viii
ABSTRAK
PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN METODE
PARKER-SOCHACKI
Telah dilakukan pendekatan numerik menggunakan metode Parker-Sochacki untuk melakukan simulasi kontrol gerak longitudinal dan respon sistem pesawat Boeing 747 yang didesain dengan metode ruang keadaan. Sistem tersebut mendapatkan gangguan angin yang konstan sehingga keadaan sistem berubah-ubah. Hasil yang diperoleh dari pendekatan numerik ini lebih akurat dibandingkan terhadap pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta untuk interval waktu yang sama. Untuk tingkat akurasi yang sama, metode Parker-Sochacki membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk menyelesaikan simulasi kontrol dan respon pesawat tersebut.
ix
ABSTRACT
NUMERICAL APPROACH FOR AUTOMATIC CONTROL OF THE LONGITUDINAL MOTION OF FLIGHT SYSTEM USING
PARKER-SOCHACKI METHODS
Numerical approach using Parker-Sochacki method was done for simulating control of longitudinal motion and respond of the Boeing 747 aircraft system that designed using the state space method. The system undergoes constantly gust disturbances such that the state of the system changes continuously. The result of Parker-Sochacki numerical approach is more accurate than the numerical approach using Runge-Kutta method for the same time interval. For the same level of accuracy, the Parker-Sochacki method need less time than the Runge-Kutta method for simulating the control and respond of the aircraft.
PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT
OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL
PESAWAT DENGAN METODE PARKER-SOCHACKI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika
oleh
NIKEN SAWITRI NIM: 073214001
PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2011
ii
NUMERICAL APPROACH FOR AUTOMATIC CONTROL
OF THE LONGITUDINAL MOTION OF FLIGHT SYSTEM
USING PARKER-SOCHACKI METHODS
SCRIPTION
Presented as Partial Fulfillment for the Requirement to Obtain the Sarjana Science
in Physics Department
by
NIKEN SAWITRI NIM : 073214001
PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE DAN TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA 2011
v
tiada burung yang terbang terlalu tinggi saat dia
terbang dengan sayapnya sendiri
usaha yang tanpa menyerah jauh
lebih berharga dibanding hasil
yang gemilang
Saya persembahkan karya ini kepada
Orang tua dan Kakak tercinta
Universitas Sanata Dharma
viii
ABSTRAK
PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN METODE
PARKER-SOCHACKI
Telah dilakukan pendekatan numerik menggunakan metode Parker-Sochacki untuk melakukan simulasi kontrol gerak longitudinal dan respon sistem pesawat Boeing 747 yang didesain dengan metode ruang keadaan. Sistem tersebut mendapatkan gangguan angin yang konstan sehingga keadaan sistem berubah-ubah. Hasil yang diperoleh dari pendekatan numerik ini lebih akurat dibandingkan terhadap pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta untuk interval waktu yang sama. Untuk tingkat akurasi yang sama, metode Parker-Sochacki membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk menyelesaikan simulasi kontrol dan respon pesawat tersebut.
ix
ABSTRACT
NUMERICAL APPROACH FOR AUTOMATIC CONTROL OF THE LONGITUDINAL MOTION OF FLIGHT SYSTEM USING
PARKER-SOCHACKI METHODS
Numerical approach using Parker-Sochacki method was done for simulating control of longitudinal motion and respond of the Boeing 747 aircraft system that designed using the state space method. The system undergoes constantly gust disturbances such that the state of the system changes continuously. The result of Parker-Sochacki numerical approach is more accurate than the numerical approach using Runge-Kutta method for the same time interval. For the same level of accuracy, the Parker-Sochacki method need less time than the Runge-Kutta method for simulating the control and respond of the aircraft.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
xiii
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Tujuan Penelitian ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
1.6. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II DASAR TEORI ... 6
2.1. Sistem Kontrol ... 6
2.2. Pendekatan Numerik dengan Metode Parker- Sochacki ... 9
2.3. Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta Orde Empat ... 10
2.4. Persamaan Gerak Longitudinal Pesawat ... 12
BAB III METODE PENELITIAN ... 17
3.1. Desain Sistem Kontrol Pilot Otomatis ... 17
3.2. Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis Sebagai Pembanding ... 20
3.3. Penerapan Metode Parker-Sochacki ... 21
3.4. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Empat Sebagai Pembanding ... 24
xiv
3.5. Algoritma ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1. Komputasi Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis untuk Penerbangan ... 30
4.2. Pendekatan Numerik Sistem dengan Gangguan dan Tanpa Kontrol ... 34
4.3. Pendekatan Numerik Sistem Terkontrol dengan Gangguan Bervariasi dengan Metode Parker-Sochacki 36 4.4. Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta Sebagai Pembanding ... 44
BAB V KESIMPULAN ... 51
5.1. Kesimpulan ... 51
5.2. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
Lampiran ... 54
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Grafik pendekatan Runge-Kutta ... 12
Gambar 2.2 : Gambar arah gerak pesawat ... 15
Gambar 3.1 : Algoritma penyelesaian analitik sistem kontrol pilot
otomatis untuk penerbangan ... 26
Gambar 3.2 : Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem
kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode
Parker-Sochacki ... 27
Gambar 3.3 : Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem
kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode
Runge-Kutta ... 28
Gambar 4.1 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) dengan
penyelesaian analitik ... 31
Gambar 4.2 : Perbandingan penyelesaian analitik, pendekatan numerik
Parker-Sochacki, dan pendekatan numerik Runge-Kuta .... 32
Gambar 4.3 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) tanpa
kontrol berdasarkan persamaan 4.2 dan 4.3 ... 35
xvi Gambar 4.12 : Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) untuk
xvii
ℎ = 0,001 s ... 47 Gambar 4.13 : Perbandingan simulasi menggunakan pendekatan numerik
Runge-Kutta untuk interval waktu 0,1 detik, 0,01 detik,
dan 0,001 detik dengan pendekatan numerik
Parker-Sochacki untuk interval waktu 0,1 detik ... 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada saat pesawat terbang dibuat dan diterbangkan pertama kali, pesawat
tersebut hanya mampu bekerja dalam waktu yang relatif singkat. Seiring dengan
perkembangan teknologi, kemampuan kerja pesawat terbang mulai ditingkatkan
melalui berbagai penelitian. Kemampuan kerja yang meningkat tersebut
memungkinkan pesawat untuk terbang lebih jauh dan lebih lama. Penerbangan yang
lebih lama membutuhkan konsentrasi tinggi dan terus menerus dari pilot yang
menerbangkannya. Hal tersebut dapat menimbulkan kelelahan yang mengakibatkan
menurunnya konsentrasi pilot sehingga dapat terjadi kecelakaan pesawat terbang.
Untuk mengatasi hal tersebut, mulai dikembangkan sistem untuk
mengendalikan laju pesawat terbang tanpa pengawasan manusia. Sistem ini sering
disebut sistem pilot otomatis. Sistem pilot otomatis berfungsi mengatur gerak kontrol
pesawat untuk menggerakkan pesawat sesuai dengan yang diharapkan. Ada beberapa
jenis gerak pesawat, salah satunya adalah gerak longitudinal, yaitu gerak pesawat
naik dan turun yang disebabkan perubahan sudut antara pesawat dengan garis
horisontal. Gerak pesawat ini diatur menggunakan bagian pesawat yang disebut
elevator [Nelson, 1998]. Oleh karena itu, untuk mengendalikan gerak longitudinal
pesawat, perlu didesain kontrol otomatis untuk mengatur gerak elevator.
2
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendesain kontrol
sistem pilot otomatis. Salah satunya adalah dengan metode state space (ruang
keadaan). Metode ini pada dasarnya digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik
suatu sistem dalam bentuk persamaan diferensial [Groesen dan Molenaar, 2007].
Dengan mengetahui karakteristik suatu sistem, dapat dicari kontrol yang tepat untuk
mengendalikan sistem agar stabil.
Persamaan-persamaan diferensial yang merupakan karakter sistem yang
telah dikontrol tersebut dapat disimulasikan menggunakan pendekatan numerik.
Simulasi ini berguna untuk memprediksi respon sistem terhadap kontrol yang
diberikan sebelum kontrol yang sebenarnya dibuat. Hal ini membantu menekan biaya
eksperimen dengan mencegah kesalahan yang mungkin dibuat dalam mendesain
kontrol sistem tersebut.
Salah satu pendekatan numerik yang dapat dilakukan adalah dengan metode
iterasi Picard.
Untuk menanggulangi kelemahan dari metode iterasi Picard, G. Edgar
Parker dan James S. Sochacki melakukan modifikasi untuk menyatakan iterasi Picard
dalam bentuk yang lebih sederhana. Modifikasi ini kemudian disebut metode
Parker-Sochacki [Steward dan Bair, 2009]. Berkat metode Parker-Parker-Sochacki, pendekatan
Kelebihan dari metode iterasi ini adalah akurasi nilai keluaran yang
lebih tinggi untuk pendekatan dengan orde yang lebih tinggi. Namun, karena
menggunakan integrasi untuk menyatakan pendekatan pada setiap orde, untuk orde
yang semakin tinggi, iterasi Picard semakin sulit dilakukan [Steward dan Bair, 2009].
3
numerik suatu persamaan diferensial lebih mudah dilakukan dengan hasil yang lebih
akurat dibandingkan dengan solusi menggunakan metode numerik lainnya.
Pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki ideal digunakan untuk
melakukan simulasi kontrol dan respon sistem pilot otomatis untuk penerbangan yang
dirumuskan dengan metode ruang keadaan. Selain itu, metode pendekatan numerik
ini mampu memprediksi keadaan sistem dengan lebih akurat sehingga kontrol sistem
dapat disesuaikan dengan keadaan sistem secara lebih cepat dan akurat. Dengan
demikian, diharapkan dapat dirumuskan desain kontrol sistem pilot otomatis untuk
penerbangan yang lebih baik dengan bantuan metode ini.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, yang menjadi
permasalahan adalah perumusan desain kontrol sistem pilot otomatis gerak
longitudinal pesawat menggunakan kombinasi antara metode ruang keadaan dan
metode pendekatan numerik Parker-Sochacki.
1.3. Batasan Masalah
Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini dibatasi pada masalah yang
menyangkut:
1. Penggunaan metode ruang keadaan untuk merumuskan karakter sistem dan
kontrol optimal pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal
pesawat yang dilakukan terhadap pesawat Boeing 747.
4
2. Penggunaan penyelesaian analitik untuk merumuskan respon pesawat yang
tidak terkena gangguan terhadap kontrol dan dibandingkan dengan
penyelesaian menggunakan pendekatan numerik dengan metode
Parker-Sochacki dan metode Runge-Kutta untuk kasus yang sama.
3. Penggunaan kombinasi metode ruang keadaan dan pendekatan numerik
dengan metode Parker-Sochacki untuk merumuskan desain kontrol dan
respon sistem pilot otomatis pesawat yang mendapatkan gangguan.
4. Penggunaan kombinasi metode ruang keadaan dan pendekatan numerik
dengan metode Runge-Kutta untuk merumuskan desain kontrol untuk
pesawat yang dikenai gangguan dan dibandingkan dengan pendekatan
numerik menggunakan metode Parker-Sochacki untuk kasus yang sama.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan desain kontrol sistem
pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal pesawat menggunakan
kombinasi metode ruang keadaan dan pendekatan numerik dengan metode
Parker-Sochacki.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan desain optimal kontrol sistem pilot otomatis untuk
mengendalikan gerak longitudinal pesawat yang terkena gangguan angin.
5
2. Menambah pustaka di bidang fisika komputasi mengenai pendekatan
numerik dengan metode Parker-Sochacki untuk melakukan desain kontrol
sistem pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal pesawat.
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Pada bab I akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II Dasar Teori
Bab II berisi penguraian tentang sistem kontrol dengan metode ruang
keadaan, pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki,
pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta orde 4, dan
persamaan gerak longitudinal pesawat terbang.
BAB III Metode Penelitian
Bab III menguraikan langkah-langkah yang dilakukan saat penelitian.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Pada bab IV akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan
penelitian.
BAB V Penutup
Bab V berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran.
6
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Sistem Kontrol
Sistem merupakan kumpulan berbagai elemen yang saling berinteraksi
sedemikian rupa sehingga perubahan keadaan sebuah elemen akan mempengaruhi
keadaan elemen yang lain. Interaksi antar elemen tersebut dapat dikendalikan
sedemikian rupa sehingga dihasilkan keadaan elemen yang sesuai dengan keluaran
yang diharapkan. Sistem yang telah dikendalikan disebut sistem terkontrol [Meyers,
1992].
Perumusan proses kontrol sebuah sistem dimulai dengan menganalisis
karakter sistem tersebut. Untuk mempermudah proses analisis, suatu sistem dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan-persamaan diferensial. Salah satu metode yang
dapat digunakan untuk menyatakan persamaan karakter sistem adalah metode ruang
keadaan (state space). Metode ruang keadaan pada dasarnya merupakan perumusan
persamaan-persamaan diferensial orde satu yang mendeskripsikan karakteristik
sistem yang dianalisis [Nelson, 1998].
Metode ruang keadaan dinyatakan dalam bentuk persamaan [Ogata, 1985]
�⃗̇=��⃗+��⃗ (2.1)
�⃗=��⃗ (2.2)
7
Dengan � adalah matriks keadaan sistem, � adalah matriks masukan, � adalah
matriks keluaran, �⃗ adalah variabel keadaan, �⃗ adalah masukan yang diberikan, dan �⃗
adalah keluaran yang dihasilkan.
Dengan memperhitungkan pengaruh gangguan pada sistem, persamaan
ruang keadaan suatu sistem juga dapat dituliskan sebagai berikut [Nelson, 1998]
�⃗̇=��⃗+��⃗+��⃗ (2.3)
�⃗=��⃗ (2.4)
Dengan �adalah matriks gangguan sistem dan �⃗ adalah variabel gangguan.
Pengendalian pada sistem dalam bentuk ruang keadaan dengan
menggunakan karakter sistem melalui huku m kontrol dinyatakan dalam persamaan
[Nelson, 1998]
�⃗=−���⃗+�′ (2.5)
dengan �� adalah transpose feedback dan �′ adalah masukan yang diberikan tanpa
adanya feedback (masukan awal).
Persamaan (2.1) yang dikombinasikan dengan persamaan (2.5) akan
mengubah persamaan ruang keadaan sistem terkontrol menjadi [Nelson, 1998]
�⃗̇= (� − ���)�⃗+��′ (2.6)
Desain kontrol suatu sistem dapat dilakukan dengan cara menyamakan
persamaan karakteristik sistem tersebut dengan persamaan karakteristik yang
8
diharapkan. Persamaan karakteristik sistem diperoleh melalui persamaan [Nelson,
1998]
|�� −(� − ���)| = 0 (2.7)
Sedangkan, karakteristik sistem yang diharapkan ditunjukkan melalui persamaan
[Nelson, 1998]
��2+ 2�
�������+��2��� ��2+ 2������+��2��= 0 (2.8)
Dengan ��� adalah damping ratio untuk pergerakan dalam waktu singkat (short
phugoid motion), ���� adalah frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan dalam
waktu singkat, �� adalah damping ratio untuk pergerakan dalam waktu yang lama
(long phugoid motion) ��� adalah frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan
dalam waktu yang lama. Kontrol optimal diperoleh dengan memasukkan persamaan
karakteristik sistem yang diharapkan ke dalam persamaan karakteristik sistem yang
dimiliki sehingga dapat diperoleh nilai k yang optimal untuk setiap keadaan.
Persamaan (2.1) dapat diselesaikan dengan menggunakan metode analitik
dengan persamaan sebagai berikut
�(�) =ℒ−1[(�� − �)−1] (2.9)
�⃗(�) =�(�)�⃗(0) (2.10)
9
Dengan �(�) adalah transisi matriks keadaan dan �⃗(0) adalah keadaan awal (pada
saat t = 0). Persamaan (2.9) dan (2.10) adalah penyelesaian persamaan keadaan
dengan matriks transisi dengan metode transformasi Laplace [Nelson, 1998].
2.2. Pendekatan Numerik dengan Metode Parker-Sochacki
Metode ruang keadaan digunakan untuk menyatakan kontrol sistem dalam
persamaan diferensial. Persamaan diferensial ini dapat dijabarkan melalui pendekatan
secara numerik menggunakan metode Picard. Metode ini pada dasarnya digunakan
untuk mencari solusi persamaan diferensial sederhana berbentuk
� �
′(�) =�(�,�)
�(�0) =�0
(2.11)
dari hubungan berulang yang memenuhi [Parker dan Sochacki, 1996]
�(�) =�0+∫ ����� ,�(�)���
0 (2.12)
dengan asumsi � dan �� ��⁄ kontinyu di daerah sekitar (�0,�0). Secara khusus,
hubungan berulang tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk [Parker dan Sochacki,
1996]
Untuk orde n yang semakin tinggi, metode tersebut semakin sulit dilakukan.
G. Gerard Parker dan James S. Sochacki melakukan modifikasi terhadap metode
10
Picard pada persamaan diferensial sederhana dengan �0 = 0. Persamaan diferensial
sederhana tersebut dikonversi menjadi persamaan polinomial menggunakan substitusi
dan sistem penjumlahan [Parker dan Sochacki, 1996].
Pada metode ini, variabel sistem dengan orde yang lebih tinggi diselesaikan
menggunakan kondisi awal yang adalah variabel sistem orde sebelumnya. Bentuk
umum dari modifikasi iterasi Picard oleh Parker-Sochacki yaitu [Steward dan Bair,
2009]:
�(�+��) =�(�) +∑��=1��(��)� (2.14)
dengan �(�) adalah nilai � pada iterasi sampai ke �, �� adalahkomponen y.
Metode Parker-Sochacki menawarkan penyelesaian yang lebih sederhana
dibandingkan dengan metode Picard, dengan tingkat ketelitian yang sama. Hanya
diperlukan satu persamaan untuk mendapatkan pendekatan numerik untuk setiap nilai
pada �.
2.3. Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta Orde Empat
Selain menggunakan metode Parker-Sochacki, pendekatan numerik untuk
menjabarkan persamaan diferensial suatu sistem dapat dilakukan dengan metode
Runge-Kutta. Metode Runge-Kutta yang paling sering digunakan adalah metode
Runge-Kutta orde empat. Pada metode ini, persamaan diferensial dengan ketentuan
seperti pada persamaan (2.11), didekati dengan menggunakan persamaan [Chapra,
2008]
11
Dengan � adalah fungsi penambahan, ℎ adalah interval waktu yang dipilih, �1adalah
slope pertama, �2 adalah slope kedua, �3 adalah slope ketiga, �4 adalah slope
keempat.
Grafik metode Runge-Kutta digambarkan pada grafik 2.1. �1 adalah kemiringan grafik pada awal interval waktu (pada saat t = ��). Kemiringan grafik �1
ini kemudian digunakan untuk menentukan pendekatan pertama titik y dengan
kemiringan grafik �2 dan berada di t = ��+1 2
. Kemiringan grafik �2 kemudian
digunakan untuk menentukan pendekatan titik y dengan kemiringan grafik �3 yang juga berada di titik t = ��+1
2
. Kemiringan grafik �3 digunakan untuk menentukan pendekatan ketiga titik y dengan kemiringan grafik �4 yang berada di t = ��+1. Kemiringan grafik �1,�2,�3, dan �4 kemudian dioperasikan sesuai dengan persamaan
12
(2.16) untuk menghasilkan kemiringan rata-rata � dalam menentukan pendekatan
terakhir titik y di t = ��+1 [Chapra, 2008].
Gambar 2.1 Grafik Pendekatan Runge-Kutta
2.4. Persamaan Gerak Longitudinal Pesawat
Pesawat di udara dan lingkungan di sekitarnya merupakan salah satu bentuk
sistem. Gerak pesawat yang terbang di udara dipengaruhi gaya dan momentum
aerodinamis yang bekerja pada pesawat tersebut. Selain itu, gangguan berupa angin
juga mempengaruhi gerak pesawat. Sehingga, pada saat mendesain kontrol gerak
pesawat otomatis, pengaruh-pengaruh tersebut perlu diperhatikan.
Bentuk umum persamaan gaya dan momentum sudut aerodinamis yang
bekerja pada pesawat adalah [Nelson, 1998]
13
�� − �� ��� �= �(�̇+�� − ��) (2.21)
�� +��cos�sin�= �(�̇+�� − ��) (2.22)
�� +��cos�cos� =�(�̇+�� − ��) (2.23)
�� =���̇ − ����̇+����� − ��� − ����� (2.24)
�� = ���̇+��(��− ��) +���(�2− �2) (2.25)
�� = −����̇+���̇+����� − ���+����� (2.26)
dengan �� , �� , �, �, dan �� adalah komponen gaya aerodinamis, komponen
momentum sudut aerodinamis, komponen kecepatan linier pesawat, komponen
kecepatan sudut pesawat, dan komponen momen inersia pesawat searah sumbu x, ��,
��, �, �, dan �� adalah komponen gaya aerodinamis, komponen momentum sudut
aerodinamis, komponen kecepatan linier pesawat, komponen kecepatan sudut
pesawat, dan komponen momen inersia pesawat searah sumbu y, ��, ��, �, �, dan ��
adalah komponen gaya aerodinamis, komponen momentum sudut aerodinamis,
komponen kecepatan linier pesawat, komponen kecepatan sudut pesawat, dan
komponen momen inersia pesawat searah sumbu z, � adalah massa pesawat, �
adalah sudut kenaikan pesawat, dan ��� adalah produk komponen momen inersia
searah sumbu x dan z.
14
∆�� adalah perubahan sudut aileron.
Pada pesawat yang bergerak dengan tenang (tidak melakukan gerakan yang
ekstrim), gerak pesawat tersebut dapat diasumsikan terbagi menjadi dua grup
persamaan yaitu, persamaan gerak longitudinal (gerak yang disebabkan perubahan
sudut �) dan persamaan gerak lateral (gerak yang disebabkan perubahan sudut �).
Persamaan gerak longitudinal terdiri dari persamaan gaya terhadap sumbu x (��),
persamaan komponen gaya searah sumbu z (��), dan persamaan komponen
momentum sudut searah sumbu y (��). Sedangkan, persamaan gerak lateral terdiri
dari persamaan komponen momentum sudut searah sumbu x (��), persamaan
15
komponen momentum sudut searah sumbu z (��), dan persamaan komponen gaya
searah sumbu y (��) [Nelson, 1998].
Gambar 2.2 Gambar arah gerak pesawat
Persamaan gerak longitudinal dan lateral pesawat yang bergerak tenang
dapat dianalisis secara terpisah. Untuk persamaan gerak longitudinal, pada proses
analisis variabel �, �, �, dan turunannya dianggap nol. Dengan adanya pengaruh
angin pada atmosfer, melalui proses linearisasi, persamaan gerak longitudinal
pesawat menjadi [Nelson, 1998]
���� − ��� ∆�+����+���− ∆���� +�∆� =��∆�� (2.33)
���� − ��� ∆�+����+��� − ∆���� − �0∆�=��∆�� (2.34)
���� − ��� ∆�+����+��� − ∆���� +��� − ∆���� = ��∆�� (2.35)
∆�̇= ∆� (2.36)
16
Dengan �� adalah gangguan searah u, �� adalah gangguan searah w, �� adalah
gangguan searah q, dan didefinisikan
�� ≡
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Sistem Kontrol Pilot Otomatis
Analisis sistem yang terdiri atas pesawat dan lingkungan di sekitarnya yang
mempengaruhi gerak pesawat tersebut dilakukan dengan menggunakan metode ruang
keadaan. Berdasarkan persamaan umum dari metode ruang keadaan pada persamaan
(2.3), persamaan gerak longitudinal pesawat (persamaan (2.33) sampai (2.36))
dituliskan sebagai berikut
⎣
Persamaan (3.1) tersebut kemudian ditata ulang menjadi
⎣
18
Secara umum, persamaan (3.2) dapat ditulis
�̇=�′(� − �) +�� (3.3)
Dari persamaan ini diperoleh matriks keadaan sistem yang baru (�′) yang
berubah-ubah sesuai dengan nilai �′.
Dipilih ��� = 0,6, �� = 0,05, ��� = 3,0 derajat/s, dan �� = 0,1 derajat/s.
Nilai yang diberikan ini mempengaruhi kontrol dan gerak pesawat sebagai respon
terhadap kontrol. Damping ratio dan frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan
dalam waktu singkat mempengaruhi pola gerak pesawat saat mulai mendapat
gangguan (awal dilakukan simulasi). Sedangkan, damping ratio dan frekuensi natural
tak teredam untuk pergerakan dalam waktu yang lama mempengaruhi pola gerak
pesawat selama simulasi dilakukan. Diperoleh persamaan karakteristik yang
dikehendaki, yaitu
�4+ 3,61�3+ 9,05�2+ 0,126�+ 0,09 = 0 (3.4)
Pada penelitian, diambil nilai ��, ��, ��, ��, ��, ��, ��, �0,
���,���, ���, dan � dari data penanganan pesawat Boeing 747 [Heffley dan Jewell,
1972]. Matriks keadaan sistem dan matriks masukan menjadi
�′= �
19
Persamaan karakteristik sistem dicari menggunakan persamaan (2.7). Nilai
�′ dan � dimasukkan ke dalam persamaan tersebut sehingga diperoleh konstanta
persamaan karakteristik sistem untuk setiap orde � sebagai berikut
�3 ∶(0,959 �
Dengan menyamakan konstanta persamaan (3.4) dengan persamaan (3.5)
sampai (3.8), diperoleh nilai �1, �2, �3, dan �4 sebagai kontrol yang sesuai untuk
sistem tersebut. Sehingga, sesuai dengan persamaan (2.5), tanpa adanya masukan
awal,
20
∆��(�) =− ��1�∆�(�)− ���+�2�∆�(�)− ���+�3�∆�(�)− ���+
�4∆�(�)� (3.9)
3.2. Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis Sebagai Pembanding
Berdasarkan persamaan (2.6), persamaan (3.3) dapat ditulis sebagai berikut
�̇=�′′(� − �) (3.10)
�′′ =�′ − ��� (3.11)
Dengan menggunakan persamaan (2.9), diperoleh
�(�) =ℒ−1[(�� − �′′)−1] (3.12)
Namun, nilai �′ yang terus berubah karena adanya varibel �′ yang terus berubah
menyebabkan �(�) juga terus berubah. Artinya, penyelesaian analitik untuk setiap
nilai � berbeda. Hal ini sangat sulit dilakukan. Karena itu, sebagai pembanding,
dilakukan penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis tanpa gangguan (� =
0).
21
Jika matriks � dan � dimasukkan ke dalam persamaan (3.11) dan dengan nilai awal
∆�(0) = 0, ∆�(0) = 0, ∆�(0) = 0, ∆�(0) = 5, berdasarkan persamaan (2.10) dan
(3.12) diperoleh penyelesaian
∆�(�) = 5�(−0,00208712−0,0102818�)�(−1,80014−2,40155�)� −
(0,00208712−0,0102818�)�(−1,80014 +2,40155�)�+ (0,502087 +
0,234752�)�(−0,00499923−0,0998723�)�+
(0,502087−0,234752�)�(−0,00499923 +0,0998723�)�� (3.13)
3.3. Penerapan Metode Parker-Sochacki
Untuk mengawali metode Parker-Sochacki, diperlukan pendefinisian
beberapa variabel, seperti
∆�(�) =∆�1+∆�2�+∆�3�2+∆�
22
∆�̇(�) =∆�2+ 2 ∆�3�+ 3 ∆�4�2+ 4 ∆�5�3+⋯+ (�+ 1)∆��+2��
(3.20)
∆�̇(�) =∆�2+ 2 ∆�3�+ 3 ∆�4�2+ 4 ∆�5�3+⋯+ (�+ 1)∆��+2��
(3.21)
Berdasarkan persamaan ruang keadaan sistem pilot otomatis,
∆�̇(�) =���∆�(�)− ���+���∆�(�)− ��� − �∆�(�) +���∆��(�)
(3.22)
∆�̇(�) =���∆�(�)− ���+���∆�(�)− ���+�0�′�∆�(�)− ���+
���∆��(�) (3.23)
∆�̇(�) =���∆�(�)− ���+���∆�(�)− ���+���∆�(�)− ���+
���∆��(�) (3.24)
∆�̇(�) =�′�∆�(�)− ��� (3.25)
Melalui proses substitusi persamaan (3.14) sampai (3.21) ke dalam
persamaan (3.22) sampai (3.25), diperoleh
∆�2 =���∆�1− ���+��(∆�1− ��)− �∆�1 +���∆��(�) (3.26)
∆�2 = ���∆�1− ���+��(∆�1− ��) +�0�′(∆�1− ��) +���∆��(�)
(3.27)
23
Melalui persamaan (3.26) sampai (3.33), didapatkan nilai setiap variabel
pada persamaan (3.14) sampai (3.17). Dari persamaan-persamaan tersebut diperoleh
nilai ∆�, ∆�, ∆�, dan ∆� pada saat �. Dengan demikian, komputasi dari pendekatan
numerik dengan metode Parker-Sochacki sistem pilot otomatis untuk penerbangan
dapat dilakukan.
24
3.4. Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Empat sebagai Pembanding
Persamaan ruang keadaan sistem pilot otomatis pesawat seperti pada
persamaan (3.22) sampai (3.25) dijabarkan dengan pendekatan numerik dengan
metode Runge-Kutta orde empat. Sesuai dengan persamaan (2.15) sampai (2.20),
persamaan ruang keadaan sistem pilot otomatis pesawat dijabarkan sebagai berikut
��1 =��(∆�(�)− ��) +��(∆�(�)− ��)− �∆�(�) +���∆��(�) (3.34)
25
26
��2 =�
′ ��∆�(�)− �
��+12ℎ��1� (3.50)
��3 =�′ ��∆�(�)− ���+ 1
2ℎ��2� (3.51)
��4 =�′ ��∆�(�)− ���+ℎ��3� (3.52)
�(�+ℎ) =�(�) +1
6ℎ���1+ 2��2 + 2��3 +��4� (3.53)
Dengan persamaan-persamaan yang diperoleh (persamaan (3.34) sampai
(3.53)), komputasi dari pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta sistem pilot
otomatis untuk penerbangan dapat dilakukan.
3.5. Algoritma
Flowchart untuk penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis
digambarkan pada gambar 3.1
Gambar 3.1 Algoritma penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan
27
Flowchart untuk metode Parker-Sochacki digambarkan pada gambar 3.2
Gambar 3.2 Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode Parker-Sochacki
28
Flowchart untuk metode Runge-Kutta digambarkan pada gambar 3.3
Gambar 3.3 Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode Runge-Kutta
Listing program untuk penyelesaian analitik, pendekatan numerik dengan
metode Parker-Sochacki, dan pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta
terdapat pada Lampiran I.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendekatan numerik sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan
dilakukan dengan menggunakan metode Parker-Sochacki, dengan masukan awal
∆�1 =∆�1 = 0 ft/s, ∆�1 = ��� + 0,1� derajat/s, dan ∆�1= 5�. Nilai ∆�1, ∆�1,
∆�1, dan ∆�1 menunjukkan nilai ∆�(0), ∆�(0), ∆�(0) dan ∆�(0). Nilai 0 pada ∆�1
dan ∆�1 menandakan tidak terjadi perubahan nilai � dan � pada awal simulasi yang
dilakukan. Sedangkan, nilai 5o
Dipilih nilai ∆�1 =��� + 0,1� karena pada saat mendesain kontrol sistem
pesawat, �� tidak boleh sama dengan �1. Jika hal ini terjadi, maka nilai �′ akan
menjadi tidak terdefenisi sehingga desain tidak dapat dilakukan. Penambahan nilai
0,1 pada �1 tidak terlalu berpengaruh pada perhitungan nilai ∆� selanjutnya. Selain
itu, jika �1 diberi nilai 0, maka berapa pun nilai �� yang diberikan, nilai �′ pertama
akan sama dengan 0. Hal ini akan mengakibatkan matriks keadaan sistem menjadi
singular dan desain kontrol sistem tidak dapat dilakukan.
pada ∆�1 menunjukkan nilai simpangan sudut awal
pesawat (�).
Komputasi dilakukan dengan ketentuan
1. Gangguan angin (��, ��, dan��) konstan sepanjang waktu komputasi.
30
2. Gangguan angin diberi nilai yang bervariasi (0 sampai dengan 500 ft/s untuk ��
dan ��, serta 0 sampai dengan 1 × 10−2 derajat/s untuk �
�) pada komputasi
yang dilakukan.
3. Komputasi dilakukan sampai detik ke 1000 dengan interval waktu 0,1 detik
dan orde persamaan 4 untuk setiap nilai yang ditampilkan.
Sebagai pembanding, dilakukan juga pendekatan numerik menggunakan
metode Runge-Kutta dengan masukan awal yang sama. Pada bagian ini dilakukan
komputasi dengan ketentuan
1. Gangguan angin (��, ��, dan��) konstan sepanjang waktu dengan nilai untuk
��R
2. Komputasi dilakukan sampai detik ke 1000 untuk interval waktu 0,1 detik dan
sampai detik ke 100 untuk interval waktu 0,01 detik dan 0,001 detik.
= 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan�� = 1 × 10−3derajat/s.
4.1. Komputasi Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis untuk
Penerbangan
Dilakukan komputasi penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis
untuk penerbangan tanpa gangguan angin seperti yang dijabarkan pada subbab 3.2.
Diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada gambar 4.1 sebagai berikut
31
Gambar 4.1 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) dengan penyelesaian analitik
Perubahan sudut kemiringan pesawat terhadap bidang horisontal dinyatakan
dengan ∆�. Dari data yang diperoleh, nilai lonjakan maksimum pada awal
∆�menurut penyelesaian analitik adalah 5,4293o. Nilai di mana ∆� dianggap cukup
stabil (2% dari nilai maksimum ∆�) adalah 0,108587o
Dilakukan juga perbandingan antara simulasi perubahan sudut pesawat
menggunakan penyelesaian analitik, pendekatan numerik Parker-Sochacki, dan . ∆� mencapai nilai stabil
tersebut pada detik ke 821,7.
32
pendekatan numerik Runge-Kutta. Diperoleh hasil seperti ditampilkan seperti pada
gambar 4.2.
Gambar 4.2 Perbandingan penyelesaian analitik, pendekatan numerik Parker-Sochacki, dan pendekatan numerik Runge-Kuta
Simulasi dilakukan dengan interval waktu 0,1 detik untuk penyelesaian
analitik, 0,1 detik dan orde persamaan 4 untuk pendekatan numerik Parker-Sochacki,
dan 0,0001 detik untuk pendekatan numerik Runge-Kutta. Simulasi hanya dilakukan
sampai detik ke 100 karena diperlukan waktu yang lama untuk melakukan simulasi
menggunakan pendekatan numerik Runge-Kutta (19396,58 detik).
33
Persentase kesalahan pada pendekatan numerik dengan metode
Parker-Sochacki dan Runge-Kutta terhadap penyelesaian analitik simulasi desain kontrol
sistem pilot otomatis diperoleh melalui persamaan
�=|���−��|
� × 100% (4.1)
Dengan � adalah persentase kesalahan dari pendekatan numerik yang dilakukan
terhadap penyelesaian analitiknya, �� adalah besarnya hasil yang diperoleh melalui
pendekatan numerik, dan �� adalah besarnya hasil yang diperoleh melalui
penyelesaian analitik.
Berdasarkan data yang diperoleh, nilai lonjakan maksimal simulasi desain
kontrol sistem pilot otomatis yang dilakukan menggunakan penyelesaian analitik
adalah 5,4293o. Sedangkan, nilai lonjakan maksimal simulasi desain kontrol sistem
pilot otomatis yang dilakukan menggunakan pendekatan numerik dengan metode
Parker-Sochacki dan Runge-Kutta adalah 5,4432o dan 5,4370o
Pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki dan Runge-Kutta
mampu melakukan simulasi kontrol dan respon pesawat terhadap kontrol dengan
cukup akurat. Dengan demikian, pendekatan numerik tersebut sesuai digunakan untuk . Sehingga, persentase
kesalahan pendekatan numerik yang dilakukan adalah 0,256% untuk pendekatan
numerik dengan metode Parker-Sochacki dengan interval waktu 0,1 detik dan 0,14%
untuk pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta dengan interval waktu
0,0001 detik.
34
melakukan simulasi kontrol sistem pilot otomatis untuk penerbangan yang didesain
menggunakan persamaan ruang keadaan.
4.2. Pendekatan Numerik Sistem Dengan Gangguan Angin dan Tanpa Kontrol
Untuk mendesain kontrol sistem pesawat dengan gangguan angin, perlu
dilakukan penataan ulang matriks keadaan sistem pesawat dengan memasukkan
elemen gangguan angin ke dalam sistem tersebut. Gangguan angin pada pesawat ini
menyebabkan matriks keadaan sistem pesawat berubah-ubah sehingga penyelesaian
analitik untuk melakukan simulasi kontrol yang didesain menjadi sulit dilaksanakan.
Karena itu, pendekatan numerik dengan komputasi diperlukan untuk melakukan
simulasi tersebut.
Dilakukan penataan ulang matriks keadaan sistem dengan persamaan
⎣
35
dengan �� = 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan �� = 1 × 10−3derajat/s.
Untuk mengecek kebenaran penataan ulang matriks keadaan sistem seperti
pada persamaan (4.3), dilakukan perbandingan hasil simulasi perubahan sudut
pesawat sesuai dengan persamaan (4.2) dan (4.3). Diperoleh hasil seperti terlihat pada
gambar 4.3.
Gambar 4.3 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) tanpa kontrol berdasarkan persamaan (4.2) dan (4.3)
Pada gambar 4.3, ditunjukkan kemiripan hasil yang diperoleh dari
persamaan (4.2) dan persamaan (4.3). Hal ini menunjukkan bahwa penataan ulang
36
matriks keadaan sistem dengan adanya nilai �′ seperti pada persamaan (4.3) dapat
dilakukan.
Grafik perubahan sudut kemiringan pesawat tanpa kontrol menunjukkan
bahwa tanpa adanya kontrol pada pesawat tersebut, sudut kemiringan pesawat
menjadi semakin tidak terkendali selama komputasi dilakukan. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai ∆� yang semakin tinggi selama komputasi dilakukan. Sistem yang telah
ditata ulang tersebut kemudian dikontrol sedemikian rupa sehingga kestabilannya
terjaga.
4.3. Pendekatan Numerik Sistem Terkontrol dengan Gangguan Angin
Bervariasi dengan Metode Parker-Sochacki
Dilakukan komputasi pendekatan numerik menggunakan metode
Parker-Sochacki untuk melakukan simulasi respon sistem terhadap kontrol dengan gangguan
angin yang bervariasi.
1. Untuk ��R= 0 ft/s, �� = 0 ft/s, dan�� = 0 derajat/s (tanpa gangguan angin)
37
Gambar 4.4 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) dan elevator(∆��) tanpa gangguan angin, dengan kontrol
Nilai ∆� maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4432o. ∆� mencapai
nilai yang dianggap stabil pada detik ke 821,9. Nilai maksimum ∆�� dari data yang
diperoleh yaitu 1,7757o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu
1878,41 detik. Garis biru dan merah pada grafik ∆� menunjukkan nilai stabil yang
diharapkan.
38
2. Untuk ��R= 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan�� = 0 derajat/s
Gambar 4.5 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) dan elevator (∆��) untuk ��R
= 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan�� = 0 derajat/s
Nilai ∆� maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4470o. ∆� mencapai
nilai yang dianggap stabil pada detik ke 821,3. Nilai maksimum ∆�� dari data yang
diperoleh yaitu 2,8936o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu
1905,78 detik.
39
3. Untuk ��R= 500 ft/s, �� = 500 ft/s, dan�� = 0 derajat/s
Gambar 4.6 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) dan elevator (∆��) untuk ��R
= 500 ft/s, �� = 500 ft/s, dan�� = 0 derajat/s
Nilai ∆� maksimum dari data yang diperoleh yaitu 7,7287o.∆� mencapai
nilai yang dianggap stabil pada detik ke 882,4. Nilai maksimum ∆�� dari data yang
diperoleh yaitu 13,1532o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu
1907,08 detik.
40
Pada gambar 4.4 sampai 4.6 ditunjukkan bahwa perubahan nilai �� dan ��
berpengaruh pada bagian awal perubahan sudut pesawat (∆�). Untuk nilai �� dan ��
yang semakin tinggi, lonjakan pada awal perubahan juga semakin tinggi. Lonjakan
ini berpengaruh pada kontrol yang segera bekerja mengendalikan pesawat tersebut.
Terlihat nilai maksimal ∆�� pada masing-masing grafik semakin tinggi pada
gangguan yang semakin besar. Karena lonjakan perubahan sudut pesawat ini hanya
terjadi pada saat pesawat mulai mendapat gangguan angin (awal dilakukan simulasi),
lonjakan ∆�� yang tinggi juga hanya terjadi itu. Setelah pesawat mulai terkendali,
nilai ∆�� kembali menurun.
Nilai gangguan ini juga berpengaruh pada kerja kontrol untuk membuat ∆�
mencapai nilai yang dianggap stabil. Hal ini terlihat pada waktu yang diperlukan
kontrol pada masing-masing grafik untuk membuat ∆� mencapai nilai stabil. Pada
gangguan yang semakin besar, waktu yang diperlukan untuk membuat ∆� mencapai
nilai stabil semakin lama.
41
4. Untuk ��R= 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan�� = 1 × 10
−4 derajat/s
Gambar 4.7 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) dan elevator (∆��) untuk ��R
= 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan�� =1 × 10−4 derajat/s
Nilai ∆� maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4553o. ∆� mencapai
nilai yang dianggap stabil pada detik ke 821,6. Nilai maksimum ∆�� dari data yang
diperoleh yaitu 2,8931o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu
1906,92 detik.
42
5. Untuk ��R= 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan�� = 1 × 10−
3 derajat/s
Gambar 4.8 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) dan elevator(∆��) untuk ��R
= 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan�� = 1 × 10−3 derajat/s
Nilai ∆� maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4470o. ∆� mencapai
nilai yang dianggap stabil pada detik ke 740,6. Nilai maksimum ∆�� dari data yang
diperoleh yaitu 32,0741o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu
1905,78 detik.
43
Adanya nilai �� menyebabkan proses penstabilan nilai ∆� menjadi
terganggu. Pada grafik 4.8 ditunjukkan adanya lonjakan kecil pada grafik ∆�. Hal ini
menyebabkan adanya lonjakan nilai ∆�� (kontrol) yang berfungsi mempertahankan
kestabilan nilai ∆�. Pada nilai �� yang kecil, kontrol masih mampu mempertahankan
kestabilan nilai ∆� seperti ditunjukkan pada gambar 4.8.
6. Untuk ��R= 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan�� = 1 × 10−
2 derajat/s
Gambar 4.9 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) dan elevator (∆��) untuk ��R
= 100 ft/s, �� = 100 ft/s, dan�� = 1 × 10−2 derajat/s
44
Nilai ∆� maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4470o. Nilai maksimum
∆�� dari data yang diperoleh yaitu 436,9073o
Gambar 4.9 menunjukkan proses penstabilan ∆� (perubahan sudut
kemiringan pesawat) yang kurang sempurna. Hal ini disebabkan karena nilai
gangguan �� yang konstan (1 × 10−2 derajat/s) sementara nilai ∆�1 berubah-ubah sesuai dengan persamaan yang diberikan. Pada saat tertentu, terjadi lonjakan nilai �′
yang menyebabkan ikut melonjaknya nilai ∆�. Hal ini berpengaruh pada kontrol yang
diberikan untuk menjaga kestabilan nilai ∆�. Terlihat pada gambar 4.9, pada saat ∆�
melonjak, kontrol ∆�� (sudut kemiringan elevator) ikut melonjak secara ekstrim.
Lonjakan ini menandakan kontrol bekerja mengembalikan kestabilan ∆� setelah
terjadi lonjakan seperti terlihat pada gambar 4.9. Setelah terjadi lonjakan, nilai ∆�
kembali bergerak menuju 0 (stabil). Namun, hal ini sulit dilakukan pada alat yang
sebenarnya karena lonjakan ∆�� yang terlalu ekstrim. Hal ini menunjukkan bahwa
kontrol yang didesain mampu mengendalikan gerak longitudinal pesawat untuk
gangguan �� yang kecil.
. Karena dilakukan sampai detik ke
4000, waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi menjadi lebih lama, yaitu
7705,22 detik.
4.4. Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta sebagai Pembanding
Dilakukan komputasi pendekatan numerik menggunakan metode
Runge-Kutta untuk melakukan simulasi respon sistem terhadap kontrol dengan interval
waktu komputasi yang bervariasi.
45
1. Untuk ℎ (interval waktu) = 0,1 detik
Gambar 4.10 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) untuk ℎ = 0,1 s
Untuk ℎ (interval waktu) 0,1 detik, komputasi tidak memberikan hasil yang
akurat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ∆� yang menuju tak berhingga seperti
terlihat pada gambar 4.10. Padahal, pada pendekatan numerik dengan metode
Parker-Sochacki untuk kasus yang sama (gambar 4.8), kontrol masih mampu mengendalikan
∆� untuk nilai �� = 1 × 10−3 derajat/s. Waktu yang diperlukan untuk melakukan
komputasi metode Runge-Kutta ini adalah 1907,95 detik.
46
2. Untuk ℎ = 0,01 detik
Gambar 4.11 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) untuk ℎ = 0,01 s
Untuk interval waktu 0,01 detik, komputasi tidak dapat memberikan hasil
yang cukup akurat. Hal ini ditunjukkan pada nilai ∆� yang melonjak sangat rendah
seperti pada gambar 4.11. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi ini
yaitu 1909,73 detik. Komputasi yang menghasilkan gambar 4.11 ini hanya dilakukan
untuk simulasi selama 100 detik. Dibutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk
simulasi kontrol selama 1000 detik.
47
3. Untuk ℎ = 0,001 detik
Gambar 4.12 Perubahan sudut kemiringan pesawat (∆�) untuk h = 0,001 s
Untuk interval waktu 0,001 detik, komputasi juga belum dapat memberikan
hasil yang cukup akurat. Hal ini ditunjukkan pada nilai ∆� yang melonjak sangat
tinggi seperti pada gambar 4.12, walaupun lonjakan sudat tidak setinggi lonjakan ∆�
pada saat dilakukan simulasi untuk interval waktu 0,01 detik (gambar 4.11). Seperti
pada komputasi untuk interval waktu 0,01 detik, simulasi hanya dilakukan selama
100 detik karena dibutuhkan waktu komputasi yang sangat lama untuk memperoleh
data simulasi selama 1000 detik. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi
ini yaitu 18716,51 detik.
48
Dilakukan simulasi menggunakan pendekatan numerik dengan metode
Runge-Kutta selama 3,5 detik pertama dan dibandingkan dengan pendekatan numerik
Parker-Sochacki dalam waktu yang sama. Hasil simulasi dijabarkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perbandingan tingkat keberhasilan pendekatan numerik untuk interval waktu 0,1 detik, 0,01 detik, dan 0,001 detik antara metode Runge-Kutta dan
Parker-Sochacki
No. Interval waktu
(detik)
Metode Runge-Kutta Metode
Parker-Sochacki
Pada data tabel ditunjukkan bahwa pada interval waktu 0,1 detik pendekatan
numerik dengan metode Runge-Kutta hanya mampu melakukan simulasi sampai
detik ke 0,3. Pada detik ke 0,4 nilai ∆� mulai melonjak sehingga menghasilkan
simulasi seperti terlihat pada gambar 4.10. Pada interval waktu 0,01 detik, pendekatan
numerik dengan metode Runge-Kutta mampu melakukan simulasi sampai detik ke
1,07. Pada detik ke 1,08 nilai ∆� mulai melonjak dan menghasilkan simulasi seperti
terlihat pada gambar 4.11. Pada interval waktu 0,001 detik, pendekatan numerik
dengan metode Runge-Kutta mampu melakukan simulasi sampai detik ke 3,232. Pada
detik ke 2,233 nilai ∆� mulai melonjak dan menghasilkan simulasi seperti terlihat
49
pada gambar 4.12. Grafik hasil simulasi pendekatan numerik Runge-Kutta
ditunjukkan pada gambar 4.13.
Gambar 4.13 Perbandingan simulasi menggunakan pendekatan numerik Runge-Kutta untuk interval waktu 0,1 detik, 0,01 detik, dan 0,001 detik dengan pendekatan
numerik Parker-Sochacki untuk interval waktu 0,1 detik
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa dengan metode Runge-Kutta,
pada interval waktu 0,001 detik hasil yang diperoleh lebih akurat dibandingkan hasil
yang diperoleh pada interval waktu yang lebih besar (0,01 detik dan 0,1 detik).
Namun, diperlukan waktu jauh lebih lama untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.
Hal ini disebabkan banyaknya iterasi yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil
yang sama. Untuk interval waktu 0,001 detik (gambar 4.12), diperlukan 100000 kali
50
iterasi untuk mensimulasikan gerak pesawat selama 100 detik. Untuk interval waktu
yang lebih besar, jumlah iterasi yang diperlukan menjadi lebih sedikit sehingga
diperlukan waktu komputasi yang lebih singkat. Namun, hasil yang diperoleh
menjadi semakin tidak akurat.
Pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki yang dilakukan pada
penelitian ini menggunakan interval waktu 0,1 detik untuk setiap pelaksanaan
komputasi. Hasil yang diperoleh jauh lebih akurat dibandingkan dengan metode
Runge-Kutta untuk interval waktu yang sama (0,1 detik). Karena itu, untuk
mendapatkan hasil yang cukup akurat bagi metode ini, iterasi yang diperlukan jauh
lebih sedikit. Akibatnya, waktu komputasi yang diperlukan juga lebih sedikit. Maka,
metode Parker-Sochacki lebih baik dibandingkan metode Runge-Kutta untuk
melakukan pendekatan numerik sistem pilot otomatis untuk penerbangan dengan
metode ruang keadaan.
51
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Telah dilakukan komputasi pendekatan numerik sistem pilot otomatis untuk
penerbangan menggunakan metode Parker-Sochacki. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa
1. Metode ruang keadaan dapat digunakan untuk mendesain kontrol optimal gerak
longitudinal pesawat.
2. Gangguan angin searah elemen kecepatan sudut pesawat searah sumbu � yang
terus menerus mengakibatkan penyelesaian analitik untuk simulasi kontrol dan
respon pesawat sulit dilakukan. Kombinasi metode Parker-Sochacki dan
metode ruang keadaan dapat digunakan untuk mendesain kontrol dan
melakukan simulasi respon pesawat dengan adanya gangguan tersebut.
3. Desain kontrol yang dihasilkan dari kombinasi metode ruang keadaan dan
pendekatan numerik Parker-Sochacki pada kasus pesawat yang terkena
gangguan angin mampu menanggulangi gangguan yang searah kecepatan sudut
pesawat dengan nilai kecil.
4. Metode Parker-Sochacki menghasilkan pendekatan yang lebih akurat
dibandingkan dengan metode Runge-Kutta pada interval waktu yang sama (0,1
detik).
52
5. Metode Runge-Kutta dengan interval waktu 0,001 detik mampu menghasilkan
pendekatan yang hampir sama akurat dengan metode Parker-Sochacki untuk
3,5 detik pertama. Namun, setelah 3,5 detik, kesalahan pendekatan dengan
metode Runge-Kutta semakin besar sehingga hasil yang diperoleh tidak lagi
akurat.
5.2. Saran
Pada penelitian ini, matriks keadaan sistem pesawat dianggap hanya berubah
pada elemen kecepatan pesawat. Pada sistem yang sebenarnya, saat terkena
gangguan, matriks keadaan sistem berubah secara keseluruhan. Untuk penelitian yang
selanjutnya, sebaiknya perubahan matriks keadaan sistem lebih diperhatikan agar
hasil yang diperoleh lebih baik.
Pada penelitian ini, nilai gangguan searah elemen kecepatan sudut pesawat
searah sumbu � dibatasi pada nilai yang kecil. Diharapkan pada penelitian
selanjutnya dapat dimodifikasi kontrol pesawat yang dapat menanggulangi nilai
gangguan yang lebih besar.
53
DAFTAR PUSTAKA
Chapra, S. C. 2008. Applied Numerical Methods with MATLAB, for Engineers and
Scientists. New York: McGraw-Hill.
van Groesen, E. dan Molenaar, J. 2007. Continuum Modelling in the Physical
Sciences. Philadelphia: Siam.
Heffley, R. K. dan Jewell, W. F. 1972. Aircraft Handling Qualities
Data.
2011.
Meyers, R. A. 1992. Encyclopedia of Physical Science and Technology Second
Edition. San Diego: Academic Press, Inc.
Nelson, R. C. 1998. Flight Stability and Automatic Control Second Edition.
Singapore: McGraw-Hill.
Ogata, K. 1985. Teknik Kontrol Automatik.Jakarta: Erlangga.
Parker, G. E. dan Sochacki, J. S. 1996. Implementing the Picard
Iteration.
Steward, R. D. dan Bair, W. 2009. Spiking Neural Network Simulation: Numerical
Integration With the Parker-Sochacki
Method.
Diakses: 22 Oktober 2010.
54
Lampiran 1
Listing Program untuk Penyelesaian Analitik
tic
Listing Program untuk Pendekatan Numerik dengan Metode Parker-Sochacki
tic
55
for time=1:b
s=q(1)/(q(1)-qg);
A=[-0.0209 0.122 0 -32.2;-0.202 -0.512 218.5725*s 0;0.000117
0.00177 -0.357 0;0 0 s 0];
56
57
Listing Program untuk Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta
tic
A=[-0.0209 0.122 0 -32.2;-0.202 -0.512 218.5725*s 0;0.000117
0.00177 -0.357 0;0 0 s 0];
D=solve('(9.59e-1)*k1-6.42*k2-(3.78e-
58
59
kq1=A1(3,1)*u2+A1(3,2)*w2+A1(3,3)*q2+A1(3,4)*th(time-1);
kq2=A1(3,1)*(u2+0.5*h*kq1)+A1(3,2)*(w2+0.5*h*kq1)+A1(3,3)*(q2+0.
5*h*kq1)+A1(3,4)*(th(time-1)+0.5*h*kq1);
kq3=A1(3,1)*(u2+0.5*h*kq2)+A1(3,2)*(w2+0.5*h*kq2)+A1(3,3)*(q2+0.
5*h*kq2)+A1(3,4)*(th(time-1)+0.5*h*kq2);
kq4=A1(3,1)*(u2+h*kq3)+A1(3,2)*(w2+h*kq3)+A1(3,3)*(q2+h*kq3)+A1(
3,4)*(th(time-1)+h*kq3);
q(time)=q(time-1)+1/6*h*(kq1+2*kq2+2*kq3+kq4);
kth1=A1(4,1)*u2+A1(4,2)*w2+A1(4,3)*q2+A1(4,4)*th(time-1);
kth2=A1(4,1)*(u2+0.5*h*kth1)+A1(4,2)*(w2+0.5*h*kth1)+A1(4,3)*(q2
+0.5*h*kth1)+A1(4,4)*(th(time-1)+0.5*h*kth1);
kth3=A1(4,1)*(u2+0.5*h*kth2)+A1(4,2)*(w2+0.5*h*kth2)+A1(4,3)*(q2
+0.5*h*kth2)+A1(4,4)*(th(time-1)+0.5*h*kth2);
kth4=A1(4,1)*(u2+h*kth3)+A1(4,2)*(w2+h*kth3)+A1(4,3)*(q2+h*kth3)
+A1(4,4)*(th(time-1)+h*kth3);
th(time)=th(time-1)+1/6*h*(kth1+2*kth2+2*kth3+kth4);
end
plot(h:h:(h*(b)),th)
ylabel('\fontsize{16}\it{\theta}^o')
xlabel('\fontsize{14}waktu (detik)')
toc