• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI BUD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI BUD"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP EKSPRESI

BUDAYA TRADISIONAL (EBT) OLEH NEGARA

SEBAGAI PEMEGANG HAK CIPTA KEKAYAAN

INTELEKTUAL KOMUNAL MASYARAKAT

Tugas Dalam Mata Kuliah Hukum Kekayaan Intelektual

BAYU AKBAR WICAKSONO

E1A014149

Kelas A

Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara luas yang memiliki jumlah penduduk melebihi 250 juta jiwa dan

kaya akan keanekaragaman budaya serta kearifan local yang terluas di dunia. Potensi budaya

yang sangat besar ini harus dilindungi oleh negara karena mempunyai nilai ekonomi yang sangat

tinggi. Namun perlindungan dan pemanfaatan atas keanekaragaman budaya ini belum terstruktur

dan koordinatif dengan proses dan mekanisme yang mengedepankan pentingnya Hak kekayaan

Intelektual (HKI) sebagai suatu sistem hukum yang mengatur perlindungan Ekspresi Budaya

Tradisional (EBT). EBT merupakan istilah yang di gunakan WIPO (World International

Property Organization) dalam berbagai fora internasional Pemaknaan EBT yang dikemukakan oleh WIPO ditujukan untuk memberikan garisan terhadap suatu karya budaya yang bersifat

tradisional dan dimiliki oleh suatu masyarakat tradisional sebagai karya intelektual yang berasal

dari kebudayaan tradisional milik kelompok masyarakat tradisional. Pemberian makna tersebut

akan menjadi acuan untuk menetapkan suatu karya intelektual dari budaya tradisional dan

mengkaitkannya pada satu kelompok masyarakat sebagai pengemban.

Dalam glosarium hak cipta dan hak terkait, Eddy Damian berpendapat bahwa EBT merupakan

suatu ciptaan dalam bidang seni yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional

sebagai kultur bangsa yang merupakan sumber daya bersama dikembangkan dan dipelihara atau

dilestarikan oleh komunitas atau masyarakat tradisional tertentu atau organisasi sosial tertentu

dalam kurun waktu secara berkesinambungan.1 EBT bersifat “religio magis agraris rural”

merupakan bentuk material yang berkembang dari generasi ke generasi dan bukan kebaruan

hanya berupa pengulangan, diampu secara komunal dan tidak selalu bermakna dalam budaya

industri2

1

Eddy Damian, Glosarium Hak Cipta dan Hak Terkait, Bandung, Alumni, hlm. 29-30 2

(3)

Hingga tahun 2013, EBT di Indonesia dilindungi oleh beberapa ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan yang tersebar. Namun, di penghujung tahun 2014, undang-undang hak

cipta yang diberlakukan di Indonesia cukup memberi harapan atas perlindungan EBT. Hal ini

tertuang dalam pasal 38 UUHC sebagai berikut :

(1). Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara

(2). Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(3). Penggunaaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya.

(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Pemerintah.

Permasalahannya adalah budaya masyarakat tradisional tidak mengenal hak cipta. Nilai-nilai

budaya masyarakat setempat tidak mengenal kepemilikan individu terhadap suatu karya cipta

dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Keadaan ini tampak jelas dalam penghargaan

atas kreativitas dan karya seni dalam masyarakat tradisional.3 Jika kita melihat negara Malaysia

telah mempunyai suatu Undang-Undang Tahun 2005 Akta 645 Tentang Warisan Kebangsaan

(Undang-Undang Warisan Kebangsaan). Sedangkan Australia sudah melakukan dokumentasi

pada kesenian-kesenian suku asli Aborigin dan mempunyai dokumen lengkap terkait dengan

expressions offolklore yang dimiliki suku Aborigin sebagai suku asli Australia.4 Di lain pihak, beberapa kekayaan intelektual dan EBT Indonesia telah diakui sebagai milik bangsa lain seperti

Tari Pendet, Wayang, dan Reog Ponorogo yang di klaim merupakan kekayaan tradisional

Malaysia. Demikian juga naskah kuno masyarakat adat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara

telah dimiliki dan digitalisasi oleh Malaysia.

3

Budi Agus Riswandi, Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 204

4

(4)

I.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang di sebutkan sebelumnya, maka identifikasi masalah yang dikemukakan

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah implementasi asas perlindungan hukum terhadap EBT yang merupakan

kekayaan intelektual komunal masyarakat ditinjau dari Undang Undang Hak Cipta ?

2. Apakah upaya-upaya Pemerintah dalam mengelola EBT telah sesuai dengan prinsip-prinsip

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Perlindungan Hukum Terhadap EBT Masyarakat Yang Merupakan Kekayaan Intelektual Komunal

Perlindungan hukum terhadap HKI mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam

tatanan internasional dan bahkan menjadi salah satu issue pada pada era globalisasi dan

liberalisasi sekarang ini. Khusunya sejak disepakatinya perjanjian internasional tentang

Aspek-aspek Hak kekayaan Intelektual dalam Perdagangan (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right-TRIPs Agreement), yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian tentang Pendirian World Trade Organization (WTO) yang telah diratifikasi oleh 150 lebih negara di dunia . Perjanjian ini mengukuhkan penegakan hukum (law enforcement) yang lebih dan memperluas ruang lingkup perlindungan HKI dari perjanjian internasional sebelumnya

yang diprakarsai oleh World Intellectual Property Organization(WIPO).seperti Perjanjian Bern (art and literary work) dan Perjanjian Paris (Intellectual Property) dan Perjanjian Washington.

Banyaknya Negara yang menjadi peserta perjanjian TRIPs menunjukkan, kepedulian

masyarakat internasional terhadap perlindungan HKI. Hal ini membawa dampak terhadap upaya

peningkatan perlindungan HKI di tinkgat lokal /nasional termasuk Indonesia. Pada dasa warsa

terakhir ini Indonesia telah meratifikasi perjanjian-perjanjian internasional di bidang HKI dan

melakukan revisi juga mengeluarkan peraturan baru di bidang perundang undangan HKI.

Walaupun demikian perkembangan di bidang perlindungan HKI dihadapkan pada

isu yang menyangkut kepentingan potensi kekayaan intelektual yang berasal dari sebagian besar

Negara berkembang termasuk Indonesia, yaitu perlindungan kekayaan intelektual berbasis

pengetahuan tradisional atau tradisional knowlegde (TK), traditional cultural expression (TCe) atau folklore dan genetic resources (GR).Kekayaan intelektual tradisional yang berupa karya cipta ataupun pengetahuan merupakan hasil kreativitas seseorang atau kelompok

masyarakat sebagai ungkapan tradisi budaya turun temurun dari satu generasi ke

(6)

secara lisan dan penciptanya anonim.5 Suatu kekayaan tradisional dapat berupa karya cipta

tradisional (folklore) dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge). Folklor adalah hasil karya tradisional sebagai ungkapan seni (Traditional Cultural Expressions) dan Traditional Knowledge adalah aspek pengetahuan yang mengandung unsur teknologi.6 Ciri yang melekat pada hasil karya ataupun temuan tradisional mengandung nilai-nilai kearifan dalam hubungan

manusia dengan manusia, dengan alam dan Tuhannya. Kekayaan intelektual tradisional

ini dilestarikan, dikembangkan serta dijadikan bagian identitas budaya terutama oleh kelompok

masyarakat lokal dan atau masyarakat yang adat yang berada di sebagian besar wilayah Negara

berkembang dan Indonesia.

Persoalan terjadi pada ekspresi budaya tradisional atau EBT (Traditional Cultural Expressions/Expressions of Folklore) sebagai salah satu bentuk darikekayaan intelektual tradisional. EBT memiliki nilai budaya yang sangat besar sebagai

bentuk warisan budaya yang terus menerus berkembang bahkan dalam masyarakat modern di

penjuru dunia. Sementara di sisi lain, mereka juga memegang peran penting sebagai bagian dari

identitas sosial dan wujud ekspresi budaya dari suatu masyarakat lokal.

Ekspresi budaya tradisional Indonesia juga mempunyai potensi ekonomi yang

menjanjikan terutama terkait dengan industri pariwisata dan industri ekonomi kreatif. Di bidang

industri pariwisata misalnya, industri pariwisata di Bali yang hampir semuanya berbasis

EBT mempunyai sumbangan yang sangat besar sebagai sumber pendapatan ekonomi daerah

dan menjadikan Bali dikenal seluruh dunia. Di bidang industri ekonomi kreatif terutama produk

kerajinan berbasis EBT seperti, kerajinan batik, ukir kayu, ukir tembaga, perak adalah produk

mempunyai sumbangan yang cukup besar untuk menyumbang devisa negara.

Namun perkembangan teknologi modern terutama di bidang telekomunikasi dapat

menimbulkan berbagai penggunaan secara tak pantas dari EBT yang ada. Berbagai bentuk

komersialisasi terhadap EBT terjadi bahkan hingga tingkat global tanpa seijin masyarakat adat

5

Sedyawati Edy, Warisan Tradisi, Penciptaan, dan Perlindungan, Makalah dalam Temu Wicara Perlindungan Hukum Floklor dan Traditional Knowledge, Dirjen HKI, Departmen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta 13 Agustus 2003, halaman 3

(7)

pemiliknya. Komersialisasi ini juga disertai dengan berbagai bentuk distorsi, pengubahan

maupun modifikasi terhadap EBT secara tidak pantas

Perlu diakui bahwa konsep HKI yang kita anut berasal dari Barat, yaitu konsep yang didasarkan

atas kemampuan individual dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan temuan (invention).

Yang dilindungi oleh HKI adalah kepentingan ekonomi dari hasil kreasi manusia bukan wujud

bendanya dan bukan pula idenya. Bila dilihat dari akar budaya, HKI tidak mempunyai akar

dalam kebudayaan bangsa Indonesia dan juga tidak terdapat dalam sistem hukum adat.

7Masyarakat adat pada umumnya tidak mengenal konsep HKI. Demikian juga konsep yang

menyangkut perlindungan hak cipta bukan merupakan ide yang dimiliki bangsa Indonesia.8

Dalam Pasal 1 ayat 1 UUHC disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang

timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam

bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ciptaan-ciptaan dilindungi Hak Cipta sebagai hak eksklusif, semata-mata diperuntukkan bagi

pencipta, pemegang hak cipta atau pihak lain yang memanfaatkan hak tersebut dengan seizin

pencipta. Hak eksklusif terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

Dalam Pasal 1 ayat 1 UUHC disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang

timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam

bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Ciptaan-ciptaan dilindungi Hak Cipta sebagai hak eksklusif, semata-mata diperuntukkan bagi

pencipta, pemegang hak cipta atau pihak lain yang memanfaatkan hak tersebut dengan seizin

pencipta. Hak eksklusif terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

EBT juga mempunyai potensi ekonomi yang menjanjikan terutama terkait dengan industry

pariwisata dan industri ekonomi kreatif seperti ukir kayu, ukir perak, tenunan adalah produk

yang mempunyai sumbangan yang cukup besar untuk menyumbang devisa negara. Namun

perkembangan teknologi informasi dapat menimbulkan berbagai penggunaan yang tak pantas

dari EBT yang ada. Berbagai komersialisasi terhadap EBT terjadi hingga tingkat global disertai

7

Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, 1992, hlm. 32 8

(8)

dengan berbagai bentuk distorsi, pengubahan maupun modifikasi terhadap EBT secara tidak

pantas seperti klaim lagu tradisional Rasa Sayange tanpa otorisasi masyarakat adat Maluku

sebagai pemiliknya, atau pencurian naskah kuno Sulawesi Tenggara yang digitalisasi dan

dikomersialkan dalam museum di Malaysia merupakan pelecehan terhadap EBT Indonesia. .

Berbeda dengan hak cipta pada umumnya, ciri yang melekat pada EBT mengandung nilai-nilai

kearifan dalam hubungan manusia dengan manusia, dengan alam dan dengan Tuhannya. EBT

dilestarikan, dikembangkan serta dijadikan bagian identitas budaya oleh kelompok masyarakat

lokal atau masyarakat tradisional.

Paul Kurk menjelaskan bahwa EBT dalam masyarakat yang meliputi lagu tradisional, tarian

tradisional, cerita rakyat, dan lain-lain keberadaannya sudah ada sejak masyarakat terbentuk

sehingga jauh sebelum peraturan tertulis berlaku di masyarakat EBT sudah ada terlebih dahulu di

masyarakat komunal. Paul Kurk mendahulukan sistem tradisional daripada sistem Hak Kekayaan

Intelektual dalam sistem perlindungan EBT. Paul Kurk menyebutkan bahwa sistem tradisional

yang digunakan oleh satu masyarakat tertentu adalah dengan menggunakan hukum adat, dimana

hal ini sudah pernah dilakukan di beberapa negara Afrika yang terkenal memiliki banyak EBT

dibanding negara-negara Eropa. Kurk dalam hasil penelitiannya tersebut mengatakan bahwa

EBT meliputi praktekpraktek yang sangat berbeda antara satu komunitas dengan komunitas yang

lain, selain itu, kepemilikan dan pemanfaatannya juga haya dilakukan oleh beberapa kelompok

sosial tertentu yang didasarkan pada tingkatan pertalian dalam kekeluargaan dalam kelompok

sosial tertentu.9

9

Shabhi Mahmashani, Tesis, Konsep Kepemilikan Folklore Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan Dan Pemanfaatan Ekspresi Budaya Tradisional; Sebuah

(9)

II. 2. Upaya-Upaya Pemerintah dalam Mengelola EBT berdasarkan dengan

Prinsip-Prinsip HKI Hak Cipta.

Untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas pelestarian ini dapat dilakukan dengan cara

penciptaan karya-karya derivasi atau modifikasi EBT tersebut dan memanfaatkan sistem HKI

khususnya hak cipta karena EBT berpotensi menjadi suatu kekayaan kebendaan ketika telah

termanifestasi dalam bentuk produk yang memiliki desain yang khas. Dalam persepektif sistem

hukum kekayaan intelektual, potensi ini merupakan hak yang bersifat kebendaan karena telah

merupakan wujud HKI. Mengingat akan semakin pentingnya peranan HKI di masa yang akan

datang, maka potensi ekonomi yang dihasilkan EBT masyarakat akan menguntungkan dalam

jangka panjang. Pembangunan fasilitas fasilitas pertunjukan untuk mengekspresikan dan

mengaktualisasikan EBT juga perlu ditingkatkan. Sarana dan prasarana pertunjukan sebagai

penunjang implementasi aktualisasi EBT masyarakat yang ada saat ini masih minim.

Ditinjau dari sudut hak moral, keberadaan sistem HKI juga sangat penting mengingat telah

terjadinya kasus pemanfaatan EBT berupa pemanfaatan naskah kuno oleh Malaysia sedangkan

masyarakat pengemban tidak memperoleh kompensasi sama sekali atas kekayaan intelektual

yang telah mereka kontribusikan. Dengan demikian peranan pemerintah sangat strategis dalam

mengupayakan perlindungan EBT masyarakat Sulawesi Tenggara yang bertumpu pada

(10)

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi yang telah penulis paparkan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemerintah saat ini melindungi EBT masyarakat adatnya sebagai Warisan Budaya Tak

Benda berdasarkan konvensi UNESCO Tahun 2003. Namun, implementasi perlindungan

EBT yang merupakan kekayaan intelektual komunal masyarakat ini belum relevan

dengan tujuan perlindungan yang dimaksudkan dalam Pasal 38 Undang Undang Nomor

28 tahun 2014 Tentang Hak Cipta berupa perlindungan terhadap kekayaan intelektual

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Miranda Risang, Dkk ,2010, Hukum Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, Bandung, Alumni.

Damian, Eddy,2012, Glosarium Hak Cipta dan Hak Terkait, Bandung, Alumni.

Edy, Sedyawati , Warisan Tradisi, Penciptaan, dan Perlindungan, Makalah dalam Temu Wicara Perlindungan Hukum Floklor dan Traditional Knowledge, Dirjen HKI, Departmen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta 13 Agustus 2003.

Hadikusuma, Hilman, 1992, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju.

Mahmashani, Shabhi, Tesis, Konsep Kepemilikan Folklore Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan Dan Pemanfaatan Ekspresi Budaya Tradisional; Sebuah Studi Perbandingan, 2010

Riswandi, Budi Agus, Syamsudin, 2005, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,

Jakarta, RajaGrafindo Persada.

Saidin, O.K, 1995, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, RajaGrafindo Persada.

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.

SUMBER LAIN

Referensi

Dokumen terkait

Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat terdiri dari hydrocarbon atau turunannya, terlarut dalam trichloro-ethylene dan

Ukuran Pemusatan Data Ukuran data Ukuran Pemusatan data Mean Median Modus Ukuran letak data Median Kuartil Desil Persentil Ukuran penyebaran data Jangkauan Jangkauan antar

2 KEMAHIRAN Gimnastik Asas  Kemahiran Hambur dan Pendaratan Aspek 1 : Kemahiran Pergerakan (Domain Psikomotor) Standard Kandungan 1.2 Melakukan kemahiran

Setelah melalui beberapa tahap dari tahap awal yaitu formulir selanjutnya tahap baseline survey dan tahap akhir yaitu verifikasi dapat disimpulkan bahwa dari

Dengan penanaman Al- Qur’an sejak dini maka diharapkan akan mendapatkan nilai keimanan dari Al- Qur’an sampai anak tersebut menjadi dewasa. Dengan adanya tujuan yang harus

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa konstruk pemikiran pendidikan Islam modern Mohammad Hatta adalah mengkoherensikan agama dengan ilmu pengetahuan modern,

BAB I adalah bab pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang masalah yang diuraikan secara deduksi ke induksi, dimana masalah tersebut telah identifikasi dan

Many homeland secu- rity functions, such as law enforcement, transportation, food safety and public health, information technology and emergency management, are dispersed across a