BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah
Gambar1.Serum darah
Darah tediri dari plasma darah dan sel – sel darah. Sebagian besar sel darah
terdiri dari sel darah merah atau eritrosit, sedangkan jumlah sel darah putih ataupun
leukosit relatif sangat sedikit, yaitu dua permil dari jumlah eritrosit. Disamping
eritrosit dan leukosit masih ada partikel lain yang disebut dengan trombosit.
Trombosit ini mempunyai fungsi penting pada penggumpalan darah. Darah beredar
keseluruh tubuh melalui system sirkulasi.
Apabila darah yang telah diberikan antikoagulan diputar dengan pemusing
(sentrifuga), maka sel-sel darah akan mengendap, sedangkan plasma darah akan
berada diatasnya. Pada darah normal, sel-sel darah akan menempati 0,45 bagian dari
volume keseluruhan. Keadaan ini disebut dengan hematokrit atau VPRC (Volume of
Packed Red Cells) yang bila dinyatakan dalam Unit Internasional, VPRC normal
untuk pria adalah 0,45 liter per liter (L/L); untuk wanita kira-kira 0,41 L/L.
Hematokrit untuk darah orang penderita anemia lebih kecil dari yang normal,
misalnya 0,15L/L, sedangkan pada kasus polisitemia lebih besar dari normal misalnya
2.2 Fungsi Darah
Beberapa fungsi darah dalam tubuh yaitu :
1. Pernafasan.
Oksigen ditransfor dari paru-paru ke jaringan-jaringan dan karbondioksida dari
jaringan ke paru-paru.
2. Gizi.
Zat-zat yang diabsorbsi ditranfor melalui dinding usus.
3. Eksresi
Sisa metabolisme ditransfor ke ginjal, paru-paru, kulit dan usus untuk dibuang
4. Suhu tubuh diatur dengan meratakan panas tubuh
5. Keseimbangan asam basa diatur dalam tubuh
6. Keseimbangan air diatur melalui efek darah terhadap pertukaran air antara
cairan yang bersirkulasi dengan cairan dalam jaringan
7. Perlawanan terhadap peradangan
8. Hormon ditransfor
9. Transfor metabolit
Kebanyakan karbohidrat makanan merupakan suatu polisakarida makanan,
pati: selulosa tidak dapat dicerna oleh manusia. Amilase saliva mulai mencerna
karbohidrat dengan mengkonversi sedikit pati. Tidak terjadi pencernaan karbohidrat
secara kimia yang lebih lanjut didalam lambung. Glukosa merupakan monosakarida
utama dari produk akhir pencernaan karbohidrat; juga hasil fruktosa dan galaktosa bila
seseorang mendapatkan diet normal. Jumlah fruktosa ditingkatkan oleh diet yang
mengandung banyak buah atau gula tebu(sukrosa). Jumlah galaktosa ditingkatkan bila
proporsi masukan karbohidrat yang tinggi adalah laktosa dan ini terjadi pada bayi-bayi
2.3 Gula darah/glukosa darah
Gambar 2. Struktur glukosa
Istilah ‘gula darah’ secara bebas untuk glukosa dan gula-gula lainnya serta
kadang-kadang zat-zat pereduksi lain yang mungkin terdapat didalam darah.
Mula-mulanya, kebanyakan metode analisa gula tergantung atas glukosa yang menjadi zat
pereduksi. Adalah mungkin untuk menghilangkan reduksi yang tak spesifik dan hanya
mengukur yang disebabkan oleh gula-gula, ini dinamai dengan ‘gula sejati’ dan
normalnya reduksi karena gula yang lain dari glukosa misalnya galaktosa dapat
diabaikan. Normalnya darah untuk pemeriksaan gula dicampur dengan fluoride yang
menghambat glikolisis.
Nilai rujukan untuk glukosa darah lengkap vena puasa pada waktu istirahat
adalah 3,0-5,5 mmol/L pada orang dewasa dan dan lebih rendah dari bayi. Dalam
darah kapiler (yang mewakili darah arteri) pada waktu istirsahat,nilai ini sekitar 0,2
mmol/L lebih tinggi. Karena luasnya penggunaan contoh kapiler, maka glukosa darah
lengkap lebih lajim diukur daripada glukosa plasma, walaupun yang terakhir lebih
disukai. Glukosa bisa berdifusi secara bebas diantara air sel dan air plasma serta
perbedaan kandungan air sel dan plasma menyababkan konsentrasi glukosa yang
diukur didalam plasma 10-15 persen lebih tinggi daripada yang berada didalam darah
Insulin dapat diukur didalam plasma atau serum dengan analisa radioimun dan
analisa ini terutama digunakan dalam penyelidikan hipoglikemia spontan. Batas
rujukan untuk insulin plasma puasa adalah 10-30µu/mL. Juga ada berbagai analisa
biologis yang sulit, yang efektif mengukur aktivitas seperti insulin dan yang hasilnya
bisa berbeda dari yang ditemukan dengan analisa radioimun.
2.3.1 Eskresi glukosa
Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan reabsorpsi tubulus normal rata-rata
lebih dari 99 persen glukosa yang memasuki filtrasi glomerulus. Tubulus proksimalis
ginjal bertanggung jawab bagi kembalinya glukosa ke sirkulasi. Jika aliran plasma
ginjal normal dan ginjal sehat, maka pada konsentrasi glukosa darah kapiler lebih dari
sekitar 10mmol/L, cukup glukosa yang difiltrasi ke tubulus ginjal untuk menjenuhkan
proporsi bermakna dari kapasitas reabsopsi yang bervariasi dan timbul glikosuria yang
bisa dideteksi. Konsentrasi 10mml/L ini dikenal sebagai ambang ginjal bagi glukosa.
Pengurangan aliran plasma ginjal (seperti pada payah jantung atau deplesi natrium)
atau kerusakan glomerulus yang berat, yang mengurangi kecepatan filtrasi glukosa
melalui glomerulus. Dalam kasus seperti ini, konsentrasi glukosa darah yang tinggi
menyebabkan konsentrasi glukosa filtrat glomerulus tinggi jika aliran plasma ginjal
normal. Jika kekuatan reabsorpsi tubulus tidak berubah maka peningkatan ambang
ginjal untuk glukosa dengan hiperglikemia ringan tidak akan menyebabkan glikosuria.
Sekitar 2% pasien diabetes, terutama pasien yang tua, mempunyai ambang ginjal yang
tinggi untuk glukosa.
2.3.2 Efek karbohidrat atas glukosa darah
Bila orang yang puasa menelan glukosa atau makanan yang mengandung karbohidrat,
maka kadar glukosa darah meningkat karena glukosa diabsorbsi dari usus. Pada orang
normal, setelah makan, kadar glukosa darah vena tidak melebihi 8,5 mmol/L dan
kadar glukosa kapiler (orang menunjukkan glukosa darah arteri) seharusnya tidak
peningkatan permulaan (glucagon) dan hormon pertumbuhan menurun. Mekanisme
oksidase jaringan, penyimpanan glukosa sebagai glikogen dan pengurangan
glukoneogenesis (kesemuanya ‘antihiperglikemia’)adalah aktif dan melawan
peningkatan glukosa darah yang disebabkan oleh absorpsi glukosa. Kira-kira sejam
setelah menelan karbohidrat, kecepatan pengeluaran glukosa dari darah menjadi lebih
besar daripada kecepatan penambahan glukosa ke dalam darah dan kadar glukosa
darah mulai turun dibawah kadar puasa pada waktu sekitar 2 jam – kemudian
hipoglikemia ringan memobilisasi antagonis insulin serta insulin dan hormon
pertumbuhan kembali normal setelah 3 jam setelah selesai makan.
Jumlah karbohidrat yang direspon tubuh atas beban karbohidrat, dikenal
sebagai toleransi glukosa dan terutama mencerminkan kapasitas hati untuk mengambil
glukosa. Kelemahan toleransi glukosa berarti bahwa setelah mendapat karbohidrat
(sebagai glukosa), kadar glukosa darah meningkat lebih tinggi, dan peningkatan ini
lebih lama dari pada orang yang normal.
Respon terperinci atas beban karbohidrat tergantung atas diet karbohidrat
sebelumnya dan atas jumlah glukosa yang dimakan. Jika seorang yang diet dengan
sangat tinggi karbohidrat (atau makan tepat sebelum tes) maka ini akan meninggikan
toleransi glukosa. Perubahan toleransi glukosa dengan perubahan diet berhubungan
dengan perubahan metabolisme glikogen hepar serta perubahan ekskresi dan hormon
pertumbuhan. Jumlah peningkatan kadar glukosa darah setelah makan karbohidrat
akan bertambah sesuai dosis glukosa, sampai dosis sekitar 1g/kg berat badan.
Sehingga jika pengurangan toleransi glukosa diperlukan untuk pemeriksaan penyakit,
maka harus ditentukan keadaan standart diet dan dosis glukosa.
2.3.4 Penyelidikan abnormalitas metabolisme karbohidrat
Penyelidikan toleransi glukosa sangat penting didalam praktek klinik dan
eksperimental. Kondisinya harus distandarisasi sehingga bisa didapat respon yang
Hasil yang dapat dipercaya dan dapat diulang, hanya diperoleh bila pasien
mendapat diet normal (sekurang-kurangnya mengandung 300 g karbohidrat per hari)
selama sekurang-kurangnya 3 hari sebelum tes dan istirahat secara mental dan fisik
sebelum dan selama tes. Pasien harus puasa 10-16 jam pada malam sebelum
melakukan keseluruhan tes (diijinkan minum air) dan tidak boleh merokok.
Hasil yang konsisten tidak ditemukan pada anak-anak dibawah 2 tahun. Dosis
glukosa orang dewasa rutin yang biasa adalah 50 g (280 mmol) dan pada anak-anak 1
g/kg berat badan sampai maksimum 50g : rekomendasi internasional baru-baru ini
untuk orang dewasa 75g atau 1,75 g/kg berat badan pada anak-anak sampai
maksimum 75 g : dosis 100 g yang lebih besar, tak direkomendasikan karena ini bisa
menyebabkan kelambatan pengosongan lambung maupun vomitus. Biasanya hasil
diagnostik dapat diperoleh tanpa memperlama tes lebih dari 120 menit.
Tes tidak diperlukan untuk mendiagnosa kasus-kasus yang secara klinis jelas
diabetes melitus atau jika gula darah puasa lebih dari 7 mmol/L atau nilai acak lebih
dari 10 mmol/L.
2.3.4 Test Toleransi Glukosa
2.3.4.1 Tes Toleransi Glukosa Standar (oral) Metode
- Ambil contoh darah puasa untuk pemeriksaan glukosa. Pasien mengosongkan
kandung kemihnya dan mengumpulkan contoh urinanya.
- Waktu nol : pasien minum larutan 75 g glukosa dalam segelas air (250mL);
lebih disukai yang dibumbui misalnya dengan limun.
- Pada waktu 30 menit, 60 menit, 90 menit,120 menit: ambil darah untuk
pemeriksaan glukosa.
- Pada waktu 60 menit dan 120 menit : pasien mengosongkan kandung
kemihnya ; mengumpulkan contoh urin secara terpisah.
- Kirimkan semua contoh darah dan urine ke laboratorium dengan label yang
jelas dengan watu pengambilan.
Kadar glukosa darah puasa 3,0 – 5,5 mmol/L. Glukosa darah meningkat
sebesar 1,5 – 4,0 mmol/L pada kadar 30-60 menit, yang biasanya dibawah 10
mmol/L, kemudian turun ke kadar 120 menit, yang sebesar dibawah 7,0
mmol/L. Tidak ada glukosuria.
b. Toleransi glukosa yang melemah
Kelemahan toleransi bisa didapat pada obesitas,kehamilan lanjut (atau karena
kontraseptif hormonal), infeksi yang berat (kerusakan hepar yang luas,
keracunan menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia tua dan pada diabetes
melitus ringan atau baru mulai (insipien)
Hasil pemeriksaan urina memberikan petunjuk tentang ambang ginjal untuk
glukosa pada pasien tersebut, dan ini bernilai untuk memperlihatkan berapa
banyak kepercayaan yang dapat diberikan atas pemeriksaan urina dalam
menata laksana pasien.
Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid memberikan sejumlah
bantuan dalam mendeteksi diabetes yang baru mulai. Misalnya jika diberikan
100 mg kortison pada pagi dini sebelum tes toleransi glukosa, maka glukosa
darah 120 menit bisa meningkat diatas 7,7 mmol pada orang yang mempunyai
potensi menderita diabetes.
c. Hipoglikemia lambat karena hiperinsulinisme
Pada pasien dengan hiperinsulinisme, glukosa darah puasa adalah
hipoglikemik atau normal dan glukosa darah belakangan diperkirakan 4,6 dan
jika diperlukan pengambilan glukosa 24 jam bisa menunjukkan tingkatan
hipoglikemik.
2.3.4.2 Tes toleransi glukosa Intravena
Respon abnormal terhadap tes toleransi glukosa per oral bisa ditutupi oleh
cacat absorpsi usus. Untuk pemeriksaan metabolisme glukosa pada pasien seperti itu,
glukosa bisa diberikan intravena.
Metode
- Ambil contoh darah puasa untuk pemeriksaan glukosa darah.
- Waktu nol : 50mL glukosa 50 persen disuntikkan secara intravena dalam 2
- Pada 10 menit, 20 menit, dan 30 menit : ambil contoh untuk pemeriksaan
glukosa darah.
Walaupun kadang-kadang penting, tes ini sedikit dipergunakan karena perlu
menentukan waktu pengambilan contoh dengan sangat tepat, suntikan glukosa
hipertonik juga membawa sedikit resiko. Jarang kasus yang merupakan tindakan
diagnostik penting seperti dugaan diabetes pada pasien stetorea. Ia bernilai untuk riset
toleransi glukosa, karena menghilangkan variasi dalam absorpsi usus.
2.3.4.3 Tes sensitivitas insulin
Respon glukosa darah terhadap insulin telah digunakan penyelidikan sensitivitas
insulin dan respon hipoglikemia pada penyakit endokrin, walau karena tes ini
berbahaya, sekarang telah diganti dengan analisa hormon plasma yang sesuai. Pada
pasien dengan hipopituitarisme atau defesiensi tirodea atau adrenokortikal, glukosa
darah turun lebih cepat dan tetap rendah lebih lama daripada orang yang normal.
2.3.4.4 Tes Metabolisme Piruvat
Respon kadar piruvat darah terhadap satu dosis glukosa per oral tidak hanya bervariasi
terhadap keadaan metabolisme karbohidrat tetapi juga terhadap derajat kejenuhan
tiamin (vitamin B) pada pasien, karena tiamin pirofosfat berlaku sebagai koenzim
dalam oksidase piruvat selanjutknya ke asetil Ko-A. Pengukuran transketolase eritrosit
dan responnya terhadap tiamin pirofosfat lebih sensitive dan spesifik untuk diagnosa
difisiensi tiamin.
Batas rujukan untuk piruvat darah puasa adalah 40 - 80µmol/L. Pada orang
normal, setelah pemberian 50 g glukosa pada keadaan puasa dan pada 30 menit
kemudian, kadar piruvat darah 60 menit tidak melebihi 90µmol/L dan kadar 90 menit
tidak melebihi 100µmol/L. Peningkatan nilai setelah pemberian glukosa terlihat pada
defesiensi tiamin dan kadang-kadang pada polineuritis dari etiologi lain. Nilai
abnormal sejenis timbul pada keracunan barbiturate atau alcohol kronis, juga karena
gangguan oksidasi glukosa di perifer.
Glikosuria berarti terdapat glukosa yang mencukupi untuk bisa dideteksi dengan tes
klinis yang sederhana – istilah glukosuria yang “benar” jarang digunakan. Tes
komprehensif tergantung atas reduksi tembaga dan ini bersifat semikuantitatif : tes
tradisional meliputi larutan benedict, yang mengandung tembaga (III) sitrat alkali
(kupri sitrat) yang berwarna biru karena adanya ion tembaga (III).
2.4.1 Penyebab glikosuria
Penyebab glikosuria bisa diringkas sebagai berikut :
1. hiperglikemia disertai dengan kelemahan toleransi glukosa
2. hiperglikemia sementara
3. ambang ginjal yang rendah bagi glukosa
Hiperglikemia tanpa glikosuria bisa ditemukan jika ada peningkatan ambang
karena berkurangnya aliran plasma ginjal : hal ini benar-benar telihat pada pasien
diabetes berusia lanjut. Zat pereduksi yang ditemukan didalam urina bisa
diidentifikasi sebagai glukosa depan. Glikorunida merupakan konjugasi berbagai
komponen dengan asam glukoronat dan ia merupakan zat pereduksi .
2.5 Diabetes melitus
Penyakit diabetes melitus (DM) yang kita kenal sebagai penyakit kencing
manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik
absolute maupun relatif. DM merupakan salah satu penyakit degredatif dengan sifat
kronis yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983,
prevalensi DM di Jakarta baru sebesar 1,7%; pada tahun 1993 prevalensinya
meningkat menjadi 5,7 % dan pada tahun 2001 melonjak menjadi 12,8%.
Ganggauan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat,
protein, lemak, air, dan elektrolit. Gangguan metabolisme tergantung pada adanya
kehilangan aktivitas insulin dalam tubuh dan pada banyak kasus, akhirnya
dan susunan saraf. Diabetes melitus bukan merupakan penyakit yang tunggal tetapi
merupakan sekelompok penyakit. Klasifikasidari diabetes mellitus yang dianjurkan
oleh American Diabetes Data Group pada tahun 1979 dan umumnya diterima oleh
WHO (1980)
Tabel 1.1 Klasifikasi dari diabetes mellitus dan tipe intoleransi glukosa lainnya (National Diabetes Data Group 1979)
Diabetes mellitus◦ Tergantung insulin atau tipe 1
Tidak tergantung insulin atau tipe 2
Diabetes sekunder dengan obesitas
Tanpa obesitas
Diabetes dengan penurunan toleransi
glukosa
Diabetes kehamilan
Kelainan toleransi glukosa sebelumnya‡
Potensi kelainan toleransi glukosa‡
Ket :
◦ : Berdasarkan pada hiperglikemia puasa atau suatu kelainan GTT
‡ : Dapat merupakan bagian dari riwayat alamiah diabetes. Tidak ada perubahan
dalam metabolisme karbohidrat.
Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal.
Kesulitan diagnosis timbul karena kadang-kadang dia datang tenang dan bila
dibiarkan akan menghanyutkan pasien kedalam komplikasi fatal. Oleh karena itu,
mengenal tanda-tanda awal penyakit diabetes ini menjadi sangat penting.
Pada pasien dengan gejala – gejala pokok, secara kasar diagnosis dari diabetes
melitus ditegakkan dengan suatu peningkatan kadar glukosa darah puasa dalam darah
glukosa darah puasa kurang dari 6 mmol/L biasanya menyingkirkan diagnosis
diabetes. Jika kadar glukosa darah puasa antara 6 dan 8 mmol/L harus dilakukan uji
toleransi glukosa (GTT).
Walaupun terdapat variasi dalam GTT per oral dan kepustakaan yang luas
mengenai GTT intravena tetapi GGT per oral 75 g, seperti yang dianjurkan olah WHO
(1980), kemungkinan akan digunakan secara luas dimasa depan dan mempunyai
keuntungan karena sederhana dalam interpretasi. Suatu beban standar 75 g glukosa
dalam 250mL air diberikan setelah puasa semalaman dan setelah asupan karbohidrat
yang cukup selama 3 hari (lebih besar daripada 250g/hari). Sampel darah diambil
sebelum dan dalam waktu 1 dan 2 jam setelah.
Tabel 1.2 Kadar glukosa diagnostik
Diagnosis Darah Vena
dalam mmol/L
2.5.1 Faktor Pencetus
Faktor bibit merupakan penyebab utama timbulnya penyakit diabetes
disamping penyebab lain seperti infeksi, kehamilan dan obat-obatan. Tetapi meskipun
demikian, pada orang dengan bibit diabetes, belum menjamin timbulnya penyakit
diabetes. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri secara nyata sampai akhir
hayatnya.
Beberapa faktor yang dapat meyuburkan dan sering merupakan faktor
pencetus diabetes mellitus (DM) ialah :
• kurang gerak/malas
• makanan berlebihan
• kehamilan
• kekurangan produksi hormon insulin
• penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin
2.5.2 Gejala dan Tanda-tanda Awal
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya sering kali tidak dirasakan dan
tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat
perhatian ialah:
1. Keluhan klasik
a. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan
prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal ini disebabkan
glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan
bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akhirnya penderita
kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan meyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab
rasa haus adalah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk
menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
d. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa
lapar.
2. Keluhan lain
a. Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki diwaktu
malam, sehingga mengganggu tidur.
b. Gangguan penglihatan
Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang
mendorong penderita untuk mengganti kaca matanya berulang kali agar ia
tetap dapat melihat dengan baik.
c. Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat
timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk
peniti.
d. Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks,
apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan.
2.5.3 Diagnosis
Apabila ditemukan gejala dan tanda-tanda seperti diatas, sebaiknya segera
pergi kedokter untuk berkonsultasi. Diagnosis diabetes melitus hanya bisa ditegakkan
setelah terbukti dengan pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan dengan air seni
sering kurang dapat dipercaya karena beberapa keadaan dapat menyebabkan negatif
maupun positif palsu.
2.5.4 Pengobatan
Tujuan utama pengobatan diabetes mellitus (DM) :
• Mengembalikan metabolisme glukosa darah menjadi senormal mungkin agar
penyandang DM merasa nyaman dan sehat
• Mencegah atau memperlambat timbulnya komplikasi
• Mendidik penderita dalam pengetahuan dan motivasi agar dapat merawat
sendiri penyakitnya sehingga mampu mandiri.
2.5.4.1 Pokok-pokok pengobatan :
• Edukasi penyandang DM
• Mengatur makanan
• Latihan jasmani
Pengelolaan diabetes melitus tanpa komplikasi akut pada umumnya selalu
dimulai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani dulu. Apabila dengan
pendekatan tersebut belum mencapai target yang diinginkan, baru diberikan
obat-obatan baik oral maupun suntikan sesuai indikasi.
Mengingat sifat diabetes melitus yang menahun, tidak dapat dipungkiri bahwa edukasi
yang terus menerus dan berkesinambungan menjadi sangat penting. Pada akhirnya
tujuan pengobatan diabetes mellitus harus ditetapkan bersama antara penyandang DM
dengan tim yang mengelola.
2.5.5 Komplikasi
Betapa seriusnya penyakit diabetes yang menyerang peyandang DM dapat
dilihat pada setiap komplikasi yang ditimbulkannya. Lebih rumit lagi, penyakit
diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai komplikasi dapat diidap secara
bersamaan, yaitu:
• Jantung diabetes
• Ginjal diabetes
• Mata diabetes
• Saraf diabetes
• Kaki diabetes
2.5.6.Pencegahan
Pencegahan pada diabetes melitus sangat penting karena mengingat sifat
penyakitnya yang menahun dan bila telah timbul komplikasi, biaya perawatannya
Masyarakat perrlu dilibatkan dalam program pencegahan dan pengelolaan
penyakit diabetes ini. Dengan pengetahuan yang memadai, masyarakat dilibatkan
dalam program skrining kasus baru terutama pada kelompok resiko tinggi untuk
timbulnya penyakit diabetes mellitus, disebut pencegahan primer. Sementara itu untuk
kelompok masyarakat yang telah menjadi penyandang diabetes, dapat diajak
melakukan pencegahan mandiri terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, disebut
dengan pencegahan sekunder atau mencegah berlanjutnya komplikasi menjadi lebih
buruk atau fatal, disebut pencegahan tersier. Dengan program pencegahan pada
tingkat manapun, akan sangat membantu penyandang DM dan keluarga serta
masyarakat secara keseluruhan.