• Tidak ada hasil yang ditemukan

Juniar Roza K - S1 S..>

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Juniar Roza K - S1 S..>"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

i

Karya Niimi Nankichi

Skripsi

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi

Ujian Sarjana Program S1 Humaniora dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Jepang

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro

Oleh :

Juniar Roza Kusumadewi

NIM : 13050111150011

PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

(2)

ii

mengambil bahan dari hasil penelitian untuk suatu gelar sarjana atau diploma di

suatu universitas maupun hasil penelitian lain. Sejauh yang penulis ketahui,

skripsi ini juga tidak mengambil bahan dari publikasi atau tulisan orang lain,

kecuali yang telah tercantum dalam rujukan dan daftar pustaka. Penulis bersedia

menerima sangsi apabila terbukti melakukan penjiplakan.

Semarang, September 2013

(3)

iii Disetujui oleh

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(4)

iv Panitia Ujian Skripsi

Program Studi Strata I Sastra Jepang

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang

Pada hari :

Tanggal :

Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro

Ketua

Drs. Yudiono KS, SU ………

NIP. NIP. 19481027 197603 1 001

Anggota I

Zaki Ainul Fadli, SS, M. Hum ……….………...

Anggota II

(5)

v

"Untuk meraih sebuah kesuksesan, karakter seseorang adalah lebih penting dari

pada Intelegensi."

(Gilgerte Beaux)

Jangan takut mengambil satu langkah besar jika memang dibutuhkan. Anda tak

dapat menyeberangi jurang hanya dengan dua lompatan kecil.

(David L. George)

Dari semua hal, pengetahuan adalah yang paling baik, karena tidak kena

tanggung jawab maupun tidak dapat dicuri, karena tidak dapat dibeli, dan tidak

dapat dihancurkan.

(Hitopadesa)

Persembahan :

Skripsi ini kupersembahkan untuk keluarga besarku, orang-orang terdekat, dan

(6)

vi

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah melimpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita semua dalam keadaan sehat walafiat.

Penulis juga panjatkan syukur alhamdulillah, karena hanya dengan keridho’an

-Nya skripsi yang berjudul “Karakter Tokoh Utama Cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki” karya Niimi Nankichi dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari peran

berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih banyak kepada :

1. Bapak Drs. Agus Maladi Irianto, M. A, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Diponegoro Semarang

2. Bapak Drs. Surono, S. U, selaku Ketua Jurusan Sastra dan Bahasa Jepang

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang

3. Ibu Nur Hastuti, S. S, M. Hum, selaku Dosen Wali Akademik Program

Sastra dan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Semarang

4. Bapak Drs. Yudiono, KS, SU, selaku Dosen Pembimbing I, dan Bapak

Zaki Ainul Fadli, SS, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II dalam

penulisan skripsi ini. Terima kasih atas waktu, kesabaran, arahan,

(7)

vii

6. Seluruh keluarga besar dan orang-orang terdekatku yang selalu

mendoakan dan memotivasiku dalam segala hal, terima kasih.

7. Teman-teman di manapun berada, terima kasih atas doa, dukungan,

nasehat dan bantuannya selama ini, kebersamaan kita akan selalu menjadi

bagian penting dalam perjalanan hidupku.

Sebagai manusia biasa, dengan segala kerendahan hati dan keterbatasannya,

penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat

banyak kekurangan baik dari segi isi maupun teknik penulisannya, karena penulis

mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan skripsi ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, September 2013

(8)

viii

DAFTAR ISI……….. viii

ABSTRAKSI……….. x

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 LATAR BELAKANG……….……….. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH………..………. 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN……….……….. 5

1.4 MANFAAT……….………... 5

1.5 RUANG LINGKUP………..………. 6

1.6 METODE PENELITIAN……….…………. 6

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN……….………… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI…… 8

1. 1 TINJAUAN PUSTAKA……… 8

1. 2 KERANGKA TEORI……….. 9

BAB III ANALISIS KARAKTER TOKOH UTAMA CERPEN USHI WO TSUNAIDA TSUBAKI NO KI……….. 21

(9)

ix

3.2.1 KARAKTERISASI MELALUI DIALOG…………. 31 3.2.2 KARAKTERISASI MELALUI LOKASI DAN

SITUASI PERCAKAPAN………. 35 3.2.3 KARAKTERISASI MELALUI JATIDIRI TOKOH

YANG DITUJU OLEH PENUTUR……….. 36 3.2.4 KUALITAS MENTAL TOKOH………... 37

BAB IV SIMPULAN………. 51

DAFTAR PUSTAKA

YOUSHI

LAMPIRAN

(10)

x

noKi Karya Niimi Nankichi”. Thesis. Department of Japanese Studies Faculty of Humanities. Diponegoro University. The First Advisor Drs. Yudiono KS, SU. The Second Advisor Zaki Ainul Fadli, S. S, M. Hum.

The purpose of this research is analyze the character of the main character of the short story Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki. The data used in this research is the short story Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki, published by Niimi Nankichi in the literature anthology in 1986.

The theory used in this research is telling method and showing method by Albertine Minderoop. This theory used to analyze the character of the main character of the short story Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki. The second theory used in this research is structural theory by Burhan Nurgiyantoro. This theory used to analyze theme, plot, setting and the message in this short story.

(11)

1. LATAR BELAKANG

Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang

anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi

sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku

pembacanya. (Puryanto, 2008 : 2)

Karya sastra anak, baik itu berupa cerpen, puisi, ataupun drama, biasanya

menggunakan tema yang mendidik. Tema-tema yang mengangkat masalah

pendidikan sangat baik untuk diterapkan dalam karya sastra anak ini, karena dapat

memberikan pesan moral, pengetahuan, dan nilai kehidupan bagi anak-anak

selaku pembacanya. Selain itu karya sastra ini juga dapat dinikmati oleh orang

dewasa sekalipun, mengingat pesan moral yang tersimpan dalam suatu cerita,

tidak hanya ditujukan kepada orang-orang dengan golongan usia tertentu saja,

tetapi juga untuk mereka yang membaca karya sastra tersebut.

Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbentuk tulisan

dengan isi ceritanya lebih pendek (tidak sekompleks) novel. Di berbagai negara,

seperti Indonesia cerpen banyak digemari tidak hanya oleh anak-anak saja,

melainkan orang dewasa sekalipun membaca cerpen. Mereka yang lebih suka

membaca cerpen diantaranya memiliki alasan, seperti membaca cerpen tidak

menghabiskan banyak waktu, karena bisa habis dibaca hanya dalam sekali duduk.

(12)

Cerpen biasanya merupakan gambaran hidup sang pengarang atau sebuah

cerita yang menyangkut masalah kehidupan manusia lain, yang dituangkan dalam

sebuah tulisan. Ada pula cerpen yang dibuat berdasarkan kisah fiksi belaka. Isi

cerpen yang dibuat baik yang cerita fiksi maupun berdasarkan kisah nyata,

biasanya terkandung beberapa amanat dan pesan kehidupan yang ingin

disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya.

Indonesia dan Jepang merupakan contoh negara yang banyak memproduksi

cerpen untuk anak-anak. Cerpen-cerpen tersebut diterbitkan dalam sebuah buku,

media cetak (seperti : koran, majalah, dan buku ajar), internet, serta ada yang

dikemas dalam sebuah antologi kesusastraan. Beberapa cerpen dari Jepang yang

dikemas dalam antologi kesusatraan, diantaranya seperti : Majyutsu (Ilmu Sihir)

karya Akutagawa Ryunosuke, Ippon Ashi no Heitai (Prajurit Berkaki Satu) karya

Suzuki Miekichi,Gonkitsune(Si Rubah Gong) danUshi wo Tsunaida Tsubaki no

Ki (Sapi yang Terikat di Pohon Camelia) karya Niimi Nankichi . Cerpen yang

berjudul Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki inilah yang akan dijadikan sebagai

objek material dalam penelitian ini.

Alasan pemilihan objek material ini karena sosok pengarang cerpen tersebut

yaitu Niimi Nankichi merupakan seorang penulis sastra anak terkenal di Jepang.

Cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki merupakan salah satu karya besar

(masterpiece) miliknya. Penulis sastra anak yang dijuluki sebagai Hans Christian

Andersen-nya (Penulis dan Penyair terkenal asal Denmark) Jepang ini, mulai

menulis sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan saat itu ia sudah

(13)

persembahkan saat upacara kelulusan SD. Semasa hidup Niimi Nankichi telah

menghasilkan beberapa karya sastra anak, seperti cerpen yang bergenre fabel

dengan judulGonkitsune dipublikasikan di majalahAkai Toriedisi bulan Januari

tahun 1932, cerpen yang berjudul Ojiisan no Ranpu yang dipublikasikan pada

tahun 1942, dan cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki yang diterbitkan

beberapa bulan setelah kematiannya (tahun 1943). Cerpen-cerpen tersebut

dikemas dalam sebuah antologi kesusatraan dengan judul Gongkitsune Yudzuuru,

bersama dengan beberapa cerpen karya Kinoshita Junji.

Pada tahun 1994 dibukalah sebuah museum untuk memperingati 50 tahun

kematian Niimi Nankichi. Museum tersebut dibangun oleh asosiasi insinyur dan

arsitek bangunan yang ada di Prefektur Aichi, Jepang. Hal tersebut di atas

membuktikan bahwa karya-karya Niimi Nankichi mendapat apresiasi dari

masyarakat Jepang, khususnya di kota kelahirannya Handa (Prefektur Aichi).

Beberapa cerpen anak karya Niimi Nankichi telah beredar di Indonesia.

Salah satunya adalah cerpen Ushi wo Tsunaida Tsubaki no Ki. Cerpen ini

mengisahkan tentang seorang pemuda yang menemukan sumber mata air di

tengah gunung dan mempunyai ide untuk membangun sumur yang dapat

menampung air tersebut agar dapat bermanfaat bagi orang banyak. Beberapa

kejadian yang dialami tokohnya dan sifat-sifat yang diperlihatkan tokoh tersebut

dapat dijadikan sebagai sebuah inspirasi dan tauladan bagi para pembaca

mengenai arti sebuah perjuangan untuk dapat meraih apa yang diinginkan,

meskipun dengan keadaan sosial-ekonomi yang tidak mendukung, serta

(14)

Berdasarkan uraian di atas itulah penulis telah meneliti tentang karakter

tokoh utama cerpen yang digambarkan oleh pengarang sehingga ia mampu

mewujudkan keinginannya tersebut. Keberadaan tokoh ini, tidak hanya

menjelaskan siapa dan bagaimana tokoh ini berperan dalam cerpen tersebut, tetapi

juga dapat mempengaruhi tokoh lain dan jalannya cerita cerpen Ushi Wo

Tsunaida Tsubaki No Ki, bahkan karakter yang tergambar dari tokoh ini bisa

menentukan sebuah tema yang terkandung dalam cerpen ini.

Selain unsur tokoh, dalam sebuah karya sastra juga terdapat unsur-unsur

pembangun lainnya. Setiap unsur-unsur tersebut juga saling berkaitan satu sama

lain. Dalam penelitian ini, penulis juga menganalisis unsur-unsur seperti tema,

alur, latar, dan amanat yang terdapat dalam cerpen tersebut.

Penulis meneliti karakter tokoh utama cerpen ini dengan menggunakan

metode karakterisasi telaah fiksi, yaitu dengan menggunakan metode telling

(metode langsung) dan metode showing (metode tak langsung) milik Albertine

Minderop. Kedua metode ini biasanya digunakan oleh pengarang fiksi jaman

dahulu. Sedangkan unsur-unsur struktural lainnya diteliti dengan menggunakan

metode struktural pada umumnya.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, rumusan masalah

dalam penelitian ini diantaranya adalah bagaimana karakter tokoh utama yang

(15)

ia mampu mewujudkan keinginannya, dan bagaimana analisis unsur struktural

lainnya dalam cerpen tersebut.

3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui watak

atau karakter dari seorang tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki,

yang digambarkan oleh pengarang sehingga ia mampu mewujudkan keinginannya,

walaupun dalam perjalanannya mengalami banyak kendala. Selain itu analisis

unsur struktural dilakukan untuk mengetahui keterkaitan diantara unsur-unsur

yang membangun karya sastra tersebut.

4. MANFAAT

Secara teoritis manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan

wawasan yang luas bagi para pembaca mengenai karya sastra, yaitu tentang cara

menganalisis karakter tokoh utama cerpen dengan menggunakan metode telling

dan metodeshowing.

Manfaat secara praktis dalam penelitian ini menambah pengetahuan para

pembaca dalam bidang kesusastraan, khususnya sastra anak Jepang, yang dikaji

dari segi strukturalnya yang mengenai karakterisasi tokoh utama cerpen Ushi Wo

(16)

5. RUANG LINGKUP

Pembatasan masalah pada penelitian ini difokuskan pada analisis karakter

tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki melalui metodetelling dan

metode showing, serta analisis unsur struktural lain seperti tema, alur, latar, dan

amanat.

6. METODE PENELITIAN

Penelitian karya sastra ini menggunakan metodetellingdan metodeshowing.

Penulis menggunakan kedua metode tersebut untuk menganalisis unsur tokoh dan

penokohan, yaitu tentang karakter tokoh utama cerpen ini.

Langkah awal yang dilakukan penulis adalah menentukan cerpen yang akan

dianalisis. Setelah data primer yang berupa cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No

Ki dipilih, langkah selanjutnya adalah menerjemahkan cerpen tersebut. Setelah

mengetahui isi cerita dengan baik, penulis menentukan objek apa yang akan

diteliti dan metode yang akan digunakan untuk menganalisisnya.

Langkah selanjutnya adalah mencari data sekunder, berupa buku-buku

tentang teori sastra, teori psikologi sastra, metode karakterisasi telaah fiksi,

maupun data-data lain dari internet sebagai penunjang untuk menganalisis cerpen

tersebut.

Setelah data-data terkumpul, cerpen ini dianalisis sesuai dengan metode

yang digunakan. Langkah terakhir yang dilakukan yaitu menyajikan hasil analisis

(17)

7. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan hasil laporan penelitian disajikan dalam bentuk sistematika

berikut ini :

Bab 1 Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, metode penelitian dan sistematika

penulisan itu sendiri.

Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori, berisi tentang penelitian

sebelumnya, dan landasan teori yang digunakan untuk menganalisis cerpen.

Bab 3 Analisis CerpenUshi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki, akan menguraikan

analisis tentang karakter tokoh utama, melalui metodetellingdan metodeshowing,

serta analisis unsur struktural lain yang membangun karya sastra tersebut.

Bab 4 Penutup, berisi tentang simpulan hasil penelitian cerpen. Lalu diikuti

(18)

2. 1. TINJAUAN PUSTAKA

Karya sastra Jepang sudah banyak yang beredar di Indonesia, seperti novel,

cerpen, drama, dan film. Beberapa diantaranya adalah film Hachikokarya Seijiro

Koyama, novel Utsukushisa To Kanashimi To karya Kawabata Yasunari, novel

Bocchan karya Natsume Souseki, cerpen Yabu No Naka karya Akutagawa

Ryunosuke, dan lain-lain. Sebagian besar dari karya sastra tersebut juga telah

dijadikan sebagai bahan penelitian studi pustaka bagi mahasiswa dari beberapa

perguruan tinggi di Indonesia dengan menggunakan metode penelitian yang

berbeda-beda pula, sesuai dengan apa yang menjadi objek penelitian.

Pada penelitian ini, penulis memilih cerpen anak Jepang yang berjudulUshi

Wo Tsunaida Tsubaki No Ki untuk dianalisis mengenai karakter tokoh utamanya.

Cerpen ini merupakan karya sastra anak Jepang yang ditulis oleh pengarang sastra

anak, Niimi Nankichi. Menurut sepengetahuan penulis, penelitian mengenai

karakter tokoh utama cerpen ini, belum pernah dilakukan sebelumnya, baik oleh

individu maupun instansi yang ada di Indonesia. Penulis meneliti karakter tokoh

cerpen ini menggunakan dua macam metode karakterisasi telaah fiksi. Kedua

metode tersebut adalah metode telling (secara langsung) dan metode showing

(secara tak langsung). Kedua metode ini biasa digunakan oleh pengarang fiksi

(19)

Penggunaan kedua metode tersebut pada penelitian cerpen ini dimaksudkan

untuk mengetahui pelukisan karakter atau watak yang diperankan oleh para tokoh

dalam cerita. Karakter tokoh yang digambarkan dengan metode-metode ini tidak

hanya diketahui melalui penggambaran secara fisik (penampilan fisik dan nama

yang digunakan) semata, tetapi para peneliti bebas berekspresi dalam menentukan

karakter seorang tokoh yang ditelitinya melalui dialog dan tingkah laku mereka,

termasuk motivasi yang melandasi tindakannya tersebut.

2. 2. KERANGKA TEORI

Pada sebuah cerpen ataupun jenis karya sastra lainnya, terdapat beberapa

unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur tersebut diantaranya

adalah tokoh, alur, latar, amanat, dan lain-lain. Salah satu unsurnya yaitu tokoh

dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam suatu karya sastra. Seorang

pengarang akan menceritakan sebuah cerita melalui tokoh-tokoh tersebut.

Pengarang akan menggambarkan bagaimana karakter yang melekat pada diri

seorang tokoh sebagai pelaku untuk menghidupkan cerita yang ditulisnya.

Masing-masing karakter yang melekat pada tokoh itulah yang biasanya mampu

menghidupkan suatu konflik diantara tokoh-tokoh yang lain sehingga membuat

cerita tersebut menarik.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode telling (secara langsung)

dan showing (secara tak langsung) untuk meneliti karakter tokoh utama cerpen

Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki karya Niimi Nankichi. Menurut Aminudin

(20)

http://rahmad.blogspot.com/2011/06/tokohdanpenokohandalamkajianprosa.html,

tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga

peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.

Menurut Sudjiman (1988:16), tokoh adalah individu rekaan yang

mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh

pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau

benda yang diinsankan (

http://rahmad.blogspot.com/2011/tokoh-dan-penokohan-dalam-kajian-prosa.html). Tokoh-tokoh dalam karya sastra dapat dibedakan

menjadi dua macam berdasarkan tingkat pentingnya peran (Nurgiyantoro,

1995:176), yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.

Definisi lain mengenai tokoh utama menurut Abrams melalui Nurgiyantoro

adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama,

yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan

tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan (Nurgiyantoro, 2002:165). Tokoh utama ini memiliki peranan penting

dalam cerita. Ia adalah tokoh yang lebih banyak diceritakan dan dikenai kejadian

daripada tokoh lainnya. Pentingnya keberadaan tokoh utama ini karena selain

banyak diceritakan, ia mampu mempengaruhi jalannya cerita (plot atau alur).

Setiap tokoh dalam karya sastra selalu memiliki watak atau karakter yang

melekat pada dirinya. Karakter seorang manusia, tidak terkecuali tokoh karya

sastra, biasanya merupakan suatu ciri khas manusia tersebut. Karakter ini dapat

diketahui dari nama, tingkah laku, serta gaya bicaranya kepada orang lain. Ada

(21)

yang memiliki karakter yang cenderung tidak baik, dan bisa merugikan orang lain

maupun dirinya sendiri. Karakter tokoh inilah yang diteliti oleh penulis.

Menurut definisi, karakter, atau dalam Bahasa Inggris, character berarti

watak, peran, huruf (Echols dan Shadily melalui Minderop, 2005:2). Karakter

(character) bisa berarti orang, masyarakat, ras, sikap mental dan moral, kualitas

nalar, orang terkenal, tokoh dalam karya sastra, reputasi dan tanda atau huruf

(Bornby melalui Minderop, 2005:2). Menurut Albertine Minderop dalam bukunya

yang berjudul Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, definisi karakterisasi atau dalam

Bahasa Inggrischaracterization, berarti pemeranan, pelukisan watak.

Beberapa definisi karakter di atas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah

watak yang dimiliki oleh seseorang, yang bisa mencerminkan sifat dan sikap

orang tersebut dalam kehidupannya. Karakter yang ada dalam suatu karya sastra

merupakan pencerminan suatu tokoh yang digambarkan oleh pengarang karya

sastra dan berperan dalam sebuah cerita karya sastra.

Cara menentukan karakter tokoh dalam suatu karya sastra dapat dilakukan

dengan berbagai macam metode. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan

untuk menganalisis karakter tokoh utama cerpen ini adalah dengan menggunakan

metodetellingdan metodeshowing.

a. Metode Telling

Metode telling adalah metode yang digunakan untuk menentukan karakter

(watak) para tokoh secara langsung. Metode telling mengandalkan

pemaparan watak tokoh pada eksposisi dan komentar langsung dari

(22)

mencakup tiga hal, yaitu karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh

(characterization through the use of names), karakterisasi melalui

penampilan tokoh (characterization through appearance), dan karakterisasi

melalui tuturan pengarang (characterization by the author) (Minderop,

2005:8).

1. Karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh

Sebuah nama yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya, ataupun

nama julukan yang diberikan untuk seseorang biasanya merupakan

gambaran/pelukisan watak yang menonjol pada diri orang tersebut.

Begitu juga dengan nama yang diberikan oleh seorang pengarang karya

fiksi terhadap tokoh tertentu dapat melukiskan kualitas karakteristik yang

membedakannya dengan tokoh lain (Minderop, 2005:8).

Penggunaan nama ini mengacu pada karakter dominan yang

dimiliki oleh tokoh, seperti tokoh Roger Chilingsworth dalam The

Scarlet Letter karya Nathaniel Hawthorne. Penggunaan nama “Chill” di

sini memiliki arti perasaan tidak nyaman atau orang yang sikapnya

dingin (Minderop, 2005:9).

Ada pula pengarang memberikan sebuah nama yang memiliki arti

kebalikan dari makna nama itu sendiri, misalnya tokoh Fortunato dalam

The Cast of Amontilladokarya Edgar Allen Poe yang senantiasa bernasib

sial (unfortunate of men), padahal kata “fortunato” berarti beruntung

(Minderop, 2005:10), dan sebuah nama yang bisa memperjelas

(23)

Legend of Sleepy Hollowkarya Washington Irving, “Crane” yang berarti

burung yang berkaki panjang atau mesin bertangkai panjang, adalah

seorang tokoh yang berprofesi sebagai kepala sekolah yang bertubuh

jangkung (Minderop, 2005:9). Penggunaan nama tokoh ini tidak hanya

bisa mengetahui karakter yang dimiliki oleh para tokoh saja, melainkan

juga mampu menentukan sebuah tema suatu cerita.

2. Karakterisasi melalui penampilan tokoh

Penampilan para tokoh dapat menentukan karakter seorang tokoh dengan

melihat penampilan tokoh itu sendiri. Penampilan tokoh di sini bisa

mengenai pakaian yang ia kenakan, bagaimana ekspresinya, serta

bagaimana kondisi fisik dan tingkat kesejahteraan tokoh yang

digambarkan oleh pengarang. Misalnya, seorang tokoh yang

penampilannya compang-camping, lusuh, kurus, dan hidup di sebuah

gubug, menandakan bahwa tokoh tersebut adalah orang miskin.

3. Karakterisasi melalui tuturan pengarang

Karakterisasi melalui cara ini dapat memberikan tempat yang luas bagi

pengarang untuk menuturkan kisah sebuah cerita dalam karya sastra yang

ditulisnya. Pengarang tidak hanya sekedar menggiring perhatian pembaca

terhadap komentarnya tentang watak tokoh, tetapi juga mencoba

membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya

(24)

b. Metode Showing

Metodeshowingmerupakan cara menentukan karakter seorang tokoh secara

tak langsung. Metode ini lebih banyak menganalisis karakter seorang tokoh

melalui dialog dan tingkah laku mereka. Seorang peneliti yang ingin

menganalisis karakter seorang tokoh dengan menggunakan metode ini pun

bebas berekspresi dalam menentukan sebuah karakter yang melekat pada

diri tokoh tersebut sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Metode ini

meliputi 6 cara, yaitu melalui dialog, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri

tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh, nada suara,

tekanan, dialek dan kosakata, serta melalui tindakan para tokoh.

1. Karakterisasi melalui dialog

Karakter seorang tokoh dapat diketahui melalui percakapan atau dialog

antar tokoh-tokohnya. Suatu dialog dapat menjelaskan bagaimana watak

atau karakter seorang tokoh ketika ia sedang berbicara ataupun

menanggapi sebuah pembicaraan dengan orang lain.

2. Lokasi dan situasi percakapan

Lokasi yang dipilih oleh orang-orang untuk melakukan sebuah

pembicaraan dapat menggambarkan situasi percakapan tersebut.

Percakapan antara dua orang atau lebih dan terjadi di tempat yang

tertutup biasanya menjelaskan bahwa pembicaraan tersebut bersifat

serius dan rahasia, berbeda halnya jika percakapan itu terjadi di jalan atau

(25)

3. Jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur

Penutur di sini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita,

maksudnya tuturan yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya

(Minderop, 2005:31).

4. Kualitas mental para tokoh

Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan dan aliran

tuturan ketika para tokoh bercakap-cakap. Misalnya, para tokoh yang

terlibat dalam suatu diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka

memiliki sikap mental yang open-minded. Ada pula tokoh yang gemar

memberikan opini, atau bersikap tertutup (close-minded), atau tokoh

yang penuh rahasia dan menyembunyikan sesuatu (Pickering dan Hoeper

melalui Minderop, 2005:33).

5. Nada suara, tekanan, dialek, dan kosakata

Nada suara dalam suatu karya sastra seperti cerpen dan novel, walaupun

diekspresikan secara eksplisit atau implisit dapat memberikan gambaran

kepada pembaca bagaimana karakter tokoh tersebut dilukiskan, apakah ia

merupakan orang yang pemalu, kasar, atau bijaksana. Penekanan suara

memberikan gambaran penting tentang watak tokoh bahkan dapat

merefleksikan pendidikan, profesi dan dari kelas mana si tokoh berasal

(26)

dapat memberikan gambaran tentang karakter seorang tokoh dengan

mengungkap pendidikan, profesi, dan status sosialnya.

6. Tindakan para tokoh

Tindakan para tokoh ini dapat mengungkap karakter seorang tokoh

melalui tingkah lakunya, ekspresi wajahnya atau bahasa tubuh (gesture),

dan motivasi yang melandasi tokoh tersebut dalam melakukan sesuatu.

Untuk membangun watak dengan landasan tingkah laku, penting bagi

pembaca untuk mengamati secara rinci berbagai peristiwa dalam alur

karena peristiwa-peristiwa tersebut dapat mencerminkan watak para

tokoh, kondisi emosi dan psikis – yang tanpa disadari – mengikutinya serta nilai-nilai yang ditampilkan (Pickering dan Hoeper melalui

Minderop, 2005:38).

Ekspresi wajah para tokoh dapat diketahui dari tingkah laku

samar-samar atau spontan dan tidak disadari sering kali dapat memberikan

gambaran kepada pembaca tentang kondisi batin, gejolak jiwa atau

perasaan si tokoh (Pickering dan Hoeper melalui Minderop, 2005:42).

Karakter seoranag tokoh dapat pula diketahui dari motivasi yang

melandasi tokoh tersebut saat melakukan sesuatu hal.

Penelitian mengenai karakter tokoh ini tidak hanya dapat mengetahui

bagaimana seorang pengarang melukiskan perwatakan seorang tokoh dalam cerita,

(27)

tersebut. Pada penelitian ini juga dipaparkan unsur pembangun karya sastra

lainnya. Unsur-unsur tersebut antara lain : alur, latar, dan amanat yang terkandung

dalam cerpen ini.

a. Tema

Tema (theme), menurut Stanton (1965:88) dan Kenny (1966:20), adalah

makna yang dikandung oleh sebuah cerita (Nuriyantoro, 1995:67). Tema

merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan

yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang

menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan

Rahmanto melalui Nuriyantoro, 1995:68).

Tema menjadi dasar pengembanan seluruh cerita, maka ia pun bersifat

menjiwai seluruh bagian cerita itu. tema mempunyai generalisasi yang

umum, lebih luas, dan abstrak (Nurgiyantoro, 1995:68).

Berdasarkan beberapa pengertian tentang tema tersebut, dapat

disimpulkan bahwa tema dapat juga dikatakan sebagai ide pokok atau

gagasan utama sebuah cerita. Pada umumnya tema tidak dilukiskan secara

terang-terangan oleh pengarang, namun bersifat abstrak dan tersembunyi

dibalik cerita itu sendiri, sehingga untuk menafsirkan suatu tema yang

terkandung dalam sebuah cerita harus menyimpulkan dari keseluruhan cerita

dan tidak berdasarkan pada bagian-bagian cerita tertentu saja. Penentuan

tema ini juga dapat diketahui melalui karakter atau watak tokoh utama suatu

(28)

b. Alur

Stanton (1965:14) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi

urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab

akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya

peristiwa yang lain. Kenny (1966:14) mengemukakan plot sebagai

peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat

sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan

kaitan sebab akibat (Nurgiyantoro, 1995:113).

Plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu

sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai

peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu

(Abrams melalui Nurgiyantoro, 1995:113).

Alur terdiri dari tiga unsur, yaitu peristiwa, konflik dan klimaks. Plot

atau biasa disebut alur merupakan jalan cerita atau rangkaian beberapa

kejadian atau peristiwa dalam cerita sebuah karya sastra, baik yang terjadi

secara berurutan yang sesuai dengan urutan waktu maupun

peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi. Beberapa peristiwa-peristiwa ini dituangkan oleh

pengarang dalam sebuah cerita sesuai dengan urutan waktu kejadiannya atau

bahkan dipaparkan secara kilas balik (flashback) sesuai dengan kebutuhan,

sehingga isi cerita menjadi satu kesatuan yang dapat dimengerti dan menarik

(29)

c. Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams melalui

Nurgiyantoro, 1995:216).

Latar terdiri dari tiga macam, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar

sosial. Latar tempat merupakan tempat terjadinya suatu peristiwa tersebut.

Tempat ini bisa berupa apa saja, seperti : rumah, kamar, sekolah, atau

bahkan yang menyangkup wilayah yang luas (kota, desa, dan negara).

Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa itu terjadi. Masalah

waktu dalam karya naratif, menurut Genette (1980:33-35), dapat bermakna

ganda : disatu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan

cerita, dan dipihak lain menunjuk pada waktu dan urutan yang terjadi dan

dikisahkan dalam cerita (Nurgiyantoro, 1995:231).

Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, yaitu

mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan

hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial

(

(30)

d. Amanat

Amanat yaitu pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya

kepada pembaca. Pesan dapat berupa harapan, nasehat, kritik dan

sebagainya (http://www.sarjanaku.com/2011/08/pengertian-cerpen.html).

Pesan moral yang terkandung dalam sebuah cerita karya sastra biasanya

merupakan pedoman hidup pengarang karya sastra mengenai nilai-nilai

kehidupan yang ingin disampaikan kepada pembaca karya sastra.

Moral dalam cerita, menurut Kenny (1966:89), biasanya dimaksudkan

sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang

bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang

bersangkutan oleh pembaca. Pengarang menyampaikan pesan moral atau

amanat melalui tindakan para tokoh yang ditampilkan, agar hikmah dari

beberapa peristiwa yang tertuang dalam cerita dapat tersampaikan dengan

(31)

CERPEN

Dalam bab ini tertuang analisis karakter tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida

Tsubaki No Ki. Dalam penganalisisan karakter tokoh, digunakan pendekatan

obyektif, yaitu melalui metode telling dan metode showing menurut Albertine

Minderop. Karakterisasi tokoh utama melalui metode telling adalah menganalisis

karakter suatu tokoh cerita melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh,

dan melalui tuturan pengarang.

Karakterisasi tokoh utama metode showing merupakan metode yang

digunakan untuk menganalisis karakter tokoh melalui dialog dan tingkah laku

tokoh tersebut. Metode ini dapat diketahui dari lokasi dan situasi percakapan yang

dilakukan para tokoh, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental

tokoh, dan tingkah laku seorang tokoh yang melandasi tindakannya tersebut.

Karakter tokoh ini tidak terbatas pada sifat atau watak yang dimiliki tokoh

tersebut, melainkan juga berhubungan erat dengan unsur intrinsik lain, seperti

tema, alur, latar, dan amanat cerita yang terdapat dalam cerpen Ushi Wo Tsunaida

(32)

3. 1. METODE TELLING

3. 1. 1. Karakterisasi Melalui Nama Tokoh

Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Kaizo. Nama kaizo di sini dalam

Bahasa Jepang ditulis dengan huruf kanji 海蔵さん. Nama ini terdiri dari dua

huruf kanji, pertama adalah kanji 海 = dalam kunyoumi (cara baca dari Jepang)

dibaca umi, dan dalam onyoumi (cara baca dari cina) bisa dibaca kai atau gai.

Kanji umi ini dalam bahasa Jepang berarti laut. Kedua, kanji 蔵 = kura

(kunyoumi), zou atau sou (onyoumi), yang artinya gudang, lumbung, tempat

penyimpanan. Kanji海 dan蔵 jika digabungkan menjadi 海蔵 (dibaca kaizou),

yang berarti gudang laut atau dapat dikatakan tempat penyimpanan air yang

banyak.

Sesuai dengan namanya tokoh Kaizo adalah orang yang berhubungan

dengan air dan gudang atau tempat penyimpanan. Tokoh ini dalam cerpen

diceritakan berawal dari ketika ia melihat air pegunungan yang menyembur

terus-menerus. Hal itulah yang membuatnya ingin menggali sebuah sumur untuk

menampung air tersebut agar dapat dimanfaatkan dan membantu orang-orang.

Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Kaizo adalah

seorang yangmemiliki hati seluas samudra (laut), karena ia ingin mewujudkan

keinginannya untuk membangun sumur untuk orang banyak, hal ini sesuai dengan

(33)

3. 1. 2. Karakteristik Melalui Penampilan Tokoh

Penampilan para tokoh yang digambarkan pengarang dalam cerpen

merupakan salah satu cara untuk mengetahui karakter atau sifat yang dimiliki oleh

tokoh tersebut secara langsung. Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Kaizo.

Penampilan Kaizo yang menarik becak, menjelaskan bahwa tokoh ini

digambarkan sebagai seorang penarik becak. Berikut kutipannya :

海蔵さんは、からの人力車をひきながら家に帰ってゆくとき、 「三十円な。……三十円か。」

と、何度もつぶやいたのでありました。

Kaizo san wa, kara no jinrikisha wo hikinagara ie ni kaetteyuku toki, “sanjuuen na. …sanjuuen ka.”to, nandomo tsubuyaita node arimashita.

Saat Kaizo pulang ke rumah sambil menarik becaknya yang kosong,

berulang kali ia bergumam “30 yen…30 yen ya?”

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:97)

Hal ini juga diperjelas dari penampilannya yang memakai topi caping

(manjuugasa = sejenis topi yang biasa dikenakan para penarik becak di Jepang

jaman dahulu), berikut kutipannya :

「ああ、あれがもう鳴き出したな。あれをきくと暑くなるて。」 と、海蔵さんが、まんじゅう笠をかむりながらいいました。

“Aa, are ga mou nakidashitana. Are wo kikuto atsukunarute.”to, Kaizo san ga, manjuu gasa wo kamurinagara iimashita.

“Ah, hewan itu sudah bernyanyi. Kalau mendengar mereka berarti ini sudah memasuki musim panas.” kata Kaizo sambil memakai topi

jeraminya.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:92)

Pekerjaan Kaizo sebagai penarik becak tersebut dijalankannya saat waktu

(34)

menunjukkan bahwa tokoh ini merupakan seorang yang pekerja keras. Keadaan

ekonomi yang pas-pasan sebagai petani desa, membuatnya bekerja keras

membantu perekonomian keluarganya dengan bekerja sambilan menarik becak.

Berikut kutipannya :

二人は百姓仕事をし、暇なときには海蔵さんが、人力車を曳きに出 ていたのであります。

Futari wa hyakushoushigoto wo shi, himanatoki niwa kaizousan ga, jinrikisha wo hikinideteita no dearimasu.

Mereka bekerja sebagai petani, saat waktu luang, Kaizo san pergi keluar untuk menarik becak.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:97)

Penampilan tokoh Kaizo di akhir cerita digambarkan sebagai seorang

tentara. Ia memakai topi warna hitam dan kuning, serta pakaian warna hitam

(seragam lengkap tentara Jepang jaman dahulu). Berikut kutipannya :

村の方から行列が、しんたのむねを下りて来ました。行列の先頭に は黒い服、黒と黄の帽子をかむった兵士が一人いました。それが海 蔵さんでありました。

Mura no hou kara gyouretsu ga, shintanomune wo oritekimashita. Gyouretsu no sentou ni wa kuroi fuku, kuro to ki no boushi wo kamutta heishi ga hitori imashita. Sore ga Kaizo san dearimashita.

Sekelompok barisan dari arah desa datang menuruni shintanomune. Ada seorang tentara yang memakai topi warna hitam dan kuning, serta pakaian warna hitam adalah pemimpin barisan tersebut. Dia adalah Kaizo san.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:112)

Hal ini menunjukkan bahwa tokoh ini memiliki sifatpemberani, karena ia

(35)

(Rusia) dengan mengabdi sebagai tentara dan ikut dalam peperangan. Meskipun

pada akhirnya Kaizo diceritakan gugur dala medan perang (Jepang - Rusia).

3. 1. 3. Karakterisasi Melalui Tuturan Pengarang

Pengarang menggambarkan tokoh Kaizo sebagai orang yang memiliki

sifat peduli terhadap orang lain. Hal ini ditunjukkannya ketika ia tengah

membela temannya (Risuke) yang sedang dimarahi oleh tuan pemilik tanah (tokoh

Jinushi san). Saat itu sapi milik Risuke yang diikatkan ke pohon camelia

memakan semua daun camelia yang ada di sekitar tanah milik tuan tanah tersebut.

Tuan tanah yang mengetahui hal tersebut naik pitam, karena bunga camelia yang

ada di pekarangannya rusak dan habis dimakan sapi milik Risuke. Tuan tanah

tidak terima akan hal itu dan menuntut tanggung jawab Risuke untuk

mengembalikan pohon camelia miliknya seperti semula. Kaizo yang mendengar

hal itu tidak mungkin dapat dilakukan oleh siapapun, ia memberanikan diri

memintakan maaf untuk Risuke yang tersudut. Berikut kutipannya :

そこで人力曳きの海蔵さんも、まんじゅう笠をぬいで、利助さんの ためにあやまってやりました。

Sokode jinrikihiki no Kaizo san mo, manjuu gasa wo nuide, Risuke san no tame ni ayamatte yarimashita.

Lalu Kaizo san melepaskan topinya, dan memintakan maaf untuk Risuke san.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:94)

Rasa peduli Kaizo juga ia tunjukkan saat datang ke rumah tuan tanah.

Awalnya Kaizo tidak mengetahui bahwa pak tua itu sakit, namun setelah

(36)

sembuh, ia menghampiri dan mendekat ke samping ranjang pak tua itu. Berikut deshita. Sorede, Kaizo san wa omimai ni makura motomadekimashita.

Ketika Kaizo san bertanya, orang tua itu sejak dua hari lalu cegukan-nya belum berhenti, tubuhnya melemah dan berbaring di tempat tidur. Lalu Kaizo san mendekat ke samping tempat tidurnya untuk bersimpati.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:109)

Tidak hanya itu, Kaizo juga mengurungkan niatnya meminta ijin menggali

sumur kepada pak tua yang sedang sekarat, dan justru memberikan resep manjur

kepada orang itu agar cegukannya bisa berhenti. Berikut kutipannya :

海蔵さんは、こんな死にかかった人と争ってもしかたがないと思っ て、しゃっくりにきくおまじないは、茶わんに箸を一本のせておい て、ひといきに水をのんでしまうことだと教えてやりました。

Kaizo san wa, konna shini kakatta hito to arasotte moshikata ga nai to omotte, shakkuri ni kiku omajinai wa, chawan ni hashi wo ippon noseteoite, hitoiki ni mizu wo nondeshimau koto da to oshiete yarimashita.

Kaizo san berpikir tidak ada gunanya melawan orang sekarat seperti ini, Dia mengajarkan mantra untuk orang cegukan, yaitu minum air yang ditaruh di mangkuk yang di atasnya ditaruh sumpit, dan minum dalam satu tarikan nafas.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:109)

Setiap kejadian yang dialami Kaizo, selalu diceritakan kepada ibunya,

(37)

terus-menerus menyembur keluar, ia menceritakan hal itu kepada ibunya. Berikut

Ia juga bercerita kepada ibunya tentang niatnya membuat sumur di sekitar

sana. Berikut kutipannya :

Kaizo san wa, mizu wo nomini itteiru aida ni Risuke san no ushi ga tsubaki no ha wo kutteshimatta koto wo hanashite,

“Asoko no michibata ni ido ga attara, iidaroninoo.”to, iimashita.

“Sorya, michibata ni attara, minna ga tasukaru.”to itte, okaasan wa, ano michi no atsui hizakari ni tooru hitobito wo kazoe agemashita.

Kaizo san bercerita tentang sapi milik Risuke san yang telah memakan daun camelia selama mereka pergi minum air,

“Kalau ada sumur yang letaknya di pinggir jalan, bagus kan?” katanya. “Ya, kalau sumur itu ada di pinggir jalan, semua orang akan tertolong.”

kata ibunya yang juga menghitung orang-orang yang melewati jalan itu pada tengah hari di musim panas.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:97-98)

Kutipan tersebut diatas yang menceritakan tentang apa yang dialami Kaizo

(38)

sifatterbuka. Sifat ini juga ia tunjukkan saat bercerita tentang kondisi tuan tanah

dan kegagalannya membujuk pak tua itu kepada ibunya. Ia menceritakan bahwa

saat itu ia belum berhasil meluluhkan hati tuan tanah yang masih keras kepala,

namun setelah bertemu dan berbicara kepada putra tuan tanah tersebut, Kaizo

seperti mendapat angin segar, karena ia berpikir, jika tuan tanah itu akhirnya

meninggal, maka generasi selanjutnya akan dipimpin oleh putra tuan tanah. Saat

itulah Kaizo akan diijinkan untuk menggali sumur di shintanomune. Berikut

kutipan yang sesuai dengan kejadian tersebut :

その夜、夕飯のとき、海蔵さんは年とったお母さんに、こう話しま した。

「あのがんこ者の親父が死ねば、息子が井戸を掘らせてくれるそう だがのオ。だが、ありゃ、もう二、三日で死ぬからええて。」

Sono yoru, yuuhan no toki, Kaizo san wa toshitotta okaasan ni, kou hanashimashita. “Ano ganko mon no oyaji ga shineba, musuko ga ido wo horasete kureru soudaganoo. Daga, arya, mou ni, minnichi de shinu kara eete.”

Malam itu, saat makan malam, Kaizo san bercerita kepada ibunya seperti

ini. “Seandainya pak tua yang keras kepala itu meninggal, putranya akan

mengijinkanku untuk bisa menggali sumur. Tapi kalau dalam 2-3 hari mau meninggal juga tidak apa-apa,”

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:110)

Kaizo yang memiliki keinginan kuat untuk membuat sumur, melakukan

berbagai macam usaha. Ia bertanya kepada temannya yang bernama Shingoro

(penggali sumur). Shingoro yang paham mengenai sumur menyarankan Kaizo

bahwa jika ingin menggali sebuah sumur membutuhkan uang sebesar 30 yen.

Kaizo sadar mengumpulkan uang sebanyak itu bagi orang miskin sepertinya

(39)

hal itu tidak berhasil. Kaizo yang tidak pantang menyerah, mempunyai ide untuk

membuat sebuah kotak persembahan dan menggantungkannya ke pohon camelia.

Kotak persembahan itu dibuatnya dengan tujuan agar orang-orang yang melewati

tempat itu dan melihat kotak tersebut, mau menyumbangkan beberapa sen

uangnya. Uang yang terkumpul nanti akan ia gunakan untuk membuat sumur.

Tabi no hito ya, machi he yuku hito wa, shintanomune no shita no tsubaki no ki ni, saisenbako no youna mono ga tsurusarete aru no wo mimashita. Soreniwa fuda ga tsuiteite, kou kaitearimashita.

“Kokoni ido wo hotte tabi no hito ni nonde moraou to omoimasu. Kokorozashi no aru kata wa ichisen demo gorin demo kishashite kudasai.” Kore wa Kaizo san no shiwaza de arimashita. Sore ga shouko ni, sorekara go, muinichi no chi, Kaizo san wa, tsubaki no ki ni mukai atta gake no ue ni harabai ni natte, enishida no shita kara kubitta dake dashi, hitobito no kasha no shiyou wo miteimashita.

Orang-orang yang pergi ke kota, dan orang yang sedang dalam perjalanan akan melihat benda seperti kotak persembahan yang digantung pada pohon bunga camelia di bawah shintanomune. Di kotak itu ada sebuah catatan

yang tertulis seperti ini “Aku berniat menggali sumur di sini supaya orang

yang bepergian bisa minum di sini. Bagi yang mau sumbanglah 5 rin atau

satu sen”.

Ini adalah ulah Kaizo san. Sebagai buktinya, sejak 5-6 hari yang lalu, Kaizo san berbaring di atas bukit yang ada di depan pohon camelia, ia hanya sesekali mengeluarkan lehernya untuk melihat orang-orang yang bersedekah.

(40)

Berdasarkan kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tokoh Kaizo ini

selain memiliki sifat yang tak mudah menyerah, juga sangat cerdik. Terbukti

ketika usaha pertamanya gagal, ia tidak kehabisan akal. Ia justru memiliki ide

yang cukup kreatif dengan membuat kotak persembahan.

Sifat pantang menyerah Kaizo juga terlihat dari kutipan berikut ini :

海蔵さんは、もう二タ月ほどまえから、たびたびこの家へ来たので

Kaizo san sudah dua bulan lebih sebelumnya, sering datang ke rumah ini. Uang untuk menggali sumur sebagian besar sudah terkumpul, tapi karena tuan tanah tersebut tidak menyetujui untuk menggali sumur di sana, ia pun datang berkali-kali untuk memohon.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:108)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kaizo telah mendatangi rumah tuan

tanah berkali-kali selama dua bulan lebih. Ia pergi ke sana dengan maksud

meminta ijin agar ia bisa menggali sumur dishintanomune.

Beberapa usaha yang telah dilakukan Kaizo tidak menemui hasil. Kaizo

yang memiliki tekad yang kuat, berusaha mengumpulkan uang 30 yen dengan

caranya sendiri. Uang jajannya sehari-hari ia kumpulkan dan disimpan untuk

membangun sumur impiannya. Berikut kutipannya :

海蔵さんの胸の中には、拳骨のように固い決心があったのです。今 までお菓子につかったお金を、これからは使わずにためておいて、

(41)

Kaizo san no mune no uchi niwa, genkotsu no youni katai kesshin ga attanodesu. Ima made okashi ni tsukatta okane wo, korekara wa tsukawazuni tameteoite, shintanomune no shita ni, hitobito no tame no ido wo horou to iunode arimashita.

Dalam hatinya Kaizo san memiliki tekad yang kuat seperti kepalan tinju. Ia akan menyimpan uang yang biasa ia gunakan untuk beli kue sampai sekarang, dan akan menggunakannya untuk menggali sumur di bawah shintanomune, untuk menolong orang-orang.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:107-108)

3. 2. METODE SHOWING

Metode showing merupakan cara lain untuk menganalisis karakter tokoh

utama pada cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki ini. Penganalisisan dengan

menggunakan metode ini, mengabaikan kehadiran pengarang, sehingga para

pembaca dan peneliti karya sastra dapat menganalisis sendiri karakter seorang

tokoh secara bebas sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Penggunaan metode ini

lebih banyak mengacu pada dialog yang diucapkan para tokoh dan tingkah laku

mereka. Karakter seorang tokoh melalui dialog dan tingkah laku ini dapat

diketahui dari lokasi dan situasi dimana percakapan itu terjadi, kualitas mental

yang dimiliki tokoh tersebut, maupun motivasi yang melandasi seorang tokoh

melakukan suatu tindakan.

3. 2. 1. Karakterisasi Melalui Dialog

Pada cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki, tokoh utama Kaizo yang

memiliki keinginan membuat sumur, berusaha mewujudkan keinginannya tersebut.

Mulai dari menemui salah seorang temannya yang bernama Shingoro, yang

berprofesi sebagai seorang penggali sumur, untuk menanyakan beberapa hal yang

(42)

海蔵さんが人力曳きのたまり場へ来ると、井戸掘りの新五郎さんが

Kaizo san ga jinrikihiki no tamariba he kuru to, idohori no Shingoro san ga imashita. Jinrikihiki no tamariba to ittemo, mura no kaidou ni sotta dagashiya no koto de arimashita. Sokode idohori no Shingoro san wa, aburagashi wo kajirinagara, tsumaranu hanashi wo ooki na koe de shiteimashita. Ido no soko kara, soto ni iru hito ni mukatte hanashi wo suru tameni, Idoshin san no koe ga ookikunatte shimattanode arimasu. “Idottemonaa, ittai ikura kurai de horerumonkai, Idoshin sa.”to, Kaizo san wa, jibun mo dagashi bako kara aburagashi wo ippon tsumami dashinagara kikimashita.

Saat Kaizo san datang ke tempat perkumpulan para penarik becak, Shingoro san si penggali sumur ada di sana. Yang dimaksud dengan tempat perkumpulan para penarik becak adalah sebuah toko permen yang terletak di sepanjang jalan utama desa. Lalu Shingoro san membicarakan hal-hal yang membosankan dengan keras, sambil mengunyah aburagashi. Untuk berbicara dari dasar sumur dan menghadap ke orang-orang yang ada di luar, suara Idoshin san harus keras.

“Idoshin-san, kalau mau menggali sumur baru itu, kira-kira perlu menggali

seberapa dalam ya” tanya Kaizo san sambil mengambil sebatang

aburagashidari kotak permen miliknya.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:95-96)

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh Kaizo dalam

cerita ini, selain memiliki rasa ingin tahu yang besar, ia juga merupakan

seseorang yang jika mempunyai suatu maksud (keinginan), maka ia akan berusaha

keras untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Sifat Kaizo yang memiliki tekad

kuat seperti inilah yang membuat dia mampu mewujudkan impiannya, meskipun

(43)

membutuhkan uang sebesar 30 yen merasa kesulitan, karena ia adalah orang

miskin dan tidak memiliki uang sebanyak itu. Kaizo yang teringat akan Risuke

yang baru saja mendapat uang banyak, menemui temannya tersebut. Namun

Risuke tidak tertarik sedikitpun terhadap ide Kaizo. Akhirnya Kaizo berusaha

mengumpulkan uang sebanyak 30 yen sendiri dengan membuat sebuah kotak

persembahan, lalu ia gantungkan ke pohon camelia. Ia membuat kotak

persembahan itu dengan maksud agar orang-orang yang melihatnya, bersedia

menyumbangkan beberapa sen uangnya. Berikut kutipannya :

旅の人や、町へゆく人は、しんたのむねの下の椿の木に、賽銭箱の

Tabi no hito ya, machi he yuku hito wa, shintanomune no shita no tsubaki no ki ni, saisenbako no youna mono ga tsurusarete aru no wo mimashita. Soreniwa fuda ga tsuiteite, kou kaitearimashita.

“Kokoni ido wo hotte tabi no hito ni nonde moraou to omoimasu. Kokorozashi no aru kata wa ichisen demo gorin demo kishashite kudasai.” Kore wa Kaizo san no shiwaza de arimashita…

Orang-orang yang pergi ke kota, dan orang yang sedang dalam perjalanan akan melihat benda seperti kotak persembahan yang digantung pada pohon bunga camelia di bawah shintanomune. Di kotak itu ada sebuah catatan

yang tertulis seperti ini “Aku berniat menggali sumur di sini supaya orang

yang sedang dalam perjalanan, bisa minum di sini. Bagi yang mau, sumbanglah 5 rin atau satu sen”.

Ini adalah ulah Kaizo san…

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:102)

Usaha Kaizo tidak berhasil. Lalu ia memutuskan akan melakukannya

sendiri tanpa bantuan orang lain. Ia akan mengumpulkan uang jajannya sehari-hari,

(44)

tidak berhenti hanya sampai di sini. Ia pun telah mendatangi rumah tuan tanah

berkali-kali, karena sumur yang akan ia gali berada di sekitar tanah milik tuan

tanah tersebut. Kejadian yang dialami Kaizo bersama Risuke di tengah gunung

waktu lalu, membuatnya tidak mudah mendapatkan ijin untuk menggali sumur di

shintanomune. Berikut kutipannya : kitanodeshita. Ido wo horu okane wa daitai dekitanodesu ga, iza to natte jinushi ga, soko ni ido wo horu koto wo shouchi shitekurenainode, nandomo tanomi ni kitanodeshita. Sono jinushi to iu nowa, ushi wo tsubaki ni tsunaida Risuke san wo, sanzan shikatta ano roujin dattanodesu.

Kaizo san sudah dua bulan lebih sebelumnya, sering datang ke rumah ini. Uang untuk menggali sumur sebagian besar sudah terkumpul, tapi karena tuan tanah tersebut tidak menyetujui untuk menggali sumur di sana, ia pun datang berkali-kali untuk memohon. Yang dimaksud dengan tuan tanah tersebut adalah orang tua yang dulu memarahi Risuke san yang telah mengikatkan sapinya ke pohon camellia.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:108)

Namun Kaizo yang memiliki tekad kuat untuk mewujudkan keinginannya

serta tidak menyerah begitu saja, akhirnya berhasil meluluhkan hati tuan tanah

yang keras kepala. Semua usaha Kaizo tersebut dilakukannya agar dapat membuat

sumur yang diinginkannya. Hal itu ia lakukan karena ia peduli terhadap orang

(45)

3. 2. 2. Karakterisasi Melalui Lokasi dan Situasi Percakapan

Kaizo yang merasa bersalah setelah berpikir yang tidak-tidak tentang tuan

tanah yang sedang sekarat dan sebentar lagi akan meninggal, memutuskan pergi

ke rumah pak tua itu lagi untuk meminta maaf. Berikut kutipannya :

老人はやつれて寝ていました。海蔵さんは枕もとに両手をついて、

Roujin wa yatsurete neteimashita. Kaizo san wa makura motoni ryoute wo tsuite, “washi wa, ayamari ni mairimashita. Kinou, washi wa koko kara kaeru toki, musuko san kara, anata ga shineba musuko san ga ido wo yurushitekureru to kite, warui kokoro ni narimashita. Moujiki, anata ga shinu kara ii nado to, osoroshii koto wo heiki de omotteimashita. Tsumari, washi wa jibun no ido no koto bakari kangaete, anata no shinu koto wo machinegau to iu youna, oni ni mo hitoshii kokoro ni narimashita. Sokode, washi wa, ayamari ni mairimashita. Ido no koto wa, mou onegaishimasen. Mata dokoka, hoka no basho wo sagasutoshimasu. Desukara, anata wa douzo, shinanaide kudasai.”to, iimashita.

Orang tua itu masih tidur. Kaizo san meletakkan kedua tangannya di dekat

tempat tidur dan berkata, “Aku minta maaf. Kemarin, saat pulang dari sini,

hatiku menjadi jahat, setelah mendengar putramu, seandainya kau meninggal, maka ia akan mengijinkanku menggali sumur. Sebentar lagi tiba waktu anda, anda akan meninggal, dan saya merasa membiarkan sesuatu yang mengerikan. Dengan kata lain, saat hanya memikirkan hal-hal tentang sumur, hatiku berubah menjadi seperti setan, seperti mengharap kematianmu. Jadi maafkan aku. Aku tidak akan meminta hal-hal tentang sumur lagi. Dan aku akan mencari tempat lain. Oleh karena itu,

anda tidak boleh mati.”

(46)

Percakapan tersebut diatas terjadi di rumah tuan tanah. Saat itu Kaizo

hanya berbicara berdua dengan pak tua tersebut. Ia pergi ke sana untuk meminta

maaf karena telah berpikiran yang tidak-tidak. Hal ini dapat ditarik kesimpulan

bahwa Kaizo merupakan orang yang pemberani dan berjiwa besar, karena ia

tidak sungkan-sungkan untuk berkata jujur tentang apa yang telah ia pikirkan

tentang pak tua itu dan meminta maaf atas sikapnya tersebut.

3. 2. 3. Karakterisasi Melalui Jatidiri Tokoh yang dituju oleh Penutur

Kaizo yang telah menyadari bahwa ia telah berpikir salah, membuat

keputusan pergi menemui tuan tanah lagi untuk meminta maaf. Saat

mengutarakan permintaan maafnya tersebut, justru tuan tanah tersebut memiliki

penilaian sendiri untuk Kaizo. Pak tua itu mengatakan bahwa Kaizo adalahorang

yang berhati baik, sehingga ia pun mengijinkan Kaizo menggali sumur di sekitar

tanah miliknya. Berikut kutipannya :

(47)

tarinakattara, ikura demo washi ga dashite ageyou. Washi wa ashita ni mo shinu kamoshiren kara, kono koto wo yuigonshiteoiteageyou.”

“Kamu adalah orang yang memiliki hati yang baik, selama ini aku hidup

dalam ketamakan, hidup tanpa sedikitpun memikirkan orang lain, tapi sekarang aku mulai berubah Karena kebaikan hatimu. Orang sepertimu sangat jarang saat ini. Baiklah, silahkan gali sumur di tempat yang kau suka, dimanapun itu. Bagaimanapun bentuk sumurnya, galilah! Sebelah sana adalah tanah milikku. Benar, kalau biaya untuk menggali sumurnya kurang, aku akan mengeluarkan uang berapapun. Aku akan memberikan hal ini sebagai permintaan terakhirku, karena mungkin besok aku akan

meninggal.”

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:111-112)

3. 2. 4. Kualitas Mental Tokoh

Mental tokoh Kaizo ini terlihat saat ia sedang berusaha memohon kepada

tuan tanah agar diijinkan menggali sumur di sekitar tanah milik tuan tanah

tersebut. Usaha ini tidaklah mudah bagi Kaizo, mengingat sifat tuan tanah yang

keras kepala, apalagi mereka berdua pernah berselisih paham ketika sapi milik

Risuke memakan semua daun camelia di pekarangan milik pak tua itu. Bahkan

setelah Kaizo mengetahui bahwa tuan tanah tersebut sedang sekarat, ia

mengurungkan niatnya. Saat itulah putra tuan tanah berbicara kepada Kaizo untuk

bersabar, karena jika pak tua itu meninggal, ia akan menjadi generasi berikutnya

dan mewarisi semua tanah tersebut. Kaizo yang terlalu senang mendengar hal

tersebut, menjadi berpikiran yang tidak-tidak. Berikut kutipannya :

(48)

海蔵さんは喜びました。あの様子では、もうあの老人は、あと二、 三日で死ぬに違いない。そうすれば、あの息子があとをついで、井 戸を掘らせてくれる、これはうまいと思いました。

Mon wo deyou to suru to, roujin no musuko san ga, Kaizo san no ato wo ottekite, “uchi no oyaji wa, gankou de shiyouganai nodesuyo. Sono uchi, watashi no dai ni narimasukara, soshitara watashi ga anata no ido wo horu koto wo shouchi shiteagemashou. ”to iimashita.

Kaizo san wa yorokobimashita. Ano yousu dewa, mou ano roujin wa, ato ni, san niche de shinu ni chigainai. Sousureba, ano musuko ga ato wo tsuide, ido wo horasete kureru, kore wa umai to omoimashita.

Saat akan keluar dari pintu, anak laki-laki pak tua itu mengejar Kaizo san

dan berkata, “Apa boleh buat, ayahku memang orang yang keras kepala. Sebentar lagi aku akan menjadi penerus generasi berikutnya, saat itu tiba

aku akan memberimu ijin untuk menggali sumur.”

Kaizo san merasa senang. Ia berpikir bahwa dalam keadaan tersebut, pak tua itu akan meninggal dalam 2-3 hari kedepan. Seandainya hal itu terjadi, setelah putranya menggantikan posisi pak tua itu, ia bisa menggali sumur.

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:109-110)

Kutipan di atas menunjukkan perasaan Kaizo yang merasa senang karena

ada harapan ia bisa menggali sumur. Ia pun langsung menceritakan hal itu kepada

ibunya. Kaizo yang merasa senang menjadi lupa diri sehingga berpikiran yang

tidak-tidak. Ibunya yang mendengarkan cerita itu pun menganggap bahwa hati

Kaizo telah menjadi jahat, karena hanya memikirkan pekerjaannya sendiri, bahkan

sampai mengharap kematian seseorang. Berikut kutipannya :

(49)

horasete kureru soudaganoo. Daga, arya, mou ni, minnichi de shinu kara eete.”

Suru to, okaasan wa iimashita.

“Omae wa, jibun no shigoto no koto bakari kangaeteite, warui kokoro ni nattadana. Hito no shinu no wo machi nozondeiru nowa warui kotodazoya.”

Malam itu, saat makan malam, Kaizo san bercerita kepada ibunya seperti

ini. “Seandainya pak tua yang keras kepala itu meninggal, putranya akan

mengijinkanku untuk bisa menggali sumur. Tapi kalau dalam 2-3 hari mau meninggal juga tidak apa-apa,”

Lalu ibunya berkata “Kau hanya memikirkan pekerjaanmu sendiri, itu

sebabnya hatimu menjadi jahat. Mengharap kematian seseorang itu hal

yang tidak baik.”

(ごんぎつね.夕鶴, 1986:110)

Apa yang dikatakan ibunya membuat Kaizo sadar, bahwa ia telah salah

berpikiran yang tidak-tidak. Keesokan harinya, Kaizo pergi ke rumah tuan tanah

lagi untuk meminta maaf.

Sepenggal cerita di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kaizo adalah

orang yang mudah dipengaruhi. Hal itu terlihat saat ia berbicara kepada putra

tuan tanah. Ia tanpa sengaja telah berpikiran buruk. Namun setelah berbicara

kepada ibunya, ia tersadar dan akhirnya meminta maaf kepada tuan tanah.

Berdasarkan hasil analisis karakter tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida

Tsubaki No Ki dengan menggunakan metode telling dan metode showing, dapat

disimpulkan bahwa tokoh Kaizo adalah orang yang berhati baik, pekerja keras,

pemberani, berjiwa besar, terbuka, memiliki tekad yang kuat, memiliki rasa ingin

tahu yang tinggi, dan peduli terhadap orang banyak. Namun di satu sisi ia juga

mudah dipengaruhi oleh orang lain.

Selain karakter tokoh utama cerpen, pada penelitian ini juga akan

(50)

pandang, dan amanat yang dapat diambil dari isi cerita cerpen tersebut. Berikut

analisisnya :

1. TEMA

Analisis karakter terhadap tokoh utama cerpen Ushi Wo Tsunaida Tsubaki

No Ki di atas, selain dapat mengetahui bagaimana karakter seorang tokoh

dilukiskan oleh seorang pengarang, juga dapat menentukan sebuah tema cerita.

Cerpen “Ushi Wo Tsunaida Tsubaki No Ki” ini mengisahkan tentang tokoh Kaizo

yang mempunyai keinginan membuat sebuah sumur di pinggir jalan yang berada

di tengah gunung, setelah ia melihat mata air yang menyembur terus-menerus di

sana. Ia pun memilik ide membuat sumur di sana, agar dapat menolong

orang-orang yang kelelahan dan kehausan selama perjalanan.

Kaizo menemui banyak kendala dalam mewujudkan keinginannya

tersebut. Ia tidak mempunyai uang sebesar 30 yen, karena kehidupnnya yang

miskin. Ia juga mendapat penolakan dari tuan tanah mengenai ijin menggali

sumur di tempat itu. Namun karena kegigihannya, ia bisa berhasil menggali

sebuah sumur. Keberhasilan Kaizo dalam mewujudkan keinginannya membuat

sumur tidak lepas dari berbagai macam sifat yang ia miliki.

Berdasarkan analisis karakter tokoh Kaizo di atas, dapat pula ditarik

kesimpulan mengenai sebuah tema cerita yaitu tentang perjuangan. Perjuangan

di sini bukanlah tentang sebuah perang melawan musuh, mengorbankan darah

hingga nyawanya demi mempertahankan Negara, melainkan perjuangan seorang

manusia dengan mengorbankan waktu dan tenaganya untuk melakukan berbagai

(51)

Perjuangan yang dilakukan oleh Kaizo ini merupakan salah satu contoh

perjuangan seorang manusia yang berusaha mewujudkan keinginannya. Kaizo

yang memiliki tekad kuat, tidak mudah menyerah, dan kepeduliannya terhadap

orang banyak sangat besar, akhirnya berhasil membuat sumur yang diinginkannya.

2. ALUR

Awal cerita Kaizo bersama Risuke istirahat di tengah gunung untuk

minum air. Saat itu sapi milik Risuke yang diikatkan ke akar camellia, memakan

semua daun bunga itu. Seorang pemilik tanah yang melihat hal itu terlihat sangat

marah karena bunga camellia miliknya habis dimakan oleh sapi tersebut. Kaizo

dan Risuke yang merasa bersalah pun meminta maaf kepada tuan tanah tersebut.

Selama perjalanan pulang ke desa, mereka berdua berpikir tentang seandainya

mata air itu ada di pinggir jalan, maka semua kejadian yang tidak menyenangkan

saat itu tidak akan terjadi. Sejak saat itu muncullah ide dari Kaizo yang ingin

membuat sumur di pinggir jalan tersebut.

Pada pertengahan cerita diceritakan mengenai usaha-usaha Kaizo dalam

mewujudkan keinginannya. Beberapa usaha yang ditempuh Kaizo tidak berjalan

mulus. Banyak kendala yang ia temui, seperti tidak adanya dana karena ia miskin

dan mendapat persetujuan dari tuan pemilik tanah tidak yang sulit. Namun hal itu

tidak membuat Kaizo menyerah begitu saja terhadap keadaan, melainkan ia

bertekad mengumpulkan uang sebesar 30 yen dengan caranya sendiri, yaitu

dengan mengumpulkan uang jajannya sehari-hari. Selain itu ia juga berusaha

Referensi

Dokumen terkait

setiap periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadis, baik dari segi nama gurunya (tempat menerima hadis), dan nama muridnya (orang yang menerima hadis dari

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa eWOM memiliki pengaruh yang besar dalam proses pengambilan keputusan konsumen tersebut, terutama karena berlibur

Terlaksananya Pilkada langsung menunjukkan adanya peningkatan demokrasi karena rakyat secara individu dan kelompok terlibat dalam proses melahirkan pemerintah

Daur hidup Ascaris lumbricoides dimulai sejak dikeluarkannya telur oleh cacing betina di usus halus kemudian dikeluarkan bersama tinja, dengan kondisi yang menguntungkan

Tujuan utamanya adalah naskah atau dokumen ilmiah yang diterbitkan oleh seluruh unit kerja yang ada di BATAN dapat terkendali sehingga dapat terhindari dari duplikasi judul atau

Penelitian ini bertujuan untuk Mempelajari karakteristik profil penderita rinosinusitis kronis di Rumah Sakit PHC Surabaya pada tahun 2013. Penelitian ini

Kondisi objektif ini menggambarkan bahwa kemampuan sosial guru tampak ketika bergaul dan melakukan interaksi sebagai profesi maupun sebagai masyarakat, dan kemampuan

dari banyaknya faktor antara lain, suhu derau dari banyaknya faktor antara lain, suhu derau antena penerima, suhu derau saluran transmisi antena penerima, suhu derau saluran