I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki area hutan yang cukup
banyak di setiap daerah. Hutan berisikan ratusan spesies tanaman yang
didalamnya dapan dikategorikan menjadi bernagi mancam kelas. Hutan selain
berfungsi sebagai sumber produksi gas oksigen (O2) juga memberikan segudang
manfaat lain yang sangan menjanjikan. Adapun mengingat begitu banyak nya
manfaat hutan yang menghiasi bumi Indonesia ini, namun pemanfaatan yang tepat
dan sesuai aturan belum sepenuhnya terjalin akan adanya hutan tersebut.
Sumber daya alam dapat diartikan sebagai unsur-unsur lingkungan baik
fisik maupun hayati yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan meningkatan kesejahterannya. Salah satu sumber daya alam adalah hutan.
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat mempengaruhi siklus kehidupan
makhluk hidup, sehingga keberadannya harus tetap dipertahankan. Hutan adalah
suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41/ 1999 : Kehutanan).
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui
serta dapat memberikan beraneka ragam manfaat bagi kehidupan manusia. Untuk
menjaga kelestarian hutan perlu diketahui mengenai karakteristik lahan serta
mengetahui karasteristik tanaman yang ada didalamnya yaitu pohon yang akan
dirubah menjadi sebuah potongan kayu yang mempunyai banyak manfaat
lignoselulosa yang dihasilkan oleh tumbuhan berkayu yang mempunyai tinggi
minimal 7 m (pohon).
Hasil hutan kayu merupakan komoditas yang tetap menjanjikan untuk
dikembangkan pada sektor kehutanan mengingat masih tetap memberikan
sumbangan devisa yang cukup besar bagi negara. Peranan hasil hutan kayu
selama ini dianggap masih sangat penting (primer) pada pengusahaan sektor
kehutanan, tetapi tetap masih dirasakan adanya kelemahan dari berbagai
kebijakan yang menyangkut tataniaga maupun pengelolaan sumberdayanya.
Kayu merupakan hasil hutan dari kekayaan alam, merupakan bahan
mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi.
Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh bahan
-bahan lain. Pengertian kayu disini ialah sesuatu -bahan, yang diperoleh dari hasil
pemungutan pohon - pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut,
setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan
untuk sesuatu tujuan penggunaan. Baik berbentuk kayu pertukangan, kayu
industri maupun kayu bakar. (Dumanauw.J.F, 1990).
Kayu telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh manusia sejak
zaman dahulu. Dengan berbagai kegunaannya, kayu tetap eksis sampai saat ini.
Penggunaan kayu tidak terbatas untuk peralatan rumah tangga (interior) saja,
tetapi digunakan juga untuk keperluan eksterior, misalnya untuk pembuatan
jembatan. Sedangkan dengan warna dan coraknya yang dekoratif, beberapa jenis
kayu digunakan untuk membuat benda-benda yang bernilai seni tinggi. Mengenal
bagi para usahawan yang bergerak dalam industri kayu, maupun para pemakai
kayu lainnya. Setiap macam penggunaan kayu membutuhkan beberapa faktor
persyaratan tertentu.
Ketepatan pemilihan jenis kayu untuk sesuatu pemakaian
memerlukan pengetahuan tentang sifat dasarnya. Sifat dasar tersebut, diantaranya
berat jenis, kekuatan dan stabilitas dimensi. Faktor ini diengaruhi oleh sifat
anatomi kayu. Sebagai contoh pohon yang membentuk kayu dengan berat jenis
tinggi dipengaruhi antara lain oleh dinding sel yang tebal dan zat ekstaktif
akan paling bernilai bagi pengolah produk-produk kayu gergajian struktural.
Sedangkan jenis pohon yang menghasilkan kayu dengan berat jenis rendah
dipengaruhi oleh rongga sel yang besar, jumlah dan ukuran pori, jenis ini cocok
sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas.
Kecenderungan pemakaian kayu sebagai bahan bangunan pada saat ini
dan masa yang akan datang terus meningkat, terutama untuk keperluan
bangunan rumah tinggal dan konstruksi ringan seperti BTN dan Perumnas. Hal
ini perlu diimbangi dengan umur bangunan yang memadai. Bertambah panjang
umur bangunan terutama dari aspek penggunaan kayunya, berarti akan
mengurangi kebutuhan kayu. Selanjutnya akan mempengaruhi keselamatan
lingkungan dengan menekan penebangan kayu di hutan. Peranan pengawetan
kayu akan terasa lebih penting lagi karena dikhawatirkan produksi kayu awet
dalam waktu mendatang tidak dapat memenuhi kebutuhan. Maka jenis kayu
yang mempunyai kelas awet rendah perlu diawetkan sebelumnya sehingga umur
mempunyai kelas awet rendah tersebut tentunya akan dapat dipergunakan sebagai
pengganti dan mendapat pasaran yang layak.
Perlu diketahui bahwa Indonesia memiliki sumber potensi hutan yang
tidak sedikit, sekitar 4000 jenis kayu. Dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil
saja yang telah diketahui sifat serta kegunaanya dan jumlah ini pun masih juga
belum memenuhi sasaran tujuan pemakaian. Sebagian besar masyarakat masih
cenderung menggunakan jenis kayu tertentu. Misalnya di pulau Jawa, orang lebih
menyukai kayu Jati daripada kayu lainnya. Demikian pula orang-orang di
Kalimantan lebih menyukai memakai kayu Ulin dan seterusnya. Akibatnya, jenis
kayu lainnya yang justru memiliki potensi lebih besar tidak mendapat tempat
dihati masyarakat pemakai kayu. Hal ini perlu dipecahkan, agar semua jenis kayu
yang telah diketahui sifat-sifatnya dapat dimanfaatkan secara menyeluruh dan
terpadu. Jadi, sifat dasar kayu ini penting dipahami agar didalam proses
pengolahan, pengangkutan, maupun penggunaannya dapat dilakukan secara
saksama sehingga tidak terjadi pengorbanan bahan, waktu, tenaga maupun biaya
yang sia-sia (Hidayat, 2010).
1.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini dilaksanakan yaitu :
1.2.1 Kadar Air Kayu
a) Mengetahui kadar air kayu kering udara dengan perlakuan perendaman
dingin adan perendaman panas , sebagai berikut :
Kelompok 1- 3 : selama 1 jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 7-10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam
b) Memahami cara pengukuran kadar air kayu kering udara menggunakan
oven dan moisture meter.
1.2.2 Berat Jenis dan Kerapatan
a) Memahami cara pengukuran kerapatan
b) Menentukan besarnya kerapatan contoh uji pada volume kering udara dan
volume kering tanur.
1.2.3 Perubahan Dimensi Kayu (Penyusutan dan Pengembangan)
a) Memahami cara pengukuran dan mengukur besarnya penyusutan pada
arah longitudinal dari kondisi kering udara ke kering tanur dan
pengembangan dari kondisi kering tanur ke kering basah.
b) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyusutan dan
pengembangan.
c) Memahami hal- hal yang menyebabkan perbedaan penyusutan pada ketiga
arah tersebut.
d) Memahami hubungan kadar air dengan penyusutan (buat grafik ) dan
hubungan berat jenis dengan penyusutan.
1.2.4 Kandungan Kimia Kayu ( Kandungan Ekstraktif)
Menentukan besar kandungan kadar air kayu (serbuk), ekstraktif kayu
yang larut dalam pelarut air panas, dan larut dalm pelarut air dingin. Contoh uji
terlebih dahulu diberi perlakuan rendaman dingin dan panas berdasarkan lama
waktu perendaman sebagai berikut :
Kelompok 4- 6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Kayu Benuas
Berikut ini adalah taksonomi kayu Benuas.
Kingdom Plantae
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida ( Berkeping dua/dikotil)
Ordo Theales
Famili Dipterocarpaceae
Genus Shorea
Spesies Shorea leavifolia Endert
2.2 Kadar Air Kayu
Kadar air kayu adalah jumlah air yang terdapat didalam kayu yang
dinyatakan sebagai persentase berat kayu kering tanur (Soenardi, 1976).
Dumanauw (2001) menyatakan bahwa kadar air kayu adalah banyaknya air yang
terkandung pada sepotong kayu. Besarnya kadar air kayu bervariasi menurut jenis
kayu, letak didalam batang, perbedaan umur dan sebagainya (Kasmudjo, 1995).
Kayu adalah zat yang higroskopis, artinya kayu mudah menyerap ataupun
melepaskan air baik dalam bentuk uap maupun cairan. Sifat ini diakibatkan oleh
kelompok hidroksil yang ada dalam selulosa maupun hemiselulosa kayu yang
menarik molekul air melalui ikatan hidrogen. Kemampuan kayu untuk
mengabsorpsi (menyerap) atau kehilangan air/uap (desorpsi) tergantung pada
suhu dan kelembaban atmosfir yang melingkupinya sehingga banyaknya air
yang diabsorpsi dan didesorpsi oleh kayu tergantung pada luas permukaan kayu
yang dipergunakan untuk sorpsi; tekanan uap nisbi zat yang disorpsi, suhu,
susunan kimia kayu (Soenardi, 1978).
Letak air dalam kayu terdapat didalam dinding sel sebagai air terikat dan
didalam rongga sel sebagai air bebas (Brown et al, 1949; Panshin dan de Zeeuw,
1980). Air bebas terlebih dahulu keluar apabila kayu dikeringkan setelah itu baru
air terikat (Bound water). Kadar air pada saat air bebas telah menguap dan dinding
sel masih jenuh dengan air disebut titik jenuh serat (Fiber Saturation Point).
Umumnya kadar air kayunya berkisar antara 25-30%. Titik jenuh serat ini
bervariasi opada setiap jenis kayu yang disebabkan oleh variasi susunan kimia.
Kayu yang memiliki zat ekstrakif tinggi pada umumnya memiliki titik jenuh serat
relatif rendah (Bodig dan Jayne, 1982). Diatmosfer terbuka, kadar air kayu akan
mencapai titik tertentu, dimana pada keadaan ini kadar air kayu telah seimbang
dengan kelembaban udara disekitarnya, kadar air ini disebut kadar air kering
udara (Equilibrium Moisture Content) berkisar antara 12-20 % (Soenardi, 1976a).
Air adalah unsur alami semua bagian suatu pohon yang hidup. Dalam
bagian xylem, air (lengas) umumnya berjumlah lebih dari separuh berat total;
artinya berat air dalam kayu segar umumnya sama atau lebih besar daripada berat
kayu kering. Sejumlah air akan segera hilang apabila pohon mati atau suatu kayu
gelondongan diolah menjadi kayu gergajian, finir atau serpih kayu. Keadaan yang
demikian bila berlangsung cukup lama akan mempengaruhi dimensi dan sifat-sifat
Kadar air kayu siap pakai di Indonesia untuk penggunaan kayu (produk
kayu) di dalam ruangan sebaiknya kurang dari 15% dan di luar ruangan bias
sampai 18%, sedangkan di dalam ruangan (AC, pemanas/heater) harus lebih
rendah lagi. Apabila kayu atau produk kayu digunakan di daerah sub tropis
(jepang, eropa, amerika), kadar air di dalam ruangan berkisar 6-10% dan di luar
ruangan di atas 18%. Di ruangan ber AC atau pemanas/heater kadar air
kayu/produk kayu harus di bawah 10%.
Penggunaan kayu sebagai bahan baku kayu lapis, pulp dan kertas, maupun
sebagai bahan bangunan/konstruksi tidak terlepas dari persyaratan sifat-sifat fisik
dan mekanik kayu yang kesemuaanya dipengaruhi oleh kadar air kayu.
Tabel 1. Hubungan berat jenis kayu kering udara dan kadar air kayu yang baru
ditebang.
Berat jenis kayu kering udara Kadar air kayu yang baru di tebang < 0,32
Sumber : Oey Djoen Seng, 1990.
Ada lima cara dalam menghitung kadar air menurut Sharai Rad, 1994
yaitu sebagai berikut :
a) Pengeringan dengan oven (oven-drying).
b) Destilasi.
c) Titrasi.
e) Menghitung dengan sifat-sifat elektrik.
Kayu mengalami kondisi kritis untuk stabilitas dimensinya adalah pada
kisaran 25-30%, yang biasa disebut titik jenuh serat (TJS). Yaitu, titik dimana
keadaan semua air cair di dalam rongga sek telah dikeluarkan tetapi dinding sel
masih jenuh. Keadaan kayu dapat terganggu oleh perubahan-perubahan dalam
besarnya fluktuasi kandungan air. Banyaknya air yang terdapat di dalam kayu
apabila digunakan di dalam kondisi lingkungan yang tidak berhubungan langsung
dengan air akan selalu lebih daripada TJS. Kadar air kayu ini sebetulnya bisa kita
atur dan kita hitung, melalui teknik pengeringan yang tepat tentunya.
Kollmann dan Cote (1968) menyatakan bahwa biasanya kayu akan
bertambah kuat apabila terjadi penurunan kadar air, terutama bila terjadi dibawah
titik jenuh serat. Berat, penyusutan, kekuatan dan sifat lainnya tergantung pada
kadar air kayu.
2.3 Berat Jenis dan Kerapatan
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang terberat juga
merupakan kayu-kayu yang terkuat,bahwa keteguhan kayu, kekerasan kayu dan
hampir semua sifat-sifat teknis lainnya berbanding lurus dengan berat jenis. Tetapi
perbandingan ini tidak berlaku seluruhnya, sebab struktur dan susunan kayu
menunjukan penyimpangan-penyimpangan. Berat jenis yang tinggi antara lain
dapat disebabkan oleh kadar zat ekstraktif yang tinggi diantara serabut-serabut
kayu. Pertambahan berat dari kayu yang disebabkan zat ekstraktif tidak
menambahkan kekuatan mekanik kayu tetapi umumnya menaikkan berat jenis
Menurut Soneardi (1978) berat jenis kayu adalah perbandingan berat
benda terhadap berat suatu volume air yang sama dengan volume benda itu. Pada
kayu digunakan berat kering tanur sebagai dasar, sedangkan pembandingnya
adalah volume air yang didesak. Berat jenis adalah rasio antara kerapatan suatu
bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan relatif (Tsoumis ,
1991).
Berdasarkan berat jenisnya, kayu dikelompokan menjadi tiga yaitu;
a) Kayu ringan, dengan berat jenis kurang dari 0,36
b) Kayu dengan berat sedang, berat jenis 0,36 - 0,58
c) Kayu berat, dengan berat jenis tinggi yaitu > 0,58
Perubahan-perubahan berat jenis kayu dalam arah radial kayu dewasa dari
hati ke kulit diklasifikasikan ke dalam tiga tipe (Panshin dan de Zeeuw, 1980):
a) Rata-rata berat jenis meningkat dari hati ke kulit
b) Rata-rata berat jenis menurun dari hati ke luar dan meningkat hingga ke
kulit
c) Rata-rata berat jenis menurun dari hati ke kulit.
Perubahan berat jenis pada arah aksial kayu daun jarum umumnya
menurun dari pangkal ke ujung pohon. Modifikasi variasi ini disebabkan
kehadiran mata kayu yang dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan. Variasi berat
jenis untuk kayu daun lebar pada arah aksial sedikit konsisten dan secara
keseluruhan tidak memiliki satu pola.
Kerapatan kayu adalah perbandingan antara masa atau berat kayu terhadap
kayu dengan kerapatan benda standar yaitu kerapatan air pada suhu 40C
(Haygreen dan Bowyer, 1989). Berat jenis adalah rasio antara kerapatan suatu
bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan relatif (Tsoumis,
1991).
Kerapatan suatu benda yang homogen adalah massa atau berat persatuan
volume, sehingga kerapatan selalu dinyatakan dengan satuan gram/cm3 atau
kg/m3. Massa atau berat dan volume pada perhitungan kerapatan kayu dapat
menggunakan berbagai macam kondisi kayu (kondisi segar/basah, kering udara,
kadar air tertentu dan kering tanur). Kerapatan kayu di dalam suatu spesies
ditemukan bervariasi dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya di dalam
pohon, letak dalam kisaran spesies tersebut, kondisi tempat tumbuh, dan sumber
sumber genetik. Beberapa pola variasi berat jenis yang telah dilaporkan oleh
dalam berbagai posisi batang yaitu pada arah radial (dari empulur/hati ke arah
kulit) (Panshin dan de Zeeuw 1980).
Klasifikasi kayu menurut Damanauw (2001) yang di sajikan pada tabel 2
sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi kayu Indonesia ( Indonesia Wood Classification)
Kelas Kuat Kerapatan (g/cm2)
I > 0,90
II 0,60 – 0,90
III 0,40 – 0,60
IV 0,30 – 0,40
V < 0,30
Kerapatan merupakan sifat terpenting dari kayu, karena kualitas kayu
terdapat hubungan yang erat terhadap sifat-sifat mekanika, kekerasan, ketahanan
terrhadap kikisan dengan kerapatan kayu dipihak lain (Scharai Rad, 1994).
Kerapatan mempunyai hubungan positif linier dengan sifat makanika kayu, yaitu
semakin tinggi nilai kerapatan maka akan semakin tinggi pula sifat mekanikanya
(Kollmann dan Cote, 1968).
Pada umumnya kerapatan kayu tergantung pada besarnya sel, tebal
dinding sel dan hubungan antara jumlah sel yang bermacam-macam. Mengenai
besar dan tebalnya dinding sel, jika sel serat berdinding tipis dan berongga lebar
atau keduanya, maka kerapatan akan rendah. Sebaliknya sel serat berdinding tebal
dan berongga sempit, maka kerapatan akan tinggi (Brown et al, 1949).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kerapatan atau berat jenis kayu
adalah sebagai berikut :
a) Umur pohon.
b) Kecepatan tumbuh.
c) Perbedaan letak tinggi pada batang.
d) Adanya pertumbuhan eksentrik.
e) Adanya kayu cabang dan terjadinya kayu teras.
Dikatakan juga bahwa variasi yang besar dari kerapatan atau berat jenis
kayu tidak saja dapat terjadi di antara pohon-pohon dan dari jenis yang sama
(variasi individual), tetapi juga antara bagian-bagian pohon dari pohon yang sama
(variasi sebagian/parsial) (Oey Djoen Seng, 1990). Kemudian, variasi pada jenis
kayu daun pada arah aksial sedikit konsisten dan secara keseluruhan tidak
Berat jenis suatu kayu bergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun di
dalamnya, rongga-rongga sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung dan
zat ekstraktif di dalamnya. Berat suatu jenis kayu ditunjukkan dengan besarnya
berat jenis kayu yang bersangkutan, dan dipakai sebagai patokan berat kayu.
Faktor tempat tumbuh dan iklim, letak geografis dan spesies dapat berpengaruh
terhadap berat jenis, demikian pula letak bagian kayunya berpengaruh terhadap
berat jenis kayu. Klasifikasi yang ada terdiri dari :
a) Kayu dengan berat ringan, bila BJ kayu < 0,3.
b) Kayu dengan berat sedang, bila BJ kayu 0,36-0,56.
c) Kayu dengan berat berat, bila BJ kayu > 0,56
2.4 Perubahan Dimensi Kayu (Penyusutan dan Pengembangan)
Perubahan dimensi kayu yaitu pengembang dan penyusutan sama
pentingnya dalam fisika kayu, tetapi umumnya perhatian lebih besar ditujukan
terhadap penyusutan. Penyusutan kayu lebih penting diketahui sebab dapat
menyebabkan kayu menjadi retak, pecah, melengkung, bergelombang, memuntur
dan lain-lain. Penyusutan kayu dinyatakan sebagai persen dimensi sebelum
perubahan yang terjadi. Pada dasarnya perubahan dimensi dipengaruhi oleh :
a) Perbedaan spesies dan kerapatan kayu.
b) Perbedaan ukuran dan bentu kayu.
c) Perbedaan pengeringan.
Perubahan dimensi kayu biasanya dinyatakan dalam persen dari dimensi
maksimum. Dimensi maksimum ialah dimensi sebelum mengalami penyusutan
Penyusutan arah longitudinal adalah 0,1-0,2%, arah radial 2,1-8,5%, dan arah
tangensial 4,3-14% dari kondisi segar kekondisi kering tanur.
Perubahan kadar air juga diikuti oleh perubahan dimensi kayu. Dalam
proses pengeringan kayu akan terjadi perubahan dimensi yang disebut dengan
penyusutan (shrinkage), dimana penyusutan arah radial (lebar) lebih besar
daripada penyusutan longitudinal (panjang).
Menurut Panshin dan de Zeeuw (1980), perbedaan penyusutan arah radial
dan tangensial adalah:
a) Arah jari-jari yang tegak lurus pada sumbu pohon menyebabkan
pengurangan pengembangan dan penyusutan searah radial karena
pengurangan yang dilakukan oleh jari-jari yang terletak memanjang pada
arah radial.
b) Perbedaan kandungan lignin antara dinding radial dan dinding tangensial
karena penyusutan akan menurun dengan bertambahnya lignin.
c) Perbedaan struktur dinding sel, letak sel dan susunan dalam zona-zona
kayu awal dan kayu akhir, karena persentase kayu awal lebih besar dari
pada kayu akhir, sedangkan kayu awal penyusutannya kecil maka
perubahan dimensi dalam arah radial lebih kecil dari pada arah tangensial.
Burgess (1966) membuat klasifikasi tingkat penyusutan kayu didasarkan
pada perbandingan penyusutan tangensial dan penyusutan radial (T/R) antara
lain :
a) Jika (T/R) bernilai 0-0,9 (sangat rendah).
c) Jika (T/R) bernilai 1,6-2 (sedang).
d) Jika (T/R) bernilai 2,1-2,5 (tinggi).
e) Jika (T/R) bernilai >2,6 (sangat tinggi).
2.5 Kandungan Kimia Kayu (Kandungan Ekstraktif)
Zat ekstraktif kayu adalah zat-zat yang mengisi rongga-rongga mikro
dalam dinding sel dan rongga lain, Zat ektraktif merupakan hal penting yang
dipertimbangkan oleh pengolahan kayu karena bahan ini sering kali mengganggu
proses perekatan (Soenardi, 1976). Kadar zat ekstraktif dalam kayu umumnya
rendah antara 1-10%. Ekstraktif dalam kayu lebar berkisar antara 2-8%.
Zat ektraktif yang larut dalam air yaitu karbohidrat (protein dan alkaloid),
monosakarida (pati dan bahan pectin), arabinosa, galaktosa, rafinosa, bahan
organic, kation (anion), dan unsure-unsur seperti Ca, K, Mg, Na dan Fe. Untuk
menentukan kandungan ektraktif larut air panas dapat di gunakan metode ASTM
D 1110-56 (1968).
Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti
eter, alkohol, bensin dan air. Banyaknya rata- rata 3-8% dari berat kayu kering
tanur. Termasuk di dalamnya minyak - minyakan, resin, lilin, lemak, tannin, gula,
pati, dan zat warna. Zat ekstraktif memiliki arti yang penting dalam kayu karena :
a) Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau, dan rasa suatu jenis
kayu.
b) Dapat digunakan untuk mengenal suatu jenis kayu (Dumanauw.J.F, 2001).
Kandungan dan komposisi ekstraktif berubah- ubah di antara spesies kayu.
sisi lain, komposisi ekstraktif dapat digunakan untuk determinasi kayu- kayu
tertentu yang sukar dibedakan secara anatomi. Komposisi ekstraktif dapat berubah
selama pengeringan kayu, terutama senyawa - senyawa tak jenuh, lemak dan asam
lemak terdegradasi. Fakta ini penting untuk produksi pulp karena ekstraktif
tertentu dalam kayu segar mungkin menyebabkan noda kuning (gangguan getah)
atau penguningan pulp. Ekstraktif dapat juga mempengaruhi kekuatan pulp,
perekatan dan pengerjaan akhir kayu maupun sifat - sifat pengeri ngan (Fengel.D,
1995).
Kadar zat ektraktif kayu umumnya rendah, berkisar antara 1-10 %, dan
berbeda antar jenis kayu, juga berbeda antara kau gubal dan kayu teras yang
terakhir ini tampak pada warna kayu teras yang umumnya lebih gelap daripada
kayu gubal (Soenardi, 1978).
Perbedaan iklim juga mempengaruhi kadar ektraktif kayu. Umumnya kayu
daerah tropika mengandung lebih banyak ektraktif daripada kayu daerah iklim
sedang. Jenis kayu dengan kadar ektraktif tinggi lebih sering di jumpai di daerah
tropika. Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar zat ektraktif kayu tropika
rata-rata sekitar 10%, sedangkan kayu daerah iklim sedang kadar zat ektraktifnya
berkisar 5 % (Soenardi, 1997).
Menurut Mahali (2001), kadar zat ekstraktif atau bahan organic dalam
kayu berkisar 0,3-11,6% tergantung pada cara mengekstrak dan zat pengekstrak
yang digunakan, misalnya :
a) Kadar Ekstraktif yang larut dalam air dingin 0,3-4,4%.
c) Kadar Ekstraktif yang larut dalam alcohol benzena 1,1-7,1%.
Untuk menentukan kandungan ekstraktif larut air panas dan dingin
digunakan metode TAPPI T 207 om-88 dengan rumus berikut:
Zat Ekstraktif (%) = A−B
A x100
Keterangan:
A = Berat serbuk kayu mula-mula
B = Berat serbuk kayu setelah diekstraksis
Komponen kimia kayu bervariasi karena dipengaruhi oleh factor tempat
tumbuh, iklim dan letak batang. Faktor kelembaban merupakan komponen kima
yang mempengaruhi penyerapan air pada kayu dan kandungan air yang berada
III.
METODE PRATIKUM
3.1
Tempat dan WaktuPraktikum dilaksanakan di laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Jurusan
kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya yang di mulai pada 05
Mei hingga 18 Mei 2015.
3.2. Bahan dan Alat 3.2.1 Kadar Air Kayu
Bahan yang digunakan sebagai contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 2cm
(DIN Standar,1994) sebanyak tiga buah.
3.2.2 Kerapatan
Bahan yang digunakan sebagai contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 2cm
(DIN Standar, 1994) sebanyak 3 buah. Sedangkan alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah califer, timbangan analitik, oven, desikator dan penjepit.
3.2.3 Perubahan Dimensi Kayu (Penyusutan dan Pengembangan Kayu)
Bahan yang digunakan sebagai contoh uji berukuran 2cm x 2cm x 10cm
(DIN 52184). Masing-masing bagian kayu pada arah aksial dibedakan 3 buah
contoh uji dan diberi kode untuk penyusutan. Selanjutnya contoh uji tersebut
digunakan juga untuk pengukuran pengembangan. Bahan lain yang digunakan
adalah aquades.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah califer, gelas plastik,
timbangan analitik, baskom, oven, desikator dan penjepit.
Bahan yang digunakan dalam contoh uji adalah serbuk kayu yang
berukuran + 40 mesh – 60 mesh sebanyak 6 gram (3 ulangan) pada keadaan
kering udara. Serbuk yang digunakan adalah serbuk yang lolos 40 mesh dan
tertahan 60 mesh.
Alat yang diperlukan dalam praktikum ini adalah ayakan, oven, desikator,
penjepit labu Erlenmeyer, timbangan analitik, corong dan hot plate.
3.3. Cara Kerja 3.3.1 Kadar Air Kayu
Pengukuran kadar air pada kondisi kering udara berdasarkan berat kering
tanur dan menggunakan moisture meter , sebagai berikut :
a) Contoh uji diberi nomor dibuat garis tanda tambah penampang melintang
(2 titik ), radial (2 titik), dan tangensial ( 2 titik ) dan tangensial (2 titik )
b) Perendaman dingin dan panas
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
m)
n)
o)
p)
q)
r)
s)
t)
u)
v)
w)
x)
y)
z)
aa)
bb)
cc)
dd)
ee)
ff)
gg)
hh)
jj)
kk)
ll)
mm)
nn)
oo)
pp)
qq)
rr)
ss)
tt)
uu)
vv) \\\uji untuk masing- masing perlakuan berjumlah 3 buah . adapun
perlakuan sesuai pembagian kelompok sbb:
Kelompok 1- 3 : selama 1 jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4- 6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7-10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam
ww) Selanjutnya contoh uji ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang
menetas dan ditimbang beratnya. Penimbangan dilakukan setiap hari
sampai tidak ada pengurangan berat lagi. Hasil penimbangan ini disebut
berat contoh uji basah ( mμ).
xx) Untuk penggunaan moisture meter , kondisi contoh uji yang stabil
untuk memperoleh besar kadar air kering udara hanya dengan
menancapkan alat moisture meter pada titik- titik ditiga penampang.
Seluruh pengukuran pada ketiga penampang kayu dirata-ratakan.
yy) Untuk pengukuran contoh uji yang dikeringkan dalam oven, suhu
awal oven dibuat 500C agar uji contoh tidak cacat. Suhu dinaikan setiap 2
jam hingga mencapai 103±20C sampai berat konstan. Contoh uji dianggap
konstan apabila antara 2 pengukuran tidak lebih dari 0.1 %.
zz)Pengukuran berat contoh uji dilakukan setiap 2 jam untuk mendapatkan
grafik tentang hubungan pengurangan air dan waktu selam proses
pengovenan. Setelah 2 jam dikeluarkan contoh uji contoh dari dalam oven
dan dimasukan dalam desikator sampai dingin selama ± 15 menit dan
setelah itu dilakukan penimbangan dan cacat hasil dalam kolom
pengamatan.
aaa) Setelah diperoleh berta konstan. Hasil penimbangan ditetapkan
sebagai berat kering tanur (m0). Selanjutnya besar kadar air kering udara
dihitung seperti teori.
3.3.2 Berat Jenis dan Kerapatan
1. Pengukuran berat jenis pada volume kering udara
a) Contoh uji yang sudah diberi kode, direndam sesuai perlakuan yang
dibuat.
Perendaman dingin dan panas untuk contoh uji dilakukan sesuai perlakukan
yang dibuat.Jumlah contoh uji untuk masing- masing perlakuan berjumlah 3
Kelompok 1- 3 : selama 1 jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4- 6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7-10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam
b) Selanjutnya contoh uji ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang menetas
dan ditimbang. Penimbangan dilakukan setiap hari sampai tidak ada
penguranag berat lagi. Berat dikatakan konstan apabila selisih
penimbangan tidak lebih dari 1 %. Jarak antara 2 penimbangan
sebelumnya harus 24 jam. Hasil penimbangan ini disebut berat contoh uji
basah (mμ).
c) Siapkan gelas plastik berisi air kemudian ditimbang. Hasil penimbangan
ditetapkan sebagai A.
d) Contoh uji dimasukkan kedalam gelas plastik hingga terendam semuanya
menggunakan bantuan jarum. Usahakan contoh uji terendam air dan tidak
menyentuh dinding gelas plastik serat dilakukan secepat mungkin. Untuk
mendapatkan hasil timbangan yang tidak berubah0ubah gunakan statif
untuk menyangga tangan.
e) Contoh uji dan gelas yang berisi air ditimbang, hasilnya dinyatakan
sebagai B.
f) Berat volume contoh uji kondisi kering udara (Bvku) diperoleh dengan
mengurangaknhsil B dan A.
g) Contoh uji tersebut kemudian dikeringkan pada suhu 103 ± 20C dalam
oven hingga beratnya konstan. Hasil penimbangan contoh uji yang sudah
h) Hitung berat jenis dengan rumus yang telah ditentukan.
2. Pengukuran berat jenis pada volume kering tanur.
a) Bila bahan terbatas , bisa digunakan contoh uji untuk pengukuran berat
jenis pada kondisi kering udara. Tetapi bial bahan berlebih kerjakan berat
jenis pada kondisi kering udara dan kering tanur pada contoh uji yang
berbeda.
b) Contoh uji yang sudah diberi kode dikeringkan dalam oven pada suhu 103
± 20C hingga tidak ada penambahan berat lagi. Hasilnya ditentukan
sebagai Bkt.
c) Siapkan paraffin cair dan celupkan contoh uji hingga menutupi seluruh
permukaan.
d) Siapkan gelas berisi air kemudian ditimbang. Hasil penimbangan
ditetapkan sebagai A.
e) Contoh uji dimasukkan kedalam gelas palstik hingga terendam semuanya
menggunakan bantuan jarum. Uasahakan contoh uji terendam air dan
tidakn menyentuh dinding gelas plastik. Untuk mendapatkan hasil
timbangan yang tidak berubah-ubah gunakan statif untuk menyanggah
tangan.
f) Contoh uji dan gelas yang berisi air ditimbang, hasilnya dinyatakan
sebagai B.
g) Berat volume contoh uji pada kondisi kering tanur (Bvkt) diperoleh
dengan mengurungkan hasil A dan B.
3. Kerapatan pada volume kering udara
a) Contoh uji 1b yang mencapa berat konstan dinyatakan disimpan diruang
konstan/ruang denng kondisi kering udara sampai tidak ada penambahan
berat dan konstan.
b) Setelah uji contoh mencapai berat konstan (Mn), ukur dimensi/volume
(panjang x lebar x tebal) contoh uji (Vn) lalu dihitung menggunakan rumus
kerapatan kering udara.
4. Kerapatan pada volume kering tanur.
a) Contoh uji yang telah mencapai berat konstan pada kerapatan kering udara
lalu dikeringkan n dalam oven pengeringan pada suhu 103 ± 20C hingga
tidak ada penambahan berat lagi/konstan (M0).
b) Contoh uji dimasukkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit
kemudian ditimbang.
c) Contoh uji diukur dimensi/volume (panjang x tebal x lebar ) pada keadaan
kering tanur (V0).
d) Masukkan data hasil pengamatan kedalam rumus kerapatan kering tanur.
3.3.3 Perubahan Dimensi Kayu (Penyusutan dan pengembangan)
1. Penyusutan kayu
a) Contoh uji diberi kode dan tanda terlebih dahulu menggunakan pensil atau
pulpen yang tidak lunturbial terkena air pada arah longitudinal. Radial, dan
tangensial, agar pada saat mengukur penyusutan letaknya tidak berubah.
b) Contoh uji direndam sesuai perlakuan yang dibuat. Perendaman dingin dan
contoh uji untuk masing- masing perlakuan berjumlah 3 buah. Adapun
perlakuan sesuai pembagian kelompok sbb:
Kelompok 1- 3 : selama 1 jam, 2 jam, 3 jam
Kelompok 4- 6 : selama 4 jam, 5 jam, 6 jam
Kelompok 7-10 : selama 7 jam, 8 jam, 9 jam.
c) Contoh uji diangkat hingga air tidak menetes lagi. Dimensi contoh uji
diukur , dinyatakan sebagai Dlb, Drb, Dtb.
d) Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ± 20C hingga beratnya
konstan .gunakandesikator untuk mendinginkan suhu sampel.
e) Berat konstan dicapai jika perbedaan antara dua pengukuran terahkir tidak
lebih dari 0.1 %, selisih antara 2 pengukuran selama 2 jam. Setelah
konstan ,ukurlah dimensi dan nyatakan sebagai Dlk, Drk, dan Dtk.
f) Hitung besarnya penyusutan kayu pada ke tiga arah amenggnakan rumus
yang telah ditentukan dalam satuan persen.
2. Pengembangan Kayu
a) Gunakan hasil pengukuran penyusutan nilai Dlk, Drk, dan Dtk .
b) Contoh uji hasil pengukuran penyusutan tersebut letakkan dalam ruang
kurang lebih 10 hari. Contoh uji masukkan dalam bak, tetapi hanya satu
bidang penampang melintang yang menyentuh air, sehingga air meresap
melalui penampang ini sementara udara akan meninggalkan kayu melalui
penampang melintang bagian atas basah, contoh uji dibenamkan kedalam
air pengembangan maksimum tercapai . penyimpanan contoh uji dalam air
c) Pengembangan maksimum tercapai jiak perbedaan dimensi antara dua
pengukuran terahkir tidak lebih dari 0.01 mm. Jarak waktu antara dua
pengukuran terahkir harus 24 jam untuk contoh uji kecil.
d) Angkat dan tiriskan contoh uji hingga tidak ada lagi air yang menetes.
Segera ukur dimensi contoh uji, dinyatakan sebagai Dlb, Drb, dan Dtb.
e) Hitung besarnya pengembangan kayu paa ketiga arah menggunakan rumus
yang telah ditentukan dalam satuan persen.
3.3.4 Kandungan Kimia Kayu (Kanndungan Ekstraktif)
1) Kadar Air Kayu (Serbuk)
a) Cucilah 2 botol timbang dan keringkan dalam oven , setelah itu ditimbang
(a). Waktu mengeringkan , botol harus terbuka dan ditutup kembali waktu
mengeluarkan dari oven.
b) Masukkan 2 g serbuk kayu ke dalam botol (b) dan berat botol sekarang
adalah penjumlahan a dan b.
c) Keringkan dalam oven selama ± 2 jam, setelah itu dikeluarkan gelas piala
dan masukkan dalam desikator. Setelah ± 15 menit timbang sampel.
Pekerjaan ini diulang berkali-kali hingga berat serbuk kayu konstan.
d) Hitunglah kadar air serbuk kayu sama seperti pada sifat fisika kayu dan
rata-rata data ini dipakai sebagai kadar air contoh uji pada
percobaan-percobaan selanjutnya.
2) Kadar ekstraktif larut air panas
a) Timbanglah berat cawan saring/kertas saring dan serbuk kayu sebanyak 2
b) Cernakan serbuk kayu denagn 100 ml aquades dalam sebuah gelas
Erlenmeyer 300 ml.
c) Isi penangas air dengan air biasa. Masukkan gelasErlenmeyer( point 2)
dalapenangas air dan usahakan agar permukaan air lebih tinggi dari
permukaan dalam gelas erlenmeyer. Atur suhu pada 1000 C.
d) Setelah dipanaskan selama 3 jam, isi gelas Erlenmeyer dipindahkan ke
dalam cawan saring atau disaring menggunakan kertas saring (point 1).
e) Cucilah serbuk kayu dalam cawan saring atau kertas saring dengan air
pans dan keringkan dalam oven hingga beratnya konstan.
f) Hitunglah kandungan ekstraktif larut air pans menggunakan rumus seperti
pada teori.
3. Kadar ekstraktif larut air dingin
a) Timbangan berat cawan saring/kertas saring dan serbuk kayu sebanyak 2
gram.
b) Masukkan serbuk kayu tersebut kedalam gelas piala 400 ml dan
tambahkan aquades sebanyak 300 ml.
c) Biarkan campuran tersebut mencerna (digest) selama 48 jam dalam suhu
kamar dengan setiap kali diaduk.
d) Pindahkan campuran tersebut ke dalam cawan saring atau kertas saring
pada corong. Cucilah serbuk kayu dalam cawan saring atau kertas saring
dengan aquades dingin dan keringkan dalam oven hingga beratnya
e) Hitunglah berkurangnya kandungan ekstraktif larut air dingin
menggunakan rumus sama seperti kandungan ekstraktif larut air panas.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisika Kayu Benuas ( Shorea leavis)
Adapun hasil pada praktikum sifat fisika kayu seperti pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil perhitungan rata – rata sifat fisika kayu
No Sifat fisika Kayu Benuas ( Shorea leavis)
Perlakuan contoh uji
1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
1 Kadar Air
(%) KU 17.86 17.51 17.56 17.99 16.98 16.57 16.82 2 Kerapatan
(gr/cm3) KU 0.96 0.92 0.96 0.96 0.91 1.00 0.98 KT 0.91 0.86 0.95 0.94 0.86 0.96 0.94
3 Berat jenis dan Kerapatan
KU 0.97 0.96 0.98 1.01 0.97 0.99 0.98
KT 0.86 0.85 0.96 0.89 0.88 0.93 0.94
KU 0.96 0.92 0.96 0.96 0.91 1.00 0.98
KT 0.91 0.89 0.95 0.94 0.89 0.96 0.94
4 Penyusutan (%)
R 6.22 6.20 5.61 4.29 6.10 5.95 5.47
L 0.75 0.08 0.08 3.11 1.48 0.33 0.25
T 8.78 8.44 7.13 6.12 7.20 6.76 7.47
5 Pengembang
an (%) R 5.91 0.59 9.61 4.65 6.70 0.25 7.80 L 0.59 0.08 0.08 0.25 0.25 7.80 0.50
T 9.61 7.78 7.85 6.52 7.80 9.34 10.46
4.1.1 Kadar Air (%)
Adapun hasil perhitungan kadar air kering udara (%) kayu Benuas seperti
disajikan pada gambar terdapat perbedaan pada masing-masing perlakuan yaitu
Kontrol Dingin Panas
Gambar 1. Grafik Kadar air kering udar kayu Benuas (%).
Berdasarkan nilai hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai
kadar air kering udara tertinggi adalah pada perlakuan dingin yaitu perendaman 3
jam 17.99%, kemudian menurun pada waktu perendaman 2 jam 17.56%, dan
diikuti pada waktu perendaman 3 jam 17.51%. Sementara pada perlakuan panas
perendaman 1 jam yaitu 1 jam 16.98%, waktu perendaman 3 jam 16.82%, waktu
perendaman 2 jam 16.57%. Adanya variasi kadar air kering udara pada perlakuan
dan lamanya waktu perendaman diduga disebabkan oleh komposisi kimia dan
perubahan suhu dilingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soenardi (1978)
bahwa adanya perubahan temperatur atau kelembaban udara sekitar kayu
menyebabkan perubahan jumlah air didalam kayu dalam keadaan tersebut.
Diperkuat oleh Brown, dkk (1949) yang menyatakan bahwa jumlah air yang
diserap atau dikeluarkan oleh kayu sekurang-kurangnya dipengaruhi oleh keadaan
untuk mengabsorpsi atau kehilangan air ini tergantung pada suhu dan kelembapan
atsmofer yang melingkunginya, akibatnya banyak air dalam kayu berubah-ubah.
Hasil kadar air kering udara tersebut sesuai dengan pendapat Soenardi
(1976a) yang menyatakan bahwa d iatmosfer terbuka, kadar air kayu akan
mencapai titik tertentu, dimana pada keadaan ini kadar air kayu telah seimbang
dengan kelembaban udara disekitarnya, kadar air ini disebut kadar air kering
udara (Equilibrium Moisture Content) berkisar antara 12-20 %.
Tabel 4. Analisis kadar air kering udara.
Analisa Kadar Air Kering Udara Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 4.29764 0.85953 3.75716* 3.106 5.064 Faktor A 1 3.63207 3.63207 15.87645** 4.747 9.330 Faktor B 2 0.33562 0.16781 0.73353 tn 3.885 6.927 Interaksi AB 2 0.32995 0.16497 0.72113 tn 3.885 6.927
Galat 12 2.74525 0.22877 Total 17 7.04289 0.41429 Ket :
* = Berpengaruh nyata pada taraf 5% ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung<F. Tabel )
Berdasarkan analisa pada tabel kadar air kering udara menunjukkan bahwa
nilai rata-rata pada kadar air kering udara yang diberi perlakuan perendaman
panas dan dingin pada masing-masing wakti 1 jam, 2 jam, 3 jam adalah
berpengaruh nyata pada taraf 1%. Pada perlakuan perendaman dingin tidak
berbeda nyata pada taraf 5%. Sedangkan pada perlakuan perendaman panas dan
interaksi antara kedua perlakuan adalah tidak berpengaruh nyata. Hal ini didukung
oleh pernyataaan Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa dalam satu jenis pohon,
kadar air kayu bervariasi tergantung pada tempat tumbuh, umur, dan volume
4.1.2 Berat Jenis dan Kerapatan
Berat jenis kayu benuas dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu, berat jenis
kering udara dan berat jenis kering tanur. Adapun hasil perhitungan berat jenis
kering udara kayu benuas seperti disajikan pada gambar dibawah..
Kontrol Dingin Panas
Gambar 2. Grafik Berat Jenis Kering Udara.
Berdasarkan nilai hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai
berat jenis kering udara tertinggi adalah pada perlakuan dingin yaitu perendaman
3 jam 1.01, kemudian menurun pada waktu perendaman 2 jam 0.98, dan diikuti
pada waktu perendaman 3 jam 0.96. Sementara pada perlakuan panas nilai berat
jenis kering udara tertinggi adalah perendaman 2 jam yaitu 0.99, kemudian
menurun pada waktu perendaman 3 jam 0.98, dan diikuti waktu perendaman 1
jam 0.97. Adanya variasi berat jenis tersebut adalah dipengaruhi oleh sifat kayu
higroskopik yaitu sifat yang data menyerap atau melepaskan air atau
kelembaban. Semakin lembab udara sekitar, kayu juga semakin lembab.
ini berhubungan dengan sifat mengembang dan menyusutnya kayu yang nantinya
akan mempengaruhi berat jenis kayu
Melihat besarnya berat jenis kayu benuas dari kedua perlakuan tersebut,
maka kayu benuas termasuk kedalam kayu berat jenis tinggi yaitu > 0.58. Hal ini
sesuai dengan pendapat Dumanaw (2001) yang mengelompokkan kayu
berdasarkan besar berat jenisnya. Yaitu kayu ringan yaitu berat jenis kurang dari
0,36, kayu dengan berat sedang yaitu berat jenis 0,36 - 0,58, kayu dengan berat
jenis tinggi yaitu > 0,58. Berat jenis juga tergantung dari tebal dinding sel,
kecilnya rongga sel yang membentuk pori pori. Dalam hal ini pohon benuas
memiliki dinding sel yang tebal dan pori-pori yang kecil.
Tabel 5. Analisa Berat Jenis Kering Udara
Analisa Berat Jenis Kering Udara Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 0.00571 0.00114 11.62161 ** 3.106 5.064 Faktor A 1 0.00010 0.00010 0.06022 tn 4.747 9.330 Faktor B 2 0.00326 0.00163 1.38960 tn 3.885 6.927 Interaksi AB 2 0.00235 0.00117 0.47199 tn 3.885 6.927
Galat 12 0.02986 0.00249 Total 17 0.03557
Ket
** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung<F. Tabel )
Berdasarkan analisa pada tabel berat jenis kering udara menunjukkan
bahwa nilai rata-rata pada berat jenis kering udara yang diberi perlakuan
perendaman panas dan dingin pada masing-masing waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam
adalah berpengaruh nyata pada taraf 5%. Sedangkan interaksi perendaman dingin
Adapun hasil perhitungan berat jenis kering tanur kayu benuas seperti
Gambar 3. Grafik Berat Jenis Kering Tanur.
Berdasarkan nilai hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai
berat jenis kering tanur tertinggi adalah pada perlakuan dingin yaitu perendaman 2
jam 0.96, kemudian menurun pada waktu perendaman 3 jam 0.89, dan diikuti
pada waktu perendaman 1 jam 0.85. Sementara pada perlakuan panas nilai berat
jenis kering udara tertinggi adalah perendaman 3 jam yaitu 0.94, kemudian
menurun pada waktu perendaman 2 jam 0.93, dan diikuti waktu perendaman 1
jam 0.88. Berat jenis yang tinggi antara lain dapat disebabkan oleh kadar zat
ekstraktif yang tinggi diantara serabut-serabut kayu. Pada kayu digunakan berat
kering tanur sebagai dasar, sedangkan pembandingnya adalah volume air yang
menambahkan kekuatan mekanik kayu tetapi umumnya menaikkan berat jenis
kayu (Oey Djoen Seng, 1990).
Tabel 6. Analisa Kadar air Kering Tanur
Analisa Berat Jenis Kering Tanur
Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 0.02982 0.00596 5.13460 * 3.106 5.064 Faktor A 1 0.00116 0.00116 0.10406 tn 4.747 9.330 Faktor B 2 0.02232 0.01116 3.52483 tn 3.885 6.927 Interaksi AB 2 0.00633 0.00317 0.41319 tn 3.885 6.927
Galat 12 0.09197 0.00766 Total 17 0.12178
Ket :
* = Berpengaruh nyata pada taraf 5 %
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung<F. Tabel )
Berdasarkan analisa pada tabel berat jenis kering tanur menunjukkan
bahwa nilai rata-rata pada berat jenis kering tanur yang diberi perlakuan
perendaman panas, dingin, dan interaksi perendaman dingin dan panas tidak
berpengaruh, baik pada taraf 1% maupun 5%. Pemberian Parafin cair yang
dicelupkan pada contoh uji ternyata tidak berpengaruh pada berat jenis kering
tanurnya. Pada kayu digunakan berat kering tanur sebagai dasar, sedangkan
pembandingnya adalah volume air yang didesak. Berat jenis adalah rasio antara
kerapatan suatu bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan
relatif (Tsoumis ,1991).
Adapun hasil perhitungan kerapatan kering udara kayu benuas seperti
Kontrol Dingin Panas
Gambar 4. Grafik Kerapatan Kering Udara
Berdasarkan nilai hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai
kerapatan kering udara tertinggi adalah pada perlakuan dingin yaitu perendaman 2
jam dan 3 jamyaitu 0.96 g/cm2, diikuti pada waktu perendaman 1 jam 0.92 g/cm2.
Sementara pada perlakuan panas nilai berat jenis kering udara tertinggi adalah
perendaman 2 jam yaitu 1.00 g/cm2, kemudian menurun pada waktu perendaman
3 jam yaitu 0.98, dan diikuti waktu perendaman 1 jam 0.91 g/cm2. Adanya variasi
kerapatan pada perbedaan perlakuan tersebut tidak terlalu beda jauh, hal ini sesuai
dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1949), kerapatan kayu bervariasi nyata
dalam satu pohon, karena kerapatan kayu dalam spesies telah ditemukan
bervariasi dengan sejumlah faktor yang meliputi letaknya dalam pohon, letak
dalam kisaran spesies tersebut, dan sumber-sumber genetic. Kerapatan kayu yang
lebih tinggi memungkinkan menyimpan air yang lebih sedikit dan bagian kayu
yang mempunyai kerapatan rendah memungkinkan menyimpan air lebih banyak
disebabkan oleh keadaan tempat tumbuh, musim dan proporsi dari kayu tersebut.
Kollmann and Cote (1968) dalam Supriyati (2002) yang mengemukakan variasi
dalam kerapatan kayu disebabkan perbedaan didalam struktur dan kehadiran unsur
asing. Struktur itu dicirikan dengan jumlah proposional dari tipe sel yang berbeda
baik sebagai serat, pembuluh, trakeid, saluran resin, jari-jari kayu dan karena
perbedaan dimensinya, khususnya ketebalan dinding selnya. Kecenderungan
pengaruh turunan, pengaruh physikologi dan mekanika berpengaruh sama baik
dengan lingkungan (tanah, air, hujan, panas, angin) dalam mempengaruhi struktur
kayu dan kerapatannya. Berdasarkan nilai kerapatan kayu benuas diatas, maka
kayu benuas dapat dikelompokkan kedalam pengklasifikasi kayu Indonesia
( Indonesia Wood Classification) yaitu kelas I ( kerapatan > 0.90 g/cm2).
Adapun hasil perhitungan kerapatan kering tanur kayu benuas seperti pada
gambar.
Analisa Kerapatan Kering Udara Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 0.01799 0.00360 1.37631 tn 3.106 5.064
Faktor A 1 0.00114 0.00114 0.43603 tn 4.747 9.330
Faktor B 2 0.01520 0.00760 2.90723 tn 3.885 6.927
Interaksi AB 2 0.00165 0.00082 0.31553 tn 3.885 6.927
Galat 12 0.03137 0.00261
Total 17 0.04936
Ket :
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung< F. Tabel )
Tabel 8. Analisa Kerapatan Kering Tanur
Analisa Kerapatan Kering Tanur SumberKeragama
n DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 0.01354 0.00271 0.8704 tn 3.106 5.064 Faktor A 1 0.00002 0.00002 0.0052 tn 4.747 9.330 Faktor B 2 0.01329 0.00665 2.1363 tn 3.885 6.927 Interaksi AB 2 0.00023 0.00012 0.0370 tn 3.885 6.927
Galat 12 0.03733 0.00311 Total 17 0.05087
Ket :
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung<F. Tabel )
Pada analisis kerapatan kering udara dan kerapatan kering tanur
menunjukkan bahwa nilai rata-rata kerapatan tersebut tidak berbeda nyata pada
4.1.3 Perubahan Dimensi Kayu (Penyusutan dan Pengembangan)
Perubahan Dimensi kayu benuas dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu,
penyusutan dan pengembangan. Adapun hasil perhitungan perubahan dimensi
Kontrol R, L, T Peny. R Peny. L Peny. T
Gambar 6. Grafik Dimensi Penyusutan
Berdasarkan hasil perhitungan diatas diperoleh angka penyusutan tangensial
lebih tinggi dari penyusutan radial, sesuai dengan pendapat Dumanauw (2001)
bahwa kayu menyusut lebih banyak dalam arah tangensial, agak berkurang pada
arah melintang lingkaran tumbuh dan sedikit sekali dalam arah sepanjang serat
(longitudinal). Besarnya penyusutan umumnya sebanding dengan banyaknya air
yang dikeluarkan dari dinding sel. Hal ini berarti bahwa spesies dengan kerapatan
tinggi haruslah menyusut lebih banyak per persen perubahan kandungan air dari
pada spesies dengan berat jenis rendah. Beberapa anatomis diduga menjadi
penyebab ini menurut Haygreen dan Bowyer (1989) perbedaan ini disebabkan
oleh anatomi kayu, adanya jaringan jari-jari penoktahan rapat pada dinding radial,
dominasi kayu musim panas dalam tangensial dan perbedaan dalam jumlah zat
dinding sel secara tangensial dan radial.
Menurut Burgess (1966) hasil yang diperoleh dari angka penyusutan arah
penyusutan arah tangensial dan radial termasuk dalam klasifikasi sedang
penggunaannya sesuai untuk papan partikel, pulp dan kertas (Kelas kuat kayu,
2009). Penyusutan kayu klasifikasi tinggi dan berdasarkan kelas kuat kayu II-III
dapat dimanfaatkan untuk pagar, bahan metode seperti kursi, meja, tempat tidur,
papan dinding (Martawijaya dkk, 1981). Panshin dan De Zeew (1980)
menyatakan bahwa ratio penyusutan arah tangensial ke radial (T/R) untuk kayu
local berada pada karak antara 1,40-2 keatas. Nilai penyusutan itu sendiri
mempengaruhi nilai rata-rata stabilitas dimensi pada kebanyakan kayu. Kayu yang
paling baik dipakai dengan nilai stabilitas dimensi kritis yang baik pula adalah
kayu dengan ratio T/R yang rendah serta hanya mengalami sedikit perubahan
dimensi pada arah melintangnya.
Tabel 9. Analisa Penyusutan Arah Radial.
Analisa Penyusutan Arah Radial
Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 7.41792 1.48358 0.71880 tn 3.106 5.064
Faktor A 1 1.00725 1.00725 0.15327 tn 4.747 9.330 Faktor B 2 5.13253 2.56627 1.30168 tn 3.885 6.927 Interaksi AB 2 1.27814 0.63907 0.52771 tn 3.885 6.927
Galat 12 24.76777 2.06398
Total 17
Ket :
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung<F. Tabel )
Tabel 10. Analisa Penyusutan Longitudinal.
Analisa Penyusutan Arah Longitudinal
Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
Perlakuan 5 21.85984 4.37197 1.1662 tn 3.106 5.064
Faktor A 1 0.72602 0.72602 0.1937 tn 4.747 9.330
Faktor B 2 6.57093 3.28547 0.8764 tn 3.885 6.927
Interaksi AB 2 14.56289 7.28144 1.9424 tn 3.885 6.927
Galat 12 44.98500 3.74875
Total 17 66.84484 Ket :
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung<F. Tabel )
Tabel 11. Analisa Penyusutan Arah Tangensial
Analisa Penyusutan Arah Tangensial
Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 8.96784 1.79357 0.98794 tn 3.106 5.064 Faktor A 1 0.03357 0.03357 0.03862 tn 4.747 9.330
Faktor B 2 3.71950 1.85975 0.78062 tn 3.885 6.927 Interaksi AB 2 5.21478 2.60739 1.24768 tn 3.885 6.927
Galat 12 21.78548 1.81546
Total 17 30.75332 Ket :
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung<F. Tabel )
Pada analisis penyusutan diatas baik arah longitudinal, radial maupun
tangensial menunjukkan bahwa nilai rata-rata penyusutan tersebut tidak berbeda
nyata pada taraf 5%. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) besarnya penyusutan
umumnya proporsional dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel. Selain itu,
ukuran dan bentuk potongan contoh uji yang belum seragam juga merupakan
penyebabnya, sehingga dapat mempengaruhi orientasi serat dan keseragaman
kandungan air dalam potongan kayu tersebut, yang dapat menyebabkan terjadinya
Adapun hasil perhitungan perubahan dimensi Pengembangan kayu benuas
seperti disajikan pada gambar.
Kontrol Peng R Peng L Peng T
0
Gambar 7. Grafik Perubahan Dimensi Pengembangan
Pengembangan kayu secara sederhana adalah kebalikan dari proses
penyusutan dimana penambahan air atau zat cair lainnya pada zat dinding sel akan
menyebabkan jaringan mikrofibil itu mengembang sebanding dengan banyaknya
cairan yang ditambahkan. Penambahan air seterusnya pada kayu tidak akan
menyebabkan perubahan volume dinding sel, sebab air yang ditambahkan diatas
titik jenuh serat akan ditampung oleh rongga sel. Pada gambar diatas terlihat
pengembangan yang paling besar terdapat pada arah tangensial dan terkecil pada
arah longitudinal. Hal ini disebabkan oleh posisi pengukuran pengembangan kayu
dibawah titik jenuh serat (keadaan dinding sel dan rongga sel kosong). Hal ini
dapat dilihat berdasarkan kerapatan dan keadaan ekstraktif kayu sesuai dalam
Supriyati (2002) yang menyatakan bahwa penyusutan dan pengembangan kayu
dan tipe-tipe bagian pohon berbanding lurus dengan kerapatan dan dipengaruhi
oleh kandungan ekstraktifnya.
Tabel 12. Analisa Pengembangan Radial.
Analisa Dimensi Pengembangan Arah Radial
Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 222.41145 44.48229 27.73689 ** 3.106 5.064
Faktor A 1 0.00616 0.00616 0.00384 tn 4.747 9.330 Faktor B 2 20.03467 10.01733 6.24630 * 3.885 6.927 Interaksi AB 2 202.37063 101.18531 63.09401 ** 3.885 6.927
Galat 12 19.24467 1.60372 Total 17 241.65613
Ket :
** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% * = Berpengaruh nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung<F. Tabel )
Pada analisis pengembangan arah radial perendaman dingin diatas
menunjukkan bahwa nilai rata-ratanya tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%.
Pengembangan pada perendaman panas berpengaruh nyata pada taraf 5%.
Sedangkan interaksinya berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.
Tabel 13. Analisa Pengembangan Arah Longitudinal.
Analisa Pengembangan Arah Longitudinal Sumber
Faktor A 1 33.06302 33.06302 53.49734** 4.747 9.330 Faktor B 2 54.05723 27.02861 43.73342** 3.885 6.927 Interaksi AB 2 56.34468 28.17234 45.58402** 3.885 6.927
Galat 12 7.41637 0.61803 Total 17 150.88130
Ket :
** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 %
Pada analisis pengembangan arah longitudinal diatas menunjukkan bahwa
nilai rata-rata pengembangan tersebut berpengaruh nyata pada taraf 1%.
Tabel 14. Analisa Pengembangan Arah Tangensial.
Analisa Pengembangan Arah Tangensial Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 28.88266 5.77653 2.51204 tn 3.106 5.064
Faktor A 1 14.81262 14.81262 6.44155 * 4.747 9.330
Faktor B 2 2.31900 1.15950 0.50423 tn 3.885 6.927
Interaksi AB 2 11.75104 5.87552 2.55508 tn 3.885 6.927
Galat 12 27.59450 2.29954
Total 17 56.47716 Ket :
*= Berpengaruh nyata pada taraf 5 %
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung<F. Tabel )
Pada tabel 14 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengembangan pada
perendaman air dingin signifikan pada tarif 5%, artinya memiliki pengembangan
yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95%. Sementara perendaman panas dan
interaksi menunjukkan bahwa nilai rata-rata penyusutan tersebut tidak berbeda
nyata.
4.2 Sifat Kimia Kayu Benuas ( Shorea leavis)
Adapun hasil pada praktikum pada sifat kimia kayu (%) ini seperti pada
Tabel 15. Hasil perhitungan rata – rata pengujian sifat kimia kayu (%)
No Kandungan Bagian contoh uji
Kontrol Dingin Panas
1 jam 2 jam 3 jam 1 jam 2 jam 3 jam
1. Kadar Air Serbuk 0.87 0.87 0.87 0.87 0.84 0.86 0.86 2. Zat
Ekstraktif (%)
Air
Dingin 10.13 8.05 10.00 11.67 15.85 10.58 10.03 Air
Panas 10.79 12.21 12.17 11.00 9.85 7.42 10.53
4.2.1 Kadar Air dan Kandungan Air Serbuk
Adapun Hasil perhitungan kadar air serbuk dan Kandungan Air (%) seperti
pada Gambar dibawah ini.
Gambar 8. Grafik Kadar Air Serbuk.
perubahan kadar air lebih lambat karena waktu yang dibutuhkan air untuk berdifusi dari atau kebagian luar kayu lebih lama (Dumanauw, 2001).
Variasi itu menurut Dumanauw (2001), hal ini dikarenakan kayu bersifat
higroskopis, artinya memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap
maupun cairan. Kemampuan kayu untuk mengisap atau mengeluarkan air dalam
kayu selalu tergantung pada suhu dan kelembapan udara sekelilingnya. Variasi
kadar air disepanjang batang dipengaruhi oleh variasi jumlah zat kayu akibat
pembentukan dan pengendapan ekstraktif pada masing-masing bagian batang
sehingga mempengaruhi tebal dinding sel dan rongga sel. Hal ini dinyatakan
dalam Soenardi (1978), bahwa tebal dinding sel dan rongga sel yang ada
menentukan jumlah air yang terdapat kayu.
Untuk kandungan air pada kayu yang tertanam dalam tanah lebih banyak
menyerap air dari pada uap airdiudara begitu juga sebaliknya tongkat kayu yang
terbuka semakin lama semakin menurun karena hanya dapat menyerap air diudara
sekitarnya sampai kayu mencapai kondisi kandungan air kering udara. Hal ini
sesuai dengan Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa kayu menyerap air dan udara
sehingga kayu disebut sebagai bahan higroskopis. Kayu yang semula dalam
keadaan seimbang dengan lingkungan sekitarnya, kemudian lingkungan menjadi
lebih kering maka kayu tersebut akan kehilangan air sampai kembali mencapai
keseimbangan. Untuk menghitung kandungan air, banyaknya air dinyatakan
sebagai suatu persen berat kayu kering.
Tabel 16. Analisa Kadar Air Serbuk Kayu
Analisa Kadar Air Serbuk Kayu Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
Perlakuan 5 0.00158 0.00032 14.2500 ** 3.106 5.064 Faktor A 1 0.00094 0.00094 42.2500 ** 4.747 9.330 Faktor B 2 0.00043 0.00022 9.7500 ** 3.885 6.927 Interaksi AB 2 0.00021 0.00011 4.7500 * 3.885 6.927
Galat 12 0.00027 0.00002 Total 17 0.00185
Ket :
** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 % * = Berpengaruh nyata pada taraf 5 %
Tabel 17. Analisa Kandungan Air Serbuk Kayu
Analisa Kandungan Air
Sumber Keragaman DB JK KT F.hitung 5%F.Tabel 1% Perlakuan 5 15.83333 3.16667 14.2500 ** 3.106 5.064
Faktor A 1 9.38889 9.38889 42.2500 ** 4.747 9.330 Faktor B 2 4.33333 2.16667 9.7500 ** 3.885 6.927 Interaksi AB 2 2.11111 1.05556 4.7500 * 3.885 6.927
Galat 12 2.66667 0.22222 Total 17 18.50000
Ket :
** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 % *= Berpengaruh nyata pada taraf 5 %
Pada tabel 16 dan 17 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air
perendaman dingin dan perendaman panas berpengaruh sangat nyata pada tarif
1%, artinya memiliki kadar air yang berbeda pada tingkat kepercayaan 99%. Dan
interaksinya berpengaruh sangat nyata pada taraf 5% artinya memiliki kadar air
yang berbeda pada tingkat kepercayaan 95%.
4.2.2 Kandungan Zat Ekstraktif Kayu Benuas ( Shorea leavis)
Nilai rata-rata pada kandungan zat ekstraktif dingin dan panas kayu benuas
( Shorea leavis)berdasarkan hasil perendaman di air panas dan air dingin terdapat
Kontrol Air Dingin Air Panas
Gambar 9. Grafik Kandungan Zat Ekstraktif.
Berdasarkan hasil Gambar 9 pada kayu Benuas memiliki nilai rata-rata
kandungan zat ekstraktif kayu untuk air dingin paling tinggi terdapat pada zat Air
dingin perendaman dingin waktu 1 jam yaitu 15.85%, sehingga sampelnya
berubah warna mejadi hitam, dan paling rendah adalah zat air panas perendaman
panas waktu 2 jam yaitu 7.42%. Hal ini didukung oleh Ridwanti (2009) yang
menyatakan zat ektraktif mempunyai peranan yang penting dalam memberikan
sifat pada kayu seperti keawetan, warna, bau, rasa, dan toksitas.
Menurut Sukaton (2000), Zat ekstraktif yang terlarut dalam air dingin
diantaranya berupa glukosa, fruktosa, gula, pektin, zat warna, dan asam-asam
tertentu. Kayu sering mangandung banyak bahan-bahan ekstraktif dan infiltrasi,
meliputi terpen, resin, polifenol seperti tanin, gula-gula, dan minyak-minyak dan
juga senyawa-senyawa anorganik seperti silikat, karbonat, dan fosfat. Ekstraktif
dingin seperti tannin, gum dan pewarna kayu (Fengel dan Wegener, 1995).
Tsoumis (1991) menjelaskan bahwa kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin
untuk kayu daun lebar sebesar 0,2–8,9%, sedangkan kelarutan zat ekstraktif dalam
air panas untuk kayu daun lebar normal berkisar antara 0,3–11%.
Tabel 18. Analisa Ekstraktif Air Dingin
Analisa Ekstraktif Air Dingin Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 104.45719 20.89144 0.30832 tn 3.106 5.064
Faktor A 1 22.76725 22.76725 0.33601 tn 4.747 9.330
Faktor B 2 8.54690 4.27345 0.06307 tn 3.885 6.927
Interaksi AB 2 73.14304 36.57152 0.53974 tn 3.885 6.927
Galat 12 813.09882 67.75824 Total 17 917.55600
Ket :
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )
Tabel 19. Analisa Ekstraktif Air Panas.
Sumber
Keragaman DB JK KT F.hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 47.57096 9.51419 1.26967 3.106 5.064 Faktor A
(Baris) 1 28.74050 28.74050 3.835425221 4.747 9.330 Faktor B
(Kolom) 2 5.07205 2.53603 0.338433021 3.885 6.927 Interaksi AB 2 13.75840 6.87920 0.918030555 3.885 6.927
Galat 12 89.92119 7.49343 Total 17 137.49250
Ket :
tn = Tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )
Pada tabel 18 dan tabel 19 analis kandunga ekstraktif panas pada
diatas pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata pada waktu perendaman zat
V.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum sifat-sifat dasar kayu
Benuas ini adalah:
1) Rataan kadar air kering udara tertinggi adalah pada perlakuan dingin yaitu
perendaman 3 jam 17.99%, kemudian menurun pada waktu perendaman 2
jam 17.56%, dan diikuti pada waktu perendaman 3 jam 17.51%.
Sementara pada perlakuan panas perendaman 1 jam yaitu 1 jam 16.98%,
waktu perendaman 3 jam 16.82%, waktu perendaman 2 jam 16.57%.
2) Kayu benuas termasuk kayu berat, dengan berat jenis tinggi yaitu diatas
0.90 %. Berdasarkan nilai kerapatan kayu benuas, maka kayu benuas dapat
dikelompokkan kedalam pengklasifikasi kayu Indonesia ( Indonesia Wood
Classification) yaitu kelas I ( kerapatan > 0.90 g/cm2). Ratio antara
penyusutan arah tangensial dan arah radial di peroleh rata-rata
0,98%-1,17%, ini menunjukan stabilitas dimensinya baik sehingga kayu benuas
sangat cocok untuk digunakan sebagai untuk pagar, bahan metode seperti
kursi, meja, tempat tidur, papan dinding karena pada kerapatan volume
kering udara termasuk kedalam kelas kuat kayu I, sedangkan keraptan
volume kering tanurnya termasuk kedalam kelas awet II.
3) Pada kayu benuas penyusutan tangensial lebih tinggi dari penyusutan
radial terlihat dari grafik penyusutan. Sedangkan pengembangan yang
paling besar terdapat pada arah tangensial dan terkecil pada arah
4) kadar air serbuk paling tinggi adalah perlakuan dingin dan sama ada ketiga
ulangan tersebut yaitu 0.87%, tidak berbeda jauh pada perendaman panas.
5) Rata-rata zat ektraktif larut air dingin berkisar antara 8.05-15.85%,dan zat
ekstraktif larut air panas berkisar antara 7.42-12.21%.
5.2 Saran
Setelah melakukan pengamatan pada kayu Benuas (Shorea leavis) maka
penulis dapat memberikan beberapa saran bahwa kayu benuas untuk pagar, bahan