• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yenny Farlina Yoris Yudhi Herliansyah Au

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Yenny Farlina Yoris Yudhi Herliansyah Au"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SEBUTKAN, JELASKAN DAN SIMPULKAN MATERIALITAS MENURUT STANDAR AUDIT (2015) SERTA LAKUKAN ANALISIS BEBERAPA CELAH YG MUNGKIN DAPAT MENGURANGI KUALITAS AUDIT AKUNTAN PUBLIK.

1. Paparan Umum mengenai Materialitas

Materialitas merupakan dasar penerapan dasar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah suatu pertimbangan penting dalam menentukan jenis laporan yang tepat untuk diterbitkan dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, jika ada salah saji yang tidak material dalam laporan keuangan suatu entitas dan pengaruhnya terhadap periode selanjutnya diperkirakan tidak terlalu berarti, maka dapatlah dikeluarkan suatu laporan wajar tanpa pengecualian.

Definisi dari materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit adalah suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan.Dalam menerapkan definisi ini, digunakan tiga tingkatan materialitas dalam mempertimbangkan jenis laporan yang dibuat:

1. Jumlahnya tidak material.

Jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan, tetapi cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut dianggap tidak material. Dalam hal ini pendapat tidak wajar dapat diberikan.

2. Jumlahnya material tetapi tidak mengganggu laporan keuangan secara keseluruhan. Tingkat materialitas kedua terjadi jika salah saji di dalam laporan keuangan dapat mempengaruhi keputusan pemakai, tetap bpi keseluruhan laporan keuangan tersebut tersaji dengan benar, sehingga tetap berguna. Jika auditor menyimpulkan bahwa salah saji tersebut cukup materialtetapi tidak mengganggu laporan keuangan secara keseluruhan, pendapat yang tepat adalah pendapat wajar dengan pengecualian (menggungakn “kecualiuntuk”)

3. Jumlah sangat material atau pengaruhnya sangat meluas sehingga kewajaran lapora keuangan secara keseluruhan diragukan.

Tingkat materialitas dikatakan tertinggi terjadi apabila para pengguna informasi laporan keuangan dapat membuat keputusan yang salah jika mereka mengandalkan laporan keuangan secara keseluruhan. Semakin meluas pengaruh salah saji, kemungkinan untuk menerbitkan pendapat tidak wajar akan lebih besar daripada pendapat wajar dengan pengecualian. Tabel mengenai tingkatan materialitas dan hubungannya dengan jenis opini Auditor dapat di lihat dari Tabel 1.

(2)

selanjutnya dalam praktik audit. Betapa pun tingginya kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika ia tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing.

Tabel 1: Tingkatan Materialitas dan pengaruhnya terhadap opini Auditor TINGKAT jika informasi dimaksud penting terhadap keputusan yang akan diambil. Laporan keuangan keseluruhan dianggap disajikan

secara wajar. Wajar dengan pengecualian

Sangat material

Sebagian besar dari seluruh keputusan yang didasarkan pada laporan keuangan sangat terpengaruh

Pernyataan tidak memberikan pendapat atau pendapat tidak wajar

2. Bagaimana Auditor menetapkan Materialitas

Langkah – langkah dalam menetapkan materialitas adalah : 1) Menetapkan pertimbangan awal tentang materialitas

Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang dibutuhkan.

Auditor seringkali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas yang disebutkan dengan pertimbangan tentang materialitas yang direvisi. Hal ini terjadi karena auditor memutuskan bahwa pertimbangan pendahuluan terlalu besar atau terlalu kecil.

Faktor faktor yang mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor tentang materialitas adalah materialitas yang memiliki konsep yang relatif, dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas, dan faktor faktor kualitatif.Pertimbangan awal mengenai materialitas adalah jumlah maksimum suatu salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Adapun penetapan materialitas sendiri bertujuan untuk membantu auditor merencanakan bahan bukti yang cukup.

(3)

profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan.

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang seringkali disebut dengan materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena keadaan yang melingkupi berubah, informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut

2) Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas kedalam segmen

Hal ini perlu dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti persegmen dan bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan yang nantinya akan membantu auditor dalam memutuskan bukti audit yang tepat yang harus dikumpulkan. Ketika auditor mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke saldo akun, materialitas yang dialokasikan ke saldo akun tertentu itu sebagai salah saji yang dapat ditoleransi.

3) Mengestimasi total salah saji dalam segmen

Salah saji yang diketahui adalah salah saji dalam akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor. Salah saji yang mungkin terbagi menjadi dua jenis yaitu salah saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan auditor tentang estimasi saldo akun, contohnya adalah perbedaan estimasi penyisihan piutang tak tertagih atau kewajiban garansi. Jenis kedua adalah proyeksi salah saji berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu populasi, contohnya adalah auditor menggunakan salah saji yang ditemukan yaitu 6 dari jumlah sampel 200 untuk mengestimasi total salah saji yang mungkin dalam persediaan. Total ini disebut estimasi atau proyeksi atau ekstrapolasi karena hanya sampel yang diaudit, bukan keseluruhan populasi.

4) Memperkirakan salah saji gabungan

Jumlah salah saji yang diproyeksikan dalam langkah ketiga untuk setiap akun kemudian digabungkan dalam kertas kerja.

5) Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau yang direvisi tentang materialitas

3. Risiko Audit dan Materialitas

(4)

Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit,risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya.

Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.

3.1 Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun

Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian:

1. Risiko Audit Keseluruhan

Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material.

2. Risiko Audit Individual

Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang berkaitan. Risiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu seringkali sangat penting karena besar saldonya atau frekuensi transaksi perubahan.

3.2 Unsur Risiko Audit

Terdapat tiga unsur risiko audit: (1) risiko bawaan, (2) risiko pengendalian, (3) risiko deteksi.

(5)

(2) Risiko Pengendalian, yakni Risiko pengendalian adalah risiko yang terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini ditentukan oleh evektifitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern untuk mencapai tujuan umum pengendalian intern yang relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas. Risiko pengendalian tertentu akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern. Sebagai contoh, pengendalian intern mungkin menjadi tidak evektif karena kelalayan manusia akibat ceroboh atau bosan atau karena adanya kolosi diantara personel pelaksanaan.

(3) Risiko Deteksi, yakni Risiko yang disebabkan oleh kegagalan auditor dalam mendeteksi salah saji material, setelah audit dilaksanakan sesuai dengan standar auditing. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.

3.3 Hubungan Antar unsur Risiko

Risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.

Komponen risiko audit ini dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk persentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar, misalnya, dari minimum sampai dengan maksimum. Resiko Deteksi adalah satu-satunya resiko yang bisa dipengaruhi/diatur oleh auditor, lewat banyak atau sedikitnya bukti dengan penambahan atau pengurangan prosedur audit . Apabila auditor ingin resiko deteksi kecil, maka perlu lebih banyak bukti audit/prosedur audit, dan sebaliknya.

4. Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit

(6)

kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi-auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompenen dalam jumlah banyak. Sebaliknya, semakin tinggi risiko audit-auditor bersedia untuk menanggung risiko audit tinggi sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah rendah-auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompenen dalam jumlah kecil saja.

Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut:

a) Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.

b) Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.

c) Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit.

5. Celah celah yang mengurangi kualitas Audit Akuntan Publik

Terkait dengan materialitas, dimana penentuannya sangat tergantung dari

profresionalitas Auditor sendiri, maka faktor utama yang mungkin bisa mengurangi kualitas audit adalah bersumber dari level kompetensi, pengalaman dan pengetahuan seorang Auditor. Beberapa hal dibawah ini adalah faktor faktor yang mempengaruhi kualitas seorang auditor yang pada akhirnya pasti akan berpengaruh kepada kualitas hasil Audit nya:

1. Faktor Pengetahuan

SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) tahun 2001 tentang standar umum, menjelaskan bahwa dalam melakukan audit, auditor harus memiliki keahlian dan

struktur pengetahuan yang cukup. Pengetahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard et.al, 1987 dalam Harhinto, 2004:35). Adapun secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor (Kusharyanti, 2003), yaitu : (1) Pengetahuan pengauditan umum, (2) Pengetahuan area fungsional, (3) Pengetahuan mengenai isu- isu akuntansi yang paling baru, (4) Pengetahuan mengenai industri khusus, (5) Pengetahuan

mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Menurut Brown dan Stanner (1983) dalam Mardisar dan Sari (2007), perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan.

2. Faktor Integritas

Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya kepercayaan masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam menguji semua keputusannya.

(7)

masyarakat tidak dapat dikalahkan demi kepentingan dan keuntungan pribadi. Penelitian yang dilakukan Mabruri dan Winarna (2010) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki integritas yang baik. Sunarto (2003) dalam Sukriah, dkk. (2009) menyatakan bahwa integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan prinsip. Wibowo (2006) mengemukakan integritas auditor menguatkan kepercayaan dan karenanya menjadi dasar bagi pengandalan atas keputusan mereka.

3. Faktor Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asih, 2006). Menurut Tubbs (1992) dalam Mayangsari (2003) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal : (1.) Mendeteksi kesalahan, (2.) Memahami kesalahan secara akurat, (3.) Mencari penyebab kesalahan. Auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan atribusi kesalahan lebih besar dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman, sehingga dapat

mempengaruhi kualitas audit (nataline, 2007). Menurut Libby dan Trotman dalam Jurnal Maksi Vol 1 (2002:5), seorang auditor profesional harus mempunyai pengalaman yang cukup tentang tugas dan tanggung jawabnya. Pengalaman auditor akan menjadi bahan pertimbangan yang baik dalam mengambil keputusan dalam tugasnya.

4. Faktor Obyektivitas

Obyektifitas merupakan sikap auditor untuk dapat bertindak adil, tidak terpengaruh oleh hubungan kerjasama dan tidak memihak kepentingan siapapun sehingga auditor dapat diandalkan dan dipercaya. Auditor harus dapat mengungkapkan kondisi sesuai fakta yaitu dengan mengemukakan pendapat apa adanya, tidak mencari-cari kesalahan, mempertahankan kriteria dan menggunakan pikiran yang logis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukriah, Akram dan Inapty (2009), indikator yang digunakan untuk mengukur obyektifitas yaitu: (1). Bebas dari benturan kepentingan (2). Pengungkapan kondisi sesuai fakta.

Penelitian yang dilakukan Wibowo (2006) menyebutkan auditor yang memiliki

obyektifitas yaitu auditor yang dapat melakukan penilaian yang seimbang atas semua kondisi yang relevan dan tidak terpengaruh oleh kepentingannya sendiri atau

kepentingan orang lain dalam membuat keputusannya. Mabruri dan Winarna (2010) menyatakan semakin tinggi obyektifitas auditor, maka semakin baik kualitas auditnya. Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi obyektifitas dan dapat

(8)

mengkompromikan kualitas. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat obyektifitas auditor maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya.

5. Faktor Locus of Control

Locus of control (LoC) merupakan konsep yang pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966). Locus of control terbagi atas locus of control internal dan locus of control eksternal. Locus of control internal mengacu pada individu yang percaya bahwa suatu hasil tergantung pada usaha dan kerja keras seseorang sedangkan locus of control eksternal mengacu pada individu yang menganggap bahwa suatu hasil ditentukan oleh faktor dari luar individu tersebut, seperti nasib, keberuntungan, kesempatan dan faktor lain yang tidak dapat diprediksi (Reiss & Mitra, 1998).

Penelitian sebelumnya yang menyelidiki locus of control dan perilaku etis mahasiswa atau auditor (Jones & Kavanagh, 1996; Reiss & Mitra, 1998; Fauzi, 2001;

Nugrahaningsih, 2005; Ustadi & Utami, 2005; Hastuti, 2007) menunjukkan bahwa locus of control memiliki pengaruh terhadap perilaku etis, dimana seseorang dengan locus of control internal cenderung berperilaku lebih etis dibandingkan dengan seseorang dengan locus of control ekternal.

6. Faktor Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional (EQ) merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan serta mengelola emosi diri sendiri dan dengan orang lain (Goleman, 2005). Maryani dan Ludigdo (2001)

melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan. Hasil penelitian Maryani dan Ludigdo (2001) menunjukkan bahwa hanya faktor religiusitas (kecerdasan spiritual) dan kecerdasan emosional memengaruhi sikap etis akuntan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramly, Chai, dan Lung (2008) yang menyimpulkan religiusitas (kecerdasan spiritual) berpengaruh positif terhadap perilaku etis mahasiswa universitas di Malaysia.

7. Faktor Skeptitisme

Skeptisisme profesional auditor adalah suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit.

(9)

(2008) menguji hubungan skeptisisme profesional auditor dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik dan apakah ada hubungan situasi audit, etika,

pengalaman, dan keahlian audit dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara skeptisisme profesional auditor dan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik.

Mata Kuliah Auditing Lanjutan

Nama Dosen Dr. Yudhi Herliansyah Ak, MSi, CA, CSRA, CPAI Judul Modul Materialitas, Resiko Audit dan Resiko Bisnis Nama Mahasiswa Yenny Farlina Yoris

NIM 55516120048

Gambar

Tabel 1: Tingkatan Materialitas dan pengaruhnya terhadap opini Auditor

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melihat kegiatan-kegiatan tarekat Muqtadiriyah yang biasa dilakukan oleh Khalifah Hadi beserta jamiyahnya beliau memiliki pandangan bahwa apa yang dilakukan

Bluetooth adalah protokol komunikasi wireless yang bekerja pada frekuensi radio 2.4 GHz untuk pertukaran data pada perangkat bergerak seperti PDA, laptop,. HP, dan

Bahwa benar karena Saksi-I masih tetap ngotot sehingga membuat Tedakwa marah dan mendekati Saksi-I langsung mencekik leher Saksi-I menggunakan tangan kanan sambil

Ekstrak etil asetat dari tumbuhan ini mempunyai aktivitas sitotoksik yang sangat kuat sehingga perlu dilakukan isolasi dan uji aktivitas sitotoksik senyawa

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dimana data dan informasi yang diperoleh dari UD Gladys Bakery

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan,. Sekolah

As was shown in chapter 4 and 5 the syntactic status is related to the other three phenomena that are under investigation in this study: (i) the position of

Dengan penggunaan teknik mind mapping pada siswa khususnya siswa kelas VII di SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung diharapkan dapat menumbuhkan motivasi belajar matematika