• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT DAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT DAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN

MEMBUAT DAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA

MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

Isri Ulfaini, Marzuki, Agung Hartoyo

Program Studi Magister pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UNTAN, Pontianak

Email : isriulfaini@gmail.com

Abstract

This study aims to analyze the influence of Problem Posing on the ability of students to create and solve story problems in mathematics learning in class V Public Elementary School 9 Sungai Kakap. This research is a quasi-experiment with Time series design research design. The population of this study was class V students. The sample was VA class students with a total of 24 students. Data collection techniques are measurements. With data collectors in the form of essay tests. The results of the statistical calculation t on the ability to make a story problem variable obtained 3.54 while the t table and the significant level (α) 0.05 that is= 2.07. Because t counts ≥ t table. Means Problem Posing affects the ability to make story problems. The results of the statistical calculation of -t on the ability to make the story problem obtained are 5.07. Because t counts ≥ t table. Means Problem Posing affects the ability to solve story problems. Based on the consultation with z table, it can be seen that the contribution of the variable ability to make a story about the ability of students to solve story problems is 33.9%.

Keywords: Problem Posing, Make and Resolve Problem Stories, Mathematics Learning.

PENDAHULUAN

Sekolah Dasar merupakan jenjang pertama yang harus dilalui peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga peran guru Sekolah Dasar sangat menentukan apakah anak- anak Indonesia bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bagi kebanyakan orang Indonesia, Sekolah Dasar menjadi tingkat sekolah pertama yang mereka alami.

Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah peserta didik dapat memiliki kemampuan

pemecahan masalah. Kemampuan

pemecahan masalah matematika dapat dicapai dengan menyajikan soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari – hari untuk menerapakan konsep yang sedang dipelajari. Penyajian soal cerita untuk peserta

didik diharapkan mampu membuat peserta didik berpikir kreatif, mampu menggunakan tanda operasi hitung (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian), serta prinsip-prinsip atau rumus-rumus dalam geometri yang telah dipelajari.

(2)

antara lain aktivitas membangun masalah sebagai awal sebelum masuk pada langkah

pemecahan masalah”.

Peserta didik masih merasa kurang

mampu dalam menyelesaikan soal

matematika terutama dalam menyelesaikan soal cerita Matematika. Peserta didik masih kesulitan dalam mengubah soal cerita ke bentuk model matematika. Peserta didik juga masih kesulitan membuat pemecahan masalah dari soal cerita.Berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap guru Matematika kelas V pada tanggal 1 Oktober 2017 serta, peserta didik Sekolah Dasar Negeri 9 Sungai Kakap mengalami kesulitan dalam memahami makna kalimat dalam soal cerita sehingga sulit mengubahnya ke dalam bentuk matematika. Peserta didik juga sering keliru dalam menentukan operasi hitung dan tidak tahu operasi hitung apa saja yang digunakan.

Jika keadaan ini terus terjadi, sepanjang masa pendidikan peserta didik akan menganggap matematika menjadi pelajaran yang tidak menyenangkan dan menyeramkan. Padahal matematika adalah pelajaran yang menyenangkan, banyak manfaat dan dibutuhkan dalam kelangsungan hidup peserta didik.

Problem posing adalah satu cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam menerapkan konsep matematika.

Problem posing merupakan model

pembelajaran yang mengharuskan peserta didik membuat soal yang mengarah pada penyelesaiannya berdasarkan informasi yang telah disediakan guru.

Problem Posing dapat memberi

keterampilan-keterampilan yaitu membuat dan menyelesaikan soal cerita. Florance Mihaela Singer dan Nerida Ellerton (2015: 15) mengungkapkan “one important direction for research on problem posing is probing the links between problem posing and problem solving argument that the quality of the problems subjects pose might serve as an index of how well they can solve problems”. Satu arah penting untuk penelitian tentang Problem Posing adalah

meneliti hubungan antara membuat masalah dan pemecahan masalah bahwa kualitas membuat subyek masalah mungkin berfungsi sebagai indeks seberapa baik mereka dapat memecahkan masalah.

Problem Posing dapat memberi

keterampilan-keterampilan menemukan masalah dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari- hari dengan caranya sendiri dengan memperhatikan petunjuk- petunjuk yang diberikan oleh guru. problem posing dapat menyebabkan terbentuknya pemahaman konsep yang lebih mantap pada diri peserta didik terhadap materi yang telah diberikan. Sehingga dapat membentuk peserta didik berpikir kritis dan kreatif, dan mempertinggi kemampuan pemecahan masalah, memberikan penguatan- penguatan dan memperkaya konsep- konsep dasar, efek lebih lanjut siswa dapat mengurangi hambatan- hambatan dalam menyelesaikan soal cerita. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan, penelitian ini dilakukan untuk menguji teori tersebut untuk mengetahui apakah peserta didik yang baik dalam

membuat soal juga baik dalam

menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran matematika.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mencoba problem posing di kelas agar siswa memperoleh kemampuan membuat dan menyelesaikan soal cerita. Tempat penelitian adalah di Sekolah Dasar Negeri 9 sungai Kakap dengan melibatkan 24 siswa kelas V

sebagai subjek perlakuan dengan

menggunakan model Problem Posing dan memberikan post-tes untuk mengetahui rata-rata skor kemampuan peserta didik membuat dan menyelesaikan soal cerita setelah mendapat perlakuan tersebut.

Pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengukuran dengan alat ukurnya berupa tes akhir (post-tes) dengan menggunakan soal essay. Menurut Wiratna

Sujarweni (2014: 73) “sumber data adalah

(3)

Data primer: data yang diperoleh dari responden melalui kuisioner, kelompok focus dan panel atau juga data hasil wawancara peneliti dengan narasumber. Selain para siswa, yang menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah guru matematika kelas V dan peserta didik kelas VA Sekolah Dasar Negeri 9 Sungai Kakap. (2) Data skunder: data yang didapat dari catatan, skor hasil membuat soal cerita dan penyelesaian soal cerita dan rekaman proses pembelajaran. Prosedur Penelitian dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap sebagai berikut:

Tahap Persiapan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap persiapan antara lain: (1) Berdiskusi dengan guru tentang tujuan yang diinginkan oleh peneliti dalam penelitian; (2) Menyesuaikan jadwal penelitian dengan jadwal di sekolah tempat penelitian; (3) Menyiapkan instrumen yaitu berupa soal post-tes sebanyak 6 soal serta RPP; (4) Melakukan validitas instrumen penelitian; (5) Melakukan revisi instrumen penelitian berdasarkan hasil validasi; (6) Melakukan uji coba tes pada peserta didik kelas V Sekolah Dasar Negeri 41 Sungai Ambawang; (7) Menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen penelitian, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan antara lain: (1) Melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan model Problem Posing pada materi volume bangun ruang; (2) Peneliti meminta bantuan kepada guru kelas VA Ibu Rosita, S.Pd untuk mengamati peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dengan mengisi lembar IPKG untuk mengatahui proses belajar mengajar; (3) Memberikan post-tes pada peserta didik pada tanggal 31 Januari 2018.

Tahap Akhir

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap akhir antara lain: (1) Menskor hasil tes; (2) Menghitung rata-rata hasil tes peserta didiK; (3) Melakukan uji hipotesis; (4) Menghitung

pengaruh kemampuan membuat soal

terhadap penyelesaian soal cerita; (5) Membuat kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Adapun hasil pengolahan nilai pre test dan post test dapat dilihat pada tabel 1. Sebelumnya, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas Instrumen. Penelitian ini menggunakan tes tertulis berebntuk esai yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam membuat dan mneyelesaikan soal cerita pada pembelajaran Matematika.

Tabel 1. Hasil Pengolahan Nilai Post Test

Keterangan

Post Test

Kemampuan Membuat Soal

Kemampuan Menyelesaikan Soal

Rata-rata 81 84,2

Standar Deviasi 15,75 13,7

Uji Normalitas 8,92 5,51

Uji Hipotesis 3,43 5,07

(4)

Kemampuan peserta didik dalam membuat dan menyelesaikan soal cerita dapat dilihat dari jumlah skor jawaban peserta didik. Untuk menguji kevalidan tes yang digunakan dalam validasi isi, peneliti meminta bantuan kepada dosen Matematika

yaitu ibu Dr. Yulis Jami’ah, M.Pd. Dari hasil

validasi soal yang dilakukan soal dinyatakan layak digunakan.

Perhitungan reliabilitas data menggunakan rumus alpha cronbach, namun sebelumnya telah dilakukan perhitungan jumlah varians butir soal yaitu 23,58 dan jumlah varians totalnya yaitu 66. Selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus alpha cronbach dan diperoleh hasilnya yaitu 0,77. Menurut Ruseffendi (dalam Asep Jihad dan Abdul Haris 2009: 181), maka reliabilitas tergolong tinggi dan soal tes siap digunakan pada penelitian.

Rata- rata kemampuan peserta didik membuat dan menyelesaian soal cerita

Rata-rata kemampuan membuat soal cerita dilihat dari nilai post-test pesrta didik sebesar 81 dan ata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita dilihat dari nilai post-test pesrta didik sebesar 84,2. Berdasarkan data di atas, kemampuan membuat dan menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan Problem Posing pada pembelajaran matematika sudah mencapai Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70.

Perhitungan standar Deviasi

Adapun hasil dari Standar Deviasi adalah nilai Standar Deviasi kemampuan peserta didik membuat soal cerita yaitu 15,75 sedangkan nilai Standar Deviasi pada kemampuan menyelesaikan soal cerita yaitu 13,7. Hal ini berarti skor kemampuan membuat soal cerita lebih tersebar secara merata bila dibandingkan skor kemampuan menyelesaikan soal cerita.

Analisis Data

Dari tabel “Nilai-nilai Chi-Kuadrat”

pada taraf signifikan (α) = 5% dan dk = 4 diperoleh nilai x2 tabel = 9,488 sedangkan x2 hitung = 8,9287. Karena x^2hitung (8,9287)

< x2 tabel (9,488) maka data post-test kemampuan membuat soal cerita dinyatakan berdistribusi normal. Setelah diketahui kedua data post-test berdistribusi normal, maka sesuai dengan pedoman yang telah dikemukakan digunakan rumus t-test satu sampel. Berdasarkan perhitungan tersebut maka diperoleh t hitung sebesar 3,54 sedangkan t table dengan db= 24-1 = 23 dan

taraf signifikan (α) sebesar 0,05 yaitu = 2.068658. maka t hitung ≥ t table atau 3,43 ≥

2.068658. dapat disimpulkan bahwa Ha diterima atau disetujui sedangkan Ho ditolak. ini menunjukkan bahwa skor kemampuan peserta didik membuat soal cerita telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yang berarti terdapat pengaruh penggunaan model Problem Posing terhadap Kemampuan membuat soal cerita pada pembelajaran Matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 9 Sungai Kakap.

Dari tabel “Nilai-nilai Chi-Kuadrat”

pada taraf signifikan (α) = 5% dan dk = 4 diperoleh nilai x2 tabel = 7,815 sedangkan x2 hitung = 8,3618. Karena x2 hitung (5,5153 ) < x2 tabel (7,815) maka data post-test kemampuan menyelesaikan soal cerita dinyatakan berdistribusi normal. Berdasarkan perhitungan tersebut maka diperoleh t hitung sebesar 5,07sedangkan t table dengan db= 24-1 = 23 dan taraf signifikan (α) sebesar

0,05 yaitu = 2.068658. maka t hitung ≥ t table atau 5,07 ≥ 2.068658. dapat disimpulkan

bahwa Ha diterima atau disetujui sedangkan Ho ditolak. ini menunjukkan bahwa skor kemampuan peserta didik menyelesaikan soal cerita telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yang berarti terdapat pengaruh penggunaan model Problem Posing terhadap Kemampuan menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran Matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 9 Sungai Kakap.

Karena Ftc = 1,75 dan F table= 4,14 maka Ftc < F table sehingga disimpulkan regresinya linear. Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas data post-test kemampuan peserta didik membuat dan menyelesaikan soal cerita dinyatakan data

(5)

untuk distribusi F” diperoleh Ftabel pada α =

5% adalah 2,00. Karena Fhitung (1,15) < Ftabel (2,00), maka data kedua kelompok dinyatakan homogen (tidak berbeda secara signifikan).

Setelah menguji lenearitas regresi, normalitas data, dan uji homogenitas kemudian menghitung koefisien korelasi (r) menggunakan rumus product moment. Dari table frekuensi observasi dan ekspektasi diproleh nilai r hitung = 0,998 dan r tabel =

0,423 . ternyat nilai r hitung ˃ r tabel. Maka

Ho ditolak. Artinya terdapat korelasi signifikan antara kemampuan peserta didik membuat soal cerita dengan kemampuan peserta didik menyelesaikan soal cerita. Berdasarkan konsultasi dengan tabel z, maka dapat diketahui besarnya sumbangan variabel kemampuan membuat soal cerita terhadap kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita sebesar 33,9 %.

Pembahasan

Dalam tujuan penelitian ini telah dikemukakan bahwa penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengaruh kemampuan peserta didik dalam membuat dan menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan model Problem Posing. Penelitian dilakukan sebanyak empat kali pertemuan dengan menggunakan model Problem Posing pada materi penyelesaian masalah yang berkaitan dengan volume bangun ruang balok dan kubus. Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan model problem posing mengenai materi materi penyelesaian masalah yang berkaitan dengan volume bangun ruang balok dan kubus peserta didik telah diberi pengetahuan awal mengenai volume bangun ruang balok dan kubus. Peserta didik telah mendapatkan pengetahuan awal tentang penyelesaian soal yang berkaitan dengan materi volume bangun ruang balok dan kubus pada pertemuan-pertemuan sebelumnya.

Kemampuan Siswa Membuat Soal Cerita Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 1 yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa kemampuan peserta didik dalam

membuat soal cerita sudah baik karena sudah mencapai KKM. Hal itu berarti penerapan model Problem Posing berpengaruh terhadap kemampuan membuat soal cerita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Problem Posing memang berperan penting dalam pembelajaran matematika, hal ini sejalan dengan pendapat Edward Silver (1994: 22) bahwa “problem posing is is central to the discipline of mathematics and the nature of mathematical thinking”. Problem posing penting dalam disiplin matematika dan berpikir matematis. Dalam pembelajaran matematika, problem posing menempati posisi yang strategis. Kemampuan peserta didik dalam membuat soal cerita sudah baik karena proses pembelajaran yang sudah baik, hal ini dikarenakan semua langkah- langkah model Problem Posing telah dilakukan sebagaimana mestinya oleh peneliti yang telah diamati oleh wali kelas VA Ibu Rosita, S. Pd. Hal ini dapat dilihat dalam lembar Instrumen Penilaian Kinerja Guru.

Dari tiga kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita yang paling sulit siswa lakukan adalah mengimitasi masalah, hal ini terlihat dari beberapa peserta didik yang tidak dapat mengimitasi masalah dari informasi yang diberikan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Elena Setyanova (2015:7) yang menyatakan bahwa tidak semua peserta didik dapat membuat masalah dalam kategori imitasi sebab jenis imitasi masalah cukup sulit dilakukan oleh peserta didik. Hal ini dikarenakan dalam membuat soal cerita dengan mengimitasi masalah peserta didik harus menambah struktur masalah, mengubah tujuan baru atau mengkaitkannya dengan materi lain. Dalam menyelesaikan soal cerita peserta didik juga harus mampu membuat model matematika, dalam penelitian ini peserta didik yang mampu membuat model matematika juga akan mampu menyelesaikan soal cerita dengan baik.

Kemudian, pada pertemuan pertama peneliti kesulitan dalam membimbing siswa

dalam membuat soal cerita hal ini

(6)

dalam membuat soal cerita. Sehinggga

peneliti perlu lebih telaten dalam

membimbing siswa dalam membuat soal cerita terutama dalam membuat soal cerita yang menggunakan lebih dari satu langkah

penyelesaian. Hal ini sesuai dengan peran

guru dalam Problem posing menurut Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa (2015: 347-348) yaitu guru harus melatih peserta didik merumuskan dan mengajukan masalah, soal atau pertanyaan berdasarkan situasi yang diberikan. Tidah hanya itu, guru perlu memberikan motivasi kepada peserta didik dalam membuat soal . Pada pertemuan berikutnya peserta didik sudah mulai terbiasa membuat soal cerita walaupun perlu arahan dari peneliti dalam membuat soal dengan mengimitasi masalah.

Dalam membuat soal cerita peserta didik dilatih untuk membuat pertanyaan sesuai dengan informasi yang diberikan sehingga dapat merangsang kemampuan menalar peserta didik. Hal ini dikarenakan peserta didik harus memahami informasi awal yang diberikan sehingga peserta didik dapat menuliskan kembali informasi dan membuat pertanyaan dari informasi yang sudah perserta didik pahami.

Berdasarkan hasil post test ada beberapa peserta didik yang membuat soal cerita yang tidak berdasarkan contoh soal cerita yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya, hal ini artinya problem posing dapat membuat peserta didik menjadi kreatif.

Menurut Marhayati dan Cholis Sa’dijah (2013:234) menyatakan “pembelajaran yang

melibatkan pengajuan masalah dapat mengembangkan berpikir kreatif siswa sebab dalam pengajuan masalah siswa akan berpikir

diluar kebiasaan siswa”.

Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2 yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita sudah baik karena sudah mencapai KKM. Hal itu berarti model Problem Posing dan kemampuan peserta didik dalam membuat soal cerita berpengaruh

terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita. Kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita sudah baik karena proses pembelajaran yang sudah baik, hal ini dikarenakan semua langkah- langkah model Problem Posing telah dilakukan sebagaimana mestinya oleh peneliti yang telah diamati oleah wali Kelas VA Ibu Rosita, S. Pd.

Kesulitan peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita antara lain peserta didik belum tepat dalam menentukan model matematika atau rumus yang digunakan dalam menyelesaikan soal cerita. Peserta didik juga merasakan kesulitan dalam melakukan perhitungan karena ada beberapa peserta didik yang belum hapal bahkan belum tahu melakukan perhitungan dalam matematika misalnya dalam melakukan perkalian dan pembagian serta melakukan perhitungan akar pangkat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gatot Muhsetyo (2009: 1.13) yang menyatakan bahwa kendala utama peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita adalah mereka mengalami kesulitan memahami makna bahasa dari kalimat yang digunkan karena adanya istilah matematika yang perlu diganti dalam bentuk lambang, misalnya jumlah, hasil kali, selisih, perbandingan, hasil bagi.

Dalam penelitian ini, peserta didik yang

mampu memahami masalah masalah,

menentuka model matematika dan mampu melakukan operasi hitung dengan benar maka peserta didik mampu membuat kesimpulan dengan tepat. Pada penelitian ini, peserta didik diberi latihan sesering mungkin karena dengan sering berlatih peserta didik akan lebih mudah dan terbiasa dalam membuat soal cerita. Peserta didik yang mampu melakukan perhitungan matematika dengan benar maka hasil belajar dalam menyelesaikan soal cerita dengan baik.

(7)

student centered merupakan salah satu ciri dari model problem posing siswa yang seyogiyanya berperan aktif dalam membuat soal dan mneyelesaikan soal.

Pengaruh Kemampuan Membuat Soal

Terhadap Kemampuan Siswa

Menyelesaikan Soal Cerita

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 3 yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa kemampuan peserta didik dalam membuat soal cerita berpengaruh kepada

kemampuan peserta didik dalam

menyelesaikan soal cerita, artinya terdapat korelasi antara kemampuan membuat soal terhadap kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita dengan menggunakan model Problem Posing. Peserta didik yang mampu mnembuat soal cerita dengan baik maka peserta didik juga baik dalam menyelesaikan soal cerita. Hal ini sesuai dengan pendapat Florance Mihaela Singer dan Nerida Ellerton (2015: 15) yang mengungkapkan bahwa “one important direction for research on problem posing is probing the links between problem posing and problem solving argument that the quality of the problems subjects pose might serve as an index of how well they can solve problems”. Satu arah penting untuk penelitian tentang Problem Posing adalah meneliti hubungan antara membuat masalah dan pemecahan masalah bahwa kualitas membuat subyek masalah mungkin berfungsi sebagai indeks seberapa baik mereka dapat memecahkan masalah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wahyuddin (2016: 111– 116) tentang Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Ditinjau dari Kemampuan Verbal pada Siswa menunjukkan bahwa Kemampuan verbal berpengaruh positif terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa, hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin baik atau semakin tinggi kemampuan verbal yang dimiliki oleh siswa maka kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa tersebut akan semakin baik atau semakin tinggi. Kemampuan verbal disini merupakan kemampuan berpikir dari seseorang dalam menuangkan suatu ide atau

pendapat kepada orang atau pihak lain secara sistematis, efektif dan efisien serta mudah dipahami baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan verbal tidak hanya menuangkan ide atau pendapat yang ada di dalam pikiran saja, namun sebaliknya juga dapat menanggapi hal-hal yang bersifat verbal dari orang atau pihak lain. Dalam membuat soal peserta didik diharuskan menuangkan ide atau pendapat yang ada di dalam pikiran peserta didik dalam bentuk soal.

Tu÷rul Kar (2010:1) dalam

penelitiannya tentang The relation between the problem posing and problem solving skills of prospective elementary mathematics teachers menunjukkan bahwa there was a significant relation between problem posing and problem solving skills ada hubungan yang signifikan antara kemampuan

pengajuan masalah dan kemampuan

memecahkan masalah.

Keterkaitan antara kemampuan

pemecahan masalah dan kemampuan

pengajuan soal menurut Ana Ari Wahyu Suci (2012 :1) dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika siswa mengajukan soal, siswa dituntut untuk memahami soal dengan baik. Hal ini

merupakan tahap pertama dalam

penyelesaian masalah. Mengingat soal yang diajukan siswa juga harus diselesaikan, tentu siswa berusaha untuk dapat membuat perencanaan penyelesaian berupa pembuatan

model matematika untuk kemudian

menyelesaikannya. Dengan mengajukan soal berarti tahap awal dalam memecahkan masalah, yaitu memahami soal telah terlewati, sehingga untuk menyelesaikan soal dengan tahap berikutnya akan terbuka.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan pemerolehan analisa data yang diperoleh dari hasil tes peserta didik, dapat disimpulkan bahwa: (1) Kemampuan peserta didik dalam membuat soal cerita sudah baik karena sudah mencapai KKM yaitu 70. Rata-rata skor kemampuan peserta didik dalam membuat soal cerita pada

pembelajaran Matematika dengan

(8)

Kelas VA Sekolah Dasar Negeri 9 Sungai Kakap adalah 81. (2) Kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita sudah baik karena sudah mencapai KKM yaitu 70. Rata- rata kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran Matematika dengan menggunakan model Problem Posing di Kelas VA Sekolah Dasar Negeri 9 Sungai Kakap adalah 82,2. (3) Besarnya sumbangan variabel kemampuan membuat soal cerita terhadap kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita sebesar 33,9 %. Artinya kemampuan membuat soal cerita berpengaruh terhadap kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita.

Saran

Ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu sebagai berikut: (1) Bagi guru dan peneliti yang akan menggunkan model Problem Posing dalam pembelajaran disarankan menggunakan media nyata agar peserta didik lebih memahami materi. (2) Bagi guru disarankan untuk lebih bisa memancing peserta didik untuk bertanya karena ada beberapa peserta didik yang belum terampil bertanya. (3) Karena problem posing memerlukan waktu yang cukup lama disarankan guru untuk memanfaatkan waktu sebaik- baiknya dalam membimbing peserta didik dalam membuat dan menyelesaikan soal cerita karena di awal pembelajaran peserta didik akan merasa sangat kesulitan dalam membuat soal cerita sehingga guru perlu sangat aktif dalam mebimbing peserta didik dalam membuat soal cerita.

DAFTAR RUJUKAN

Abdul Rahman. 2013. Pengajuan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya Kognitif dan Kategori Informasi. Makassar: Jurnal FMIPA Universitas Negeri Maskassar.

Ana Ari Wahyu Suci. 2012: Kemampuan pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Pembelajaran Problem Posing Berkelompok. Jurnal FMIPA Jurusan Matematika Unesa.

Asep Jihad, Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.

Edward A. Silver. 1994. On Mathematical Problem Posing. Canada: FL M Publishing Association.

Elena Setyanova. 2015. Problem Posing Strategies used by years8 and 9 Students. Artikel. Department of Education and Training.

Florence Mihaela Singer and Nerida Ellerton. 2015. Mathematical Problem Posing From Research to Eff ective Practice. New York: Springer Science+Business Media LLC.

Gatot Muhsetyo. 2009. Pembelajaran Matematika di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Marhayati dan Cholis Sa’dijah. 2013.

Berpikir Kreatif dalam pengajuan Masalah Matematika. Prosiding Konfrensi Nasional Pendidikan Matematika V. Malang.

Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Tu÷rul Kar. 2010: The relation between the problem posing and problem solving skills of prospective elementary mathematics teachers. Turkey: Procedia Social and Behavioral Sciences 2.

Wahyuddin. 2011. Analisis Kemampuan

Menyelesaikan Soal Cerita

Matematika Ditinjau dari

Kemampuan Verbal pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah Se-Kota Makassar. Makassar: Suska Journal of Mathematics Education. Wiratna Sujarweni. 2014. Metodelogi

Referensi

Dokumen terkait

umumnya mineral itu adalah ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Proses titrasi dilakukan mirip dengan titrasi pembakuan larutan EDTA yaitu

Untuk dapat mengetahui bagaimana alur hubungan antara variabel yang diteliti berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka Pengaruh Loyalitas

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini

Kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis keselarasan pola fungsi, kategori dan peran dalam teks terjemahan Al-Quran yang mengandung etika berbahasa yang telah dikaji

Karena tujuan etnografi adalah mendeskripsikan kebuda- yaan dalam bahasanya informan, maka etnografer harus mendorong informan ter- sebut berbicara dengan cara yang

Keluarga yang sudah memiliki internet perlu mendidik anggota keluarga yang lain agar menggunakan internet secara terencana, sehingga mereka menggunakan seluruh akal

[r]

[r]