KERANGKA ILMU
(PERSPEKTIF ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas; Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Dosen Pengampu : Dr. Afiful Ikhwan.
Disusun Oleh : Hanif Ikhsani (17160100)
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, dan tetap mencari kebenaran dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun, tidak semua kebenaran yang didapat itu dapat memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode ilmiah, demi mendapatkan kebenaran yang bersifat ilmiah, dan bukan sekedar kebenaran semu.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat, tidaklah menjadikan manusia berhenti mencari kebenaran. Melainkan menjadikan manusia semakin berusaha untuk mencari kebenaran berlandaskan teori yang sudah ada. Jujun S. Suriasumantri mengatakan bahwa pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari berbagai pertamyaan yang muncul dalam kehidupan. 1
Maka, untuk menemukan nilai kegunaan sebuah ilmu pengetahuan dapat ditinjau dari perspektif ontologi, yaitu hakikat ilmu, perspektif epistemologi, yaitu bagaimana cara memperoleh ilmu, dan perspektif aksiologi, yaitu nilai kegunaan ilmu.
B. Rumusan Masalah
1 Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu, (Jakarta : Kencana, 2014), hal. 191
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perspektif ontologi nilai kegunaan ilmu? 2. Bagaimanakah perspektif epistemologi nilai kegunaan ilmu?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan pembahasan adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui perspektif ontologi nilai kegunaan ilmu 2. Mengetahui perspektif epistemologi nilai kegunaan ilmu
BAB II PEMBAHASAN
A. PERSPEKTIF ONTOLOGI NILAI KEGUNAAN ILMU 1. Definisi Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata ‘ontos’ yang berarti ‘berada’ (yang ada), dan kata ‘logia’ yaitu pengetahuan. Maka, secara istilah, ontologi adalah ilmu hakikat yang mneyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang ada. 2
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling mendasar, ia membahas secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang ada dalam setiap kenyataan yang meliputi realitas. Bidang kajian ontologi berkaitan dengan metafisika yaitu hakikat, oleh karenanya, hakikat ini tidak dapat dijangkau oleh paca indra karena tak berbentuk, berwaktu, dan bertempat. Dengan jalan mempelajari hakekat, maka dapat memperoleh pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu.
2. Hakikat Ontologi
2 I Dewa Gede, dkk,Filsafat Ilmu Dari Pohon Pengetahuan sampai Karakter Keilmuan Ilmu
Hukum (Malang: IKAPI, 2014), hal. 28
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani dan rohani. Ontologi juga berarti teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi bersinonim dengan metafisika, yaitu studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature)dari suatu benda umtuk menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut. 3
Menurut Suruasumantri, ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang ‘ada’. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a. Apakah objek ilmu yang akan ditelaah?
b. Bagaimana wujud hakiki tentang objek tersebut?
c. Bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan menginderanya) yang membuahkan pengetahuan? 4
Dalam pemahaman ontologi dapat dikemukakan
pandangan-pandangan pokok pemikiran, antara lain: a. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin ada dua. Baik yang asal berupa materi atau non materi.
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan rohani. Dualisme mengakui bahwa realitas terdiri dari materi atau yang ada secara fisik dan mental atau beradanya tidak kelihatan secara fisik.
3 Ibid, hal. 29
4 Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu..., hal. 185
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segala amcam bentuk ini semuanya nyata.
d. Agnotisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. baik hakikat materi maupun non materi. 5
3. Dasar Ontologi Ilmu
Secara ontologis, ilmu membatasi diri terhadap masalah yang dikajinya, yaitu hanya terfokus pada masalah yang terdapat pada ruang jangkauan pengalaman manusia. Istilah yang dipakai untuk menunjukkan sifat kejadian yang terjangkaufitrah pengalaman manusia disebut dunia empiris.
Ilmu mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurutnya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan objek yang ditelaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris. Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa suatu hal terjadi. Dengan kata lain, proses keilmuan bertujuan untuk mencari hakikat objek empiris tertentu, untuk menemukan sari berupa ilmu pengetahuan. Untuk mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa andaian (asumsi) mengenai objek-objek empiris. Asumsi ini diperlukan sebagai arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. 6
5 Ibid, hal. 186-187
6 Ibid, hal. 188
B. PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI NILAI KEGUNAAN ILMU 1. Definisi Epistemologi
Dalam disiplin filsafat ilmu, masalah pengetahuan berkisar pada tiga hal, yaitu aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Aspek pertama membicarakan tentang hakikat ilmu yang mencakup, esensi, substansi, termasuk ke dalamnya beberapa cabang. Aspek kedua berkaitan dengan bagaimana cara memperoleh ilmu. Aspek ketiga berkaitan dengan nilai-nilai yang terdapat pada ilmu pengetahuan. 7
Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan danlogosyang berarti perkataan, pikiran, ilmu. Maka secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu pada kedudukan setepatnya. Kajian pokok8 epistemologi adalah sumber, asal mula, dan sifat dasar pengetahuan. Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan, yaitu apakah pengetahuan itu, apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan, apakah pengetahuan itu merupakan kebenaran atau dugaan. 9
Menurut Horald H. Titus, dkk, secara global terdapat 3 persoalan pokok dalam bidang epistemologi, yaitu :
a. Apakah sumber-sumber pengetahuan? Darimana pengetahuan yang benar itu datang, dan bagaimana kita dapat mengetahui? b. Apakah watak dari pengetahuan? Adakah dunia yang riil diluar
akal, dan kalau ada, dapatkah kita mengetahui?
7 Idri, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits, dan Ilmu Hukum Islam (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2015), hal.1-2
8 Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), hal. 63
9 Idri, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits..., hal.3
c. Apakah pengetahuan kita benar (valid)? Bagaimana kita membedakan kebenaran dan kekeliruan? 10
2. Metode untuk Memperoleh Pengetahuan 1. Empirisme
Empirisme merupakan suatu doktrim filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan
peranan akal. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan11
bahwa pada waktu dilahirkan akalnya merupakan catatan kosong(tabula
rasa), dan di dalam buku catatan itulah tercatat pengalaman indriawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide yang diperoleh dari
penginderaan serta refleksi yang pertama-tama dan sederhana. 12
Ia memandang akal sebagai tempat penampungan, yang secara pasif menerima hasil penginderaan. Ini berarti betapapun rumitnya pengetahuan dapat dilacak kembali melalui pengalaman indrawi yang pertama. Apa yang tidak dapat dan tidak perlu dilacak kembali bukanlah
pengetahuan, atau setidaknya bukan pengetahuan yang faktual. 13
2. Rasionalisme
Rasionalisme adalah pandangan bahwa kita mengetahui apa yang kita pikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan kebenaran. Dengan menekankan kekuatan manusia untuk berpikir dan apa yang diberikan oleh akal kepada pengetahuan,
10 Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..., hal. 64 11 Ibid,hal.73
12 Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu..., hal. 199 13 Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..., hal. 74
seorang rasionalis, pada hakekatnya berkata bahwa rasa (sense) itu sendiri tidak dapat memberikan kita pertimbangan yang koheren dan universal. 14
Rasionalis menganggap bahwa kebenaran terletak pada akal budi dan pengalaman berfungsi sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Maka, kebenaran dan kesesatan terletak pada akal, bukan pada suatu barang seperti pengalaman. 15
3. Fenomenalisme
Fenomenalisme adalah metode dalam memperoleh sumber ilmu pengetahuan dengan menggali pengalaman dari dirinya sendiri. Immanuel Kant, membuat uraian tentang pengalaman sesuatu dalam dirinya, dengan merangsang alat indrawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk pengalaman dan disusun sistematis melalui penalaran.Karena itu, kita tidak pernah memiliki pengetahuan tentang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan apa yang nampak pada kita, artinya pengetahuan tentang gejala (phenomenon).16
4. Intuisionisme
Intuisionisme adalah cara memperoleh ilmu pengetahuan melalui intuisi untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah Henry Bergson. Salah satu yang
14 Ibid,hal.75
15 Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat...,hal.200
16 Ibid, hal.200
menarik, adalah adanya pengalaman di samping pengalaman yang dihayati indra. 17
Intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman indrawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Aliran ini mengatakan bahwa pengetahuan dalam beberapa bentuk lebih lengkap diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dari nisbi yang sebagian saja diberikan analitis. 18
5. Kritisisme
Kritisisme dipelopori oleh Immanuel Kant. Dalam menyingkap pengetahuan, aliran ini memulai dengan pertanyaan “Apa yang sesuangguhnya dapat kita ketahui? Dan bagaimana caranya?”. Pertama-tama, aliran ini menganut paham bahwa apapun yang kita saksikan dalam kehidupan, realitas tersebut selalu berada dalam ruang dan waktu. Selanjutnya, setiap manusia dalam mencandra realitas selalu memprosesnya melalui sensasi menuju persepsi lalu ke konsepsi sehingga menjadi pengetahuan. 19
Bagi kritisime, ada korelasi antara realitas empiris dan proses penalaran dalam mengonstruksi pengetahuan. Dengan inilah, aliran ini mengkritik empirisme yang memutlakkan pengalaman empiris dan rasionalisme yang memutlakkan rasio. Sebab pengetahuan pada hakekatnya adalah kerja nalar dan realitas empiris. Tepat pada titik ini pula, kritisisme dianggap dapat mendamaikan keduanya.
6. Metode Ilmiah
17 Ibid, hal.201
18 Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat...,hal. 79 19 Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..., hal.76-7
Metode Ilmiah berusaha menggabungkan antara pengalaman empiris (observasi) dan akal dalam memperoleh pengetahuan. Menurut Harold H. Titus, dkk, terdapat enam langkah untuk memperoleh pengetahuan secara rinci, yaitu : (1) keinsyafan tentang adanya problema, (2) data yang relevan dan tersedia dikumpulkan, (3) data ditertibkan, (4) hipotesis dibentuk, (5) deduksi dapat ditarik dari hipotesis, (6) verifikasi.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1. Perspektif Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani dan rohani. Ontologi juga berarti teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas, dengan matafisika sebagai bidang kajiannya. 2. Perspektif epistemologi adalah ilmu yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode, dan validitas suatu ilmu pengetahuan. Dalam menemukan sumber ilmu pengetahuan, dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu: empirisme, kritisisme, intuisionisme, fenomenalisme, rasionalisme, dan metode ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
BagusUtama, I GustiRai, 2013,FilsafatIlmudanLogika
Bahrum, Ontologi, Epistimologi, danAksiologi. Vol 8, No.2 2013
Gede,I Dewa dkk, 2014,Filsafat Ilmu Dari Pohon Pengetahuan sampai Karakter Keilmuan Ilmu Hukum, Malang: IKAPI
Idri, 2015,Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits, dan Ilmu Hukum Islam, Jakarta: PT Kharisma Putra Utama
Kanto,Mukhlis, dkk,FilsafatManajemen. Media perkasa
Latif, Mukhtar ,2014, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu, Jakarta : Kencana Monteiro, Josef M., 2015,PendidikanKewarganegaraan,
PerjuanganMembentukBangsa, Yogyakarta: Budi Utama Sudibyo,Leis,dkk, 2014,FilsafatIlmuI, Yogyakarta: Budi Utama
Zaprulkhan, 2016, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016