungkan keluaran pemrosesan pada kelas pola ωi ke lapis

penjumlahan di fi.

Langkah 4. Pelatihan tahap kedua:

Untuk pelatihan tahap kedua ini, lakukan Langkah 5-6.

Langkah 5. Cari besar nilai faktor penyekala optimum σopt dengan melalukan

operasi minimisasi:

(37)

adalah nilai kerapatan probabilitas kelas i terhadap masukan xj,

yang merupakan salah satu anggota kelas tersebut.

Gunakan Algoritma 2.1 (Algoritma pencarian kuadratis pada

halaman 12) untuk operasi minimisasi fungsi gij(σ) di atas.

Langkah 6. Sambungkan nilai σopt yang didapat, ke setiap elemen pemroses

yang terdapat pada lapis pola.

3.3.2.2 Implementasi komputasi

Implementasi komputasi jaringan syaraf tiruan adalah berupa

langkah-langkah komputasi yang dilakukan jaringan bila menerima pola masukan.

Langkah-langkah ini dijelaskan dengan algoritma sebagai berikut.

Algoritma 3.2 Implementasi komputasi jaringan syaraf tiruan

Langkah O. Inisialisasi bobot w dan faktor penyekala σ dari hasil pelatihan.

Langkah 1. Untuk setiap pola masukan yang akan diklasifikasi, kerjakan

Langkah 2-4.

Langkah 2. Lapis pola:

Untuk setiap sampel j (j=1 … n) dari kelas i (i = A … Z):

hitung masukan jaringan dengan rumus jarak Minkowsky orde-1

yang ternormalisasi (lihat persamaan (2.8)):

m w x

D

m

k

k ij k

ij

= − = 1

_

(38)

dengan m adalah jumlah elemen vektor x atau wij.

Karena masukan jaringan dan bobotnya berupa bilangan biner,

maka komputasi

_ dalam MATLAB dapat dilakukan

lebih cepat, dengan menggunakan hal-hal sebagai berikut.

1. Tipe data 1 byte pada xk dan wij_k, sebagai pengganti tipe data

default 8 byte.

2. Operasi logika (xk xor wij_k), sebagai pengganti operasi

aritmatika xkwij_k .

3. Operasi pencarian banyaknya elemen tidak nol pada vektor

hasil operasi (xk xor wij_k), sebagai pengganti operasi

penjumlahan elemen vektor.

Hitung keluaran lapis ini dengan fungsi kernel Gaussian:

2

Langkah 3. Lapis penjumlahan:

hitung penjumlahan ternormalisasi untuk setiap kelas i (i = A… Z).

n

dengan n adalah jumlah sampel di setiap kelas.

Langkah 4. Lapis maksimum:

hitung keluaran jaringan sebagai:

) max(fi

(39)

3.3.3 Pelatihan dan pengujian jaringan syaraf tiruan

Pelatihan jaringan syaraf tiruan dilakukan dengan melatihkan pola huruf

dalam bentuk vektor. Pola huruf ini terdiri atas huruf A hingga Z, dengan dua

macam jenis huruf, yaitu Roman dan Arial untuk setiap hurufnya, sebagaimana

yang diperlihatkan pada Gambar 3.1.

Dengan adanya pelatihan, maka pada lapis pola akan terdapat sejumlah 52

elemen pemroses, yang terdiri atas 26 kelas elemen pemroses dengan 2 sampel

tiap kelasnya. Selain adanya pengkonstruksian elemen-elemen pemroses pada

lapis pola, pelatihan juga akan memberikan nilai faktor penyekala, yang

merupakan salah satu variabel elemen pemroses pada lapis pola.

Setelah pelatihan selesai, selanjutnya dilakukan pengujian pengenalan

jaringan. Untuk itu, jaringan dimasuki citra-citra huruf secara beruntun dari A

hingga Z yang terdiri atas dua jenis huruf yaitu Roman dan Arial. Bila semua citra

huruf tersebut kemudian dapat dikenali, maka berarti jaringannya telah terlatih.

3.3.4 Implementasi keseluruhan sistem

Sistem pengenalan citra huruf berderau yang telah dirancang di atas,

selanjutnya diimplementasikan dalam bentuk program MATLAB. Dalam

implementasi ini, terdapat dua macam basis implementasi program sebagai

berikut.

1. Implementasi berbasiskan teks, yang bertujuan untuk memperlihatkan unjuk-

kerja sistem dalam hal tingkat pengenalan, serta lama waktu pelatihan dan

(40)

2. Implementasi berbasiskan GUI (Graphical User Interface), yang bertujuan

untuk memvisualisasikan sistem pengenalan citra berderau ini.

Dua macam basis implementasi program di atas dan contoh hasil eksekusinya,

diperlihatkan pada lampiran L2 dan L3.

3.3.5 Pengujian keseluruhan sistem

Pengujian sistem pengenalan citra huruf berderau secara keseluruhan,

dilakukan dengan melakukan pengujian-pengujian sebagai berikut.

1. Pengujian mayor, merupakan pengujian utama tingkat pengenalan jaringan,

bila citra huruf masukannya berderau.

2. Pengujian minor, merupakan pengujian tambahan tingkat pengenalan jaringan,

bila citra huruf masukannya mengalami deformasi proporsi, perputaran dan

pergeseran.

3. Pengujian gabungan, merupakan gabungan pengujian mayor dan minor di

atas, untuk menguji tingkat pengenalan jaringan bila citra huruf masukannya

selain berderau juga mengalami deformasi proporsi, pergeseran, dan

perputaran.

4. Pengujian lama waktu pelatihan dan pengenalan.

5. Pengujian pengaruh derau dan faktor penyekala.

(41)

3.3.6 Pengambilan data hasil pengujian

Pengambilan data hasil pengujian pada pengujian mayor, pengujian minor,

pengujian gabungan dan pengujian pengaruh derau dan faktor penyekala,

dilakukan dengan cara mengambil data tingkat pengenalan, terhadap jaringan

yang diberi masukan beragam 300 huruf secara sekuensial, pada keadaan tingkat

derau yang beragam. Ketigaratus huruf yang dimasukkan ini, tersusun secara acak

baik urutannya (A hingga Z) maupun jenisnya (Roman atau Arial).

Hasil pengujian pengaruh derau dan bentuk huruf diperoleh dengan

mengambil data tingkat pengenalan jaringan, bila jaringan tersebut diberi

masukan seragam 300 huruf secara sekuensial, pada keadaan tingkat derau yang

beragam. Jenis huruf Arial digunakan dalam pengujian ini.

Pada pengujian terhadap lama waktu pelatihan, pengambilan datanya

dilakukan dengan mengambil data lama waktu yang diperlukan jaringan syaraf

tiruan untuk dilatih dengan menggunakan 26 kelas pola, dengan dua sampel di

setiap kelas polanya. Sedangkan pengujian terhadap lama waktu pengujian

dilakukan dengan mengambil data lama waktu yang diperlukan oleh jaringan

syaraf tiruan, untuk mengenali setiap pola yang diberikan kepadanya.

3.3.7 Analisis hasil pengujian

Pengujian yang dilakukan di atas, pada dasarnya hendak menyelidiki

empat macam watak jaringan. Watak yang pertama adalah, tingkat pengenalan

jaringan bila citra masukannya beragam dan mempunyai tiga macam bentuk

(42)

1. Tingkat derau yang beragam.

2. Tingkat deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran yang beragam.

3. Tingkat derau serta deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran yang

beragam.

Watak yang kedua adalah, lama waktu yang diperlukan jaringan untuk melakukan

eksekusi sebagai berikut:

1. Pelatihan dengan 26 kelas pola dengan 2 sampel di setiap kelasnya.

2. Pengenalan terhadap setiap citra masukan.

Watak yang ketiga adalah, tingkat pengenalan jaringan serta rerata kerapatan

probabilitas pada keadaan faktor penyekala dan derau yang beragam.

Akhirnya watak yang keempat adalah, tingkat pengenalan jaringan bila citra huruf

masukannya seragam dan mempunyai tingkat derau yang beragam.

3.4 Variabel yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pengenalan jaringan bila citra masukannya beragam dan mempunyai

tingkat derau yang beragam pula.

2. Tingkat pengenalan jaringan bila citra masukannya beragam dan mengalami

deformasi proporsi, perputaran dan pergeseran.

3. Tingkat pengenalan jaringan bila citra masukannya beragam, berderau dan

juga mengalami deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran.

(43)

5. Tingkat pengenalan dan rerata kerapatan probabilitas, pada keadaan faktor

penyekala dan derau yang beragam.

6. Tingkat pengenalan jaringan bila citra masukannya seragam dan mempunyai

tingkat derau yang beragam.

3.5 Kesulitan-kesulitan

Kesulitan-kesulitan yang muncul selama penelitian ini terutama terjadi

pada saat pengujian keseluruhan sistem. Jaringan syaraf probabilistis yang

digunakan dalam penelitian ini mempunyai ciri beban komputasi yang tinggi,

akibat adanya pelatihan prinsipnya adalah menyimpan semua data pelatihan. Oleh

karena itu, jika tidak terdapat komputer yang berkecepatan tinggi, komputer yang

(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pengujian mayor terhadap citra masukan yang berderau

Pengujian mayor jaringan syaraf tiruan yang diteliti, dilakukan terhadap

masukan citra huruf berderau. Contoh citra huruf berderau untuk pengujian

mayor ini diperlihatkan pada Gambar 4.1.

Hasil pengujian mayor jaringan syaraf tiruan untuk keadaan derau yang

bertingkat dari 0 % hingga 50 % terhadap tingkat pengenalan, diperlihatkan pada

(45)

a b c

d e f

g h i

j k l

(46)

100 100 100 100 99.3 99 95.7

76

34.7

4.3

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Tingkat derau (%)

Tingkat pengenalan (%

)

Gambar 4.2 Grafik pengaruh derau terhadap tingkat pengenalan untuk citra huruf masukan yang beragam.

4.1.2 Pengujian minor terhadap citra masukan yang mengalami deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran

4.1.2.1 Pengujian terhadap citra yang mengalami deformasi proporsi

Pada pengujian minor jaringan terhadap citra masukan yang mengalami

(47)

a b c

d e f

Gambar 4.3 Contoh citra yang mengalami deformasi proporsi, dengan (a) dan (d) citra asli, (b) dan (e) kurus, (c) dan (f) gemuk.

Hasil pengujian minor terhadap citra yang mengalami deformasi proporsi

di atas, diperlihatkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Pengaruh deformasi proporsi terhadap tingkat pengenalan.

Proporsi Kurus Normal Gemuk

Tingkat pengenalan (%) 76,7 100 85,0

4.1.2.2 Pengujian terhadap citra yang mengalami deformasi pergeseran Contoh citra yang dipergunakan untuk pengujian minor terhadap citra

(48)

a b c

d e f

Gambar 4.4 Contoh citra yang mengalami deformasi pergeseran, dengan (a) dan (d) citra asli, (b) tergeser ke kiri satu piksel, (c) tergeser ke kanan 2 piksel, (e) tergeser ke atas dua piksel dan (f) tergeser ke bawah tiga piksel.

Hasil pengujian minor untuk menyelidiki pengaruh deformasi pergeseran

terhadap tingkat pengenalan diperlihatkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Pengaruh deformasi pergeseran terhadap tingkat pengenalan.

Jarak geser (piksel) 0 1 2 3

kiri 100 80,3 40,0 6,3

kanan 100 79,3 22,0 5,3

atas 100 82,0 71,0 41,4 Tingkat

pengenalan pada arah geser ke … (%)

bawah 100 90,3 76,0 40,0

4.1.2.3 Pengujian terhadap citra yang mengalami deformasi perputaran Citra masukan yang mengalami deformasi perputaran, yang dipergunakan

(49)

a b c

d e f

Gambar 4.5 Contoh citra yang mengalami deformasi perputaran, dengan (a) dan (d) citra asli, (b) dan (e) terputar -5 o , (c) dan (f) terputar 5 o.

Hasil pengujian jaringan untuk pengaruh deformasi perputaran terhadap

tingkat pengenalan, diperlihatkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Pengaruh deformasi perputaran terhadap tingkat pengenalan.

Perputaran ( … o) -15 -10 -5 0 5 10 15

Tingkat

pengenalan (%)

76,7 93,0 100 100 96,7 91,3 76,0

4.1.3 Pengujian gabungan terhadap citra masukan yang berderau dan mengalami deformasi proporsi, pergeseran dan perputaran

Pengujian gabungan, merupakan gabungan dari pengujian mayor dengan

pengujian minor. Contoh citra yang dipergunakan untuk pengujian gabungan ini

(50)

a b c

d e f

Gambar 4.6. Contoh citra berderau yang mengalami deformasi proporsi, pergeseran dan perputaran; (a) dan (d) citra asli; (b) dan (e) berderau 10 %, kurus, tergeser ke kiri satu piksel dan terputar 5 o ; (c) dan (f) berderau 10 %, gemuk, tergeser ke kanan satu piksel dan terputar -5 o.

Hasil pengujian pengaruh derau terhadap tingkat pengenalan jaringan,

pada citra yang mengalami deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran

diperlihatkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Pengaruh derau terhadap tingkat pengenalan, pada citra yang mengalami deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran.

Derau (%) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Tingkat pengenalan pada citra huruf yang kurus, tergeser ke kiri satu piksel dan terputar 5o (%)

52,3 51,7 51,0 50,0 48,7 45,7 43,7 34,3 21,0 12,7 4,0

Tingkat pengenalan pada citra huruf yang gemuk, tergeser ke kanan satu piksel dan terputar -5o (%)

(51)

4.1.4 Panjang waktu pelatihan dan pengenalan

Panjang waktu pelatihan dan pengenalan jaringan yang terkonstruksi atas

26 kelas pola, dengan dua sampel di setiap kelasnya, diperlihatkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Panjang waktu pelatihan dan pengenalan, pada jaringan yang terkonstruksi atas 26 kelas pola, dengan dua sampel di setiap kelasnya.

Panjang waktu (detik)

Tahap I 4,6 Pelatihan

Tahap II 161,4

Pengenalan/huruf 0,7

4.1.5 Pengujian pengaruh derau dan faktor penyekala

Pengaruh derau dan faktor penyekala (σ) pada jaringan syaraf tiruan

terhadap tingkat pengenalan dan kerapatan probabilitas, diperlihatkan pada Tabel

4.6 dan 4.7.

Tabel 4.6 Tingkat pengenalan jaringan (%) pada keadaan σ dan derau yang beragam.

Derau ( % ) σ = 0,01 σ = 0,24 (optimum)

σ = 100

0 100 100 100

50 3,7 4,3 4

Tabel 4.7 Rerata kerapatan probabilitas pada keadaan σ dan derau yang beragam.

Derau ( % ) σ = 0,01 σ = 0,24 (optimum)

σ = 100

0 0,502 0,933 1,000

(52)

4.1.6 Pengujian pengaruh derau dan bentuk huruf

Pengaruh derau dan bentuk huruf (‘A’, ‘B’, ‘C’, …, ‘Z‘) terhadap tingkat

pengenalan, diperlihatkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Tingkat pengenalan jaringan untuk citra huruf masukan yang seragam, pada keadaan tingkat derau 40%.

(a) Urut huruf. (b) Urut tingkat pengenalan.

Huruf Tingkat pengenalan

(%)

Huruf Tingkat

pengenalan (%)

A 88,7 B 62,0 B 62,0 D 64,7 C 65,0 C 65,0 D 64,7 U 65,3 E 73,0 N 72,0 F 84,0 E 73,0

G 76,3 T 73,7

H 86,0 X 75,7 I 86,0 G 76,3 J 87,0 Q 79,3

K 80,0 P 79,7

L 83,0 K 80,0

M 88,3 R 81,7

N 72,0 V 81,7

O 86,0 L 83,0

P 79,7 F 84,0

Q 79,3 Z 84,0

R 81,7 S 84,7

S 84,7 Y 84,7 T 73,7 H 86,0

U 65,3 I 86,0

V 81,7 O 86,0

W 96,7 J 87,0

(53)

Dengan mengacu pada Tabel 4.7(b), dipilih huruf-huruf ‘B’, ‘X’, ‘Z’, dan

‘W’ dengan berdasarkan pada peringkat tingkat pengenalannya, yaitu dari

peringkat terbawah hingga peringkat teratas. Pengujian lebih lanjut keempat huruf

ini diperlihatkan hasilnya pada Gambar 4.7.

0 20 40 60 80 100

Tingkat derau (%)

Tingkat pengenalan (%

)

Huruf 'B' 100 100 100 100 99.7 98.7 91.3 62 23.7 3

Huruf 'X' 100 100 100 100 100 100 96.3 75.7 33 3

Huruf 'Z' 100 100 100 100 100 100 98 84 39.7 4.3

Huruf 'W' 100 100 100 100 100 100 100 96.7 61 9.7

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Gambar 4.7. Grafik pengaruh derau yang bertingkat terhadap tingkat pengenalan untuk bentuk huruf ‘B’,’X’,’Z’,dan ‘W’.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh derau terhadap tingkat pengenalan

Hasil pengujian pada Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa pada keadaan

(54)

masukannya. Pada keadaan derau antara 20 % hingga 35 %, jaringan syaraf

mengalami kemerosotan tingkat pengenalan yang kecil, yaitu kurang dari 5 %.

Selanjutnya pada keadaan antara 35 % hingga 50 %, kemerosotan tingkat

pengenalannya menjadi sangat besar, yaitu hingga mencapai 93 %.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa jaringan syaraf yang

diteliti tidak begitu terpengaruh (tidak sensitif) terhadap derau, pada keadaan

tingkat derau dari 0 % hingga 35 %. Hal ini diindikasikan dengan adanya

kesalahan tingkat pengenalan yang kurang dari 5 %.

4.2.2 Pengaruh deformasi proporsi, pergeseran dan perputaran terhadap tingkat pengenalan

Pengaruh deformasi proporsi pada citra masukan diperlihatkan pada Tabel

4.2. Pada tabel tersebut diperlihatkan bahwa proporsi huruf yang kurus maupun

gemuk sangat mempengaruhi tingkat pengenalan jaringan. Proporsi huruf yang

kurus mempunyai tingkat pengenalan yang lebih rendah sekitar 10 % dari pada

yang gemuk.

Tabel 4.3 memperlihatkan pengaruh pergeseran terhadap tingkat

pengenalan jaringan. Pada tabel tersebut terlihat bahwa tingkat pengenalan

jaringan syaraf sangat terpengaruh walaupun pergeserannya hanya sejauh satu

piksel. Selain itu terlihat juga bahwa pergeseran ke bawah dan ke atas lebih bisa

diterima oleh jaringan syaraf daripada pergeseran yang ke kiri dan ke kanan.

Pengaruh perputaran terhadap tingkat pengenalan yang diperlihatkan pada

(55)

pengenalan jaringan syaraf masih tidak begitu terpengaruh, karena kesalahan

tingkat pengenalan kurang dari 5 %. Akan tetapi, jika perputarannya makin lebih

besar dari 5o, tingkat pengenalan jaringan syarafnya makin terpengaruh oleh

perputaran tersebut.

Dengan menggunakan perkataan yang lebih umum, Tabel 4.2 hingga 4.4

memperlihatkan bahwa jaringan syaraf yang diteliti sangat terpengaruh (sensitif)

terhadap proporsi, pergeseran dan perputaran yang dialami masukannya.

4.2.3 Pengaruh derau serta deformasi proporsi, pergeseran, dan perpu-taran terhadap tingkat pengenalan

Pengujian gabungan untuk menyelidiki pengaruh derau serta deformasi

proporsi, pergeseran, dan perputaran yang diperlihatkan pada Tabel 4.5,

mengindikasikan bahwa kemerosotan tingkat pengenalan jaringan dari tingkat

derau 0 % hingga 20 % masih relatif kecil, yaitu kurang dari 5 %. Bila hal ini

dibandingkan dengan tingkat pengenalan jaringan pada citra yang tanpa

mengalami penyekalaan, pergeseran dan perputaran pada Tabel 4.1, maka

kemerosotan tingkat pengenalan jaringan yang kurang dari 5 % ini berkurang

rentangnya sebanyak 15 %.

Dari uraian di atas, dapat diindikasikan pula bahwa ketidaksensitifan

jaringan terhadap derau pada rentang tingkat derau tertentu masih nampak.

Namun, akibat pengaruh deformasi proporsi, perputaran dan pergeseran ini,

(56)

4.2.4 Panjang waktu pelatihan dan pengenalan

Panjang waktu pelatihan dan pengujian, selain ditentukan oleh konfigurasi

jaringan syaraf pada lapis pola yang menyimpan sampel-sampel pola, juga

ditentukan oleh konfigurasi komputer yang digunakan. Pada Tabel 4.5,

konfigurasi jaringan syaraf yang lapis polanya terdiri atas 26 kelas, dengan dua

sampel di setiap kelasnya, serta menggunakan komputer yang konfigurasinya

berbasiskan prosesor AMD5X86/133MHz, panjang waktu pengujian untuk setiap

citra huruf hanya 0,7 detik. Selain itu, Tabel 4.5 juga memperlihatkan bahwa

dalam hal pelatihan, panjang waktu pelatihan tahap I paling pendek, karena pada

tahap tersebut hanya berlangsung proses penyimpanan semua citra yang dilatihkan

dalam bentuk vektor pada lapis pola, sedangkan pelatihan tahap II lebih lama,

pada tahap ini berlangsung proses iterasi untuk mencari nilai faktor penyekala

yang optimum.

4.2.6 Pengaruh derau dan faktor penyekala

Derau dan faktor penyekala menurut Tabel 4.6(a), terlihat tidak

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengenalan jaringan.

Namun, pada Tabel 4.6(b), derau dan faktor penyekala ini terlihat mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap rerata kerapatan probabilitas. Pada keadaan

derau 0 % hingga 50 %, nilai faktor penyekala yang makin jauh dari nilaa

optimumnya, memberikan rentang rerata kerapatan probabilitas yang makin

sempit. Proses komputasi pada rentang rerata kerapatan probabilitas yang makin

(57)

Bila bilangan pecahan ini terlalu panjang sampai melebihi yang dapat ditangani

oleh komputernya, hasil penghitungan kerapatan probabilitasnya akan selalu 0

(untuk faktor penyekala yang terlalu kecil) atau selalu 1 (untuk faktor penyekala

yang terlalu besar), pada semua tingkatan derau. Ini berarti, jaringan syaraf sudah

benar-benar tidak dapat mengenali lagi masukannya.

4.2.6 Pengaruh derau dan bentuk huruf

Derau dan bentuk huruf mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengenalan

jaringan syaraf tiruan yang diteliti, seperti diperlihatkan pada Tabel 4.7. Sebagai

contoh yang ekstrim, huruf ‘B’ mempunyai tingkat pengenalan sekitar 34% lebih

rendah daripada huruf ‘W’, pada keadaan tingkat derau 40%. Adanya kejadian ini

dikarenakan, huruf ‘B’ jarak huruf yang lebih dekat dengan huruf-huruf yang

lainnya seperti huruf ‘D’, ‘E’, dan ‘R’, pada keadaan tingkat derau 40% tersebut.

Penelitian lebih jauh terhadap pengaruh derau dan bentuk huruf, dilakukan

dengan melakukan pengujian terhadap huruf-huruf terpilih ‘B’, ‘X’, ‘Z’, dan ‘W’,

untuk keadaan derau yang beragam dari 0% hingga 50%. Sebagaimana terlihat

pada Gambar 4.7, huruf ‘B’ mempunyai titik patah (cut-off) tingkat pengenalan

yang terendah, bila dibandingkan dengan huruf-huruf ’X’, ‘Z’ dan ‘W’. Seperti

halnya pada kejadian di atas, hal ini dikarenakan karena huruf ‘B’ mempunyai

jarak huruf yang lebih dekat dengan huruf-huruf yang lainnya bila dibandingkan

dengan huruf-huruf ‘X’, ‘Z’, dan ‘W’.

Dari dua kejadian di atas, dapat dikatakan bahwa jaringan syaraf yang

(58)

Gambar 4.7, sifat sensitif ini mulai nampak pada tingkat derau 35%, yang

diindikasikan dengan adanya perbedaan tingkat pengenalan yang lebih dari 5%,

(59)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengenalan citra huruf berderau

dengan jaringan syaraf tiruan yang berdasarkan sifat-sifat statistis, disimpulkan

hal-hal sebagai berikut.

1. Pemrosesan data yang berdasarkan sifat-sifat statistis merupakan dasar

jaringan syaraf tiruan yang diteliti. Sifat-sifat statistis yang digunakan adalah

yang berkaitan dengan distribusi kerapatan probabilitas pola masukan

terhadap pola-pola yang disimpan. Distribusi kerapatan probabilitas ini

dihitung secara non-parametris dengan menggunakan jendela Parzen.

Selanjutnya, distribusi kerapatan probabilitas ini diproses lebih lanjut dengan

berdasarkan pada pengklasifikasi Bayes untuk menghasilkan keluaran

jaringan.

2. Unjukkerja jaringan syaraf tiruan yang diteliti telah memperlihatkan hasil

yang mengagumkan dalam pengenalan citra huruf berderau. Huruf dengan

kandungan tingkat derau hingga 35 %, masih dapat ditangani oleh jaringan,

dengan tingkat kesalahan pengenalan kurang dari 5 %. Hal ini berarti, jaringan

syaraf yang diteliti tidak sensitif terhadap huruf dengan kandungan tingkat

derau hingga 35 %. Bila dibandingkan dengan kemampuan pengenalan oleh

(60)

huruf dengan kandungan tingkat derau hingga 35 % sangat sulit dikenali oleh

mata manusia.

3. Adanya deformasi huruf dalam hal proporsi, pergeseran dan perputaran,

mengakibatkan turun dengan drastisnya tingkat pengenalan jaringan. Jaringan

syaraf yang diteliti, memperlihatkan watak pengenalan yang sensitif terhadap

deformasi huruf. Bila dibandingkan dengan mata manusia, maka unjukkerja

jaringan syaraf dalam hal deformasi huruf ini lebih rendah, karena mata

manusia tidak mempunyai watak pengenalan yang sesensitif jaringan syaraf

yang diteliti terhadap deformasi huruf ini.

4. Watak pengenalan jaringan syaraf terhadap huruf berderau yang mengalami

deformasi dalam hal proporsi, pergeseran, dan perputaran masih menunjukkan

adanya ketidaksentitifan jaringan terhadap derau pada rentang tertentu. Namun

rentang ketidaksensitifan ini lebih sempit bila dibandingkan dengan

pengenalan jaringan terhadap huruf yang tidak mengalami deformasi.

5. Pelatihan jaringan syaraf yang diteliti dilakukan dengan dua tahap. Tahap

yang pertama adalah, penyimpanan semua pola pelatihan ke dalam jaringan.

Sedangkan tahap yang kedua adalah, pencarian secara iteratif nilai faktor

penyekalanya yang optimum.

6. Tingkat pengenalan jaringan syaraf tidak memperlihatkan kesensitifan

terhadap perubahan nilai faktor penyekala, yang merupakan salah satu

variabel pada fungsi kernel. Akan tetapi, nilai faktor penyekala yang terlalu

jauh dari optimumnya akan dapat menyebabkan jaringan benar-benar tidak

(61)

7. Bentuk huruf (‘A’, ‘B’, ‘C’, …, atau ‘Z’) mempunyai pengaruh terhadap

tingkat pengenalan jaringan pada tingkat derau yang tinggi. Jaringan syaraf

terlihat mulai menampakkan kesensitifan terhadap bentuk huruf ini pada

keadaan tingkat derau 35%.

5.2 Saran

1. Jaringan syaraf tiruan yang digunakan dalam penelitian ini, melakukan

pemrosesan terhadap sejumlah 1024 data masukan, di setiap elemen pemroses

pada lapis pola. Adanya pemrosesan data yang jumlahnya sangat besar ini

berakibat, bila jaringan syaraf tiruan ini diberikan banyak pola pelatihan, maka

jumlah elemen pemrosesnya akan makin banyak. Ini berarti, waktu pelatihan

dan pengujian jaringan akan menjadi makin panjang. Untuk mengatasi hal ini,

penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menambahkan suatu

pengolah awal yang akan mengekstraksi ciri-ciri pola, sebelum pola tersebut

masuk ke jaringan. Dengan cara ini, setiap pola dapat diwakili oleh sederetan

nilai koefisien (Chandran et al, 1997). Dengan demikian, akan terjadi

pengurangan yang sangat drastis pada ukuran pola-pola ini, yang akan

menaikkan kecepatan jaringan secara signifikan baik dalam pelatihan maupun

pengujiannya.

2. Bentuk huruf (‘A’, ‘B’, ‘C’, …, atau ‘Z’) yang digunakan dalam penelitian ini,

mempunyai jarak huruf yang beragam antara huruf yang satu dengan lainnya.

(62)

huruf-huruf yang lainnya seperti huruf ‘D’, ‘E’, dan ‘R’, daripada huruf ‘W’.

Hal ini berakibat, pada keadaan tingkat derau yang tinggi (misalnya 40%),

tingkat pengenalan jaringan terhadap huruf ‘B’ lebih rendah daripada huruf

‘W’. Oleh karena itu, tingkat pengenalan jaringan masih dapat ditingkatkan

lagi dengan menggunakan seperangkat huruf masukan yang jarak hurufnya

makin berjauhan antara suatu huruf dengan huruf-huruf lainnya.

3. Secara perangkat-lunak, kecepatan pelatihan dapat ditingkatkan lagi dengan

menggunakan algoritma minimisasi fungsi yang lebih cepat.

4. Secara perangkat-keras, kecepatan pelatihan dan juga pengenalan jaringan

dapat ditingkatkan lagi dengan cara menggunakan komputer yang mempunyai

(63)

BAB 6

RINGKASAN

Penelitian yang dilakukan dapat diringkas menjadi beberapa topik bahasan

seperti di bawah ini.

6.1 Latar Belakang

Pengenalan citra huruf berderau pernah diselidiki oleh beberapa peneliti.

Penelitian yang terakhir (Watanabe, 1996) menghasilkan suatu jaringan syaraf

tiruan yang mampu mengenali citra huruf berderau ukuran 32x32 piksel dengan

kandungan derau sekitar 20 %.

Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untuk menghasilkan sesuatu yang

lebih dari yang pernah ada sebelumnya, yaitu suatu jaringan syaraf tiruan yang

mampu mengenali citra huruf berderau berukuran 32x32 piksel dengan kandungan

derau yang lebih dari 30 %.

6.2 Tinjauan Pustaka

Jaringan syaraf tiruan adalah suatu jaringan yang dimodelkan berdasarkan

ciri organisasi otak manusia, yang mampu melakukan pengolahan secara paralel

dan non-linear, serta mampu pula mengangani informasi-informasi yang

kompleks. Dengan berdasar pada hal tersebut, Donald Specht telah

memperkenalkan suatu jaringan syaraf tiruan yang berdasarkan sifat-sifat statistis

(64)

syaraf probabilistis inilah yang dikembangkan untuk dapat melakukan pengenalan

terhadap citra huruf berderau.

6.3 Landasan Teori

Jaringan syaraf tiruan yang dikembangkan dalam penelitian ini,

merupakan jaringan syaraf yang memanfaatkan sifat-sifat statistis kelas pola,

dalam melakukan proses klasifikasi. Dalam hal ini proses klasifikasinya

menggunakan pengklasifikasi Bayes. Ada suatu hal yang rumit dalam

pengklasifikasi Bayes ini yaitu, penentuan nilai fungsi kerapatan probabilitas

suatu kelas pola. Untuk mendapatkan nilai fungsi ini, maka setiap pola masukan

harus dievaluasi terhadap setiap sampel pola yang ada di setiap kelas. Ini berarti,

memerlukan suatu proses komputasi yang ekstensif.

6.4 Cara Penelitian

Penelitian ini, pada dasarnya dilakukan dengan cara memodifikasi jaringan

syaraf probabilistis yang telah ada sebelumnya. Modifikasi di sini dilakukan

terhadap fungsi kernel yang terdapat pada lapis pola pada jaringan syaraf tersebut.

Secara ringkas, modifikasi ini mencakup dua hal berikut.

1. Menggunakan fungsi jarak Minkowski orde-1 yang diimplementasikan secara

operasi logika XOR untuk pengolahan data biner, sebagai pengganti fungsi

jarak Eucledian. Dengan cara ini, proses komputasi menjadi lebih cepat.

2. Memperkenalkan pencarian nilai faktor penyekala yang umum untuk setiap

(65)

keadaan derau 0 % dan derau 50 %. Hal ini memberikan hasil tingkat

pengenalan jaringan menjadi lebih akurat, terutama bila berhadapan dengan

citra huruf dengan kandungan derau yang tinggi.

6.5 Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan telah menghasilkan suatu jaringan yang tidak

sensitif terhadap derau. Hal ini didasarkan atas hasil pengujian yang

memperlihatkan bahwa, tingkat kesalahan pengenalan yang kurang dari 5%

masih dapat diperoleh, pada keadaan tingkat derau yang mencapai 35 %.

Meskipun tidak sensitif terhadap derau, namun jaringan yang dirancang

ternyata sensitif terhadap adanya deformasi proporsi, pergeseran, dan perputaran.

Hasil pengujian memperlihatkan adanya deformasi tersebut yang relatif kecil,

telah menyebabkan turun dengan drastisnya tingkat pengenalan jaringan. Sebagai

contoh, tingkat pengenalan jaringan untuk citra dengan huruf yang kurus, tergeser

ke kiri satu piksel dan terputar 5o hanya mencapai 52,3 %.

Bentuk huruf masukan (‘A’, ‘B’, ‘C’ …, atau ‘Z’), mempunyai pengaruh

terhadap tingkat pengenalan jaringan pada keadaan tingkat derau yang tinggi.

Jaringan mulai memperlihatkan kesensitifannya terhadap bentuk huruf pada

tingkat derau 35%, yang diindikasikan dengan adanya perbedaan tingkat

(66)

DAFTAR PUSTAKA

Buchanan, James L., dan Turner, Peter R., 1994, Numerical Methods and Analysis, McGraw-Hill Inc. New York.

Chandran, Vinod, Carswell, Brett, Boashash, Boualem, dan Elgar, Steve, 1997, "Pattern Recognition Using Invariants Defined from Higher Order Spectra: 2-D Image Inputs", IEEE Transactions on Image Processing, Vol. 6. No. 5, pp 703-712.

Demuth, Howard dan Beale, Mark, 1994, Neural Networks Toolbox: For Use with MATLAB, The Mathworks, Inc., Massachusetts.

Fausett, Laurene, 1994, Fundamentals of Neural Networks, Prentice Hall, Inc., New Jersey.

Lin, Chin-Teng dan Lee, George C.S., 1996, Neural Fuzzy Systems, Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Masters, Timothy, 1995, Advanced Algorithm for Neural Networks: A C++ Sourcebook, John Wiley & Sons, Inc., Toronto.

Patterson, Dan W., 1996, Artificial Neural Networks, Simon & Schuster (Asia) Pte. Ltd., Singapore.

Watanabe, Sumio, 1996, "An Ultrasonic 3-D Robot Vision System Based on the Statistical Properties of Neural Networks", Neural Networks for Robotic Control: Theory and Applications, Edited by A.M.S. Zalzala and A.S. Morris, Ellis Horwood Limited, London.

(67)
(68)

L.1 Daftar Kode Sumber

Kode-kode sumber yang dirancang dalam penelitian ini diperlihatkan pada daftar sebagai berikut.

1. Kode sumber pengujian berbasiskan teks.

txtpnn.m - Pengujian PNN berbasiskan teks

2. Kode sumber pengujian berbasiskan GUI.

guipnn.m - Callback untuk pengujian PNN berbasiskan GUI

guipnnfg.m - Figure untuk pengujian PNN berbasiskan GUI

3. Kode sumber pelatihan

latih.m - Pelatihan PNN

4. Kode sumber bersama yang digunakan oleh kode sumber pegujian berbasiskan teks dan GUI, serta pelatihan.

simupnn.m - Simulasi PNN

lhlayer.m - Simulasi lapis pola dan penjumlahan pada PNN

imdc.m - Vektorisasi dan pengkontaminasian derau pada citra

geser.m - Pergeseran citra

*) Keterangan: PNN (Probabilistic Neural Network) GUI (Graphical User Interface)

L.2 Listing Kode Sumber

(69)

1

function txtpnn

% TXTPNN Pengujian PNN berbasiskan teks %

% (c) Linggo S. - 1998

clc tic

% =================================================== % Variabel masukan dan jaringan

% ===================================================

JumlahUji=300; % Jumlah pengujian

Derau=0; % Derau : 0,1,...,50 (persen)

Proporsi='normal'; % Proporsi huruf:

% 'normal','gemuk_','kurus_'

Rotasi=0; % Rotasi huruf: -15,..,0,...,15 (derajad)

ArahGeser='atas_'; % Arah geser:

% ‘atas_','bawah','kanan','kiri_'

JarakGeser=0; % Jarak geser: 0,1,2,... (piksel)

RuntunHuruf='acak'; % Runtun huruf : 'acak','atur'

load sampel % Ambil data jumlah sampel per kelas

load sigma % Ambil data sigma

% =================================================== % Pengujian berulang

% =================================================== disp('Pengujian berulang berbasiskan teks')

disp('===================================') fprintf('Persen derau : %g\n\n',Derau) fprintf('Proporsi huruf : %s\n',Proporsi) fprintf('Sudut rotasi : %g\n',Rotasi) fprintf('Arah pergeseran : %s\n',ArahGeser)

fprintf('Jarak pergeseran : %g piksel\n\n',JarakGeser) fprintf('Jumlah pengujian : %g\n\n',JumlahUji)

% Pembentukan runtun huruf

% ---

DaftarHuruf=['A';'B';'C';'D';'E';'F';'G';'H';'I';'J';'K';'L';... ‘M’;'N';'O';'P';'Q';'R';'S';'T';'U';'V';'W';'X';'Y';'Z'];

if RuntunHuruf=='acak'

% Huruf dan jenis huruf acak

DaftarAngka=1+round((100*rand(JumlahUji,1))/4); JHuruf=randn(JumlahUji,1)>0;

else

% Huruf teratur dengan jenis huruf Arial NomorHuruf=find(DaftarHuruf==Huruf); DaftarAngka=NomorHuruf*ones(JumlahUji,1); JHuruf=ones(JumlahUji,1);

end

(70)

57

for i=1:JumlahUji

HurufIn=DaftarHuruf(DaftarAngka(i));

if JHuruf(i)==0

JenisHuruf='Roman'; else

JenisHuruf='Arial'; end

fprintf('Pengujian ke %3.3g - Masukan : %s ',i,HurufIn) fprintf('(%s)',JenisHuruf)

fprintf(' , Keluaran : ')

% Konversi citra BMP ke matriks biner

% ---

if JenisHuruf=='Roman'

Citra0=~(imread([HurufIn 'roman'],'bmp'));

else

Citra0=~(imread([HurufIn 'arial'],'bmp'));

end

Citra=bwmorph(Citra0,'dilate');

case 'kurus_'

Citra=bwmorph(Citra0,'thin'); end

% Pergeseran citra

% ---

Citra=geser(Citra,ArahGeser,JarakGeser);

% Rotasi citra

% ---

Citra=imrotate(Citra,Rotasi,'nearest','crop');

% Penambahan derau acak dan vektorisasi

% ---

Citra=imdc(Citra,Derau);

(71)

113

fprintf('%s - %s\n',HurufOut,Out) end

Waktu1=toc;

Waktu2=Waktu1/JumlahUji;

PersenTepat=((JumlahUji-salah)/JumlahUji)*100;

% =================================================== % Hasil Pengujian

% =================================================== % Kerapatan Probabilitas

fprintf('\nRerata kerapatan probabilitas : %f\n',mean(Density))

% Meleset dan tepat

fprintf('\nJumlah pengujian : %g \n',JumlahUji) fprintf('Jumlah meleset : %g \n',salah)

fprintf('Persen tepat : %g \n\n',PersenTepat)

% Waktu pengujian

(72)

1

function guipnn(aksi)

% Definisi callback pada GUIPNNFG

% ============================================================ % FUNGSI UTAMA

% ============================================================

load sigma

sigma=mean(mean(sigma));

load sampel

blank=~uint8(zeros(32,32));

DaftarHuruf=['A';'B';'C';'D';'E';'F';'G';'H';'I';'J';'K';'L';'M';... 'N';'O';'P';'Q';'R';'S';'T';'U';'V';'W';'X';'Y';'Z'];

global ImgHnd

if nargin <1

aksi='inisialisasi'; end

switch aksi

case 'inisialisasi'

ImgHnd=[0 0];

guipnnfg

[x1,map]=imread('aroman','bmp');

axes(ImgHnd(1)); imshow(x1,map); axis('on')

axes(ImgHnd(2)); imshow(x1,map); axis('on')

case 'perputaran'

Rot=get(gcbo,'Value');

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','TextPerputaran'); set(Hnd,'String',sprintf('%3.1f',Rot))

case 'derau'

Derau=get(gcbo,'Value');

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','TextDerau'); set(Hnd,'String',sprintf('%3.1f',Derau))

case 'reset'

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','PopUpJenis'); set(Hnd,'Value',1)

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','PopUpProporsi'); set(Hnd,'Value',1)

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','SliderPerputaran'); set(Hnd,'Value',0)

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','PopUpArahGeser'); set(Hnd,'Value',1)

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','PopUpJarakGeser'); set(Hnd,'Value',1)

(73)

57

case 'eksekusi'

% Ambil masukan

% ---

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','PopUpHuruf'); List=get(Hnd,'UserData');

HurufIn=List(get(Hnd,'Value'));

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','SliderDerau'); Derau=get(Hnd,'Value');

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','PopUpJenis'); List=get(Hnd,'UserData');

Jenis=List(get(Hnd,'Value'),:);

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','PopUpProporsi'); List=get(Hnd,'UserData');

Proporsi=List(get(Hnd,'Value'),:);

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','SliderPerputaran'); Perputaran=get(Hnd,'Value');

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','PopUpArahGeser'); List=get(Hnd,'UserData');

ArahGeser=List(get(Hnd,'Value'),:);

Hnd=findobj(gcbf,'Tag','PopUpJarakGeser'); List=get(Hnd,'UserData');

JarakGeser=List(get(Hnd,'Value'));

% Konversi citra BMP ke matriks biner

% ---

switch Jenis

case 'roman'

img0=~(imread([HurufIn 'roman'],'bmp'));

case 'arial'

img0=~(imread([HurufIn 'arial'],'bmp'));

end

img=bwmorph(img0,'dilate');

case 'kurus_'

img=bwmorph(img0,'thin'); end

% Pergeseran

% ---

img=geser(img,ArahGeser,JarakGeser);

% Perputaran

Gambar

Tabel  4.1 Pengaruh deformasi proporsi terhadap tingkat
Gambar 2.1  Model dasar neuron
Gambar 2.2  Contoh jaringan umpanmaju tiga-lapis.
Gambar 3.1 Dua macam jenis huruf: Roman dan Arial.
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Diabetes melitus tipe 2 sering juga di sebut diabetes life style karena penyebabnya selain faktor keturunan, faktor lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi insulin,

dimana PER merupakan price earnings ratio , RR merupakan retention ratio , ROE merupakan return on equity , IHD merupakan imbal hasil yang disyaratkan atau tingkat

Ketegangan mulai pada tanggal 3 Juni ketika masyarakat desa setempat melaporkan bahwa pasukan bersenjata telah melintas di perbatasan Bener Meriah dan menyerang desa

Program PRO-SELF merupakan intervensi psikoedukasi mencakup pemberian informasi, keterampilan dan dukungan yang dapat diberikan perawat dengan tujuan meningkatkan

Faktor yang mendukung kesediaan dokter untuk bekerja di Kabupaten Buol adalah kompensasi yang sudah sesuai dengan standar gaji untuk wilayah terpencil dan penghargaan serta

Teknik clustering dengan algoritma K- means sangat tepat digunakan untk mencapai tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan sebaran peminatan tegas akhir pada

Analisis dilakukan dengan membandingkan kinerja campuran aspal pen 40/50 gradasi AC-BC dan gradasi Asphalt Institute, serta mengkaji apakah kedua jenis campuran memiliki modulus yang

Utomo &amp; Nasution (1995) secara garis besar, mengkatagorikan 3 tipe perairan umum di daerah aliran Sungai Batanghari, Jambi, sebagai berikut 1) tipe perairan