• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENDESAIN PRINSIP SYARIAH DALAM KEGIATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENDESAIN PRINSIP SYARIAH DALAM KEGIATAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MENDESAIN PRINSIP SYARIAH DALAM

KEGIATAN USAHA PERASURANSIAN

Disusun oleh:

ROFIAH (12810020)

HIKMAH SUPRIHATIN (12810021) MUHAMMAD ILHAM AKBAR (12810022)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SUNAN KALIJAGA

(2)

ABSTRAK

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lembaga keuangan islam merupakan salah satu instrumen pembangun ekonomi Islam. Sebagai pembangun ekonomi islam, lembaga keuangan islam dalam menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis tidak terlepas dari norma-norma syariah. Norma syariah dalam lembaga keuangan syariah mengandung prinsip keadilan,kemitran transparasi dan universal. Faktor prinsip tersebut membuat lembaga keuangan islam berkembangan. Perkembangan Lembaga keuangan islam terbagi atas bank syariah, asuransi syariah, lembaga zakat, pegadaian syariah, baitul mal waltamyiz dan badan wakaf.

Salah satu institusi yang berperan dalam perkembangan lembaga keuangan syariah adalah asuransi syariah. Asuransi syariah merupakan suatu pengaturan resiko yang memenuhi ketentuan nilai-nilai syariah, tolong menolong secara mutual antara pihak peserta dengan perusahaan asuransi. Prinsip yang digunakan dalam asuransi syariah yaitu tolong- menolong, bertanggung jawab, utmost good faith,indemnity, proximate cause (prinsip penyebab dominan), surbogation, kontribusi.

Prinsip dasar asuransi menjadi desain pengembangan lembaga asuransi / usaha perasuransian. Penerapan desain prinsip syariah pada perusahaan asuransi syariah perlu dilakukan dikarenakan prinsip tersebut menjadi dasar ideologi dari asuransi syariah. Oleh karenaya diperlukan desain prinsip syariah yang unggul yang berguna untuk memajukan perusahaan.

Rumusan Masalah

Berdasar atas belakang tersebut, pokok bahasan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanaperbedaan antara asuransi dengan asuransi syariah. 2. Dasar hukum perusahaan / lembaga asuransi syariah

3. Desain prinsip syariah dalam perusahaan asuransi

Tujuan Penelitian

Terdapat beberapa tujuan yaitu

1. Mengetahui gambaran Bagaimana perbedaan antara asuransi dengan asuransi syariah.

2. Mengetahui Dasar hukum perusahaan / lembaga asuransi syariah

3. Mengetahui gambaran umum desain prinsip syariah dalam usaha perasuransi

Manfaat Penelitian

1. Memberikan pemahaman kepada pembaca apa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional

2. Memberikan pemahaman kepada pembaca apa saja dasar hukum asuransi syariah

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

a. Pengertian Asuransi

Kata asuransi berasal dari bahsa Belanda, assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan1. Menurut Robbert I. Mehr, asuransi adalah a device for reducing risk by combining a suffisient number of exposure unit to make their individual losses collectively predictable. The pedictable loss is then shared on distributed proportionately among all unit in combination (Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit unit beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dapat di bagi dan didistribusikan secara proporsional diantara semua unit unit dalam gabungan tersebut.2

Di Indonesia definisi asuransi tertuang dalam UU Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian3 “asuransi atau pertanggungan adalah Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak tertanggung mengikat diri pada pihak penanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberi pengganti pada pihak tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangankeuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang di pertanggungkan”.

b. Pengertian Asuransi Syariah

Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta‟min, takaful dan tadhamun , penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min adalah seseorang membayar atau menyerahkanuang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagai mana yang telah disepakati, atau mendapat ganti dari harta yang hilang dikatakan seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau mobilnya4. Dalam takaful biasanya ada empat pihak yang terlibat yaitu Peserta, pengelola/penanggung, yang tertanggung, dan penerima

c. Maisir, Gharar Dan Riba

Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Menurut imam Nawawi, gharar merupakan unsur akad yang dilarang dalam syari‟at Islam. Imam Al-Qarafi mengemukakan gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas, apakah efek akad akan

1 Muhammad syakir sula, Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasionalnya. (Jakarta; Gema

Insani), 2004. Hal 26

2 Ibid

3 Ibid, Hal 27

(5)

terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual-beli ikan yang masih di dalam air (tambak).

Kata Maisir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk pemilikan suatu benda atau jasa yang mengguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu”.

Menurut bahasa, pengertian riba artinya ziyadah (tambahan) atau nama‟ (berkembang). Sedangkan menurut istilah pengertian dari riba adalah penambahan pada harta dalam akad tukar-menukar tanpa adanya imbalan atau pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

d. Prinsip Asuransi Syariah

Prinsip-prinsip Asuransi (kerugian)5 adalah yang dijelaskan sebagai berikut; 1. Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar

Allah adalah Pemilik mutlak atau Pemilik sebenarnya seluruh harta kekayaan. Ia adalah Pencipta alam semesta dan Dia pula Yang Maha Memilikinya. Karena Allah yang menjadi pemilik mutlaknya, maka menjadi hak-Nya pula untuk memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-hak-Nya atau merenggutnya dari siapa saja yang dikehendaki-Nya.

2. Prinsip Tolong-Menolong (Ta‟awun

Prinsip yang paling utama dalam konsep asuransi syariah yaitu prinsip tolong-menolong, yang merupakan pondasi dasar dalam menegakkan asuransi syariah. Allah berfirman dalam surat al-Maa‟idah:2 yang berbunyi:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.

Janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (al-Maa’idah:2)

3. Prinsip Saling Bertanggung Jawab

Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab antara satu sama lain. Memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas merupkan suatu ibadah. Hadist-hadist yang berkaitan dengan tanggung jawab yaitu:

“kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang beriman antara satu dengan yang lain seperti satu tubuh (jasad). Apabila satu dari anggotanya

tidak sehat, maka akan berpengaruh kepada seluruh tubuh.” (HR Bukhari dan

Muslim)

Rasa tanggung jawab terhadap sesama muslim merupakan kewajiban sesama insan dan juga merupakan fardhu kifayah dalam konsep Islam.

5 SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem Operasional.

(6)

4. Prinsip Saling Kerja Sama dan Bantu-Membantu

Salah satu keutamaan umat Islam yaitu untuk saling membantu sesamanya dalam kebajikan, karena bantu-membantu itu merupakan gambaran sifat kerja sama sebagai aplikasi dari ketakwaan kepada Allah. Seperti dalam surat al-Maa‟idah: 2 yaitu:

“bekerja samalah kamu pada perkara-perkara kebajikan dan takwa. Jangan bekerja sama dalam perkara-perkara dosa dan permusuhan.”

(al-Maa’idah:2)

Islam adalah agama jama’i, artinya banyak hal yang mesti dikerjakan secara bersama. Begitu juga dalam asuransi, asuransi merupakan bagian dari usaha untuk dapatnya umat Islam bekerja sama membesarkan dana, guna saling membantu di antara umat Islam kalau terjadi suatu peristiwa yang merugikan harta dan jiwa umat Islam.

METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Kualitatif Deskriptif. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

2. Sumber Data

(7)

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Syariah dan yang membedakan dengan asuransi konvensional.

a. Pengertian Asuransi Syariah

Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-ta’min, penganggung disebut dengan mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut dengan mu’amman lahu atau musta’min. Kata yang paling tepat digunakan untuk mendefinisikan istilah at-ta‟min, yaitu Men-ta „min-kan sesuatu, artinya yaitu seseorang menayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar iaatau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang, dikatakan seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya, atau mobilnya.6

Menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberikan definisi bahwa asuransi syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) merupakan usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.7

Menurut Muhaimin Iqbal asuransi syariah yaitu suatu pengaturan pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong-menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam Al-Qur‟an (firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw.) dan As-Sunnah (teladan dari kehidupan Nabi Muhammad saw.).8

b. Yang Membedakan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional Dalam Asuransi Syariah pengelolaan dan penanggungan sebuah risiko, tidak diperbolehkan adanya tiga unsur. Ketiga unsur tersebut yaitu Gharar, Maisir, dan Riba. Ketiga unsur ini yang menjadi pembeda dengan Asuransi Konvensional. Unsur-unsur tersebut yaitu:9

1. Gharar (ketidakpastian)

Gharar menurut mazhab Imam Safi‟i dalam kitab Qulyubi wa Umair adalah al-ghararu manthawwats‟ „annaa „aaqibatuhu awmaataroddada baina

6

SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem Operasional. Gema Insani, Jakarta, 2004. Hlm 28

7 SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem Operasional.

Gema Insani, Jakarta, 2004. Hlm 30

8 Iqbal Muhaimin, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik Upaya Menghilangkan Gharar , Maisir

dan Riba. Gema Insani, Jakarta, 2005. Hlm 2

9 SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem Operasional.

(8)

amroini aghlabuhuma wa akhwafuhumaa, yang artinya, aharar itu adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti. Sedangkan menurut bahasa gharar merupakan al-khida’ yaitu penipuan suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Inilah yang dimaksud dengan Gharar „ketidakjelasan‟ yang dilarang dalam islam. Kehebatan sistem Islam dalam bisnis sangat menekankan hal ini, supaya kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli tifdak merasa dizalimi atau terzalimi. Contoh jual beli gharar yaitu menjual anak lembu yang masih dalam perut ibunya, menjual burung yang terbang di udara. Ia dapat menjadi gharar karena tidak dapat dipastikan.

2. Maisir (judi/untung-untungan)

Kata maisir dalam bahasa Arab secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja, yang biasa disebut dengan judi. Prinsip berjudi adalah terlarang,, baik itu terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali, lalu hanya mengharapkan keuntungan semata (misalnya hanya mencoba-coba) di samping sebagian orang-orang yang terlibat melakukan kecurangan. Dan kita mendapatkan apa yang semestinya tidak kita dapatkan.

3. Riba (bunga)

Riba secara bahasa bermakna ziyadah yaitu tambahan. Secara istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Firman Allah dalam Surat Fushshilat: 39 yaitu “Apabila kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.” (Fushshilat: 39)

Syafi‟i Antonio menjelaskan masing-masing jenis riba yaitu:

a. Riba Qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).

b. Riba Jahiliah yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena sipeminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

c. Riba Fadhl yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

d. Riba Nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam Nasi‟ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahhkan kemudian.

(9)

sedangkan dalam asuransi konvensional hubungan antara operator istilah yang digunakan yaitu penanggung dan peserta disebut sebagai tertanggung.

B. Dasar Hukum dan Regulasi Asuransi Syariah

Peraturan mengenai perasurasian Indonesia terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang-undang Hukum Dagang, dan Undand-undang No.2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian dan Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang usaha penyelenggaraan perasuransian.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246, yaitu

“Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri mereka kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu”

Asuransi berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yaitu

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih; pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang yang dipertanggungkan”

Berdasarkan Undang-Undang ini, perjanjian yang terjadi adalah antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) dimana terjadi konsep peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung.

Menurut Undang-Undang Bisnis Asuransi, objek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya. Cakupan jaminan asuransi dalam definisi ini adalah lebih luas dibanding dengan pengertian dalam pasal 246 KUH Dagang. Meskipun demikian, keberadaan jenis asuransi syariah yang tidak memiliki konsep pengalihan risiko tetapi konsep gotong royong (taawun, mutual protection) dan produk-produk asuransi unit-linked yang dikeluarkan perusahaan asuransi jiwa membuat definisi umum dalam Undang-Undang Bisnis Asuransi sudah tidak sepenuhnya tepat lagi.10 Landasan Filosofis Asuransi Syariah, yaitu;

a) Al-Quran dan Al-Hadist

Dalam al-Quran memang tidak dijelaskan secara utuh tentang praktik asuransi syariah dan tidak ada satu ayat pun yang menjelaskan tentang praktik

(10)

ta’amin maupun takaful. Akan tetapi dalm al-Quran terdapat ayat-ayat yang memuat tentang nilai-nilai asuransi Islam. Nilai yang diambil dalam al-Quran antara lain.

o Perintah untuk Saling Bekerjasama dan Bantu membantu

“..dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Al-Maidah: 2)

o Perintah Allah untuk Mempersiapkan Hari Depan

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr: 18)

o Firman Allah tentang Prinsip-prinsip Bermuamalah

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (An-Nissa: 58)

o Perintah Allah untuk Saling Bertanggung Jawab

“Kedudukan persaudaraan orang yang beriman satu dengan yang lainnya ibarat satu tubuh. Bila salah satu anggota tubuh sakit, maka akan dirasakan sakitnya oleh seluruh anggota tubuh lainnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

o Perintah Allah untuk Saling Bekerja Sama dan Bantu Membantu

“Barang siapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi

hajatnya”

(HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)

o Perintah Allah untuk Saling Melindungi dalam Keadaan Susah

“Demi diriku yang dalam kekuasaan Allah, tidaklah masuk surga orang

-orang yang tidak memberikan perlindungan bagi tetangganyaa yang dalam kesusahan.”

(HR Ahmad)

b) Kaidah-Kaidah Fiqh tentang Muamalah

 “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

 “Menghindarkan mafsadat (kerusakan/ bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”

 “Bahaya beban berat harus dihilangkan.”

c) Landasan Yuridis Asuransi Syariah di Indonesia

(11)

Secara lebih teknis peraturan operasional mengenai perusahaan asuransi maupun reasuransi yang berdasarkan prinsip syariah memiliki kekuatan hukum maka perlu dibentuk peraturan yang termasuk peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, meskipun dirasa belum memiliki kepastian hukum yang kuat. Pedoman untuk menjalankan asuransi syariah juga terdapat dalam Fatwa Dewan Asuransi Syariah Majelis Ulama Indonesia. Antara lain.

 fatwa DSN-MUI No.21/DSN-MUI/X/2001, Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah;

Menurut fatwa DSN no 21, yang dimaksud dengan asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang atau pihak dengan menggunakan akad yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah disini dimaksudkan sebagai akad yang terbebas dari gharar, maysir, riba, dzulm, riswah, barang haram dan maksiat. Premi pada asuransi syariah dibagi menjadi dua bagian, yaitu dana premi yang disisihkan untuk dana tabarru‟ dan dana tijary.

Dana yang terkumpul dari nasabah sebagai premi dapat diinvestasikan oleh pihak asuransi, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba, dan tidak menyalahi syariat islam.

 fatwa DSN-MUI No.51/DSN-MUI/III/2006, tentang akad mudharabah musyarakah pada asuransi syariah;

pada fatwa DSN no 51 ini, menjelaskan tentang akad mudharabah musytarakah pada praktek asuransi syariah. Dengan merujuk kepada beberapa ayat Al Quran, hadist dan ijma‟ para ulama, Dewan Syariah Nasioanal memperbolehkan akad Mudharabah Musyarakah ini digunakan dalam pengelolaan premi pada asuransi syariah. Akad ini digunakan pada asuransi jiwa, kerugian dan reasuransi syariah. Dalam akad ini nasabah berperan sebagai mudharib dan yang menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana peserta.

Modal atau dana pihak asuransi dan premi yang terkumpul dari peserta diinvestasikan secara bersamaan dalam portofolio. Sedangkan ketentua-ketentuan yang terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak harus disepakati pada saat awal terjadinya akad.

 fatwa DSN-MUI No.52/DSN-MUI/III/2006, tentang akad wakalah bil Ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah;

dalam fatwa no .52, dengan merujuk kepada beberapa ayat Al Quran, hadist dan ijma‟ para ulama Dewan Syariah Nasional mengatur tentang akad wakalah bil ujrah pada asuransi syariah dan reasuransi syariah. Wakalah bil ujrah merupakan pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan pemberian ujrah (fee). Sebagai seorang wakil, pihak asuransi tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang diterimanya tanpa seizing muwakkil.

 fatwa DSN-MUI No.53/DSN-MUI/III/2006, tentang akad tabarru’ pada asuransi dan reasuransi syariah;

(12)

para ulama. Akad tabarru‟ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi syariah. Akad tabarru‟ dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong peserta bukan untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru‟peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang menerima musibah. Dana tabarru‟ dapat diinvestasikan oleh pihak asuransi. Apabila terjadi surplus underwriting dalam dana tabarru‟ maka dapat diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru‟. Surplus dana tabarru‟ dapat dibagikan kepada para peserta yang telah memenuhi syarat. Namun jika terjadi defisit underwriting maka dapat diatasi dengan malakukan pinjaman (qordh).

 fatwa DSN-MUI No.81/DSN-MUI/III/2011, tentang pengembalian dana Tabaru‟.

Fatwa DSN no.81 ini membahas tentang pengembalian dana tabarru‟ bagi peserta asuransi yang berhenti sebelum masa perjanjian berakhir. Secara individu, dana peserta asuransi yang sudah masuk kedalam dana tabarru‟ tidak boleh diminta kembali. Namun secara kolektif para peserta berhak untuk mengatur pengembalian dana tabarru‟ kepada peserta asuransi secara individu yang berhenti sebelum masa perjanjian berakhir. Bentuk pengaturan asurans, sehingga pada akhirnya perusahaan asuransi yang berhak mengatur dan mengembalikan dana tabarru kepada para peserta asuransi yang berhenti sebelum masa perjanjian berakhir.

C. Mendesain Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Usaha Perasuransi

Islam melarang adanya praktik transaksi yang mengandung unsur grarar, riba, dan maisir dalam menjalankan bisnis. Namun hal yang tidak dapat kita pungkiri bahwa lembaga keuangan yang berdiri di negara indonesia masih lembaga keuangan konvensional dan masih mengandung unsur gharar, riba, dan maisir. Walau islam tidak bisa memungkiri bahwa pentingnya Lembaga keuangan bagi hajat hidup orang banyak, termasuk didalamnya yaitu lembaga perasuransian. Yang bisa dilakukan untuk tetap menjalankan lembaga keuangan tanpa adanya unsur unsur yang diharamkan tersebut, islam menggunakan akad islam yang dapat melahirkan produk asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah dan diperbolehkan oleh islam.

(13)

Tabel.1

Data Ikhtisar Data Keuangan Asuransi Syariah Periode Januari Sampai September 2014

Sumber ; OJK

Dari data diatas bisa dilihat baik total aset, total investasi, kontribusi bruto, klaim bruto, dan kewajiban di setiap bulannya mengalami peningkatan. Atau bisa dikatakan bahwa setiap bulannya masyarakat semakin sadar untuk melakukan transaksi asuransi syariah. Dengan begitu bisa dikatakan ada orang yang niat untuk melakukan kebaikan bersama, dan menmbangun solidaritas bersama. Hal ini berbicara tentang prinsip syariah dalam menjalankan transaksi asuransi syariah

a. Akad Asuransi Atau Reasuransi Syariah

Akad dalam islam yang bisa diimplementasikan di dalam kegiatan asuransi syariah adalah akad Tijarah dan akad tabarru‟. Sedangkan berdasarkan fatwa DSN MUI, jenis akad yang dapat diterapkan dalam asuransi syariah adalah akad mudharabah musyarakah, wakalah bil ujrah, dan akad tabarru‟. Ketentuan mengenai akad dalam asuransi syariah yaitu11; Pertama, Akad dalam asuransi syariah terdiri atas akad Tijarah dan tabarru‟. Asuransi yang mendasarkan pada Akad Tijarah adalah akad mudharabah, akad yang dilakukan dengan tujuan komersial. Dari dana premi yang terkumpul akan ada sistem bagi hasil yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu perusahaan asuransi dan peserta asuransi. Akad tijarah bisa berubah menjadi akad tabarru‟, hal ini bisa terjadi jika pihak yang tertahan haknya rela melepaskan haknya dan menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan haknya.

Sedangkan asuransi yang mendasarkan pada akad tabarru‟ adalah akad hibah. Akad tabarru‟ dilakukan dengan tujuan tolong menolong bukan untuk tujuan komersial. Dalam asuransi syariah terdapat dua rekening yaitu rekening tabungan dan rekening tabarru‟. Rekening tabungan merupakan milih dari peserta asuransi dan dimiliki oleh setiap peserta asuransi. Sedangkan rekening tabarru‟ dimiliki oleh semua peserta asuransi dan dijadikan sebagai dana hibah atau dana

(14)

milik bersama. Rekening tabarru‟ atau dana hibah akan berguna untuk membantu peserta asuransi syariah atau pemegang polis lain yang sedang terkena musibah. Berbeda dengan akad tijarah, akad tabarru‟ tidak bisa berubah menjadi akad tijarah.

Dalam proses akad tijarah dan tabarru‟ di asuransi Syariah hal yang harus disebutkan yaitu; Hak & Kewajiban peserta dan perusahaan; Cara dan waktu Pembayaran premi; Jenis akad tijarah/tabarru‟ syarat syarat yang disepakati harus sesuai dengan prinsip syariah, serta sesuai dengan jenis asuransi yang disepakatkan.

Kedua, Kedudukan Para pihak dalam akad tijarah & tabarru‟. Dalam akad tijarah, dimana pihak perusahaan reasuransi atau asuransi di pandang sebagai manager investasi yang mengelolah dana premi peserta dan peserta dipandang sebagai shahibul maal atau disebut juga sebagai pemegang polis. Sedangkan dalam akad tabarru‟, peserta sebagai pemberi dana hibah untuk menolong peserta asuransi lainnya yang sedang terkena musibah dan perusahaan sebagai pengelolah dana hibah.

Perusahaan sebagai pemegang dana premi, wajib menginvestasikan dana premi yang terkumpul. Investasi ini dilakukan harus sesuai dengan prinsip syariah. Kegiatan investasi yang di perbolehkan dalam perusahaan asuransi atau reasuransi dengan menggunakan sistem syariah, sebagai berikut12; Deposito dan sertifikat deposito Syariah; Sertifikat wadiah bank indonesia; Saham syariah yang tercatat di bursa efek; Obligasi syariah yang tercatat di bursa efek; Surat berharga syariah yang d terbitkan atau di jamin pemerintah; Unit penyertaan reksadana syariah; Penyertaan langsung sariah; Bangunan atau tanah dengan bangunan untuk investasi; Pembiayaan untuk kepemilikan tanah dan/atau bangunan, kendaraan bermotor dan barang modal dengan skema murabahah (jual beli dengan pembyaran ditangguhkan);Pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah (bagi hasil); dan Pinjaman polis.

Ketentuan yang tertulis diatas diharapkan dapat menggambarkan suatu produk Asuransi atau reasuransi syariah (takaful) yang sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip syariah dari investasi asuransi syariah yaitu13; Pertama, Rabbani. Seorang investor meyakini bahwa dirinya dan yang diinvestasikannya, keuntungan, kerugian dan semua pihak yang terlibat adalah milik allah. Manusia hanya mengambil dan melaksanakannya saja, tanpa memiliki yang hakikatnya adalah semua yang kita miliki adalah kepunyaan Allah. Pihak yang terlibat langsung dalam investasi yaitu pihak investor( mudharib), dan pihak pengelolah dana (Mudharab).

12 Prof. DR. Abddul Ghofur Anshori, S.H.,M.H . Asuransi Syariah di Indonesia (regulasi dan

operasionalisasinya di dalam kerangka hukum positif di Indonesia. (Yogyakarta; UII Press). Hal-24

1313 SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem

(15)

Kedua, Halal. Halal disini mencakup semua aspek investasi yaitu Niat dan Motivasi yang berorientasi pada hal yang bersifat win-win stau saling menguntungkan; Transaksi yang dilakukan dengan prinsip syariah dan dalam transaksi juga dilakukan dengan jelas dan tidak riba didalamnya serta kerelaan transaksi diantara kedua belah pihak atau lebih; Prosedur pelaksanaan transaksi bersifat amanah dan profesional; Jenis barang atau jasa yang ditransaksikan; Penggunaan barang atau jasa yang ditransaksikan.

Ketiga, Maslahah. Bermanfaat bagi selruh elemen masyarakat, baik bagi pihak yang bertransaksi ataupun dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pada umumnya. Jika dalam bertransaksi ada pihak yang merasa dirugikan allah sangat mencela dan mengutuk bagi siapa saja yang melakukan transaksi namun membawa kerugian atau bahkan sama sekali tidak membawa maslahah.

b. Kontrak Asuransi Syariah

Kotrak Asuransi Syariah merupakan salah satu hal yang penting dalam proses asuransi syariah, dalam kontrak asuransi syariah harus membentengi diri dari unsur gharar, riba, dan maisir dan kontrak harus sesuai dengan prinsip syariah. Baik itu dalam kontrak, harga, metode, jumlah, dan waktu pembayaran oleh orang orang mengadakan kontrak. Islam mengharamkan jual beli dengan yang mengandung unsur unsur tersebut, maka dari itu kontrak asuransi syariah disini bukan sebagai transaksi jual beli14.

Dalam kontrak asuransi syariah model polis asuransi syariah didasarkan oleh prinsip agama islam yaitu saling solidaritas yang terdapat di dalam Al-Quran surat Al Maidah ayat 215, Allah berfirman;

Artinya “...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa...”. (Q.S Al-Maidah, 5;2)

Dari ayat diatas telah dijelaskan bahwa sesama manusia harusnya saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa tanpa mengharapkan imbalan langsung. Hal ini sesuai dengan prinsip asuransi syariah yaitu tolong menolong atau saling membantu meringankan beban orang lain.

Dalam kontrak asuransi syariah upaya untuk menghindarkan dari unsur yang di haramkan gharar, riba dan maisir berikut alternatif yang dapat digunakan16; Pertama,Kontrak Mudharabah. Kontrak antara pemilik modal

14 Muhaimin Iqbal. Asuransi Umum Syariah dalam Praktek (Upaya Menghilangkan Gharar, Riba,

dan Maisir).(Jakarta;Gema Insani). Hal 27.

15Mohd Ma‟sum Billah.

Kontekstualisasi Takaful Dalam Asuransi Modern ( Tinjauan Hukum dan Praktek). (Malaysia; Sweet & Maxwel Asia). Hal 31.

16 Muhaimin Iqbal. Asuransi Umum Syariah dalam Praktek (Upaya Menghilangkan Gharar, Riba,

(16)

dengan pengelola, dimana keuntungan sesuai dengan persentase atau rasio yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Serta kerugian sepenuhnya akan ditanggung oleh pemilik modal, peserta menyediakan mdal untuk operator asuransi syariah. Kedua, Kontrak musyarakah (usaha patungan). Kedua belah pihak melakukan patungan, keuntungan akan dibagi sesuai dengan modal atau negosiasi dan kerugian juga berdasarkan dengan modal, dengan kata lain kedua belah pihak mendapat keuagian yang sama sesuai dengan modal awal yang dikeluarkan oleh masing masing pihak.

Ketiga, Kontrak kafalah. Pihak penjamin menjamin bila peminjam tidak memenuhi kewajibanny terhadap kreditor. Keempat, Kontrak wakalah. Dimana ada suatu pihak menunjuk atau memberi wewenang yang bertindak atas namanya baik bersifat umum ataupun khusus. Kelima, Kontrak ju‟alah. Kontrak ini hampir sama dengan kontrak wakalah, namun pembayaran kepada pihak ditunjuk diukur berdasarkan kinerjanya.

Kontrak kontrak diatas telah sesuai dengan prinsip syariah, bebas dari unsur unsur yang diharamkan. Kontrak diatas menggambarkan keseimbangan dari keuntungan sesuai dengan porsinya dan tidak ada yang dirugikan. Ruang lingkup kontrak atau polis asuransi syariah jika dilihat sangatlah luas, hal ini juga untuk mendukung kemudahan hidup di dunia ini sejalan dengan firman allah didalam alquran surat Al-Baqarah ayat 201, yaitu;



Artinya “ dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka"

Walaupun ruang lingkup polis asuransi syariah sangat luas, namun dalam syariat islam terdapat batasan. Dalam kontrak atau polis asuransinya syariah, batasan tersebut yaitu pada dasarnya tidak boleh menggunakan unsur riba dalam investasinya17. Kontrak asuransi syariah semata mata tidak hanya menginginkan keuntungan personal saja namun bertujuan untuk menjalin kerjasama dan membangun solidaritas dan rasa persaudaraan dalam sesama. Aspek dasar dari asuransi sayariah adalah adanya pengawasan dari otoritas negara berdasarkan aturan syariah dan tidak boleh ada yang telewatkan. M Nejatullah siddiqi

Kontekstualisasi Takaful Dalam Asuransi Modern ( Tinjauan Hukum dan Praktek). (Malaysia; Sweet & Maxwel Asia). Hal 35.

1818 SULA, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan sistem

(17)

“Asuransi yang berusaha melindungi dari atas uang dan harta benda harus dikelolah oleh negara”

(18)

KESIMPULAN

At-ta’min atau Asuransi Syariah adalah seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagai mana yang telah disepakati, atau mendapat ganti dari harta yang hilang dikatakan seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau mobilnya. Dalam Asuransi Syariah pengelolaan dan penanggungan sebuah risiko, tidak diperbolehkan adanya tiga unsur. Ketiga unsur tersebut yaitu Gharar, Maisir, dan Riba. Ketiga unsur ini yang menjadi pembeda dengan Asuransi Konvensional. Unsur-unsur tersebut yaitu Riba, Gharar, dan Maisir. Islam menggunakan akad islam yang dapat melahirkan produk asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah dan diperbolehkan oleh islam yaitu menggunakan akad tijarah dan tabarru‟.

Dalam kontrak asuransi syariah model polis asuransi syariah didasarkan oleh prinsip agama islam yaitu saling solidaritas. Dimana solidaritas ini merupakan prinsip yang asuransi syariah yang tertanam. Kontrak asuransi syariah semata mata tidak hanya menginginkan keuntungan personal saja namun bertujuan untuk menjalin kerjasama dan dengan rasa persaudaraan dalam sesama. Berikut merupakan prinsip inti dari asuransi syariah;

1. Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar. 2. Prinsip Tolong-Menolong (Ta‟awun 3. Prinsip Saling Bertanggung Jawab

4. Prinsip Saling Kerja Sama dan Bantu-Membantu

(19)

DAFTAR PUSTAKA

DSN MUI Nomor 21/DSN/MUI/X/2001 Pedoman Asuransi Syariah.

Prof. DR. Abddul Ghofur Anshori, S.H.,M.H . Asuransi Syariah di Indonesia (regulasi dan operasionalisasinya di dalam kerangka hukum positif di Indonesia. (Yogyakarta; UII Press), 2007

Muhaimin Iqbal. Asuransi Umum Syariah dalam Praktek (Upaya Menghilangkan Gharar, Riba, dan Maisir).(Jakarta;Gema Insani), 2005.

Mohd Ma‟sum Billah. Kontekstualisasi Takaful Dalam Asuransi Modern

(Tinjauan Hukum dan Praktek). (Malaysia; Sweet & Maxwel Asia),2010.

Ganie, Junaedi. Hukum Asuransi Indonesia. Sinar Grafika. 2013, cet.2

Anshori, Abdul Ghofur. Asuransi Syariah di Indonesia. UII PressYogyakarta. 2008.

Syahatah, Husain Husain, Asuransi dalam Perspektif Syariah. (Jakarta;Amzah). 2006.

Referensi

Dokumen terkait

Dongeng adalah cerita rakyat yang secara lisan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, pengarangnya anonim, ada dalam dunia khayal atau tidak benar-benar

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki kekhasan jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain, karena Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut membawa sebuah

program dan kegiatan yang ada dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya dapat. dihitung melalui hasil analisis yang

Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2011 sebagai peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah 04 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah

Hubungan tersebut bertanda positif yang menunjukan hubungan yang terjadi keduanya adalah searah, artinya semakin baik due professional care yang dimiliki auditor

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya pemberlakuan otonomi daerah sejak 1 Januari 2000 di Jawa Tengah berpengaruh terhadap perekonomian maupun sektor

Suarat Keputusan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai (SKPFP BM-C) adalah surat keputusan pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai yang telah dibayar atas

51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4934)..