i
Karya Niimi Nankichi
Skripsi
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi
Ujian Sarjana Program S1 Humaniora dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro
Oleh :
Juniar Roza Kusumadewi
NIM : 13050111150011
PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
ii
mengambil bahan dari hasil penelitian untuk suatu gelar sarjana atau diploma di
suatu universitas maupun hasil penelitian lain. Sejauh yang penulis ketahui,
skripsi ini juga tidak mengambil bahan dari publikasi atau tulisan orang lain,
kecuali yang telah tercantum dalam rujukan dan daftar pustaka. Penulis bersedia
menerima sangsi apabila terbukti melakukan penjiplakan.
Semarang, September 2013
iii Disetujui oleh
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
iv Panitia Ujian Skripsi
Program Studi Strata I Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang
Pada hari :
Tanggal :
Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro
Ketua
Drs. Yudiono KS, SU ………
NIP. NIP. 19481027 197603 1 001
Anggota I
Zaki Ainul Fadli, SS, M. Hum ……….………...
Anggota II
v
"Untuk meraih sebuah kesuksesan, karakter seseorang adalah lebih penting dari
pada Intelegensi."
(Gilgerte Beaux)
Jangan takut mengambil satu langkah besar jika memang dibutuhkan. Anda tak
dapat menyeberangi jurang hanya dengan dua lompatan kecil.
(David L. George)
Dari semua hal, pengetahuan adalah yang paling baik, karena tidak kena
tanggung jawab maupun tidak dapat dicuri, karena tidak dapat dibeli, dan tidak
dapat dihancurkan.
(Hitopadesa)
Persembahan :
Skripsi ini kupersembahkan untuk keluarga besarku, orang-orang terdekat, dan
vi
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah melimpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat.
Penulis juga panjatkan syukur alhamdulillah, karena hanya dengan keridho’an
-Nya skripsi yang berjudul “Karakter Tokoh Utama Cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki” karya Niimi Nankichi dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari peran
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih banyak kepada :
1. Bapak Drs. Agus Maladi Irianto, M. A, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Diponegoro Semarang
2. Bapak Drs. Surono, S. U, selaku Ketua Jurusan Sastra dan Bahasa Jepang
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang
3. Ibu Nur Hastuti, S. S, M. Hum, selaku Dosen Wali Akademik Program
Sastra dan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Semarang
4. Bapak Drs. Yudiono, KS, SU, selaku Dosen Pembimbing I, dan Bapak
Zaki Ainul Fadli, SS, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II dalam
penulisan skripsi ini. Terima kasih atas waktu, kesabaran, arahan,
vii
6. Seluruh keluarga besar dan orang-orang terdekatku yang selalu
mendoakan dan memotivasiku dalam segala hal, terima kasih.
7. Teman-teman di manapun berada, terima kasih atas doa, dukungan,
nasehat dan bantuannya selama ini, kebersamaan kita akan selalu menjadi
bagian penting dalam perjalanan hidupku.
Sebagai manusia biasa, dengan segala kerendahan hati dan keterbatasannya,
penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat
banyak kekurangan baik dari segi isi maupun teknik penulisannya, karena penulis
mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan skripsi ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, September 2013
viii
DAFTAR ISI……….. viii
ABSTRAKSI……….. x
BAB I PENDAHULUAN……… 1
1.1 LATAR BELAKANG……….……….. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH………..………. 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN……….……….. 5
1.4 MANFAAT……….………... 5
1.5 RUANG LINGKUP………..………. 6
1.6 METODE PENELITIAN……….…………. 6
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN……….………… 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI…… 8
1. 1 TINJAUAN PUSTAKA……… 8
1. 2 KERANGKA TEORI……….. 9
BAB III ANALISIS KARAKTER TOKOH UTAMA CERPEN USHI WO TSUNAIDA TSUBAKI NO KI……….. 21
ix
3.2.1 KARAKTERISASI MELALUI DIALOG…………. 31 3.2.2 KARAKTERISASI MELALUI LOKASI DAN
SITUASI PERCAKAPAN………. 35 3.2.3 KARAKTERISASI MELALUI JATIDIRI TOKOH
YANG DITUJU OLEH PENUTUR……….. 36 3.2.4 KUALITAS MENTAL TOKOH………... 37
BAB IV SIMPULAN………. 51
DAFTAR PUSTAKA
YOUSHI
LAMPIRAN
x
noKi Karya Niimi Nankichi”. Thesis. Department of Japanese Studies Faculty of Humanities. Diponegoro University. The First Advisor Drs. Yudiono KS, SU. The Second Advisor Zaki Ainul Fadli, S. S, M. Hum.
The purpose of this research is analyze the character of the main character of the short story Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki. The data used in this research is the short story Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki, published by Niimi Nankichi in the literature anthology in 1986.
The theory used in this research is telling method and showing method by Albertine Minderoop. This theory used to analyze the character of the main character of the short story Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki. The second theory used in this research is structural theory by Burhan Nurgiyantoro. This theory used to analyze theme, plot, setting and the message in this short story.
1. LATAR BELAKANG
Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang
anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi
sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku
pembacanya. (Puryanto, 2008 : 2)
Karya sastra anak, baik itu berupa cerpen, puisi, ataupun drama, biasanya
menggunakan tema yang mendidik. Tema-tema yang mengangkat masalah
pendidikan sangat baik untuk diterapkan dalam karya sastra anak ini, karena dapat
memberikan pesan moral, pengetahuan, dan nilai kehidupan bagi anak-anak
selaku pembacanya. Selain itu karya sastra ini juga dapat dinikmati oleh orang
dewasa sekalipun, mengingat pesan moral yang tersimpan dalam suatu cerita,
tidak hanya ditujukan kepada orang-orang dengan golongan usia tertentu saja,
tetapi juga untuk mereka yang membaca karya sastra tersebut.
Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbentuk tulisan
dengan isi ceritanya lebih pendek (tidak sekompleks) novel. Di berbagai negara,
seperti Indonesia cerpen banyak digemari tidak hanya oleh anak-anak saja,
melainkan orang dewasa sekalipun membaca cerpen. Mereka yang lebih suka
membaca cerpen diantaranya memiliki alasan, seperti membaca cerpen tidak
menghabiskan banyak waktu, karena bisa habis dibaca hanya dalam sekali duduk.
Cerpen biasanya merupakan gambaran hidup sang pengarang atau sebuah
cerita yang menyangkut masalah kehidupan manusia lain, yang dituangkan dalam
sebuah tulisan. Ada pula cerpen yang dibuat berdasarkan kisah fiksi belaka. Isi
cerpen yang dibuat baik yang cerita fiksi maupun berdasarkan kisah nyata,
biasanya terkandung beberapa amanat dan pesan kehidupan yang ingin
disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya.
Indonesia dan Jepang merupakan contoh negara yang banyak memproduksi
cerpen untuk anak-anak. Cerpen-cerpen tersebut diterbitkan dalam sebuah buku,
media cetak (seperti : koran, majalah, dan buku ajar), internet, serta ada yang
dikemas dalam sebuah antologi kesusastraan. Beberapa cerpen dari Jepang yang
dikemas dalam antologi kesusatraan, diantaranya seperti : Majyutsu (Ilmu Sihir)
karya Akutagawa Ryunosuke, Ippon Ashi no Heitai (Prajurit Berkaki Satu) karya
Suzuki Miekichi,Gonkitsune(Si Rubah Gong) danUshi wo Tsunaida Tsubaki no
Ki (Sapi yang Terikat di Pohon Camelia) karya Niimi Nankichi . Cerpen yang
berjudul Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki inilah yang akan dijadikan sebagai
objek material dalam penelitian ini.
Alasan pemilihan objek material ini karena sosok pengarang cerpen tersebut
yaitu Niimi Nankichi merupakan seorang penulis sastra anak terkenal di Jepang.
Cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki merupakan salah satu karya besar
(masterpiece) miliknya. Penulis sastra anak yang dijuluki sebagai Hans Christian
Andersen-nya (Penulis dan Penyair terkenal asal Denmark) Jepang ini, mulai
menulis sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan saat itu ia sudah
persembahkan saat upacara kelulusan SD. Semasa hidup Niimi Nankichi telah
menghasilkan beberapa karya sastra anak, seperti cerpen yang bergenre fabel
dengan judulGonkitsune dipublikasikan di majalahAkai Toriedisi bulan Januari
tahun 1932, cerpen yang berjudul Ojiisan no Ranpu yang dipublikasikan pada
tahun 1942, dan cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki yang diterbitkan
beberapa bulan setelah kematiannya (tahun 1943). Cerpen-cerpen tersebut
dikemas dalam sebuah antologi kesusatraan dengan judul Gongkitsune Yudzuuru,
bersama dengan beberapa cerpen karya Kinoshita Junji.
Pada tahun 1994 dibukalah sebuah museum untuk memperingati 50 tahun
kematian Niimi Nankichi. Museum tersebut dibangun oleh asosiasi insinyur dan
arsitek bangunan yang ada di Prefektur Aichi, Jepang. Hal tersebut di atas
membuktikan bahwa karya-karya Niimi Nankichi mendapat apresiasi dari
masyarakat Jepang, khususnya di kota kelahirannya Handa (Prefektur Aichi).
Beberapa cerpen anak karya Niimi Nankichi telah beredar di Indonesia.
Salah satunya adalah cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki. Cerpen ini
mengisahkan tentang seorang pemuda yang menemukan sumber mata air di
tengah gunung dan mempunyai ide untuk membangun sumur yang dapat
menampung air tersebut agar dapat bermanfaat bagi orang banyak. Beberapa
kejadian yang dialami tokohnya dan sifat-sifat yang diperlihatkan tokoh tersebut
dapat dijadikan sebagai sebuah inspirasi dan tauladan bagi para pembaca
mengenai arti sebuah perjuangan untuk dapat meraih apa yang diinginkan,
meskipun dengan keadaan sosial-ekonomi yang tidak mendukung, serta
Berdasarkan uraian di atas itulah penulis telah meneliti tentang karakter
tokoh utama cerpen yang digambarkan oleh pengarang sehingga ia mampu
mewujudkan keinginannya tersebut. Keberadaan tokoh ini, tidak hanya
menjelaskan siapa dan bagaimana tokoh ini berperan dalam cerpen tersebut, tetapi
juga dapat mempengaruhi tokoh lain dan jalannya cerita cerpen Ushi Wo
Tsunaida Tsubaki No Ki, bahkan karakter yang tergambar dari tokoh ini bisa
menentukan sebuah tema yang terkandung dalam cerpen ini.
Selain unsur tokoh, dalam sebuah karya sastra juga terdapat unsur-unsur
pembangun lainnya. Setiap unsur-unsur tersebut juga saling berkaitan satu sama
lain. Dalam penelitian ini, penulis juga menganalisis unsur-unsur seperti tema,
alur, latar, dan amanat yang terdapat dalam cerpen tersebut.
Penulis meneliti karakter tokoh utama cerpen ini dengan menggunakan
metode karakterisasi telaah fiksi, yaitu dengan menggunakan metode telling
(metode langsung) dan metode showing (metode tak langsung) milik Albertine
Minderop. Kedua metode ini biasanya digunakan oleh pengarang fiksi jaman
dahulu. Sedangkan unsur-unsur struktural lainnya diteliti dengan menggunakan
metode struktural pada umumnya.
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, rumusan masalah
dalam penelitian ini diantaranya adalah bagaimana karakter tokoh utama yang
ia mampu mewujudkan keinginannya, dan bagaimana analisis unsur struktural
lainnya dalam cerpen tersebut.
3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui watak
atau karakter dari seorang tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki,
yang digambarkan oleh pengarang sehingga ia mampu mewujudkan keinginannya,
walaupun dalam perjalanannya mengalami banyak kendala. Selain itu analisis
unsur struktural dilakukan untuk mengetahui keterkaitan diantara unsur-unsur
yang membangun karya sastra tersebut.
4. MANFAAT
Secara teoritis manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan
wawasan yang luas bagi para pembaca mengenai karya sastra, yaitu tentang cara
menganalisis karakter tokoh utama cerpen dengan menggunakan metode telling
dan metodeshowing.
Manfaat secara praktis dalam penelitian ini menambah pengetahuan para
pembaca dalam bidang kesusastraan, khususnya sastra anak Jepang, yang dikaji
dari segi strukturalnya yang mengenai karakterisasi tokoh utama cerpen Ushi Wo
5. RUANG LINGKUP
Pembatasan masalah pada penelitian ini difokuskan pada analisis karakter
tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki melalui metodetelling dan
metode showing, serta analisis unsur struktural lain seperti tema, alur, latar, dan
amanat.
6. METODE PENELITIAN
Penelitian karya sastra ini menggunakan metodetellingdan metodeshowing.
Penulis menggunakan kedua metode tersebut untuk menganalisis unsur tokoh dan
penokohan, yaitu tentang karakter tokoh utama cerpen ini.
Langkah awal yang dilakukan penulis adalah menentukan cerpen yang akan
dianalisis. Setelah data primer yang berupa cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No
Ki dipilih, langkah selanjutnya adalah menerjemahkan cerpen tersebut. Setelah
mengetahui isi cerita dengan baik, penulis menentukan objek apa yang akan
diteliti dan metode yang akan digunakan untuk menganalisisnya.
Langkah selanjutnya adalah mencari data sekunder, berupa buku-buku
tentang teori sastra, teori psikologi sastra, metode karakterisasi telaah fiksi,
maupun data-data lain dari internet sebagai penunjang untuk menganalisis cerpen
tersebut.
Setelah data-data terkumpul, cerpen ini dianalisis sesuai dengan metode
yang digunakan. Langkah terakhir yang dilakukan yaitu menyajikan hasil analisis
7. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan hasil laporan penelitian disajikan dalam bentuk sistematika
berikut ini :
Bab 1 Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, metode penelitian dan sistematika
penulisan itu sendiri.
Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori, berisi tentang penelitian
sebelumnya, dan landasan teori yang digunakan untuk menganalisis cerpen.
Bab 3 Analisis CerpenUshi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki, akan menguraikan
analisis tentang karakter tokoh utama, melalui metodetellingdan metodeshowing,
serta analisis unsur struktural lain yang membangun karya sastra tersebut.
Bab 4 Penutup, berisi tentang simpulan hasil penelitian cerpen. Lalu diikuti
2. 1. TINJAUAN PUSTAKA
Karya sastra Jepang sudah banyak yang beredar di Indonesia, seperti novel,
cerpen, drama, dan film. Beberapa diantaranya adalah film Hachikokarya Seijiro
Koyama, novel Utsukushisa To Kanashimi To karya Kawabata Yasunari, novel
Bocchan karya Natsume Souseki, cerpen Yabu No Naka karya Akutagawa
Ryunosuke, dan lain-lain. Sebagian besar dari karya sastra tersebut juga telah
dijadikan sebagai bahan penelitian studi pustaka bagi mahasiswa dari beberapa
perguruan tinggi di Indonesia dengan menggunakan metode penelitian yang
berbeda-beda pula, sesuai dengan apa yang menjadi objek penelitian.
Pada penelitian ini, penulis memilih cerpen anak Jepang yang berjudulUshi
Wo Tsunaida Tsubaki No Ki untuk dianalisis mengenai karakter tokoh utamanya.
Cerpen ini merupakan karya sastra anak Jepang yang ditulis oleh pengarang sastra
anak, Niimi Nankichi. Menurut sepengetahuan penulis, penelitian mengenai
karakter tokoh utama cerpen ini, belum pernah dilakukan sebelumnya, baik oleh
individu maupun instansi yang ada di Indonesia. Penulis meneliti karakter tokoh
cerpen ini menggunakan dua macam metode karakterisasi telaah fiksi. Kedua
metode tersebut adalah metode telling (secara langsung) dan metode showing
(secara tak langsung). Kedua metode ini biasa digunakan oleh pengarang fiksi
Penggunaan kedua metode tersebut pada penelitian cerpen ini dimaksudkan
untuk mengetahui pelukisan karakter atau watak yang diperankan oleh para tokoh
dalam cerita. Karakter tokoh yang digambarkan dengan metode-metode ini tidak
hanya diketahui melalui penggambaran secara fisik (penampilan fisik dan nama
yang digunakan) semata, tetapi para peneliti bebas berekspresi dalam menentukan
karakter seorang tokoh yang ditelitinya melalui dialog dan tingkah laku mereka,
termasuk motivasi yang melandasi tindakannya tersebut.
2. 2. KERANGKA TEORI
Pada sebuah cerpen ataupun jenis karya sastra lainnya, terdapat beberapa
unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur tersebut diantaranya
adalah tokoh, alur, latar, amanat, dan lain-lain. Salah satu unsurnya yaitu tokoh
dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam suatu karya sastra. Seorang
pengarang akan menceritakan sebuah cerita melalui tokoh-tokoh tersebut.
Pengarang akan menggambarkan bagaimana karakter yang melekat pada diri
seorang tokoh sebagai pelaku untuk menghidupkan cerita yang ditulisnya.
Masing-masing karakter yang melekat pada tokoh itulah yang biasanya mampu
menghidupkan suatu konflik diantara tokoh-tokoh yang lain sehingga membuat
cerita tersebut menarik.
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode telling (secara langsung)
dan showing (secara tak langsung) untuk meneliti karakter tokoh utama cerpen
Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki karya Niimi Nankichi. Menurut Aminudin
http://rahmad.blogspot.com/2011/06/tokohdanpenokohandalamkajianprosa.html,
tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga
peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.
Menurut Sudjiman (1988:16), tokoh adalah individu rekaan yang
mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh
pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau
benda yang diinsankan (
http://rahmad.blogspot.com/2011/tokoh-dan-penokohan-dalam-kajian-prosa.html). Tokoh-tokoh dalam karya sastra dapat dibedakan
menjadi dua macam berdasarkan tingkat pentingnya peran (Nurgiyantoro,
1995:176), yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
Definisi lain mengenai tokoh utama menurut Abrams melalui Nurgiyantoro
adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama,
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan (Nurgiyantoro, 2002:165). Tokoh utama ini memiliki peranan penting
dalam cerita. Ia adalah tokoh yang lebih banyak diceritakan dan dikenai kejadian
daripada tokoh lainnya. Pentingnya keberadaan tokoh utama ini karena selain
banyak diceritakan, ia mampu mempengaruhi jalannya cerita (plot atau alur).
Setiap tokoh dalam karya sastra selalu memiliki watak atau karakter yang
melekat pada dirinya. Karakter seorang manusia, tidak terkecuali tokoh karya
sastra, biasanya merupakan suatu ciri khas manusia tersebut. Karakter ini dapat
diketahui dari nama, tingkah laku, serta gaya bicaranya kepada orang lain. Ada
yang memiliki karakter yang cenderung tidak baik, dan bisa merugikan orang lain
maupun dirinya sendiri. Karakter tokoh inilah yang diteliti oleh penulis.
Menurut definisi, karakter, atau dalam Bahasa Inggris, character berarti
watak, peran, huruf (Echols dan Shadily melalui Minderop, 2005:2). Karakter
(character) bisa berarti orang, masyarakat, ras, sikap mental dan moral, kualitas
nalar, orang terkenal, tokoh dalam karya sastra, reputasi dan tanda atau huruf
(Bornby melalui Minderop, 2005:2). Menurut Albertine Minderop dalam bukunya
yang berjudul Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, definisi karakterisasi atau dalam
Bahasa Inggrischaracterization, berarti pemeranan, pelukisan watak.
Beberapa definisi karakter di atas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah
watak yang dimiliki oleh seseorang, yang bisa mencerminkan sifat dan sikap
orang tersebut dalam kehidupannya. Karakter yang ada dalam suatu karya sastra
merupakan pencerminan suatu tokoh yang digambarkan oleh pengarang karya
sastra dan berperan dalam sebuah cerita karya sastra.
Cara menentukan karakter tokoh dalam suatu karya sastra dapat dilakukan
dengan berbagai macam metode. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan
untuk menganalisis karakter tokoh utama cerpen ini adalah dengan menggunakan
metodetellingdan metodeshowing.
a. Metode Telling
Metode telling adalah metode yang digunakan untuk menentukan karakter
(watak) para tokoh secara langsung. Metode telling mengandalkan
pemaparan watak tokoh pada eksposisi dan komentar langsung dari
mencakup tiga hal, yaitu karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh
(characterization through the use of names), karakterisasi melalui
penampilan tokoh (characterization through appearance), dan karakterisasi
melalui tuturan pengarang (characterization by the author) (Minderop,
2005:8).
1. Karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh
Sebuah nama yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya, ataupun
nama julukan yang diberikan untuk seseorang biasanya merupakan
gambaran/pelukisan watak yang menonjol pada diri orang tersebut.
Begitu juga dengan nama yang diberikan oleh seorang pengarang karya
fiksi terhadap tokoh tertentu dapat melukiskan kualitas karakteristik yang
membedakannya dengan tokoh lain (Minderop, 2005:8).
Penggunaan nama ini mengacu pada karakter dominan yang
dimiliki oleh tokoh, seperti tokoh Roger Chilingsworth dalam The
Scarlet Letter karya Nathaniel Hawthorne. Penggunaan nama “Chill” di
sini memiliki arti perasaan tidak nyaman atau orang yang sikapnya
dingin (Minderop, 2005:9).
Ada pula pengarang memberikan sebuah nama yang memiliki arti
kebalikan dari makna nama itu sendiri, misalnya tokoh Fortunato dalam
The Cast of Amontilladokarya Edgar Allen Poe yang senantiasa bernasib
sial (unfortunate of men), padahal kata “fortunato” berarti beruntung
(Minderop, 2005:10), dan sebuah nama yang bisa memperjelas
Legend of Sleepy Hollowkarya Washington Irving, “Crane” yang berarti
burung yang berkaki panjang atau mesin bertangkai panjang, adalah
seorang tokoh yang berprofesi sebagai kepala sekolah yang bertubuh
jangkung (Minderop, 2005:9). Penggunaan nama tokoh ini tidak hanya
bisa mengetahui karakter yang dimiliki oleh para tokoh saja, melainkan
juga mampu menentukan sebuah tema suatu cerita.
2. Karakterisasi melalui penampilan tokoh
Penampilan para tokoh dapat menentukan karakter seorang tokoh dengan
melihat penampilan tokoh itu sendiri. Penampilan tokoh di sini bisa
mengenai pakaian yang ia kenakan, bagaimana ekspresinya, serta
bagaimana kondisi fisik dan tingkat kesejahteraan tokoh yang
digambarkan oleh pengarang. Misalnya, seorang tokoh yang
penampilannya compang-camping, lusuh, kurus, dan hidup di sebuah
gubug, menandakan bahwa tokoh tersebut adalah orang miskin.
3. Karakterisasi melalui tuturan pengarang
Karakterisasi melalui cara ini dapat memberikan tempat yang luas bagi
pengarang untuk menuturkan kisah sebuah cerita dalam karya sastra yang
ditulisnya. Pengarang tidak hanya sekedar menggiring perhatian pembaca
terhadap komentarnya tentang watak tokoh, tetapi juga mencoba
membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya
b. Metode Showing
Metodeshowingmerupakan cara menentukan karakter seorang tokoh secara
tak langsung. Metode ini lebih banyak menganalisis karakter seorang tokoh
melalui dialog dan tingkah laku mereka. Seorang peneliti yang ingin
menganalisis karakter seorang tokoh dengan menggunakan metode ini pun
bebas berekspresi dalam menentukan sebuah karakter yang melekat pada
diri tokoh tersebut sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Metode ini
meliputi 6 cara, yaitu melalui dialog, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri
tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara,
tekanan, dialek dan kosakata, serta melalui tindakan para tokoh.
1. Karakterisasi melalui dialog
Karakter seorang tokoh dapat diketahui melalui percakapan atau dialog
antar tokoh-tokohnya. Suatu dialog dapat menjelaskan bagaimana watak
atau karakter seorang tokoh ketika ia sedang berbicara ataupun
menanggapi sebuah pembicaraan dengan orang lain.
2. Lokasi dan situasi percakapan
Lokasi yang dipilih oleh orang-orang untuk melakukan sebuah
pembicaraan dapat menggambarkan situasi percakapan tersebut.
Percakapan antara dua orang atau lebih dan terjadi di tempat yang
tertutup biasanya menjelaskan bahwa pembicaraan tersebut bersifat
serius dan rahasia, berbeda halnya jika percakapan itu terjadi di jalan atau
3. Jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur
Penutur di sini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita,
maksudnya tuturan yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya
(Minderop, 2005:31).
4. Kualitas mental para tokoh
Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan dan aliran
tuturan ketika para tokoh bercakap-cakap. Misalnya, para tokoh yang
terlibat dalam suatu diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka
memiliki sikap mental yang open-minded. Ada pula tokoh yang gemar
memberikan opini, atau bersikap tertutup (close-minded), atau tokoh
yang penuh rahasia dan menyembunyikan sesuatu (Pickering dan Hoeper
melalui Minderop, 2005:33).
5. Nada suara, tekanan, dialek, dan kosakata
Nada suara dalam suatu karya sastra seperti cerpen dan novel, walaupun
diekspresikan secara eksplisit atau implisit dapat memberikan gambaran
kepada pembaca bagaimana karakter tokoh tersebut dilukiskan, apakah ia
merupakan orang yang pemalu, kasar, atau bijaksana. Penekanan suara
memberikan gambaran penting tentang watak tokoh bahkan dapat
merefleksikan pendidikan, profesi dan dari kelas mana si tokoh berasal
dapat memberikan gambaran tentang karakter seorang tokoh dengan
mengungkap pendidikan, profesi, dan status sosialnya.
6. Tindakan para tokoh
Tindakan para tokoh ini dapat mengungkap karakter seorang tokoh
melalui tingkah lakunya, ekspresi wajahnya atau bahasa tubuh (gesture),
dan motivasi yang melandasi tokoh tersebut dalam melakukan sesuatu.
Untuk membangun watak dengan landasan tingkah laku, penting bagi
pembaca untuk mengamati secara rinci berbagai peristiwa dalam alur
karena peristiwa-peristiwa tersebut dapat mencerminkan watak para
tokoh, kondisi emosi dan psikis – yang tanpa disadari – mengikutinya serta nilai-nilai yang ditampilkan (Pickering dan Hoeper melalui
Minderop, 2005:38).
Ekspresi wajah para tokoh dapat diketahui dari tingkah laku
samar-samar atau spontan dan tidak disadari sering kali dapat memberikan
gambaran kepada pembaca tentang kondisi batin, gejolak jiwa atau
perasaan si tokoh (Pickering dan Hoeper melalui Minderop, 2005:42).
Karakter seoranag tokoh dapat pula diketahui dari motivasi yang
melandasi tokoh tersebut saat melakukan sesuatu hal.
Penelitian mengenai karakter tokoh ini tidak hanya dapat mengetahui
bagaimana seorang pengarang melukiskan perwatakan seorang tokoh dalam cerita,
tersebut. Pada penelitian ini juga dipaparkan unsur pembangun karya sastra
lainnya. Unsur-unsur tersebut antara lain : alur, latar, dan amanat yang terkandung
dalam cerpen ini.
a. Tema
Tema (theme), menurut Stanton (1965:88) dan Kenny (1966:20), adalah
makna yang dikandung oleh sebuah cerita (Nuriyantoro, 1995:67). Tema
merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan
yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang
menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan
Rahmanto melalui Nuriyantoro, 1995:68).
Tema menjadi dasar pengembanan seluruh cerita, maka ia pun bersifat
menjiwai seluruh bagian cerita itu. tema mempunyai generalisasi yang
umum, lebih luas, dan abstrak (Nurgiyantoro, 1995:68).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang tema tersebut, dapat
disimpulkan bahwa tema dapat juga dikatakan sebagai ide pokok atau
gagasan utama sebuah cerita. Pada umumnya tema tidak dilukiskan secara
terang-terangan oleh pengarang, namun bersifat abstrak dan tersembunyi
dibalik cerita itu sendiri, sehingga untuk menafsirkan suatu tema yang
terkandung dalam sebuah cerita harus menyimpulkan dari keseluruhan cerita
dan tidak berdasarkan pada bagian-bagian cerita tertentu saja. Penentuan
tema ini juga dapat diketahui melalui karakter atau watak tokoh utama suatu
b. Alur
Stanton (1965:14) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi
urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab
akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya
peristiwa yang lain. Kenny (1966:14) mengemukakan plot sebagai
peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat
sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan
kaitan sebab akibat (Nurgiyantoro, 1995:113).
Plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu
sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai
peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu
(Abrams melalui Nurgiyantoro, 1995:113).
Alur terdiri dari tiga unsur, yaitu peristiwa, konflik dan klimaks. Plot
atau biasa disebut alur merupakan jalan cerita atau rangkaian beberapa
kejadian atau peristiwa dalam cerita sebuah karya sastra, baik yang terjadi
secara berurutan yang sesuai dengan urutan waktu maupun
peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi. Beberapa peristiwa-peristiwa ini dituangkan oleh
pengarang dalam sebuah cerita sesuai dengan urutan waktu kejadiannya atau
bahkan dipaparkan secara kilas balik (flashback) sesuai dengan kebutuhan,
sehingga isi cerita menjadi satu kesatuan yang dapat dimengerti dan menarik
c. Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams melalui
Nurgiyantoro, 1995:216).
Latar terdiri dari tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar
sosial. Latar tempat merupakan tempat terjadinya suatu peristiwa tersebut.
Tempat ini bisa berupa apa saja, seperti : rumah, kamar, sekolah, atau
bahkan yang menyangkup wilayah yang luas (kota, desa, dan negara).
Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa itu terjadi. Masalah
waktu dalam karya naratif, menurut Genette (1980:33-35), dapat bermakna
ganda : disatu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan
cerita, dan dipihak lain menunjuk pada waktu dan urutan yang terjadi dan
dikisahkan dalam cerita (Nurgiyantoro, 1995:231).
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, yaitu
mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan
hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial
(
d. Amanat
Amanat yaitu pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya
kepada pembaca. Pesan dapat berupa harapan, nasehat, kritik dan
sebagainya (http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertian-cerpen.html).
Pesan moral yang terkandung dalam sebuah cerita karya sastra biasanya
merupakan pedoman hidup pengarang karya sastra mengenai nilai-nilai
kehidupan yang ingin disampaikan kepada pembaca karya sastra.
Moral dalam cerita, menurut Kenny (1966:89), biasanya dimaksudkan
sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang
bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang
bersangkutan oleh pembaca. Pengarang menyampaikan pesan moral atau
amanat melalui tindakan para tokoh yang ditampilkan, agar hikmah dari
beberapa peristiwa yang tertuang dalam cerita dapat tersampaikan dengan
CERPEN
Dalam bab ini tertuang analisis karakter tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida
Tsubaki No Ki. Dalam penganalisisan karakter tokoh, digunakan pendekatan
obyektif, yaitu melalui metode telling dan metode showing menurut Albertine
Minderop. Karakterisasi tokoh utama melalui metode telling adalah menganalisis
karakter suatu tokoh cerita melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh,
dan melalui tuturan pengarang.
Karakterisasi tokoh utama metode showing merupakan metode yang
digunakan untuk menganalisis karakter tokoh melalui dialog dan tingkah laku
tokoh tersebut. Metode ini dapat diketahui dari lokasi dan situasi percakapan yang
dilakukan para tokoh, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental
tokoh, dan tingkah laku seorang tokoh yang melandasi tindakannya tersebut.
Karakter tokoh ini tidak terbatas pada sifat atau watak yang dimiliki tokoh
tersebut, melainkan juga berhubungan erat dengan unsur intrinsik lain, seperti
tema, alur, latar, dan amanat cerita yang terdapat dalam cerpen Ushi Wo Tsunaida
3. 1. METODE TELLING
3. 1. 1. Karakterisasi Melalui Nama Tokoh
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Kaizo. Nama kaizo di sini dalam
Bahasa Jepang ditulis dengan huruf kanji 海蔵さん. Nama ini terdiri dari dua
huruf kanji, pertama adalah kanji 海 = dalam kunyoumi (cara baca dari Jepang)
dibaca umi, dan dalam onyoumi (cara baca dari cina) bisa dibaca kai atau gai.
Kanji umi ini dalam bahasa Jepang berarti laut. Kedua, kanji 蔵 = kura
(kunyoumi), zou atau sou (onyoumi), yang artinya gudang, lumbung, tempat
penyimpanan. Kanji海 dan蔵 jika digabungkan menjadi 海蔵 (dibaca kaizou),
yang berarti gudang laut atau dapat dikatakan tempat penyimpanan air yang
banyak.
Sesuai dengan namanya tokoh Kaizo adalah orang yang berhubungan
dengan air dan gudang atau tempat penyimpanan. Tokoh ini dalam cerpen
diceritakan berawal dari ketika ia melihat air pegunungan yang menyembur
terus-menerus. Hal itulah yang membuatnya ingin menggali sebuah sumur untuk
menampung air tersebut agar dapat dimanfaatkan dan membantu orang-orang.
Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Kaizo adalah
seorang yangmemiliki hati seluas samudra (laut), karena ia ingin mewujudkan
keinginannya untuk membangun sumur untuk orang banyak, hal ini sesuai dengan
3. 1. 2. Karakteristik Melalui Penampilan Tokoh
Penampilan para tokoh yang digambarkan pengarang dalam cerpen
merupakan salah satu cara untuk mengetahui karakter atau sifat yang dimiliki oleh
tokoh tersebut secara langsung. Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Kaizo.
Penampilan Kaizo yang menarik becak, menjelaskan bahwa tokoh ini
digambarkan sebagai seorang penarik becak. Berikut kutipannya :
海蔵さんは、からの人力車をひきながら家に帰ってゆくとき、 「三十円な。……三十円か。」
と、何度もつぶやいたのでありました。
Kaizo san wa, kara no jinrikisha wo hikinagara ie ni kaetteyuku toki, “sanjuuen na. …sanjuuen ka.”to, nandomo tsubuyaita node arimashita.
Saat Kaizo pulang ke rumah sambil menarik becaknya yang kosong,
berulang kali ia bergumam “30 yen…30 yen ya?”
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:97)
Hal ini juga diperjelas dari penampilannya yang memakai topi caping
(manjuugasa = sejenis topi yang biasa dikenakan para penarik becak di Jepang
jaman dahulu), berikut kutipannya :
「ああ、あれがもう鳴き出したな。あれをきくと暑くなるて。」 と、海蔵さんが、まんじゅう笠をかむりながらいいました。
“Aa, are ga mou nakidashitana. Are wo kikuto atsukunarute.”to, Kaizo san ga, manjuu gasa wo kamurinagara iimashita.
“Ah, hewan itu sudah bernyanyi. Kalau mendengar mereka berarti ini sudah memasuki musim panas.” kata Kaizo sambil memakai topi
jeraminya.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:92)
Pekerjaan Kaizo sebagai penarik becak tersebut dijalankannya saat waktu
menunjukkan bahwa tokoh ini merupakan seorang yang pekerja keras. Keadaan
ekonomi yang pas-pasan sebagai petani desa, membuatnya bekerja keras
membantu perekonomian keluarganya dengan bekerja sambilan menarik becak.
Berikut kutipannya :
二人は百姓仕事をし、暇なときには海蔵さんが、人力車を曳きに出 ていたのであります。
Futari wa hyakushoushigoto wo shi, himanatoki niwa kaizousan ga, jinrikisha wo hikinideteita no dearimasu.
Mereka bekerja sebagai petani, saat waktu luang, Kaizo san pergi keluar untuk menarik becak.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:97)
Penampilan tokoh Kaizo di akhir cerita digambarkan sebagai seorang
tentara. Ia memakai topi warna hitam dan kuning, serta pakaian warna hitam
(seragam lengkap tentara Jepang jaman dahulu). Berikut kutipannya :
村の方から行列が、しんたのむねを下りて来ました。行列の先頭に は黒い服、黒と黄の帽子をかむった兵士が一人いました。それが海 蔵さんでありました。
Mura no hou kara gyouretsu ga, shintanomune wo oritekimashita. Gyouretsu no sentou ni wa kuroi fuku, kuro to ki no boushi wo kamutta heishi ga hitori imashita. Sore ga Kaizo san dearimashita.
Sekelompok barisan dari arah desa datang menuruni shintanomune. Ada seorang tentara yang memakai topi warna hitam dan kuning, serta pakaian warna hitam adalah pemimpin barisan tersebut. Dia adalah Kaizo san.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:112)
Hal ini menunjukkan bahwa tokoh ini memiliki sifatpemberani, karena ia
(Rusia) dengan mengabdi sebagai tentara dan ikut dalam peperangan. Meskipun
pada akhirnya Kaizo diceritakan gugur dala medan perang (Jepang - Rusia).
3. 1. 3. Karakterisasi Melalui Tuturan Pengarang
Pengarang menggambarkan tokoh Kaizo sebagai orang yang memiliki
sifat peduli terhadap orang lain. Hal ini ditunjukkannya ketika ia tengah
membela temannya (Risuke) yang sedang dimarahi oleh tuan pemilik tanah (tokoh
Jinushi san). Saat itu sapi milik Risuke yang diikatkan ke pohon camelia
memakan semua daun camelia yang ada di sekitar tanah milik tuan tanah tersebut.
Tuan tanah yang mengetahui hal tersebut naik pitam, karena bunga camelia yang
ada di pekarangannya rusak dan habis dimakan sapi milik Risuke. Tuan tanah
tidak terima akan hal itu dan menuntut tanggung jawab Risuke untuk
mengembalikan pohon camelia miliknya seperti semula. Kaizo yang mendengar
hal itu tidak mungkin dapat dilakukan oleh siapapun, ia memberanikan diri
memintakan maaf untuk Risuke yang tersudut. Berikut kutipannya :
そこで人力曳きの海蔵さんも、まんじゅう笠をぬいで、利助さんの ためにあやまってやりました。
Sokode jinrikihiki no Kaizo san mo, manjuu gasa wo nuide, Risuke san no tame ni ayamatte yarimashita.
Lalu Kaizo san melepaskan topinya, dan memintakan maaf untuk Risuke san.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:94)
Rasa peduli Kaizo juga ia tunjukkan saat datang ke rumah tuan tanah.
Awalnya Kaizo tidak mengetahui bahwa pak tua itu sakit, namun setelah
sembuh, ia menghampiri dan mendekat ke samping ranjang pak tua itu. Berikut deshita. Sorede, Kaizo san wa omimai ni makura motomadekimashita.
Ketika Kaizo san bertanya, orang tua itu sejak dua hari lalu cegukan-nya belum berhenti, tubuhnya melemah dan berbaring di tempat tidur. Lalu Kaizo san mendekat ke samping tempat tidurnya untuk bersimpati.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:109)
Tidak hanya itu, Kaizo juga mengurungkan niatnya meminta ijin menggali
sumur kepada pak tua yang sedang sekarat, dan justru memberikan resep manjur
kepada orang itu agar cegukannya bisa berhenti. Berikut kutipannya :
海蔵さんは、こんな死にかかった人と争ってもしかたがないと思っ て、しゃっくりにきくおまじないは、茶わんに箸を一本のせておい て、ひといきに水をのんでしまうことだと教えてやりました。
Kaizo san wa, konna shini kakatta hito to arasotte moshikata ga nai to omotte, shakkuri ni kiku omajinai wa, chawan ni hashi wo ippon noseteoite, hitoiki ni mizu wo nondeshimau koto da to oshiete yarimashita.
Kaizo san berpikir tidak ada gunanya melawan orang sekarat seperti ini, Dia mengajarkan mantra untuk orang cegukan, yaitu minum air yang ditaruh di mangkuk yang di atasnya ditaruh sumpit, dan minum dalam satu tarikan nafas.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:109)
Setiap kejadian yang dialami Kaizo, selalu diceritakan kepada ibunya,
terus-menerus menyembur keluar, ia menceritakan hal itu kepada ibunya. Berikut
Ia juga bercerita kepada ibunya tentang niatnya membuat sumur di sekitar
sana. Berikut kutipannya :
Kaizo san wa, mizu wo nomini itteiru aida ni Risuke san no ushi ga tsubaki no ha wo kutteshimatta koto wo hanashite,
“Asoko no michibata ni ido ga attara, iidaroninoo.”to, iimashita.
“Sorya, michibata ni attara, minna ga tasukaru.”to itte, okaasan wa, ano michi no atsui hizakari ni tooru hitobito wo kazoe agemashita.
Kaizo san bercerita tentang sapi milik Risuke san yang telah memakan daun camelia selama mereka pergi minum air,
“Kalau ada sumur yang letaknya di pinggir jalan, bagus kan?” katanya. “Ya, kalau sumur itu ada di pinggir jalan, semua orang akan tertolong.”
kata ibunya yang juga menghitung orang-orang yang melewati jalan itu pada tengah hari di musim panas.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:97-98)
Kutipan tersebut diatas yang menceritakan tentang apa yang dialami Kaizo
sifatterbuka. Sifat ini juga ia tunjukkan saat bercerita tentang kondisi tuan tanah
dan kegagalannya membujuk pak tua itu kepada ibunya. Ia menceritakan bahwa
saat itu ia belum berhasil meluluhkan hati tuan tanah yang masih keras kepala,
namun setelah bertemu dan berbicara kepada putra tuan tanah tersebut, Kaizo
seperti mendapat angin segar, karena ia berpikir, jika tuan tanah itu akhirnya
meninggal, maka generasi selanjutnya akan dipimpin oleh putra tuan tanah. Saat
itulah Kaizo akan diijinkan untuk menggali sumur di shintanomune. Berikut
kutipan yang sesuai dengan kejadian tersebut :
その夜、夕飯のとき、海蔵さんは年とったお母さんに、こう話しま した。
「あのがんこ者の親父が死ねば、息子が井戸を掘らせてくれるそう だがのオ。だが、ありゃ、もう二、三日で死ぬからええて。」
Sono yoru, yuuhan no toki, Kaizo san wa toshitotta okaasan ni, kou hanashimashita. “Ano ganko mon no oyaji ga shineba, musuko ga ido wo horasete kureru soudaganoo. Daga, arya, mou ni, minnichi de shinu kara eete.”
Malam itu, saat makan malam, Kaizo san bercerita kepada ibunya seperti
ini. “Seandainya pak tua yang keras kepala itu meninggal, putranya akan
mengijinkanku untuk bisa menggali sumur. Tapi kalau dalam 2-3 hari mau meninggal juga tidak apa-apa,”
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:110)
Kaizo yang memiliki keinginan kuat untuk membuat sumur, melakukan
berbagai macam usaha. Ia bertanya kepada temannya yang bernama Shingoro
(penggali sumur). Shingoro yang paham mengenai sumur menyarankan Kaizo
bahwa jika ingin menggali sebuah sumur membutuhkan uang sebesar 30 yen.
Kaizo sadar mengumpulkan uang sebanyak itu bagi orang miskin sepertinya
hal itu tidak berhasil. Kaizo yang tidak pantang menyerah, mempunyai ide untuk
membuat sebuah kotak persembahan dan menggantungkannya ke pohon camelia.
Kotak persembahan itu dibuatnya dengan tujuan agar orang-orang yang melewati
tempat itu dan melihat kotak tersebut, mau menyumbangkan beberapa sen
uangnya. Uang yang terkumpul nanti akan ia gunakan untuk membuat sumur.
Tabi no hito ya, machi he yuku hito wa, shintanomune no shita no tsubaki no ki ni, saisenbako no youna mono ga tsurusarete aru no wo mimashita. Soreniwa fuda ga tsuiteite, kou kaitearimashita.
“Kokoni ido wo hotte tabi no hito ni nonde moraou to omoimasu. Kokorozashi no aru kata wa ichisen demo gorin demo kishashite kudasai.” Kore wa Kaizo san no shiwaza de arimashita. Sore ga shouko ni, sorekara go, muinichi no chi, Kaizo san wa, tsubaki no ki ni mukai atta gake no ue ni harabai ni natte, enishida no shita kara kubitta dake dashi, hitobito no kasha no shiyou wo miteimashita.
Orang-orang yang pergi ke kota, dan orang yang sedang dalam perjalanan akan melihat benda seperti kotak persembahan yang digantung pada pohon bunga camelia di bawah shintanomune. Di kotak itu ada sebuah catatan
yang tertulis seperti ini “Aku berniat menggali sumur di sini supaya orang
yang bepergian bisa minum di sini. Bagi yang mau sumbanglah 5 rin atau
satu sen”.
Ini adalah ulah Kaizo san. Sebagai buktinya, sejak 5-6 hari yang lalu, Kaizo san berbaring di atas bukit yang ada di depan pohon camelia, ia hanya sesekali mengeluarkan lehernya untuk melihat orang-orang yang bersedekah.
Berdasarkan kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tokoh Kaizo ini
selain memiliki sifat yang tak mudah menyerah, juga sangat cerdik. Terbukti
ketika usaha pertamanya gagal, ia tidak kehabisan akal. Ia justru memiliki ide
yang cukup kreatif dengan membuat kotak persembahan.
Sifat pantang menyerah Kaizo juga terlihat dari kutipan berikut ini :
海蔵さんは、もう二タ月ほどまえから、たびたびこの家へ来たので
Kaizo san sudah dua bulan lebih sebelumnya, sering datang ke rumah ini. Uang untuk menggali sumur sebagian besar sudah terkumpul, tapi karena tuan tanah tersebut tidak menyetujui untuk menggali sumur di sana, ia pun datang berkali-kali untuk memohon.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:108)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kaizo telah mendatangi rumah tuan
tanah berkali-kali selama dua bulan lebih. Ia pergi ke sana dengan maksud
meminta ijin agar ia bisa menggali sumur dishintanomune.
Beberapa usaha yang telah dilakukan Kaizo tidak menemui hasil. Kaizo
yang memiliki tekad yang kuat, berusaha mengumpulkan uang 30 yen dengan
caranya sendiri. Uang jajannya sehari-hari ia kumpulkan dan disimpan untuk
membangun sumur impiannya. Berikut kutipannya :
海蔵さんの胸の中には、拳骨のように固い決心があったのです。今 までお菓子につかったお金を、これからは使わずにためておいて、
Kaizo san no mune no uchi niwa, genkotsu no youni katai kesshin ga attanodesu. Ima made okashi ni tsukatta okane wo, korekara wa tsukawazuni tameteoite, shintanomune no shita ni, hitobito no tame no ido wo horou to iunode arimashita.
Dalam hatinya Kaizo san memiliki tekad yang kuat seperti kepalan tinju. Ia akan menyimpan uang yang biasa ia gunakan untuk beli kue sampai sekarang, dan akan menggunakannya untuk menggali sumur di bawah shintanomune, untuk menolong orang-orang.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:107-108)
3. 2. METODE SHOWING
Metode showing merupakan cara lain untuk menganalisis karakter tokoh
utama pada cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki ini. Penganalisisan dengan
menggunakan metode ini, mengabaikan kehadiran pengarang, sehingga para
pembaca dan peneliti karya sastra dapat menganalisis sendiri karakter seorang
tokoh secara bebas sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Penggunaan metode ini
lebih banyak mengacu pada dialog yang diucapkan para tokoh dan tingkah laku
mereka. Karakter seorang tokoh melalui dialog dan tingkah laku ini dapat
diketahui dari lokasi dan situasi dimana percakapan itu terjadi, kualitas mental
yang dimiliki tokoh tersebut, maupun motivasi yang melandasi seorang tokoh
melakukan suatu tindakan.
3. 2. 1. Karakterisasi Melalui Dialog
Pada cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki, tokoh utama Kaizo yang
memiliki keinginan membuat sumur, berusaha mewujudkan keinginannya tersebut.
Mulai dari menemui salah seorang temannya yang bernama Shingoro, yang
berprofesi sebagai seorang penggali sumur, untuk menanyakan beberapa hal yang
海蔵さんが人力曳きのたまり場へ来ると、井戸掘りの新五郎さんが
Kaizo san ga jinrikihiki no tamariba he kuru to, idohori no Shingoro san ga imashita. Jinrikihiki no tamariba to ittemo, mura no kaidou ni sotta dagashiya no koto de arimashita. Sokode idohori no Shingoro san wa, aburagashi wo kajirinagara, tsumaranu hanashi wo ooki na koe de shiteimashita. Ido no soko kara, soto ni iru hito ni mukatte hanashi wo suru tameni, Idoshin san no koe ga ookikunatte shimattanode arimasu. “Idottemonaa, ittai ikura kurai de horerumonkai, Idoshin sa.”to, Kaizo san wa, jibun mo dagashi bako kara aburagashi wo ippon tsumami dashinagara kikimashita.
Saat Kaizo san datang ke tempat perkumpulan para penarik becak, Shingoro san si penggali sumur ada di sana. Yang dimaksud dengan tempat perkumpulan para penarik becak adalah sebuah toko permen yang terletak di sepanjang jalan utama desa. Lalu Shingoro san membicarakan hal-hal yang membosankan dengan keras, sambil mengunyah aburagashi. Untuk berbicara dari dasar sumur dan menghadap ke orang-orang yang ada di luar, suara Idoshin san harus keras.
“Idoshin-san, kalau mau menggali sumur baru itu, kira-kira perlu menggali
seberapa dalam ya” tanya Kaizo san sambil mengambil sebatang
aburagashidari kotak permen miliknya.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:95-96)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh Kaizo dalam
cerita ini, selain memiliki rasa ingin tahu yang besar, ia juga merupakan
seseorang yang jika mempunyai suatu maksud (keinginan), maka ia akan berusaha
keras untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Sifat Kaizo yang memiliki tekad
kuat seperti inilah yang membuat dia mampu mewujudkan impiannya, meskipun
membutuhkan uang sebesar 30 yen merasa kesulitan, karena ia adalah orang
miskin dan tidak memiliki uang sebanyak itu. Kaizo yang teringat akan Risuke
yang baru saja mendapat uang banyak, menemui temannya tersebut. Namun
Risuke tidak tertarik sedikitpun terhadap ide Kaizo. Akhirnya Kaizo berusaha
mengumpulkan uang sebanyak 30 yen sendiri dengan membuat sebuah kotak
persembahan, lalu ia gantungkan ke pohon camelia. Ia membuat kotak
persembahan itu dengan maksud agar orang-orang yang melihatnya, bersedia
menyumbangkan beberapa sen uangnya. Berikut kutipannya :
旅の人や、町へゆく人は、しんたのむねの下の椿の木に、賽銭箱の
Tabi no hito ya, machi he yuku hito wa, shintanomune no shita no tsubaki no ki ni, saisenbako no youna mono ga tsurusarete aru no wo mimashita. Soreniwa fuda ga tsuiteite, kou kaitearimashita.
“Kokoni ido wo hotte tabi no hito ni nonde moraou to omoimasu. Kokorozashi no aru kata wa ichisen demo gorin demo kishashite kudasai.” Kore wa Kaizo san no shiwaza de arimashita…
Orang-orang yang pergi ke kota, dan orang yang sedang dalam perjalanan akan melihat benda seperti kotak persembahan yang digantung pada pohon bunga camelia di bawah shintanomune. Di kotak itu ada sebuah catatan
yang tertulis seperti ini “Aku berniat menggali sumur di sini supaya orang
yang sedang dalam perjalanan, bisa minum di sini. Bagi yang mau, sumbanglah 5 rin atau satu sen”.
Ini adalah ulah Kaizo san…
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:102)
Usaha Kaizo tidak berhasil. Lalu ia memutuskan akan melakukannya
sendiri tanpa bantuan orang lain. Ia akan mengumpulkan uang jajannya sehari-hari,
tidak berhenti hanya sampai di sini. Ia pun telah mendatangi rumah tuan tanah
berkali-kali, karena sumur yang akan ia gali berada di sekitar tanah milik tuan
tanah tersebut. Kejadian yang dialami Kaizo bersama Risuke di tengah gunung
waktu lalu, membuatnya tidak mudah mendapatkan ijin untuk menggali sumur di
shintanomune. Berikut kutipannya : kitanodeshita. Ido wo horu okane wa daitai dekitanodesu ga, iza to natte jinushi ga, soko ni ido wo horu koto wo shouchi shitekurenainode, nandomo tanomi ni kitanodeshita. Sono jinushi to iu nowa, ushi wo tsubaki ni tsunaida Risuke san wo, sanzan shikatta ano roujin dattanodesu.
Kaizo san sudah dua bulan lebih sebelumnya, sering datang ke rumah ini. Uang untuk menggali sumur sebagian besar sudah terkumpul, tapi karena tuan tanah tersebut tidak menyetujui untuk menggali sumur di sana, ia pun datang berkali-kali untuk memohon. Yang dimaksud dengan tuan tanah tersebut adalah orang tua yang dulu memarahi Risuke san yang telah mengikatkan sapinya ke pohon camellia.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:108)
Namun Kaizo yang memiliki tekad kuat untuk mewujudkan keinginannya
serta tidak menyerah begitu saja, akhirnya berhasil meluluhkan hati tuan tanah
yang keras kepala. Semua usaha Kaizo tersebut dilakukannya agar dapat membuat
sumur yang diinginkannya. Hal itu ia lakukan karena ia peduli terhadap orang
3. 2. 2. Karakterisasi Melalui Lokasi dan Situasi Percakapan
Kaizo yang merasa bersalah setelah berpikir yang tidak-tidak tentang tuan
tanah yang sedang sekarat dan sebentar lagi akan meninggal, memutuskan pergi
ke rumah pak tua itu lagi untuk meminta maaf. Berikut kutipannya :
老人はやつれて寝ていました。海蔵さんは枕もとに両手をついて、
Roujin wa yatsurete neteimashita. Kaizo san wa makura motoni ryoute wo tsuite, “washi wa, ayamari ni mairimashita. Kinou, washi wa koko kara kaeru toki, musuko san kara, anata ga shineba musuko san ga ido wo yurushitekureru to kite, warui kokoro ni narimashita. Moujiki, anata ga shinu kara ii nado to, osoroshii koto wo heiki de omotteimashita. Tsumari, washi wa jibun no ido no koto bakari kangaete, anata no shinu koto wo machinegau to iu youna, oni ni mo hitoshii kokoro ni narimashita. Sokode, washi wa, ayamari ni mairimashita. Ido no koto wa, mou onegaishimasen. Mata dokoka, hoka no basho wo sagasutoshimasu. Desukara, anata wa douzo, shinanaide kudasai.”to, iimashita.
Orang tua itu masih tidur. Kaizo san meletakkan kedua tangannya di dekat
tempat tidur dan berkata, “Aku minta maaf. Kemarin, saat pulang dari sini,
hatiku menjadi jahat, setelah mendengar putramu, seandainya kau meninggal, maka ia akan mengijinkanku menggali sumur. Sebentar lagi tiba waktu anda, anda akan meninggal, dan saya merasa membiarkan sesuatu yang mengerikan. Dengan kata lain, saat hanya memikirkan hal-hal tentang sumur, hatiku berubah menjadi seperti setan, seperti mengharap kematianmu. Jadi maafkan aku. Aku tidak akan meminta hal-hal tentang sumur lagi. Dan aku akan mencari tempat lain. Oleh karena itu,
anda tidak boleh mati.”
Percakapan tersebut diatas terjadi di rumah tuan tanah. Saat itu Kaizo
hanya berbicara berdua dengan pak tua tersebut. Ia pergi ke sana untuk meminta
maaf karena telah berpikiran yang tidak-tidak. Hal ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa Kaizo merupakan orang yang pemberani dan berjiwa besar, karena ia
tidak sungkan-sungkan untuk berkata jujur tentang apa yang telah ia pikirkan
tentang pak tua itu dan meminta maaf atas sikapnya tersebut.
3. 2. 3. Karakterisasi Melalui Jatidiri Tokoh yang dituju oleh Penutur
Kaizo yang telah menyadari bahwa ia telah berpikir salah, membuat
keputusan pergi menemui tuan tanah lagi untuk meminta maaf. Saat
mengutarakan permintaan maafnya tersebut, justru tuan tanah tersebut memiliki
penilaian sendiri untuk Kaizo. Pak tua itu mengatakan bahwa Kaizo adalahorang
yang berhati baik, sehingga ia pun mengijinkan Kaizo menggali sumur di sekitar
tanah miliknya. Berikut kutipannya :
tarinakattara, ikura demo washi ga dashite ageyou. Washi wa ashita ni mo shinu kamoshiren kara, kono koto wo yuigonshiteoiteageyou.”
“Kamu adalah orang yang memiliki hati yang baik, selama ini aku hidup
dalam ketamakan, hidup tanpa sedikitpun memikirkan orang lain, tapi sekarang aku mulai berubah Karena kebaikan hatimu. Orang sepertimu sangat jarang saat ini. Baiklah, silahkan gali sumur di tempat yang kau suka, dimanapun itu. Bagaimanapun bentuk sumurnya, galilah! Sebelah sana adalah tanah milikku. Benar, kalau biaya untuk menggali sumurnya kurang, aku akan mengeluarkan uang berapapun. Aku akan memberikan hal ini sebagai permintaan terakhirku, karena mungkin besok aku akan
meninggal.”
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:111-112)
3. 2. 4. Kualitas Mental Tokoh
Mental tokoh Kaizo ini terlihat saat ia sedang berusaha memohon kepada
tuan tanah agar diijinkan menggali sumur di sekitar tanah milik tuan tanah
tersebut. Usaha ini tidaklah mudah bagi Kaizo, mengingat sifat tuan tanah yang
keras kepala, apalagi mereka berdua pernah berselisih paham ketika sapi milik
Risuke memakan semua daun camelia di pekarangan milik pak tua itu. Bahkan
setelah Kaizo mengetahui bahwa tuan tanah tersebut sedang sekarat, ia
mengurungkan niatnya. Saat itulah putra tuan tanah berbicara kepada Kaizo untuk
bersabar, karena jika pak tua itu meninggal, ia akan menjadi generasi berikutnya
dan mewarisi semua tanah tersebut. Kaizo yang terlalu senang mendengar hal
tersebut, menjadi berpikiran yang tidak-tidak. Berikut kutipannya :
海蔵さんは喜びました。あの様子では、もうあの老人は、あと二、 三日で死ぬに違いない。そうすれば、あの息子があとをついで、井 戸を掘らせてくれる、これはうまいと思いました。
Mon wo deyou to suru to, roujin no musuko san ga, Kaizo san no ato wo ottekite, “uchi no oyaji wa, gankou de shiyouganai nodesuyo. Sono uchi, watashi no dai ni narimasukara, soshitara watashi ga anata no ido wo horu koto wo shouchi shiteagemashou. ”to iimashita.
Kaizo san wa yorokobimashita. Ano yousu dewa, mou ano roujin wa, ato ni, san niche de shinu ni chigainai. Sousureba, ano musuko ga ato wo tsuide, ido wo horasete kureru, kore wa umai to omoimashita.
Saat akan keluar dari pintu, anak laki-laki pak tua itu mengejar Kaizo san
dan berkata, “Apa boleh buat, ayahku memang orang yang keras kepala. Sebentar lagi aku akan menjadi penerus generasi berikutnya, saat itu tiba
aku akan memberimu ijin untuk menggali sumur.”
Kaizo san merasa senang. Ia berpikir bahwa dalam keadaan tersebut, pak tua itu akan meninggal dalam 2-3 hari kedepan. Seandainya hal itu terjadi, setelah putranya menggantikan posisi pak tua itu, ia bisa menggali sumur.
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:109-110)
Kutipan di atas menunjukkan perasaan Kaizo yang merasa senang karena
ada harapan ia bisa menggali sumur. Ia pun langsung menceritakan hal itu kepada
ibunya. Kaizo yang merasa senang menjadi lupa diri sehingga berpikiran yang
tidak-tidak. Ibunya yang mendengarkan cerita itu pun menganggap bahwa hati
Kaizo telah menjadi jahat, karena hanya memikirkan pekerjaannya sendiri, bahkan
sampai mengharap kematian seseorang. Berikut kutipannya :
horasete kureru soudaganoo. Daga, arya, mou ni, minnichi de shinu kara eete.”
Suru to, okaasan wa iimashita.
“Omae wa, jibun no shigoto no koto bakari kangaeteite, warui kokoro ni nattadana. Hito no shinu no wo machi nozondeiru nowa warui kotodazoya.”
Malam itu, saat makan malam, Kaizo san bercerita kepada ibunya seperti
ini. “Seandainya pak tua yang keras kepala itu meninggal, putranya akan
mengijinkanku untuk bisa menggali sumur. Tapi kalau dalam 2-3 hari mau meninggal juga tidak apa-apa,”
Lalu ibunya berkata “Kau hanya memikirkan pekerjaanmu sendiri, itu
sebabnya hatimu menjadi jahat. Mengharap kematian seseorang itu hal
yang tidak baik.”
(ごんぎつね.夕鶴, 1986:110)
Apa yang dikatakan ibunya membuat Kaizo sadar, bahwa ia telah salah
berpikiran yang tidak-tidak. Keesokan harinya, Kaizo pergi ke rumah tuan tanah
lagi untuk meminta maaf.
Sepenggal cerita di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kaizo adalah
orang yang mudah dipengaruhi. Hal itu terlihat saat ia berbicara kepada putra
tuan tanah. Ia tanpa sengaja telah berpikiran buruk. Namun setelah berbicara
kepada ibunya, ia tersadar dan akhirnya meminta maaf kepada tuan tanah.
Berdasarkan hasil analisis karakter tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida
Tsubaki No Ki dengan menggunakan metode telling dan metode showing, dapat
disimpulkan bahwa tokoh Kaizo adalah orang yang berhati baik, pekerja keras,
pemberani, berjiwa besar, terbuka, memiliki tekad yang kuat, memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi, dan peduli terhadap orang banyak. Namun di satu sisi ia juga
mudah dipengaruhi oleh orang lain.
Selain karakter tokoh utama cerpen, pada penelitian ini juga akan
pandang, dan amanat yang dapat diambil dari isi cerita cerpen tersebut. Berikut
analisisnya :
1. TEMA
Analisis karakter terhadap tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki
No Ki di atas, selain dapat mengetahui bagaimana karakter seorang tokoh
dilukiskan oleh seorang pengarang, juga dapat menentukan sebuah tema cerita.
Cerpen “Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki” ini mengisahkan tentang tokoh Kaizo
yang mempunyai keinginan membuat sebuah sumur di pinggir jalan yang berada
di tengah gunung, setelah ia melihat mata air yang menyembur terus-menerus di
sana. Ia pun memilik ide membuat sumur di sana, agar dapat menolong
orang-orang yang kelelahan dan kehausan selama perjalanan.
Kaizo menemui banyak kendala dalam mewujudkan keinginannya
tersebut. Ia tidak mempunyai uang sebesar 30 yen, karena kehidupnnya yang
miskin. Ia juga mendapat penolakan dari tuan tanah mengenai ijin menggali
sumur di tempat itu. Namun karena kegigihannya, ia bisa berhasil menggali
sebuah sumur. Keberhasilan Kaizo dalam mewujudkan keinginannya membuat
sumur tidak lepas dari berbagai macam sifat yang ia miliki.
Berdasarkan analisis karakter tokoh Kaizo di atas, dapat pula ditarik
kesimpulan mengenai sebuah tema cerita yaitu tentang perjuangan. Perjuangan
di sini bukanlah tentang sebuah perang melawan musuh, mengorbankan darah
hingga nyawanya demi mempertahankan Negara, melainkan perjuangan seorang
manusia dengan mengorbankan waktu dan tenaganya untuk melakukan berbagai
Perjuangan yang dilakukan oleh Kaizo ini merupakan salah satu contoh
perjuangan seorang manusia yang berusaha mewujudkan keinginannya. Kaizo
yang memiliki tekad kuat, tidak mudah menyerah, dan kepeduliannya terhadap
orang banyak sangat besar, akhirnya berhasil membuat sumur yang diinginkannya.
2. ALUR
Awal cerita Kaizo bersama Risuke istirahat di tengah gunung untuk
minum air. Saat itu sapi milik Risuke yang diikatkan ke akar camellia, memakan
semua daun bunga itu. Seorang pemilik tanah yang melihat hal itu terlihat sangat
marah karena bunga camellia miliknya habis dimakan oleh sapi tersebut. Kaizo
dan Risuke yang merasa bersalah pun meminta maaf kepada tuan tanah tersebut.
Selama perjalanan pulang ke desa, mereka berdua berpikir tentang seandainya
mata air itu ada di pinggir jalan, maka semua kejadian yang tidak menyenangkan
saat itu tidak akan terjadi. Sejak saat itu muncullah ide dari Kaizo yang ingin
membuat sumur di pinggir jalan tersebut.
Pada pertengahan cerita diceritakan mengenai usaha-usaha Kaizo dalam
mewujudkan keinginannya. Beberapa usaha yang ditempuh Kaizo tidak berjalan
mulus. Banyak kendala yang ia temui, seperti tidak adanya dana karena ia miskin
dan mendapat persetujuan dari tuan pemilik tanah tidak yang sulit. Namun hal itu
tidak membuat Kaizo menyerah begitu saja terhadap keadaan, melainkan ia
bertekad mengumpulkan uang sebesar 30 yen dengan caranya sendiri, yaitu
dengan mengumpulkan uang jajannya sehari-hari. Selain itu ia juga berusaha