• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: semiotika, nama diri, Peirce Abstract - View of PEMAKNAAN NAMA DIRI TOKOH DALAM NOVEL KETIKA CINTA BERTASBIH KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY: KAJIAN SEMIOTIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kata kunci: semiotika, nama diri, Peirce Abstract - View of PEMAKNAAN NAMA DIRI TOKOH DALAM NOVEL KETIKA CINTA BERTASBIH KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY: KAJIAN SEMIOTIKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMAKNAAN NAMA DIRI TOKOH

DALAM NOVEL KETIKA CINTA BERTASBIH

KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY:

KAJIAN SEMIOTIKA

Oleh: Muhri, S.Pd., M.A.1

Surel: muhrimohtar1234@gmail.com

Abstrak

Nama diri dalam karya sastra berbeda dengan dalam realitas faktual. Nama diri dalam karya sastra tidak hanya bersifat indeks tetapi juga berimplikasi pada pesan yang hendak disampaikan pengarang. Jika ditinjau dari sudut pandang objektif pesan bisa diketahui dengan kesesuaian signifikasi nama diri secara linguistik, cerminan nama diri pada karakterisasi, dan cerminan nama diri pada alur. Dengan menekankan pada kesatuan antara bentuk dan konten, penelitian ini menggunakan pendekatan teori struktural semiotik yang bersifat deskriptif-kualitatif. Metode analisis isi dipakai dengan menyesuaikan konteks pemaknaan dengan semiotika. Berdasarkan analisis dapat dinyatakan adanya kesesuaian antara pemaknaan nama diri secara linguistik, pemaknaan melalui karakterisasi, dan pemaknaan melalui alur. Implikasi dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa nama diri tidak hanya berfungsi indeksikal, tetapi juga simbol dan ikon.

Kata kunci: semiotika, nama diri, Peirce

Abstract

Proper name in literary work is not the same as in factual reality. Proper name in literary work is not only indexical, but also implicating to messages sent by an author. Objectively viewed, the message is known by appropriation of proper name linguistically, in characterization, and in plot. Focusing on unity of form and content, this research takes structural-semiotics theory as an approach of descriptive-qualitative research method. Analytically it is found that proper name has appropriate meaning linguistically, in characterization, and in plot. It is proved that proper name functions not only indexical but also as a symbol and an icon.

Key word: semiotics, proper name, Peirce

1

(2)

A. Pendahuluan

Novel merupakan refleksi dari realitas. Karena merupakan refleksi

hakikatnya bukan realitas itu sendiri atau realitas yang bukan faktual. Karena

refleksi ini, pembaca juga tidak menganggap novel sebagai realita tetapi

menjadi cermin realita. Pembaca merefleksi fakta hidup dengan fakta

reflektif.

Seperti kehidupan faktual, novel menghadirkan figur ―tak pernah hidup‖ yang diambil dari kualitas hidup figur-figur nyata. Seperti tokoh nyata, tokoh dalam

novel memiliki kualitas seperti sabar, pemarah, pintar, cerdas, tegas, kejam,

dsb. Tokoh atau figur dalam novel juga memiliki jalan hidup melalui aksi-aksi yang

membentuk urutan cerita yang disebut alur. Berbeda dengan alur kehidupan

nyata, alur novel diciptakan oleh pengarang, kualitas tokoh diciptakan oleh pengarang, bahkan pengarang sering

sudah memiliki skema yang mengarah

pada akhir cerita tokoh-tokoh ciptaannya. Proyeksi pengarang ini berpengaruh pada seleksi unsur-unsur

pembangun novel termasuk yang berkaitan dengan tokoh. Seleksi inilah

yang merupakan unsur pembangun estetika seni sastra. Paling nyata dalam

pemilihan tersebut adalah tokoh atau karakter yang menentukan cerita dan

ketersampaian ide.

Sehubungan dengan kualitas

karakter, nama memiliki signifikasi yang

sama dengan ―takdir‖ yang ditulis oleh pengarang sebagai ―tuhan‖ dari novel tersebut. Nama diri mengindikasikan

banyak hal, misalnya suku, agama, stastus sosial, marga, dsb. Abdullah,

misalnya, mengindikasikan bahwa tokoh yang diceritakan beragama Islam, Henry

Guntur Tarigan mengindikasikan bahwa orang tersebut berasal atau keturunan

satu suku di Sumatera Utara. Selain itu nama juga mengandung simbol-simbol budaya seperti penggantian nama.

Dalam kehidupan sehari-hari penggantian nama dimaksudkan untuk

banyak hal. Anak yang sakit-sakitan, misalnya, dianggap memiliki nama yang

terlalu berat untuk dipikul sehingga harus diganti dengan nama yang lebih ringan.

Anak yang terlalu nakal juga harus diganti nama karena dianggap tidak cocok

sehingga harus dicari nama yang cocok. Nama kecil seorang raja diganti dengan nama yang akan dipakai sebagai raja saat

penobatan. Jika disebutkan, penamaan

dan penggantian nama mengandung simbol-simbol budaya yang berbeda-beda pada masyarakat yang berbeda.

Dalam keilmuan semiotika nama diri pertama kali dibahas oleh C.S. Pierce

dalam bentuk trikotominya. Pierce menyebut nama diri (proper name)

sebagai rhematic indexical legisigns (Nöth, 2005: 45; Weber, 2008: 346-62).

Nama diri di sini dianggap sebagai konvensi yang merupakan hukum general

(3)

yaitu legisign yang bersifat indeks atau

indeksikal. Namun, dalam kasus sastra, nama mungkin merupakan proyeksi

pengarang terhadap tokoh yang dalam hal ini merupakan kualitas tokoh. Dalam novel

nama dipilih dengan pertimbangan karakter yang ―memanggul‖ kualitas -kualitas yang melekat, misalnya Sitti Nurbaya dikenal bukan sebagai diri tetapi

sebagai kualitas. Sitti Nurbaya hanya merujuk pada satu figur fiksional pada awalnya. Kemudian, pada fase berikutnya

Sitti Nurbaya memiliki kualitas tertentu misalnya kasih tak sampai, kawin paksa,

dsb. Pada fase ini Sitti Nurbaya tidak hanya legisign yang bersifat indeksikal

tetapi juga bisa menjadi ikon.

Berbeda dengan nama di dunia

nyata, nama diri dalam karya sastra memiliki implikasi-implikasi sesuai dengan

karakteristik sastra. Jika dalam realitas nama tidak memiliki hubungan langsung dengan objek penamaan, yaitu legisign,

nama dalam cerita rekaan diciptakan

pengarang yang sudah membuat skema dan membebani tokoh yang dinamai dengan misi penyampaian ide. Dengan

demikian nama dalam cerita rekaan bukan legisign saja, tetapi merupakan sebagian

dari ide pengarang tentang cerita. Karena itu, nama dalam cerita rekaan bersifat

artifisial. Pada satu sisi nama tersebut menjadi legisign namun di sisi lain nama

tersebut menjadi kualitas yang tidak hanya berfungsi indeksikal. Inilah yang

menjadi fokus dari penelitian ini.

Habiburrahman el-Shirazy

mengambil tokoh pesantren dengan nama-nama unik yang hampir tidak

ditemui pada nama Arab yang biasa dipakai dalam konteks Indonesia. ―Abdullah Khairul Azzam‖, ―Anna Althafunnisa‖, ―Ayatul Husna‖ adalah sebagian dari nama-nama yang muncul dalam novel-novel Habiburrahman.

Nama-nama ini bisa dianggap sebagai kebetulan, dipilih acak, tak ada kaitan dengan peristiwa dalam cerita, netral, dsb.

Sesuai dengan pendapat ini Langer (1985: 101) menyatakan fungsi indeks

dari nama. Ia menyatakan bahwa seaneh dan sekhusus apapun sebuah nama

dengan kualitas tertentu, tetap saja suatu saat akan mungkin dipakai orang lain.

Akan tetapi sebuah nama juga bisa dianggap tendensius, memiliki kaitan

dengan cerita, dibuat secara sengaja untuk kepentingan tertentu, dsb. Nama memiliki kualitas yang menyebabkan ia

tidak hanya berfungsi sebagai konfensi

indeks tetapi bisa lebih dari itu. Preucel (dalam Langer, 1935: 72) mengutip pendapat Peirce menyatakan bahwa

ketika seseorang bertemu untuk pertama kali, nama merupakan indeks karena

mengacu pada ide, benda, atau orang. Namun, pada pertemuan kedua nama

menjadi ikon dari indeks tersebut karena ia telah menyimpan sesuatu yang

(4)

Pendapat terakhir yang diambil dalam

tulisan ini mengingat beberapa hal penting. Habiburrahman menghadirkan

nama-nama yang secara arti dalam pembacaan dangkal mengandung kualitas

sama antara nama dan kualitas tokoh. Pemahaman ini dapat memberi

pemahaman lebih intens terhadap tokoh-tokoh yang bertugas menyampaikan

pesan dari pengarang.

Dalam langkah selanjutnya, ada beberapa masalah yang perlu dijelaskan

berdasarkan penelitian berkaitan dengan nama diri dalam novel Ketika Cinta

Bertasbih karya Habiburrahman el-Shirazy.

1) Arti nama secara bahasa.

2) Makna nama ditinjau dari aspek

karakterisasi

3) Makna nama ditinjau dari aspek alur

B. Metode

Paradigma penelitian yang sesuai

dengan fokus penelitian adalah paradigma kualitatif. Paradigma kualitatif tersebut diterapkan pada kebahasaan teks yang

bersifat interpretatif. Berdasarkan dua hal tersebut, paradigma penelitian ini adalah

kualitatif-interpretatif.

Berkenaan dengan data, data

dalam penelitian ini berupa teks untuk diinterpretasi. Teks tersebut berupa novel

yang dipilih sesuai maksud dan kecukupan pengumpulan data. Sumber

data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Novel-novel

yang diangkat dalam penelitian adalah

novel Ketika Cinta Bertasbih jilid 1 dan 2 karya Habiburrahma el-Shirazy. Novel ini

merupakan sumber data primer. Sumber data sekunder adalah kamus dan

ensiklopedi yang berkenaan dengan masalah penelitian.

Karena library research, pengumpulan data dilakukan dengan

pembacaan intensif karya sastra. Dalam penelitian sastra, seperti juga penelitian kualitatif lain, pengumpulan data

mencakup analisis data sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang bersifat

grounded. Temuan dikumpulkan dalam

tabel data diurutkan berdasarkan urutan

masalah yang diteliti. Analisis data yang digunakan analisis konten atau content

analysis (Muhadjir, 2007: 110-27). Analisis

data dilakukan dengan metode analisis isi

dengan langkah-langkah teknis yang disesuaikan dengan objek formal penelitian ini yaitu strukturalisme dan

semiotik.

1) Terjemahan nama secara semantik diformulasi berdasarkan pengertian-pengertian kamus dari

bahasa-bahasa yang berkaitan dengan objek material.

2) Dari terjemahan tersebut diformulasi kualitas-kualitas yang sesuai

dengan formulasi 1) yang diambil dari kutipan-kutipan novel

(5)

3) Hasil 2) ditabulasi berdasarkan

masalah penelitian.

4) Hasil tabulasi data ditafsirkan

dengan mempertimbangkan konteks budaya sebagai penandaan tingkat

dua.

5) Hasil penafsiran tersebut dirangkai

menjadi deskripsi-deskripsi pembahasan.

6) Dari hasil deskripsi disimpulkan temuan-temuan menarik, baik sesuai dengan masalah penelitian

maupun implikasi dari temuan.

C. Hasil Analisis

Seperti disebutkan dalam masalah penelitian, pembahasan ini meliputi arti

nama secara bahasa, makna nama ditinjau dari aspek alur, makna nama

ditinjau dari aspek karakterisasi dan makna nama ditinjau dari aspek setting.

Nama-Nama Tokoh dan Artinya

1) Abdullah Khairul Azzam (AKA)

Tokoh-tokoh yang memiliki nama unik dalam penelitian ini antara lain:

Abdullah Khairul Azzam (ما زعلا ريخ الله دبع), Ayatul Husna (ىنسحلا ةيآ), dan Anna Althafunnisa (ءاسنلا فاطلا انا). Jika ditinjau dari segi bahasa, akar /ᵓ/, /b/, /d/ atau <ع>, <ب>, <د> berarti ‗budak‘, ‗pelayan‘, ‗memperbudak‘. دبع merupakan bentuk mashdar yang merupakan salah satu

bentuk nomina dalam konjugasi bahasa Arab. Kata ini berarti ‗menyembah‘ atau ‗penyembah‘ (worship[per]). الله adalah

sebutan untuk Tuhan umat Islam yang artinya ‗Tuhan‘. Frase الله دبع berarti penyembah atau pelayan Tuhan.

Frase kedua dari nama tokoh pertama adalah khairul azzam (ما زعلا ُريخ).

Kata khairun berasal dari akar /x/, /j/, /r/ atau <ر< ,>ي< ,>خ> yang artinya antara lain: ‗kebaikan‘, ‗menjadi baik‘, ‗lebih memilih sst/sso dari pada sst/sso‘, ‗pilihan‘, dan ‗terbaik‘. Dalam bentuk frase, ريخ sering berarti ‗paling baik‘ atau ‗sebaik -baiknya‘ seperti ةما ريخ ‗sebaik-baiknya bangsa/umat atau umat yang paling baik‘. Akar kata /ᵓ/, /z/, dan /m/ atau <ز< ,>ع>, dan <م> berarti ‗memutuskan‘, ‗mendesak‘, ‗bermaksud‘, ‗keputusan‘, ‗penyelesaian‘, dan ‗setia dan bisa dipercaya‘. ما زع berarti ‗tekad‘ atau ‗keteguhan hati‘. Jadi, frase ini berarti ‗sebaik-baiknya tekad‘. Yang dimaksud dengan ما زعلا ريخ الله دبع bisa diartikan ‗hamba Allah (dengan) sebaik-baiknya tekad/kebulatan hati. Dalam lingkup tekad

terdapat kata cita-cita dan keteguhan hati.

2) Anna Althafunnisa (AA)

Nama berikutnya adalah Anna Althafunnisa (ءاسنلا فطلا انا). Nama ini

membentuk satu klausa yang artinya ‗sesungguhnya kami perempuan paling lemah-lembut/halus‘. Klausa tersebut terdiri atas adverbia نَا ‗sesunguhnya‘,

(6)

3) Ayatul Husna (AH)

Ayatul Husna (ىنسحلا ةيآ) adalah tokoh berikutnya. Kata ةيآ dalam bahasa Arab berarti ‗tanda‘ atau sign. Kata ىنسح berarti ‗lebih baik‘. Frase ىنسحلا ةيآ bisa diterjemahkan ‗tanda-tanda lebih baik‘.

Pemaknaan tingkat pertama ini bisa

disempurnakan dengan melihat unsur struktur yang lain, yaitu penokohan dan

alur sebagai salah satu komponen sistem yang membangun karya sastra.

Pemaknaan Nama Diri Ditinjau dari

Unsur Penokohan

1) Abdullah Khairul Azzam

Penamaan Abdullah Khairul Azzam bukan sekadar ―asal pilih‖. Penamaan yang secara eksplisit menyatakan makna dari nama diri

ditunjukkan pada kutipan sub bab 2 ―TEKAD MERAJUT DOA‖ (KCB 1/65). Kata tekad dalam bab tersebut sama dengan kata terakhir Azzam. ―Merajut doa‖ berarti menyusun doa menjadi cita (kain). Secara implisit judul tersebut bisa

ditafsirkan dengan berlandaskan ketuhanan (doa) menggapai cita-cita (merajut) dengan penuh kekuatan hati

(tekad).

Penggambaran lebih eksplisit

ditemukan dalam kutipan percakapan Azzam dengan Wail berikut.

(1)―Masya Allah. Namamu bagus sekali kau pasti orang yang memiliki kemauan keras dan karakter yang kuat.‖ Ujar pemuda Mesir bernama Wail. Orang Mesir memang paling

suka memuji orang yang diajak bicara (KCB 1/255-6).

Dalam kutipan (1) tersebut arti nama

dinyatakan secara eksplisit dengan pernyataan Wail, ―Masya Allah. Namamu bagus sekali kau pasti orang yang memiliki kemauan keras dan karakter yang kuat.‖ ―Memiliki kemauan keras dan karakter yang kuat‖ merupakan kata lain dari tekad. Selain itu tekad juga ditunjukkan dengan cita-cita dan

ketabahan tokoh.

(2)Kalaulah ia harus jujur, maka impiannya yang paling tulus adalah segera pulang ke Tanah Air bertemu dengan ibu dan adik-adiknya. Tak ada impian yang lebih kuat dalam jiwanya melebihi itu. Namun akal sehatnya selalu menahan agar impiannya itu tidak sampai meledak dan melemahkannya. (KCB 1/68)

Kutipan tersebut berbicara tentang AKA yang sudah hampir 10 tahun

menahan untuk tidak pulang dan menunda kelulusan demi menjaga visa

pelajar yang membuatnya hidup dengan biaya lebih murah. Dengan begitu ia bisa

bekerja menghidupi keluarga di Indonesia yang menjadi tanggung jawabnya. Kutipan

ini selain mengandung keteguhan hati, juga menunjukkan perjuangan mencapai cita-cita. Dalam perjuangan tersebut AKA

tidak berhenti kuliah dan lulus setelah adiknya sudah bisa mandiri.

2) Anna Althafunnisa

Karakter AA secara eksplisit

digambarkan melalui percakapan AKA dengan ibunya tentang sikap dan perilaku

(7)

(3)Bu Nafis sama Azzam langsung masuk. Begitu duduk Bu Nafis langsung berkata pada Azzam, ―Kok ada ya perempuan yang jelita dan halusnya kayak Anna. Andai saja...‖

―Menantu ibu, Si Vivi, insya Allah juga halus, bahkan nanti akan Azzam buat lebih halus dari Anna.‖ Azzam memotong perkataan ibunya (KCB 2/344).

Kesesuaian nama dengan

gambaran karakterisasi dalam kutipan tersebut ditunjukkan dengan kutipan, ―Kok ada ya perempuan yang jelita dan halusnya kayak Anna. Andai saja...‖. ‗Selembut-lembutnya‘ ditunjukkan dengan ungkapan keheranan, ―kok ada ya‖ sebagai ungkapan keheranan yang

menunjukkan kualitas yang ekstrem yang langka menurut pengalaman seorang ibu

tua yang banyak menemui banyak perempuan dalam hidupnya. Kata lemah lembut diwakili dengan kata ―halus‖ yang diucapkan secara langsung dalam dialog.

Sifat perempuan ―ideal‖ secara implisit digambarkan sebagai ibu rumah

tangga yang salah satunya dinilai dari kemampuannya memasak. Dengan kata lain kehalusan atau sifat lemah lembut

ditunjukkan dengan kemampuan mengurus rumah, salah satunya adalah

memasak.

(4)―Apa ini Nduk, cuma telur dadar begini?‖ ucap Kiyai Lutfi. Anna hanya tersenyum dan kembali masuk. Ia tidak menjawab pertanyaan Abahnya. ―Setahu saya ini namanya nasi goreng Pattaya. Nasi goreng khas muslim daerah Pattani di Thailand.‖ Justru Azzam yang menerangkan...

...

Azzam menyantap dengan lahap. Ia harus mengakui masakan Anna lezat. Ia jadi iri pada Furqan, ia merasa Furqan benar-benar pria paling beruntung di dunia. Anna tidak hanya cerdas dan berprestasi secara akademik. Gadis itu ternyata juga jago masak (KCB 2/174-5).

Dalam kutipan yang cukup panjang

tersebut, seorang tua seperti Kiyai Lutfi meragukan dengan bertanya, ―Apa ini Nduk, cuma telur dadar begini?‖. Pengajuan pertanyaan ini berimplikasi

bahwa seorang laki-laki berpengalaman sekalipun tidak tahu urusan ―perempuan‖. Urusan ini lebih dipahami oleh Azzam

karena telah melewati sekat budaya memasak yang masih dipandang bagian

dari perempuan sebagai pekerjaan perempuan yang mengandung

kelembutan. Bahkan secara tidak langsung Azzam menggambarkan bahwa

perempuan yang baik sebagai pendamping suami adalah perempuan

yang bisa memasak seperti digambarkan, ―Anna tidak hanya cerdas dan berprestasi secara akademik. Gadis itu ternyata juga jago masak.‖ Pengakuan tersebut dikuatkan dengan, ―Ia jadi iri pada Furqan, ia merasa Furqan benar-benar pria paling beruntung di dunia.‖

Namun di sisi lain AA juga digambarkan sebagai berpendirian tegas

dan keras. Dalam beberapa bagian tidak mencerminkan kelembutan.

(8)

Anna sudah tidak ada lagi penghormatan pada Furqan (KCB 2/311).

Dalam kutipan di atas, AA

memanggil suaminya, yang mengecewakannya, dengan menyebut

nama. Panggilan ini menunjukkan hilangnya rasa hormat dari seorang istri terhadap suaminya. Kalimat, ―Sangat sulit bagiku memaafkanmu Fur!‖ menunjukkan ketegasan. Kutipan kalimat ini juga menunjukkan kontradiksi antara sifat lembut atau halus seperti pada nama diri

dan pada penggambaran watak. Kontradiksi ini menjadi indikator

pengetahuan yang kuat tentang agama dan hukum. Dengan kata lain seperti pada

kutipan (4)

3) Ayatul Husna

Secara eksplisit, tokoh AH dalam novel tersebut digambarkan melalui

pernyataan narator secara langsung, tidak langsung melalui pernyataan tokoh lain

dan melalui sikap tokoh tersebut.

(6)Anak keduanya, Ayatul Husna, sangat halus tutur bahasanya. Dan sangat mencintainya. Husna seolah tidak pernah rela ada nyamuk sekalipun menyentuh kulit ibunya ... (KCB 2/38)

Karakterisasi menunjukkan bahwa terdapat tanda-tanda sifat baik. Sifat

tersebut adalah ―sangat halus tutur bahasanya‖ dan ―mencintai(ibu)nya.‖ Karakter tersebut dikuatkan kutipan berikut.

(7)―Bue jangan memaksakan diri tho. Kalau sudah capek ya istirahat.

Besok pagi dilanjutkan lagi. Nanti sakit lagi.‖ Ucap perempuan muda berjilbab coklat sambil menghentikan aktivitas membacanya. Perempuan berjilbab coklat itu lalu bangkit dari tempat duduknya dan beranjak menuju ibunya. Ia lalu memijit pundak ibunya yang masih sesekali batuk dengan kasih sayang (KCB 2/36).

Pemaknaan Nama Diri Ditinjau dari

Unsur Alur

Nama diri dalam novel juga bisa diidentifikasi dengan alur. Sifat teguh, misalnya, bisa ditunjukkan dengan

pendirian tokoh dari awal cerita sampai akhir. Berikut identifikasi nama diri tokoh

jika ditinjau dari segi alur.

1) Abdullah Khairul Azzam

Perjalanan hidup tokoh AKA digambarkan dengan akhir bahagia

(happy ending). Seperti mengutip peribahasa ―Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian/ Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian‖,

pengarang menggambarkan perjuangan 10 tahun di Mesir. Penggambaran 10

tahun ini dimasukkan dalam jilid 1 buku novel Ketika Cinta Bertasbih. Dalam menggambarkan 10 tahun ini cita-cita dan

harapan dipendam lama tetapi tidak pernah habis terbukti setelah

meninggalkan kuliah untuk menghidupi keluarga di Indonesia, akhirnya AKA

menyelesaikan kuliahnya.

Pada buku kedua KCB,

(9)

barang sampai menjadi pengusaha bakso

dan foto kopi. Dalam buku kedua ini pula AKA mulai mendapat jodoh kalangan

terpilih. Martabatnya mulai naik bersamaan dengan penilaian orang-orang

sekitar. Puncaknya adalah keberhasilan dari cita-citanya mendarma- baktikan ilmu

yang diperoleh dengan menjadi menantu Kiai Lutfi yang sesuai dengan disiplin yang

dipilihnya yaitu keilmuan agama.

Dalam alur yang relatif panjang tersebut sebagian besar menunjukkan

perjuangan yang secara langsung menunjukkan tekad. Dan hasil yang

dicita-citakan merupakan kebaikan menurut agama, yaitu pengabdian pada Tuhan.

Jadi, dalam alur ini nama Abdullah Kairul Azzam termanifestasi dengan lengkap

pada akhir cerita.

2) Anna Althafunnisa

Berbeda dengan AKA, AA tidak atau sulit untuk digambarkan ditinjau dari

alur. Kata lembut tidak menunjukan sifat yang aktif, sebaliknya cenderung pasif. Bahkan, kelembutan AA hanya diucapkan

oleh Bu Nafis dalam kutipan (3) di muka. Gejala seperti ini muncul dalam beberapa

novel Habiburrahman El-Shirazy seperti dalam Ayat-Ayat Cinta, Dalam Mihrab

Cinta, Api Tauhid, dan beberapa novel

lain. Dengan kata lain yang menjadi pusat

penyampaian ide adalah tokoh laki-laki.

3) Ayatul Husna

Penggambaran tokoh AH dalam alur tidak mengambil banyak bagian

dalam novel. AH muncul pada jilid kedua

KCB.

(8)... Ia ingat anak keduanya itu sewaktu kecil paling sering bikin ulah. Paling sering berkelahi dengan anak tetangga. Paling sering merebut mainan temannya. Dan saat kelas tiga SMP justru ikutan karate sebagai kegiatan ekstra kurikuler. Ia ingat bagaimana dulu Husna pernah memukul kakaknya dengan gagang sapu sekeras-kerasnya. Gara-garanya Husna disiram kakaknya karena sampai pukul enam pagi belum juga bangun pagi. (KCB 2/38)

... Namun kenakalan itu perlahan hilang sejak Husna masuk SMA dan Azzam terbang ke Mesir. Husna berubah seratus delapan puluh derajat sejak ayahnya meninggal dunia. (KCB 2/38-9)

Penyebab berhentinya kenakalan Husna adalah kematian ayahnya yang,

secara tidak langsung, disebabkan oleh Husna yang kabur dari rumah karena

permintaan sepeda motor baru tidak dikabulkan oleh orang tuanya. Kecelakaan

terjadi saat ayah Husna hendak menjemput husna untuk membeli sepeda

(10)

Ayahnya ingin menjemputnya dan keesokan harinya akan diajak ke dealer agar ia sendiri yang memilh kendaraan yang ia inginkan. Selanjutnya ayah akan membayar setiap bulan dengan cara kredit. Ia sangat menyesal. Betapa sebenarnya ayahnya sangat mencintai dan menyayanginya. Dan ia merasakan itu ketika ayahnya sudah meninggal dunia. Sejak itu ia berubah.(KCB 2)

'Tanda-tanda kebaikan/menjadi

lebih baik' begitulah arti Ayatul Husna. Dalam novel tersebut Husna digambarkan sebagai anak yang tidak baik pada

mulanya. Namun, tanda-tanda kebaikan muncul dalam, ―Namun kenakalan itu perlahan hilang sejak Husna masuk SMA dan Azzam terbang ke Mesir‖ pada

kutipan (9). Kebaikan itu tergambar pada kutipan (6).

(6) Anak keduanya, Ayatul Husna, sangat halus tutur bahasanya. Dan sangat mencintainya. Husna seolah tidak pernah rela ada nyamuk sekalipun menyentuh kulit ibunya ... (KCB 2/38)

Dalam penggambaran alur, Husna

digambarkan dengan proses alur yang

ringkas pada kutipan (8) di atas. Perubahan itu menjadi tanda-tanda transformasi Husna menjadi lebih baik.

Dengan kata lain, pembentukan karakter husna melalui alur tergambar lengkap

menandakan proses menjadi baik. Kutipan (9) menunjukkan penyebab atau

titik balik perubahan.

D. Pembahasan (Sintesis)

Dari analisis di muka terbukti bahwa nama diri dalam sebuah karya fiksi

tidak hanya berarti indeksikal tetapi juga

merupakan simbol dan ikon dari ide pengarang. Disebut simbol karena nama

tersebut memiliki arti dan memiliki hubungan dengan arti nama yang

dibuktikan dengan kesesuaian antara nama dan kualitas diri ―tertunjuk‖, yaitu orang atau tokoh yang memiliki nama tersebut. Kesesuaian tersebut ditunjukkan

dengan kesesuaian denotasi nama dengan kualitas tokoh yang ditinjau dari sudut pandang karakterisasi dan

pemplotan.

Dalam hal ini, nama diri dalam fiksi

berbeda dengan nama diri dalam realitas faktual. Dalam fiksi nama dan kehidupan

diciptakan sekaligus oleh pengarang sebagai ―tuhan‖. Nama dalam fiksi merupakan proyeksi pengarang tentang tokoh. Di sisi lain nama dalam realitas bersifat ―harapan‖ orang tua diciptakan orang tua atau orang pintar sedangkan kehidupannya diciptakan Tuhan. Dengan

kata lain nama diri dalam realitas faktual

hanya bersifat indeksikal.

Disebut ikon karena nama diri merepresentasikan kualitas yang menjadi

ikon atau figur dari ide pengarang tentang sesuatu. AKA, misalnya, bisa menjadi ikon

pemuda muslim ideal yang dicita-citakan pengarang dalam tulisannya. Hal ini juga

ditunjukkan kemampuan tokoh Sitti Nurbaya yang dihadirkan oleh Marah

(11)

karena aturan budaya yang dalam bahasa mudahnya ―kawin paksa‖.

E. Simpulan

Berdasarkan analisis dan sintesis

di muka dapat ditarik beberapa simpulan mengenai nama diri dalam karya sastra

Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman el-Shirazy.

1. Nama diri dalam karya sastra memiliki signifikasi dengan unsur karya sastra, dalam penelitian ini ditunjukkan

dengan kesesuaian antara makna denotatif-objektif semiotika tingkat

satu pada makna kebahasaan dan makna konotatif-subjektif semiotika

tingkat dua pada karya fiksi.

2. Selain memiliki fungsi indeksikal,

nama diri dalam karya sastra memiliki fungsi simbol dan ikon.

Daftar Pustaka

Badawi, Elsaid M. dan Haleem,

Muhammad Abdel. 2008.

Arabic-English Dictionary of Qur‟anic

Usage. Leiden dan Boston: Brill Langer, Susanne K. ―Discursive and

Presentational Form‖ dalam Ennis, Robert E. 1985. Semiotics: An Introductory Anthology Advances

in Semiotics. Indiana: Indiana

University Press.

Muhadjir, Noeng. 2007. Metodologi Keilmuan: Paradigma Kualitatif,

Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:

Rake Sarasin

Munawwir, Ahmad Warson. 1997.

Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia

Terlengkap. Surabaya: Pustaka

Progressif

Shirazy, Habiburrahman El. 2008. Ketika

Cinta Bertasbih 1. Jakarta: Republika

. 2008. Ketika Cinta Bertasbih 2. Jakarta: Republika

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa.

2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa

Tim Redaksi Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. 2008. Tesaurus

Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.

Jakarta: Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional Weber, Eric Thomas. 2008. ―Proper

Names and Persons: Peirce‘s Semiotic Consideration of Proper Names‖ dalam Transaction, vol. 44, no. 2.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Media merupakan sebuah bentuk perantara dan saluran untuk proses transmisi informasi yang dapat merangsang indera untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan

[r]

35 Penelitian berikutnya diperlukan untuk melihat reaksi imunologi antara antigen ES-L3-Gs dengan serum belut negatif dan positif Gnatostoma spinigerum, serta

6. Teman-teman D3 Perpustakaan angkatan 2015, kalian memang hebat 8.. Pengolahan Bahan Pustaka di Perpustakaan Universitas Veteran Bangun Nusantara. Fakultas Ilmu Sosial dan

Dengan ini saya menyata kan bahwa skripsi yang berjudul “ Pengembangan Keterampilan Komunikatif Antar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay

Tabel menunjukkan bahwa nilai penutupan lahan pada hutan sekunder dalam keadaan yang tidak baik memiliki area yang luas, hal ini akan mengakibatkan tingginya risiko kebakaran,

TRADISI ZIARAH MAKAM SEBAGAI PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT DI DESA GIRILAYU (STUDI KASUS MAKAM PANGERAN SAMBERNYOWO DI ASTANA MANGADEG DESA GIRILAYU KECAMATAN

Ade Nurulita Dewi. DESCRIPTIVE STUDY ON TEACHING ENGLISH TO CHILDREN BY USING SONGS AND GAMES TO THE FIFTH YEAR STUDENTS OF SD NEGERI KARANGJOMPO PEKALONGAN.