• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.Kajian Teori

2.1.1.Hasil Belajar

Menurut Susanto, (2013:5) Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang

terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, psikomotor

sebagai hasil dari kegiatan belajar. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan

intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil adalah

yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional.

Sedangkan Nawawi dalam K. Brahim (2007) menyatakan bahwa hasil belajar

dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa mempelajari materi pelajaran di

sekolah yang dinyatakan dalam skor atau nilai yang di peroleh dari hasil tes

mengenal sejumlah materi tertentu. Selain itu, menurut Mulyono Abdurrahman

(2009), berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa

setelah melalui kegiatan belajar.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

perubahan pada diri siswa baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif,

psikomotor yang dinyatakan dalam skor atau nilai sebagai hasil dari kegiatan

belajar.

Menurut Baharudin dan Wahyuni (2008: 19), Faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. faktor internal meliputi faktor fisiologis (kondisi fisik individu)

(2)

2.1.2.Model Pembelajaran Kooperatif

Supriyono (2014), mendefinisikan “model pembelajaran sebagai kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar”.

Sementara itu menurut Arends “model pembelajaran mengacu pada

pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan

pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan

pembelajaran, dan pengelolaan kelas”. Itu sebabnya mengapa model pembelajaran

digunakan dalam pendidikan.

Model pembelajaran terdiri dari beberapa macam. Supriyono (2014),

membaginya ke dalam tiga model pembelajaran yaitu model pembelajaran

langsung, pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran berbasis masalah.

Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu

Menurut Isjoni (2013:16) Pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar

mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi

permasalahan yang di temukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak

bekerja sama dengan siswa lain atau orang lain, siswa yang agresif dan tidak

perduli pada orang lain.

Menurut Slavin (2005:4) pembelajaran kooperatif mengarah pada berbagai

macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam setiap kelompok

kecil bekerja sama dengan satu dengan lainnya dalam mempelajari materi

(3)

sama mendiskusikan dan berargumentasi untuk menemukan satu jawaban yang

tepat dan untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai.

Menurut Rusman (2013:202) pembelajaran kooperatif merupakan bentuk

pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja sama dalam setiap

kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan

struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam pembelajaran ini akan

tercipta sebuah hubungan interaksi yang lebih luas yaitu hubungan antara

guru dengan siswa, dan siswa dengan guru selanjutnya siswa dengan siswa.

Menurut Hamdani (2010), terdapat enam tahap pembelajaran kooperatif

yang disajikan dalam

Guru menyampaikan semua tujuan yang

ingin dicapai selama pembelajaran dan

memotivasi siswa untuk belajar.

(4)

Fase-fase Perilaku Guru

Guru menghargai upaya dan hasil belajar

individu dan kelompok.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif adalah suatu kerangka konseptual yang sistematis dalam

mengorganisasikan belajar yang berpusat pada siswa dan bertujuan untuk

menggerakan keasadaran siswa untuk bergotong-royong saling membantu antara

siswa yang pasif tergerak untuk berkerjasama dalam berdiskusi mata pelajaran

dan dari situlah tercipta kerjasama dan tercipta tujuan pembelajaran. Bentuk

kegiatan pembelajaran kooperatif dimana siswa dalam satu ruangan kelas akan

dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil sehingga akan tercipta interaksi yang

luas dan aktif. Terdapat enam tahap dalam proses pembelajaran kooperatif dan

yang sesuai dengan dengan tahap ini yaitu pembelajaran kooperatif tipe make a

macth.

2.1.3.Model Pembelajaran Make a Match

2.1.3.1. Pengertian Pembelajaran Make a Match

Pembelajaran Make a Match adalah pembelajaran yang sangat menarik

(5)

Seperti yang telah dikemukakan oleh Wahab (2007:59), model pembelajaran

Make a Match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan penanaman

kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama, kemampuan berinteraksi

disamping kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan

dengan dibantu kartu. Menurut Lie (2003:27), mengemukakan bahwa tipe Make

a Match merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif yang didasarkan atas

falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah

mahluk sosial. Sedangkan menurut Suyatno (2009:72), menambahkan bahwa

model Make a Match adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu

yang berisi soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian

siswa mencari pasangan kartunya.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan Make a Match adalah

suatu model pembelajaran kooperatif yang mengutamakan nilai sosial, kerjasama,

keaktifan dan berfikir cepat dimana siswa harus menemukan pasangan kartu yang

dipegang dengan kartu yang lain.

2.1.3.2. Langkah-Langkah Pembelajaran Make a Match

Setiap model pembelajran memiliki langkah-lankah yang bertujuan untuk

menentukan keberhasilan sebuah model tersebut dalam sebuah pembelajaran. Dan

dari model tersebut dikemukakan oleh Rusman (2012:223) yang

dikembangakan oleh Lorna Curen sebagai berikut:

a. Guru menyiapkan kartu yang berisi konsep atau topik yang cocok untuk sesi

review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi kartu sebaliknya berupa

(6)

b. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari

kartu yang dipegang.

c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya

(kartu soal atau kartu jawaban)

d. Siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu akan

mendapatkan poin.

e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang

berbeda dari sebelumnya, demikian dan seterusnya.

f. Kesimpulan.

2.1.3.3. Keunggulan dan Kelemahan Model Make a Match

Menurut Miftahul Huda (2013:253) Kelebihan dan kelemahan model

Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match sebagai berikut:

Kelebihan model pembelajaran tipe Make a Match antara lain:

a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun

fisik.

b. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa.

d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

Kelemahan media Make a Match antara lain:

a. Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang

(7)

b. Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu

berpasangan dengan lawan jenisnya.

c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang

kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.

d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang

tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.

e. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan

kebosanan.

2.1.3.4. Media Gambar

Smaldino, dkk (2008) mengatakan bahwa media adalah suatu alat

komunikasi dan sumber informasi. Sedangkan menurut Briggs (1977), media

adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi

pembelajaran. Salah satunya adalah media gambar. Dengan media gambar siswa

akan lebih paham dan jelas dalam menyerap pembelajaran karena media gambar

ini memberikan gambaran secara nyata kepada siswa. Gerlach dan Ely (1980)

mengatakan bahwa melalui gambar dapat ditunjukkan kepada pembelajar suatu

tempat, orang, dan segala suatu dari daerah yang jauh dari jangkauan pengalaman

pembelajar sendiri.

2.1.4.Hasil Belajar

Menurut Susanto, (2013:5) Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang

(8)

sebagai hasil dari kegiatan belajar. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan

intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil adalah

yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional.

Sedangkan Nawawi dalam K. Brahim (2007) menyatakan bahwa hasil belajar

dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa mempelajari materi pelajaran di

sekolah yang dinyatakan dalam skor atau nilai yang di peroleh dari hasil tes

mengenal sejumlah materi tertentu. Selain itu, menurut Mulyono Abdurrahman

(2009), berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa

setelah melalui kegiatan belajar.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

perubahan pada diri siswa baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif,

psikomotor yang dinyatakan dalam skor atau nilai sebagai hasil dari kegiatan

belajar.

Menurut Baharudin dan Wahyuni (2008: 19), Faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. faktor internal meliputi faktor fisiologis (kondisi fisik individu)

dan faktor psikologis (kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat).

2.1.5.Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindakan menurut Mills (Mertler, 2014: 4) adalah penyelidikan

sistematis yang dilakukan oleh para guru, administrator, konselor atau orang lain

dengan satu kepentingan tertentu dalam proses mengajar dan belajar atau

(9)

mereka beroperasi, bagaimana mereka belajar, dan bagaimana siswa mereka

belajar. Atas dasar teori ini, maka dimungkinkan bagi peneliti yang belum

menjadi guru untuk

berkolaborasi atau melakukan penelitian terhadap kelas. Menurut

Kunandar (2011:45), penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian tindakan

yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas.

Kunandar juga mengungkapkan bahwa fokus PTK adalah di kelas dan tujuan

utama PTK adalah memecahkan masalah nyata yang terjadi dikelas, serta

meningkatkan kegiatan guru dalam kegiatan pengembangan profesinya. Adapun

menurut Hopskin (Kunandar, 2011:46), penelitian tindakan kelas merupakan

sebuah bentuk tindakan refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan

dalam suatu kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang

praktik-praktik kependidikan mereka, pemahaman mereka tentang praktik-praktik

tersebut, dan situasi dimana praktik-praktik tersebut dilaksanakan.

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian

tindakan kelas (PTK) merupakan suatu bentuk tindakan refleksi diri yang

dilakukan dengan penyelidikan sistematis oleh guru atau orang lain yang

bertujuan untuk memecahkan masalah nyata yang berfokus pada suatu kelas.

Menurut Kunandar (2011:67) PTK memiliki beberapa prinsip, yaitu sebagai

berikut.

1. Tidak boleh mengganggu pelaksanaan belajar mengajar dan tugas mengajar.

2. Tidak boleh terlalu menyita waktu.

(10)

4. Masalah yang dikaji harus benar-benar ada dan dihadapi guru.

5. Memegang etika kerja (minta izin, membuat laporan, dan lain-lain).

6. PTK bertujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu proses belajar

mengajar.

7. PTK menjadi media guru untuk berpikir kritis dan sistematis.

8. PTK menjadikan guru terbiasa melakukan aktivitas yang bernilai akademik

dan ilmiah.

9. PTK hendaknya dimulai dari permasalahan pembelajaran yang sederhana,

konkrit, jelas, dan tajam.

10.Pengumpulan data atau informasi dalam PTK tidak boleh terlalu banyak

menyita waktu dan terlalu rumit karena dikhawatirkan dapat mengganggu

tugas utama guru sebagai pengajar dan pendidik.

2.1.6.Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan Ria Yuni Astuti (2011) Upaya Meningkatkan

Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a

Match Siswa Kelas IV SD Negeri 1Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus

Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat

meningkatkan hasil belajar IPA khususanya tentang sifat-sifat cahaya kelas

5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa

(11)

siklus I dan siklus II. Pada saat kondisi awal terdapat 5 siswa yang tuntas dalam

KKM atau sebesar 41,7% dan yang belum tuntas terdapat 7 siswa atau sebesar

58,3%. Pada siklus I terdapat 9 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar

75%, dan yang belum tuntas terdapat 3 siswa atau sebesar 25%, sedangkan

pada siklus II terdapat 12 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 100%,

dan yang belum tuntas dalam belajar terdapat 0 siswa atau sebesar 0 %. Dari

analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa

kelas IV.

Penelitian yang dilaksanakan oleh Inus (2012) yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model PembelajaranMake a

Match pada Mata Pelajaran Matematika untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Negeri Mangunsari 04 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga”. Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembelajaran model pembelajaran Make a Match

berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V Sekolah Dasar

Negeri Mangunsari 04. Hal ini dapat dilihat pada hasil evaluasi siklus I 70% siswa

tuntas atau dengan 26 siswa, dan siklus II 89% atau 33 siswa tuntas keseluruhan

siswa berjumlah 37 siswa.Kelemahan dalam penelitian ini yaitu perlu

penguasaan kelas yang baik dan kondusif, serta memerlukan waktu pembelajaran

yang lama sehingga perlu manajemen waktu yang baik oleh guru.

Dari hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran

(12)

Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Adapun perbedaan pada penelitian diatas yaitu penerapan pada mata

pelajaran IPA dan Matematika. Perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan

kelas mata pelajaran IPA. Oleh karena itu peneliti menerapkan pada mata

pelajaran IPA.

2.1.7. Kerangka Berfikir

Pembelajaran yang terjadi di kelas IV SD Negeri Sraten 01 masih belum

maksimal dan optimal, karena guru yang mengampu, masih menggunakan metode

konvensional dalam mengajar salah satunya ceramah dan kegiatan ini dilakukan

berulang-ulang sehingga kurang menarik perhatian siswa dalam pembelajaran.

Siswa akan merasa bosan dan kurang memahami pembelajaran yang

mengakibatkan hasil pembelajaran yang rendah. Untuk meningkatkan hasil

belajar. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa peneliti menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Model pembelajaran kooperatif tipe

Make a Match merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan

variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya bermain sambil belajar mengenai

suatu konsep dengan mencocokkan kartu soal/jawaban dengan tepat. Metode ini

akan membuat siswa merasa senang dan tertarik dalam pembelajaran, sehingga

(13)

Gambar 1

Kerangka Berfikir

2.1.8.Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil

belajar IPA dapat diupayakan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make

a Match siswa kelas IV SD Negeri Sraten 01 semester 1 tahun pelajaran

2017/2018 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.

Masih 67% yang blm tuntas KONDISI AWAL

Guru menggunakan metode konvensional

Peningkatan hasil belajar (diatas KKM) Dengan metode

make a match Siklus I Siklus II

Gambar

Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Gambar 1 Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

m Tugas mandi ri mampu menjelaskan dan menguraikan secara rinci proses gangguan system pencernaan dan Penyakit pada sistem pencernaan mampu menjelaskan gangguan

Puji syukur kami ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Peningkatan Hasil

ern issues by way of trying to establish a new Qur'ànic exegesis, void of the heary classical reliance on tadition in the classical commen- taries of the Qur'àn. In

Citra merek berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek pada MY Salon di Kota Gresik, sehingga MY Salon Gresik harus merubah desain brosurnya karena brosur MY

Membuktikan bahwa adanya amilum pada daun sebagai hasil fotosintesis. - Menutup sebagian daun ubi kayu yang belum terkena sinar

kelompok, yaitu contoh-contoh penerapan nilai Keteladanan Kristus dalam menghadapi penderitaan sebagai guru yang baik:.  Kelompok 1: Kristus memandang

Bahwa TQM berpengaruh terhadap biaya kualitas dan efisiensi kerja karyawan karena dengan peningkatan kualitas hasil produksi, dalam upaya peningkatan efisiensi

[r]