1
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Menurut Arie Siswanto dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Internasional,
Hukum Pidana Internasional memiliki beberapa prinsip, termasuk salah satu prinsip
yang menarik bagi Penulis, yaitu prinsip tanggung jawab komando/atasan.1 Prinsip
ini telah memiliki sejarah yang sangat lama, dan antara lain dapat dilihat dari
Kodifikasi Hukum Perancis (French Code) 1439 yang disusun oleh Raja Charles VII.
Berikut salah satu bagian French Code tersebut yang memuat ketentuan tentang
tanggung jawab komando:
“The King orders that each captain or lieutenant be held responsible for the abuses, ills and offences committed by members of his company, and that as soon as he receives any complaint concerning any such misdeed or abuse, he bring the offender to justice so that the said offender be punished in a manner commensurate with his offence, according to these ordinances. If he fails to do so or covers up the misdeed or delays taking action, or if, because of his negligence or otherwise, the offender escapes and thus evades punishment, the captain shall be deemed responsible for the offence as if he had committed it himself and be punished in the same way as the offender would have been.”
Dari ketentuan French Code tersebut dapat diidentifikasikan adanya prinsip umum
bahwa seorang komandan pada dasarnya ikut bertanggung jawab atas pelanggaran
yang dilakukan oleh anak buahnya.2
Tanggung jawab itu juga disertai oleh kewajiban untuk melakukan proses hukum dan
menjatuhkan hukuman kepada pelaku atas pelanggaran yang dilakukannya. Ketika
komandan gagal melaksanakan kewajibannnya maka Komandan akan dijatuhi
hukuman seolah-olah dia sendiri adalah pelaku pelanggaran tersebut. Pasal 87
Protokol I 1977 menegaskan bahwa Komandan harus mengambil langkah-langkah
1
Arie Siswanto, Hukum Pidana Internasional, Yogyakarta, Andi, 2015, hlm. 152.
2
yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran yang terjadi. Pasal 28 ICC jo. Pasal 86
par. 2 Protokol I 1977 juga menegaskan bahwa Komandan bertanggung jawab secara
pidana terhadap kejahatan yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah
komando dan pengawasan efektifnya atau yang disebabkan oleh kegagalannya dalam
melakukan pengawasan yang patut.
Artikel 28(a) Statuta Roma 1998 berbunyi:
A military commander or person effectively acting as a military commander shall be criminally responsible for crimes within the jurisdiction of the Court committed by forces under his or her effective command and control, or effective authority and control as the case may be, as a result of his or her failure to exercise control properly over such forces, where:
(i) That military commander or person either knew or, owing to the circumstances at the time, should have known that the forces were committing or about to commit such crimes; and
(ii) That military commander or person failed to take all necessary and reasonable measures within his or her power to prevent or repress their commission or to submit the matter to the competent authorities for investigation and prosecution.
Dari Artikel 28(a) Statuta Roma 1998 dapat diketahui bahwa tanggung jawab
komando harus memenuhi unsur-unsur utama3 sebagai berikut:
- Ada hubungan komando antara komandan dengan bawahan yang melakukan
kejahatan.
Hubungan yang dimaksud di sini yaitu komandan dan bawahan sama-sama memiliki
tugas dan hubungan kerjasama di dalam suatu lingkungan militer. Namun Komandan
adalah pemimpin pasukan (bawahannya) dengan kata lain Komandan adalah
seniornya dan bawahannya adalah juniornya di dalam lingkungan militer tersebut.
3
3
- Ada komando atau pengawasan efektif dari komandan terhadap bawahan yang
melakukan kejahatan.
Yang dimaksud dengan pengawasan efektif dari komandan terhadap bawahannya
yaitu komandan memiliki kemampuan material untuk mencegah atau menekan
bawahannya ketika melakukan kejahatan atau untuk menyerahkan masalah tersebut.
- Komandan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa bawahannya akan
melakukan atau sudah melakukan kejahatan.
Menurut ICC pengetahuan sebenarnya dari komandan tidak dapat diduga (ditentukan)
namun harus ditetapkan dengan adanya bukti baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan bukti yang dapat mengungkapkan komandan mengetahui mengenai
kejahatan tersebut. Berdasarkan Regulation 55 mengakui bahwa fakta-fakta
mengenai komando memiliki kontrol yang efektif atas bawahannya dapat mengubah
pertimbangan hukum namun ICC menyatakan bahwa hal tersebut tidak perlu
dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang paling penting seharusnya tahu tentang
hal-hal standar yang ditentukan Pasal 28 (a)(i).
- Komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk akal untuk
mencegah kejahatan atau menindak kejahatan, atau untuk menyerahkan masalah
tersebut kepada pejabat yang berwenang untuk diselidiki dan dituntut.
Tugas komandan untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan dan masuk akal
untuk mencegah atau menekan kejahatan yang dilakukan oleh pasukannya, atau
menyerahkan masalahnya kepada pihak yang berwenang untuk penyelidikan dan
penuntutan, bergantung pada kepemilikan dan wewenangnya yang efektif. Tapi hal
tersebut tidak menentukan bahwa komandan memiliki "kapasitas hukum eksplisit
(explicit legal capacity)" untuk mengambil tindakan tersebut; Yang penting adalah kemampuan materialnya untuk bertindak. Dengan kata lain, apa yang dimaksud
berdasarkan de jure dan / atau kekuatan de facto dari komandan sendiri ketika ia memimpin pasukan tersebut.
Yang dimaksud dengan komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk
akal untuk mencegah kejahatan atau menindak kejahatan tersebut yaitu seperti tugas
dari komandan itu sendiri bahwa komandan harus melakukan segala tindakan yang
diperlukan dan masuk akal untuk mencegah atau menekan kejahatan yang dilakukan
oleh bawahannya (pasukannya) baik secara de jure maupun secara de facto. Ketika
komandan telah melakukan segala langkah yang perlu dan masuk akal tersebut namun
gagal karena komandan sendiri gagal di dalam memberikan kontrol dengan benar
terhadap bawahannya.
Namun dalam praktiknya tidaklah mudah untuk mengetahui apakah seluruh
unsur-unsur utama tersebut terpenuhi. Implementasi unsur-unsur-unsur-unsur dari prinsip tanggung
jawab komando itulah yang menjadi fokus kajian penulisan Skripsi yang akan
dilakukan Penulis. Untuk itu, penelitian akan dilakukan dengan mengkaji putusan ICC
yaitu Prosecutor v. Jean-Pierre Bemba Gombo /ICC -01/05-01/08) tentang
unsur-unsur tanggung jawab komando. Putusan ini diperiksa kepada Pierre Bemba Gombo
yang merupakan seorang politisi, dan salah satu dari empat wakil presiden
pemerintahan di Republik Demokratik Kongo serta dahulu juga pemimpin Pergerakan
Pembebasan Kongo (MLC) yaitu sebuah grup pemberontak berkedok partai politik.4
Mantan pemimpin pemberontak Kongo, Jean-Pierre Bemba, dihukum penjara 18
tahun oleh Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) terkait kejahatan perang dan
kekerasan seksual. Bemba, yang juga pernah menjabat wakil presiden Republik
Demokratik Kongo, dinyatakan bersalah pada Maret lalu karena kejahatan yang
dilakukan di, Republik Afrika Tengah sepanjang 2002-2003. Dia dituduh gagal
5 menghentikan milisi pimpinannya dalam melakukan pembunuhan dan perkosaan
tetapi pengacaranya menegaskan segera mengajukan banding. Hakim menjatuhkan
hukuman 18 tahun. Bemba didakwa dengan dua tuduhan kejahatan terhadap
kemanusiaan (pembunuhan dan pemerkosaan) dan tiga tuduhan kejahatan perang
(pembunuhan, pemerkosaan, dan penjarahan) yang diduga dilakukan selama konflik
di Republik Afrika Tengah (CAR). Ini adalah kasus pertama ICC yang melibatkan
konflik dalam CAR, dan sidang ketiga yang pernah diadakan di ICC. Oleh sebab
inilah, kajian mengenai penerapan prinsip dari unsur tanggung jawab komanda di
dalam hukum pidana internasional tepat dan layak diteliti dan dijadikan sebagai topik
penulisan skripsi dengan judul “UNSUR-UNSUR TANGGUNG JAWAB
KOMANDO DI DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL (STUDI
PUTUSAN THE PROSECUTOR V. JEAN-PIERRE BEMBA
GOMBO/ICC-01/05-01/08)”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka Penulis menguraikan rumusan
masalah sebagai berikut:
Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan The Prosecutor v. Jean-Pierre
Bemba Gombo/ICC -01/05-01/08 tentang unsur-unsur tanggung jawab komando sebagaimana yang diatur dalam Hukum Pidana Internasional?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai (the goal of the research) oleh Penulis dalam Penelitian ini
adalah untuk:
Mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan The Prosecutor v.
D.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademis, hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengembangan wawasan dan memberi konstribusi pemikiran bagi pengembangan
ilmu Hukum khususnya Hukum Pidana Internasional.
2. Manfaat praktis, hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam Hukum Pidana Internasional yang berkaitan dengan
tanggung jawab komando/atasan.
3. Hasil penulisan penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian
– penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
E.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan Penulis dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh Penulis yaitu jenis penelitian hukum normatif.
Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya.Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normarif dibangun
berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu
hukum yang objeknya hukum itu sendiri.5
5 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2011, hlm.
7
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan oleh Penulis yaitu:
a. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh Peneliti
adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim
untuk sampai kepada putusannya.6
b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan Konseptual dilakukan ketika Peneliti tidak beranjak dari aturan hukum
yang ada karena memang belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang
dihadapi.Sehingga Peneliti perlu merujuk prinsip-prinsip hukum yang dapat
ditemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum.
3. Bahan Hukum
a. Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat autoritatif, yang artinya
mempunyai otoritas (berasal lembaga yang memiliki kekuasaan yang sah dan
mengikat) dan terdiri atas perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah
dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.7 Bahan hukum
primer yang digunakan Penulis yaitu Statuta ICC (International Criminal Court).
b. Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti elements of crimes (dokumen pelengkap ICC),
jurnal internasional dan website organisasi internasional serta bahan hukum sekunder
6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hlm.
158.