• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh antara budaya organisasi dan hu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "pengaruh antara budaya organisasi dan hu"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN HUBUNGAN

MANUSIAWI TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

MASYARAKAT HINDU DI KOTA MATARAM

OLEH :

PUTU SOMIARTHA, SE., M.Si NIP : 19850415201101 1 010

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI

GDE PUDJA MATARAM

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur di panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Hubungan Manusiawi (Pawongan) Terhadap Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Hindu di Kota Mataram ” tepat pada waktunya.

Dalam penelitian ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu penyelesaian penelitian ini yaitu kepada yang terhormat:

1. Bapak Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu, atas kesempatan diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta dukungan dana yang diberikan melalui mata anggaran dalam Hibah Penelitian Unggulan di bidang Agama dan Kebudayaan.

2. Bapak Ketua Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram, atas kesempatan diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan STAH Negeri Gde Pudja Mataram atas dorongan yang diberikan sehingga proposal penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.

4. Bapak dan Ibu Staf Pegawai di lingkungan STAH Negeri Gde Pudja Mataram yang telah memberikan bantuan berupa pelayanan yang baik sehingga penulis berhasil menyelesaikan proposal penelitian ini tepat pada waktunya.

(3)

Penulis menyadari penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan kemapuan yang penulis miliki. Dan dalam kesempatan ini saya memohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penelitian ini. Dan akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Mataram, November 2012

Peneliti,

(4)

Judul... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar... vi

Daftar Tabel... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 9

1.3.1 Tujuan Umum... 9

1.3.2 Tujuan Khusus... 9

1.4 Manfaat Penelitian... 10

1.4.1 Manfaat Praktis... 10

(5)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 10

BAB II Kajian Pustaka, Konsep, Landasan Teori, Kerangka Berpikir, dan

Hipotesis...

2.3.1 Budaya Organisasi dengan Perubahan Sosial Budaya Masyarakat... 40

(6)

3.1 Rancangan Penelitian...

(7)

3.9 Metode Pengumpulan Data... 59

3.9.1 Angket... 59

3.10 Teknik Analisis data ... 59

3.10.1 Analisis Regresi Sederhana... 60

3.10.2 Analisis Koefisien Determinasi... 60

3.10.3 Uji t-tes... 61

3.10.4 Regresi Berganda... 62

3.10.5 Uji F... 63

Daftar Pustaka... 66

DAFTAR GAMBAR

(8)

Perubahan social budaya masyarakat Hindu di Mataram... 45

3.1 Daerah Pengujian untuk Uji Durbin Watson... 58

3.2 Daerah Penerimaan dan penolakan H0 daerah uji- t... 62

3.3 Daerah pengujian dan penolakan H0 dengan uji F... 65

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

(10)

perubahan dan adaptasi secara periodik dalam bidang organisasi. Masalah dalam organisasi yang dihadapi pada umumnya merupakan masalah yang terpenting dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pada umumnya.

Pemecahan masalah-masalah dalam organisasi yang dipandang paling mungkin dilaksanakan oleh organisasi bersangkutan dalam hal ini oleh Kehidupan masyarakat Hindu di kota Mataram sebagai salah satu bentuk organisasi formal yang bergerak dalam pendidikan non formal. Pentingnya pemecahan masalah dalam organisasi dalam hal ini adalah penerapan secara efektif fungsi dan proses pengorganisasian seperti perencanaan, pengorganisasian, pengkomonikasian dan pengontrolan.

Dalam sebuah organisasi terdapat nilai-nilai/ norma-norma yang dianut. Norma-norma dan niali-nilai tersebut dilakukan oleh organisasi, menjadi suatu kebiasaan/budaya organisasi. Budaya organisasi memilki tujuan yang jelas, dan arah cukup jelas dilihat bagi setiap orang di dalam suatu organisasi. Budaya organisasi yang konsisten, dengan aktif mengajarkan dan mengusahakan nilai-nilai dan sikap organisasi, maka budaya organisasi tersebut menjadi kuat dan dapat berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi.

(11)

Budaya organisasi merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan organisasi masayarakat. Hal ini ditegaskan pula oleh Williams (2001: 7) bahwa kesanggupan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai, sikap dan norma-norma yang ada akan membawa organisasi pada kenikmatan hidup dan terhindar dari kecemasan, kegelisahan, dan ketidakpuasan. Kemampuan menyesuaikan diri dengan nilai dan norma adalah kemampuan untuk menyesuaikan dan menanggapi perubahan lingkungan organisasi.

Budaya organisasi mendorong tingkat keterlibatan masayarakat lebih tinggi dalam pengambilan keputusan, masayarakat akan memiliki rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang lebih besar. Dalam hal ini, suatu nilai-nilai, norma-norma, dan keyakinan organisasi itu dapat dilaksanakan dengan kondusif oleh masayarakat, serta dalam kondisi kerjasama dan interaksi yang baik semua unsur di dalam organisasi atau organisasi.

(12)

Pada hakekatnya bahwa manusia adalah makhluk individu dan sosial, sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, sekalipun ia menjadi pemimpin suatu organisasi. Dalam kehidupan manusia terlebih dalam kerangka organisasi atau organisasi selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya, oleh karenanya manusia selalu mengadakan hubungan antara individu yang satu dengan yang lainnya, dan saling mempengaruhi, hingga interaksi sosial itu penting sekali dalam kehidupan manusia lebih-lebih dalam suatu organisasi. Para pemimpin organisasi dalam mencapai tujuan dalam organisasinya adalah karena adanya hubungan manusia yang baik antara orang-orang atau melalui orang-orang lain ( Winardi, 2004: 4). Dalam ajaran agama Hindu dikenal ada tiga aspek yang mempengaruhi keharmonisan di dunia ini, yang disebut Tri Hita Karana yaitu aspek

Pahryangan, aspek Pawongan, dan aspek Palemahan.

Aspek pawongan merupakan ekspresi hubungan manusia dengan manusia yang sekealigus refleksi dari hakekat manusia sebagai makhluk sosial. untuk mencapai kesejahteraan hidupnya, manusia yang satu harus senantiasa menjaga hubungan yang harmonis dengan manusia lainnya. dalam hal inilah diperlukan adanya Sukerta tata Pawongan mencakup peranata-pranata sosial yang dapat menjamin keharmonisan hubungan antar sesama manusia (Punia, 2005 ;68).

(13)

mewujudkan budaya organisasi yang kondusif di lingkungan masayarakat, sehingga hal ini diduga berpengaruh pada kehidupan sosial masayarakatnya.

Dari pemahaman di atas jelas bahwa setiap orang dalam lingkungan kehidupan orang menyebabkan ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut, baik dalam arti yang pasif maupun dalam arti yang aktif. Hubungan manusia dalam arti pasif, artinya adakalanya diatur atau dipengaruhi oleh nilai/norma-norma lingkungan dalam hal ini lingkungan kerja; dan hubungan manusia dalam arti aktif adalah bahwa yang mengatur atau mempengaruhi lingkungan sekitar, dengan melaksanakan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di lingkungan tempat kerja.

Gerungan ( 2004: 61) menguraikan bahwa dari saat ke saat berikutnya, dari detik ke detik berikutnya, lingkungan hidup orang atau aspek daripadanya senantiasa berubah-ubah. Oleh karena itu, individu termasuk dalam konteks ini Kehidupan masyarakat Hindu di kota Mataram senantiasa menjelaskan dirinya dengan lingkungan hidupnya yang berubah-ubah, yang harus disesuikan dengan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku. Biasanya ada kecendrungan individu menggunakan kedua cara adaptasi dirinya (baik secara pasif maupun aktif), namun demikian tidak jarang terjadi kegagalan dalam penerapan budaya organisasinya.

(14)

Effendy (2001: 54) mengatakan, hubungan manusia merupakan suatu sumbangan yang cukup berarti terhadap penetapan dan pencapaian tujuan organisasi/lembaga melalui individu-individu yang ada di dalam organisasi. Sekalipun sarana memadai, perencanaan matang, dan kemudahan lain cukup tersedia, namun jika kesadaran masayarakat rendah, maka apa yang menjadi tujuan organisasi tidak akan tercapai. Hal ini perlu adanya budaya organisasi dan hubungan manusia yang kondusif dalam tatanan kerja di dalam organisasi.

Poerwanto (2008: 2 ) menjelaskan bahwa diakhir-akhir ini di banyak organisasi/organisasi sering terjadi sesuatu secara serius dalam konteks keorganisasian yaitu konflik, ketidakpuasan, ketidak efektifan, ketidak efesienan, penyimpangan-penyimpangn ataupun penyalahgunaan wewenang, yang pada keselanjutannya menjadi masalah bagi organisasi.

(15)

Menghadapi tantangan tersebut, hubungan manusia dan budaya organisasi dua hal yang harus dicermati. Untuk dapat meningkatkan SDM atau perubahan sosial budaya masayarakat yang profesiaonal, diperlukan upaya-upaya atau cara-cara yang efektif, yaitu usaha dalam membudayakan kinerja yang kondusif. Upaya tercapainya peningkatan perubahan sosial budaya masyarakat tidak lain karena pengaruh faktor budaya organisasi yang kuat dan hubungan manusia yang baik.

Situasi yang menggerakkan orang untuk berbuat sesuatu terdiri dari dua aspek, yaitu aspek subyektif dan aspek obyektif, aspek subyektif merupakan kondisi yang berada dalam diri individu yang terwujud kebutuhan (yang berasal dari motif yang mendorong untuk mencapai kebutuhan, dan secara aktif melakukan komunikasi antar sesama di lingkungan masayarakat). Aspek obyektif berada di luar individu yang terwujud intensif atau tujuan (goal) yang mendapat pengaruh dari hubungan manusia dalam organisasi. Hubungan manusia merupakan kondisi inner yang memberikan dorongan yang kuat dan digambarkan dengan harapan, hasrat, dorongan dan lain-lain. Kemampuan dalam interaksi dengan sesama dan lingkungannya merupakan keadaan di dalam diri yang mendorong atau menggerakkan para individu mencapai keberhasilan dalam berorganisasi. Dengan demikian, tanpa adanya hubungan manusia yang baik, maka tidak akan ada tujuan dan tingkah laku yang di organisasikan oleh individu di kehidupan masyarakat.

(16)

mengharapkan pemenuhan atas kebutuhan-kebutuhan tersebut serta terpuaskan dengan perubahan kehidupan sosial masayarakat.

Agar usaha positif budaya organisasi dan hubungan manusia dapat meningkatkan Sosial budaya masayarakat hendaknya dilakukan dengan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan kaku terhadap para masayarakat dengan memberikan kebebabasan dalam memebrikan pendapat supaya dapat memberikan motivasi yang cukup untuk memerankan peranan yang dihendaki dan menghasilkan komitmen paksaan terhadap nilai-nilai masyarakat. Masyarakat sebagai sistem sosial sanggup mengatur tekenan emosi yang berkembang diantara anggota selama berinteraksi dari hari ke hari.

Permasalahan yang ada di Kehidupan masyarakat Hindu di kota Mataram adalah belum maksimalnya budaya organisasi dan hubungan manusia yaitu ditunjukkan oleh adanya masayarakat yang kurang mengetahui akan pentingnya hidup berorganisasi, sehingga kurang komunikasi terhadap sesama masayarakat. Dalam kehidupan sehari-harinya masayarakat cenderung menjalankan kesehariaanya dengan sendiri-sendiri. Melihat beberapa permasalahan tersebut mencerminkan bahwa masih diperlukan upaya dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapi di Kehidupan masyarakat Hindu di kota Mataram.

(17)

dan perasaan, di mana hubungan manusia dan budaya organisasi tersebut di duga besar pengaruhnya untuk meningkatkan perubahan sosial budaya masayarakat.

Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli di atas, terutama dengan latar ke-Indonesian belum menyinggung tentang kontribusi budaya organisasi dan hubungan manusia (pawongan) terhadap sosial budaya Kehidupan masyarakat Hindu di kota Mataram. Untuk itulah penelitian ini mencoba untuk mengungkapkan pengaruh antara budaya organisasi dan hubungan manusia (pawongan) terhadap sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah budaya organisasi dimasyarakat Hindu di kota Mataram ? 2. Bagaimanakah hubungan manusia masyarakat Hindu di kota Mataram ? 3. Bagaimanakah perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota

Mataram?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara Budaya Organisasi terhadap perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram ?

(18)

6. Apakah ada pengaruh signifikan antara Budaya Organisasi dan hubungan manusia (pawongan) terhadap perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi, hubungan manusia (Pawongan) terhadap perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui bagaimanakah budaya organisasi dimasyarakat Hindu di kota Mataram.

2) Untuk mengetahui bagaimanakah hubungan manusia masyarakat Hindu di kota Mataram.

3) Untuk mengetahui bagaimanakah perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram.

4) Untuk mengetahui ada/tidak pengaruh yang signifikan antara Budaya Organisasi terhadap perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram.

(19)

6) Untuk mengetahui ada / tidak pengaruh signifikan antara Budaya Organisasi dan hubungan manusia terhadap perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram.

1.4 Manfaat Penelitian. 1.4.1 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pimpinan/kepala masyarakat Hindu di kota Mataram sebagai bahan pertimbangan dan balikan untuk langkah-langkah nyata dalam mengembangkan dan meningkatkan sosial budaya masayarakat dalam kehidupan masyarakat Hindu di kota Mataram.

1.4.2 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini akan berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal pemahaman budaya organisasi, hubungan manusia sebagai pendorong dalam meningkatkan perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(20)

independen yang diteliti yaitu a) Budaya organisasi, dan b) hubungan manusia (pawongan).

2. Tempat penelitian di kota Mataram ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat. 3. Data penelitian tentang a) budaya organisasi, b) Hubungan manusia

(pawongan), c) Perubahan sosial budaya masyarakat melalui penyebaran angket yang dibuat.

BAB II

(21)

2.1 Kajian Pustaka

Dumiati (1996) melakukan Penelitian dengan Judul “Hubungan Antara Perilaku Kepemimpinan, Pengaturan Tugas dan Hubungan Manusia Para Kepala Biro dengan Keefektifan Kerja Pegawai Administrasi Di Universitas Muhammadiyah Malang”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa para kepala biro mempunyai perilaku kepemimpinan yang cukup efektif dengan dimensi inisiasi, struktur, dan dimensi konsiderasi yang tergolong tinggi. para kepa biro melaksanakan pengaturan tugas cukup terspesialisasi, dan menciptakan hubungan manusia cukup baik. Selain itu hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara hubungan manusia kepala biro dan keefektifan kerja pegawai administrasi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jeffri S.J.Lengkong (1996) yang berjudul “Hubungan Kausal antara Budaya Sekolah, Dinamika Organisasi Informal, dan Iklim Sekolah dengan Keefektifan Sekolah”. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) jalur hubungan secara langsung antara budaya organisasi sekolah dengan keefektifan sekolah adalah segnifikan, (2) Jalur hubungan secara langsung antara dinamika organisasi informal dengan keefektifan sekolah adalah signifikan. (3) Jalur hubungan secara langsung antara iklim sekolah dengan keefektifan sekolah adalah signifikan. (4) Jalur hubungan secara tak langsung antara budaya organisasi sekolah dengan keefektifan sekolah melalui iklim sekolah adalah signifikan

(22)

terhadap produktivitas kerja karyawan. Oleh karena itu percetakan Pelawa Sari Denpasar agar tetap menjaga atau dapat meningkatkan upah sesuai dengan produktivitas keraj yang dihasilkan oleh Karyawan.

Dalam Penelitian yang dilakukan Darma (2006) menemukan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara hubungan manusia dengan Keefektifan Kerja. Di mana besarnya koefesien hubungan kedua variable tersebut sebesar 0,883. Demikian juga, kekuatan hubungan antara hubungan manusia dengan keefektifan kerja yaitu t = 11,605. Sebesar 78 % variabel hubungan manusia berpengaruh terhadap Produktivitas kerja karyawan bagian umum Pemerintah Kabupaten Badung. Wesi (2007) dengan latar SMP Negeri di Kabupaten Badung, dalam penelitiaanya ditemukan bahwa secara signifikan ada pengaruh antara hubungan manusia terhadap kinerja guru-guru agama Hindu SMP Negeri di Kabupaten Badung. Dalam penelitian ini ditemukan sebesar 79,3 % pengaruh variabel hubungan manusia terhadap kinerja guru-guru agama Hindu di Kabupaten Badung.

Demikian juga hasil penelitian Ludra Antara (2007), yang melakukan penelitian tentang ”Pengaruh Pola Kepemimpinan Karismatik dan Transformasional terhadap Perilaku Kerja dan Kinerja Karyawan pada Politeknik Negeri Bali”, ditemukan bahwa secara signifikan pola kepemimpinan berpengaruh nyata terhadap perilaku kerja dan kinerja karyawan.

(23)

Dalam Kamus bahasa Indonesia dijelaskan kata pengaruh bererti daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda) yang berkuasa atau yang berkekuatan. Sedangkan pengaruh menurut Badudu dan Zain (1994 :1031) yaitu pengaruh adalah :

1. Daya yang menyebabkan sesuatu yang terjadi

2. Sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain 3. tunduk atau mengikuti karena kuasa atau kekuatan orang lain

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Dengan demikian yang dimaksud pengaruh dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh budaya organisasi dan hubungan manusia (pawongan) terhadap Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Hindu di Kota Mataram.

2.2.2 Konsep Budaya Organisasi

Kuetjaraningrat (1988) kebudayaan diartikan sebagai wujud, yaitu mencakup keseluruhan dari : (1) gagasan, (2) kelakuan, dan (3) hasil-hasil kelakuan. Dari difinisi ini diyakini bahwa kebudayaan adalah sebagai produk baik itu berupa gagasan ataupun sudah berwujud suatu perilaku tampak maupun material sehingga kebudayaan atau budaya adalah suatu produk yang menjadikan manusia hidup dinamis dan menjadi bagian internal tak terpisahkan dari manusia. Rincian tentang budaya yaitu : (1) budaya sebagai sebuah abstraks, (2) budaya sebagai konseptual kelompok, (3) budaya sebagai internalisasi anggota kelompok.

2.2.2.1 Budaya Sebagai Sebuah Konsep Abstrak

(24)

orang. Sebagai sebuah konsep abstrak, budaya memiliki kehidupan tersendiri, ia terus berubah dan tumbuh. akibat pertemuan-pertemua dengan budaya lain, perubahan kondisi lingkunan, sosiodemografis, dan sebagainya. Merupakan beberapa faktor yang menjadikan budaya hidup dinamis. Perbedaan perilaku dan norma antara generasi tua dan muda dari satu budaya dikenal dengan gaf antar generasi merupakan bukti nyata terjadinya perubahan dari budaya

2.2.2.2 Budaya Sebagai Konseptual Kelompok

Apa yang disebut budaya adalah ada ketika seseorang manusia ketemu dengan manusia lain dari pertemuan tersebut tercipta pola-pola adaptasi: baik berupa tata perilaku, keyakinan, norma, maupun seni seiring pertemuan yang terus terulang. Semua produk yang hidup tersebut menjadi ciri kas dari kelompok orang-orang tersebut dan dikenal sebagai sebuah budaya. Ia merupakan kekasan milik sebuah kelompok. Budaya tidaklah ada ketika seorang manusia tidak penah bertemu dengan manusia lain. meskipun individu tersebut memiliki pola perilaku yang khas, gagasan unik, keyakinan dan norma yang dipedomani, maupun menghasilkan suatu produk material tetap tidak dapat disebut budaya karena disebut budaya ketika ia menjadi ciri suatu kelompok. Sifat-sifat yang unik individual disebut kepribadian dan bukan budaya.

2.2.2.3 Budaya Internalisasi Anggota Kelompok

(25)

seluruh individu anggota kelompok sebagai tanda keanggotaan kelompok, baik secara sadar maupun naluriah tidak disadari.

Siagian (2005) mengemukakan bahwa organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerjasama serta secara formal terkait dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan, dalam ikatan mana terdapat seorang/beberapa orang yang disebut atasan dan seorang /sekelompok orang yang disebut bawahan.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

2.2.2.4 Peran Budaya organisasi

(26)

Budaya organisasi yang kuat, menurut Poerwanto (2008: 26) berperan dal dua hal. Pertama mengarahkan perilaku. Masayarakat mengerti bagaimana harus bertindak dan apa yang diharapkan bagi mereka. Kedua, budaya yang kuat memberi masyarakat pengertian akan tujuan, dan membuat mereka berpikir positif terhadap organisasi. Mereka mengerti apa yang ingin dicapai oleh organisasi dan mereka membantu organisasi bagaimana cara mencapai sasaran tersebut. Budaya organisasi berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Jika organisasi mempunyai budaya yang kuat, organisasi dan masyarakatnya akan memiliki perilaku yang seiring dan sejalan.

Budaya dalam proses keorganisasian, menjadi dasar dari desain organisasi yang mencakup tujuan, struktur, teknologi, dan pola pengelolaan. Desain organisasi menjadi landasan terhadap iklim organisasi. Dalam proses organisasi perilaku orgnisasi yang dilandasi oleh budaya.

Gambar 2.1 Budaya dalam Proses keorganisasian

(27)

sumber : Poerwanto (2008: 26)

2.2.2.5 Budaya Organisasi sebagai In-put

Ndraha (1997:65) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai input terdiri dari pendiri organisasi, pemilik organisasi, sumber daya manusia, pihak yang berkepentingan dan masyarakat. Berikut diuraikan secara singkat budaya organisasi sebagai input.

a. Pendiri Organisasi

Williams (2005: 91) menjelaskan bahwa pendiri organisasi sangat mewarnai budaya organisasi, yaitu bagaimana visi mereka terhadap organisasi yang telah didirikan sangat berpengaruh terhadap iklim organisasi masyarakat Para pendiri organisasi yang memiliki visi dan aksi sangat penting dalam memantapkan budaya organisasi yang konsisten dan sesuai dengan kondisi lingkungan internal.

Desain Organisasi

Iklim organisasi

Prilkau Organisasi

(28)

Hal ini sejalan dengan pandangan Andy Kirana (1997: 570) yang menyatakan tidak ada visi manusia yang lenyap, oleh karena itu pemimpin harus mampu menyumbangkan wawasan yang jauh ke depan untuk mengantarkan masyarakatnya kepada tahap-tahap kemajuan sesui dengan perubahan jaman dan dinamika perubahan lingkungannya.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka pendiri organisasi atau masyarakat perlu merumuskan visi misi yang jelas terhadap masyarakat atau organisasi yang didirikan.

b. Pemilik Organisasi

Suatu organisasi dapat berjalan dengan baik dan benar, pemilik organisasi harus mampu mematuhi sistem nilai dan norma-norma yang berlaku dalam organisasi. Konsistensi dalam mematuhi sitem nilai dan norma-norma yang belaku tersebut akan menjadikan organisasi memiliki sitem nilai (budaya organisasi yang kuat).

(29)

menyeluruh. Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, seperti gambar berikut.

Gambar 2.2 Empat Komponen yang Memperkuat Budaya Organisasi.

sumber : Poerwanto (2008: 26)

Oleh karena itu, seluruh individu dalam organisasi berkewajiban mematuhi budaya oraganisasi yaitu seperangkat sitem nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam organisasi, serta sistem nilai tersebut di jadikan pedoman dalam bertingkah laku di organisasi atau masyarakat (Mangkunegara, 2005: 116). Budaya organisasi masyarakat yang dibangun oleh para pendiri merupakan jiwa bagi anggota-anggotanya, oleh karenanya para pendiri secara moral harus memberi keteladanan kepada stakeholder agar budaya yang dibangun dapat menjadi moral dalam proses keorganisassian.

c. Sumber Daya Manusia.

Sedarmayanti (2008: V) menjelaskan bahwa sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai penentu utama. Oleh karena itu, sumber daya manusia harus

Konsistensi

Kohesi Komitmen

(30)

memiliki kompetensi dan kinerja tinggi demi kemajuan organisasi. Sumber daya manusia tidak saja dituntut menjadi profesional dan sebagai pembangun citra pelayanan publik, tetapi juga dituntut sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

Untuk mengatasi berbagai masalah sumber daya manusia, diperlukan upaya sistematis dalam meningkatkan kepastian dalam meningkatkan kepastian sumber daya manusia agar mampu bekerja optimal dalam memberikan pelayanan terbaik. Hal tersebut hanya mungkin tercapai melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam berbagai aspek, baik aspek intelektual, manajerial, maupun perilaku.

Sumber daya manusia dalam organisasi terdiri dari dua sumber yaitu internal organisasi, dan eksterna organisasi (Mangkunegara, 2005: 117). Sumber daya internal organisasi adalah pemimpin, manajer, dan karyawan. Sedangkan sumber daya manusia eksternal organisasi adalah orang-orang di luar organisasi yang ikut andil dalam pembinaan dan pengembangan organisasi. Mereka adalah konsultan organisasi. 2.2.3 Konsep Hubungan Manusia (Pawongan)

Dalam konsep Tri Hita Karana disamping membangun sikap hidup memelihara kesejahtraan alam juga harus menumbuhkan hubungan yang harmonis dalam kehidupan bersama dalam suatau masyarakat. Dalam ajaran Hindu untuk menumbuhkan hubungan yang harmonis dan humanis adalah melaksanakan petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umatnya untuk membangun persatuan dengan sesama manusia ( Wiana 2007: 126). Dalam konteks penelitian ini aspek pawongan

(31)

masyarakat Hindu di kota Mataram. Hubungan manusia (pawongan) menciptakan saling pengertian antara sesama sehingga terbetuk suatu teamwork untuk mewujudkan pencapain tujuan organisasi dan kepuasan pribadi. Hubungan manusia bertujuan menghilangkan rintangan-rintangan antar pribadi, mencegah salah pengertian, membangkitkan motip personil, dan menggugah daya gerak mereka untuk mempermudah tercapainya tujuan organisasi dan tujuan pribadi. Landasan setiap hubungan yang diciptakan adalah atas dasar saling menghargai sebab manusia itu mempunyai mertabat dan harga diri, kepercayaan, ketertutupan, keterbukaan dan keakraban.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan manusia (pawongan) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses interaksi baik formal maupun informal antara pemimpin dengan bawahan di dalam organisasi masyarakat Hindu di kota Mataram, untuk menciptakan kerjasaman yang akarab dan harmonis dalam rangka pencapaian tujuan organisasi masyarakat dan kepuasan individu.

Wiana (2007 ; 127) bahwa aspek pawongan dari ajaran Tri Hita Karana

(32)

lainnya. Dalam keadaan ini terjadi pengaruh mempengaruhi dari individu berkembang kepada kelompok, kemudian kepada lingkungannya. Di dalam interaksi dapat terjadi secara harmonis dan serasi dan dapat pula terjadi pertentangan atau ketegangan. Hal ini disebabkan oleh hakekat manuasia yakni tidak ada individu yang sama dalam segala hal.

(33)

Pengertian hubungan manusia (pawongan) dapat ditinjau dari dua sisi yaitu dalam arti luas dan arti sempit. hubungan manusia (pawongan) dapat ditinjau dalam arti luas karena Hubungan manusia dapat terjadi dimana saja dalam keseluruhan kegiatan kegiatan manusia. Davis (1967) menjelaskan bahwa hubungan manusia (pawongan) diterapkan secara luas pada setiap interaksi manusia di dalam kegiatan bisnis, pemerintahan, kelompok-kelompok sosial, sekolah dan rumah. Sedangkan Wursanto (2001) mengartikan hubungan manusia (pawongan) “adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara seseorang dengan orang lain untuk mendapatkan saling pengertian, kesadaran dan kepuasan psikologis tidaklah mudah. Sebagaimana dikatakan oleh Devito (2003) bahwa hubungan manusia (pawongan) bisa efektif bila terdapat : 1) keterbukaan, 2) empaty, 4) dukungan, kepositifan, 5) kesamaan. Dari pandangan ini jelas bahwa hubungan manusia (pawongan) yang efektif perlu memenuhi syarat-syarat tertentu, agar masing-masing dapat mencapai kepuasan batin. Dalam arti luas, hubungan manusia (pawongan) dilakukan oleh setiap orang dan tidak hanya terbatas dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Hubungan manusia tidak harus dibatasi oleh aturan atau tata krama birokratis, melainkan bisa terjadi dimana saja, asalkan seorang mau mengadakan interaksi untuk mendapatkan saling pengertian dan kepuasan batin.

Hubungan manusia dalam arti sempit yaitu hubungan manusia (pawongan)

(34)

Demikian pula dengan bergabunganya individu di dalam organisasi yang terikat oleh otoritas serta peraturan-peraturan sehingga tercipta hubungan psikologis yang erat dan mengikat antara anggotanya. Hubungan mereka tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga bersifat struktural dan hirarkhis. Hubunngan manusia dalam pengertian yang sempit membahas bagaimana orang dalam perkerjaannya mampu menciptakan suasana yang menyenangkan, adanya kepercayaan, serta bagaimana perasaan harga mengahargai dapat dipupuk dalam lingkungan kerja masing-masing, adanya pengakuan dan penghargaan atas pelaksanaan tugas, keterbukaan dan keakraban. Termasuk loyalitas yakni merahasiakan segi-segi perkerjaan, dan kalau dibicarakan dengan orang lain yang tidak berkepentingan hanya dapat mengganggu suasana kerja, serta mengurangi prestasi kerja. Dengan demikian hubungan manusia (pawongan) yang dibahas dalam penelitian ini lebih diarahkan pada hubungan manusia (pawongan) dilihat dari pandangan managemen.

Davis (1968) merumuskan pengertian hubungan manusia sebagai berikut “Human relation peole is orgaizations to develop teamwork which effectively fulfills their needs and achieves organizational objectives” (h.5). Ada beberapa hal yang penting yang terkandung dalam pengertian tersebut, yaitu :

Pertama ; Hubungan manusia dititik beratkan atau difokuskan pada manusia bukan pada masalah-masalah ekonomi atau mekanis.

Ke dua ; bahwa yang merupakan titik sentral hubungan manusia adalah manusia dalam lingkungan kerja bukan dalam lingkungan sosial yang tidak diorganisir.

(35)

Ke empat ; arah dan motivasi adalah menciptakan kerjasama yang membutuhkan koordinasi dan kerjasama dari personil yang terlibat di dalamnya.

Ke lima ; melalui kerjasama yang akrab berusaha mencapai dua tujuan yakni memenuhi kebutuhan individu dan pencapaian tujuan oraganisasi. Setiap orang memasuki organisasi karena mengharapakan organisai mampu memenuhi kebutuhannya. Memang setiap anggota tidak mampu memuaskan setiap anggota tetapi ia dapat memberikan lingkungan atau iklim yang membantu setiap orang mencapai kebutuhannya.

Selanjutnya Boykin (1955), Roethlisberger (1955), Griffiths (1955), serta Halloran (1978) sekaligus dalam redaksi yang berbeda, secara umum dapat mengatakan hubungan manusia tidak lain adalah interaksi dalam dunia kerja secaara efektif untuk mencapai kepuasan batin serta untuk mencapai tujuan oraganisasi.

Sebagai bahan perbandingan, dikemukakan pandangan hubungan manusia menurut Effendy (1972:50). Hubungan manusia dalam arti sempit adalah komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam situasi kerja (work sitiation) dengan tujuan untuk menggugah kegairahan dan kegiatan berkerja dengan semangat kerjasama yang produktif dengan perasaan bahagia dan puas hati.

(36)

pengaruh positif terhadap angota-anggotanya untuk lebih bergairah mengejar tujuan organisasi.

Pengertian hubungan manusia yang menekankan pada kepuasan psikologi dikemukakan oleh Abdurahman (2001) bahwa hubungan manusia adaalah kegiatan-kegiatan memberi kepuasan kepada kebutuhan-kebutuhan manusia terutama kebutuhan psikologis dan sosiopsikologis sehingga semua orang senang. Karena senang maka setiap orang suka membantu, suka berkerja sama, dan tidak menghalangi tercapainya tujuan organisasi.

Pendapat diatas menekankan pada hubungan manusia sebagai suatu kegiatan yang ditujukan pada pemuasan kebutuhan manusia agar dengan senang hati melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengertian-pengertian diatas adalah :

a) Hubungan manusia hendak menciptakan saling pengertian sehingga terbetuk suatu teamwork untuk mewujudkan pencapain tujuan organisasi dan kepuasan pribadi.

b) Hubungan manusia bertujuan menghilangkan rintangan-rintangan antar pribadi, mencegah salah pengertian, membangkitkan motip personil, dan menggugah daya gerak mereka untuk mempermudah tercapainya tujuan organisasi dan tujuan pribadi.

c) Landasan setiap hubungan yang diciptakan adalah atas dasar saling menghargai sebab manusia itu mempunyai mertabat dan harga diri, kepercayaan, ketertutupan, keterbukaan dan keakraban.

(37)

Punia (2005; 69) menyatakan ekspresi dari pawongan salah satu dari aspek

Tri Hita Karana melahirkan norma-norma (sime, dresta, awig-awig), peraturan-peraturan, hukum, peranata sosial seperti kekerabatan (nyama, braya, dadiya), dan peranan kemasyarakatan (sekeha, banjar, desa). Secara hakiki dapat dikatakan, berbicara tentang hubungan manusia secara umum maupun sempit, maka fokus analisanya harus bertolak dari manusia dan berorientasi pada manusia, karena seluruh proses interaksi hubungan manusia dimulai oleh manusia dan demi kepentingan manusia. Oleh karena itu setiap orang perlu memahami manusia sebagai karyawan dalam organisasi.

Menurut Davis (1999) bahwa kita dapat bekerja secara efektif dengan karyawan apabila kita menepatkan mereka sebagai manusia. Memang diakui tidak mudah memahami sifat tabiat manusia karena setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya. Tidak ada dua individu yang sama sekalipun antara saudara kembarnya. Walaupun demikian mengadakan hubungan manusia secara efektif. Untuk maksud tersebut, maka berikut ini akan dibicarakan secara singkat mengenai hakekat manusia, tipe manusia/ sikap dasar manusia.

2.2.3.2 Ruang Lingkup dan Prinsip Hubungan Manusia (Pawongan).

Ruang lingkup yang dikemukakan oleh Griffiths dan Halloran, maka dipilih empat tema pokok yang sifatnya luas sebagai fokus ruang lingkup Hubungan manusia, yakni komunikasi, kerjasama, keakraban dan kehangatan serta motivasi yang lebih ditekankan pada pemberian perhatian dan dorongan.

(38)

Istilah komunikasi secara umum telah dipergunakan oleh setiap orang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Di bawah ini dikemukakanpengertian komunikasi menurut beberapa ahli. Sutisna (2001: 190) merumuskan komunikasi sebagai berikut:

Komunikasi ialah proses penyaluran informasi, ide, penjelasan, perasaan, pernyataan dari orang ke orang atau dari kelompok ke kelompok. Ia adalah proses interaksi antar orang-orang atau kelompok-kelompok yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan prilaku orang-orang atau kelompok-kelompok di dalam suatu organisasi.

Demikian Panggabean (2002) mengartikan mengertikan komunikasi sebagai proses penyampaian pesan kepada seseorang atau kelompok , dan proses interaksi tersebut hendak mencapai kesamaan pengertian. Apabila sesorang menyampiakan pikiran atau perasaannya kepada orang lain dan ternyata tidak mengerti oleh orang tersebut, berarti komunikasi tidak berjalan dengan efektif.

Berdasarkan pengertian komunikasi dapat diketahui bahwa tujuan komunikasi adalah saling pengertian antara pengirim dan penerima. Saling pengertian merupakan dasar dalam usaha mencapai suatu kerjasama yang baik, serasi dan harmonis dalam organisasi untuk mencapai tujuan. Suatu komunikasi dikatakan efektif apabila terdapat, 1) keterbukaan, 2) empati, 3) dukungan, 4) kepositipan, 5) kesamaan.

(39)

kesempatan, serta dia akan mengekspresikan perasaan negative orang lain terhadap dirinya.

Kesamaan, komunikasi antara manusia akan lebih efektif jika pihak-pihak yang berkomunikasi itu mempunyai derajat kesamaan antara keduanya.

Perlu ditekankan bahwa jika tujuan komunikasi dalam tujuan Hubungan manusia adalah untuk memperoleh persamaan penggertian, maka untuk melaksanakan komunikasi yang baik merupakan tanggung jawab dari setiap orang dalam organisasi.

b. Kerjasama

Teori kerjasama banyak dikembangkan oleh Deutch, yang mendasarkan pada teori lapangan yang dikembangkan oleh Kurt Lewin, (dalam Sarwono, 2000) mengemukakan tentang kerjasama sebagai suatu sikap penerimaan seorang atau kelompok dalam memasuki suatu wilayah tujuan yang dimiliki seorang atau kelompok lainnya sehinga wilayah-wilayah tujuan dari anggota-anggota tersebut saling menunjang.

c. Keakraban dan kehangatan

(40)

d. Perhatian dan Dorongan

Djamarah (2002) Pemberian perhatian dalam dorongan yang datang dari atasan mapun dari teman yang sejawat, merupakan suatu yang sangat berarti dalam memberikan semangat dalam berkerja yang mengarah pada Produktivitas kerja. Sehubungan dengan hal ini telah dilakukan penelitian oleh Games dari Harvard (dalam Nurtain, 1988) yang mengatakan pegawai senagai individu akan berkerja sama dengan baik kalau mendapatkan dorongan yang tinggi dalam melaksankan tugasnya. Dari penelitiannya diperoleh hasil bahwa pegawai yang tidak mendapatkan motivasi hanya mampu 20 % - 30 % mengarahkan semua kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya mereka yang diberikan motivasi 80 % - 90 % dapat menyelesaikan tugasnya dan mengarahkan kemampuan yang dimiliki mereka. Jadi jika motivasi diberikan rendah, kemampuan pegawai akan menurun, seakan – akan kemampuanya rendah.oleh karena itu memberikan dorongan merupakan hal yang sangat berarti dalam meningkatkan Produktivitas kerja.

2.2.3.3 Prinsip-Prinsip Hubungan Manusia

(41)

memperhitungkan perasaan, mengakuai dan memperhatikan kepentinganya. Satu sama lain saling menerima sebagai individu dan sebagai kelompok, sehingga dapat meghargai tugas dan kewajiban masing-masing. Mau berterusterang mengenai ide, perasaan dan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Merasa bahwa hasil-hasil yang dicapai. Disebabkan oleh adanya kerjasama, dan segala problem dihadapi dan dipecahkan bersama-sama.

2.2.3.4 Hubungan Manusia : Antara Pemimpin organisasi dan warga

Hubungan secara pribadi atau personal contact antara pemimpin dan yang dipimpin sangat penting dalam usaha maupun kepercayaan dan kerjasama (abdurrachman, 1993). Dengan adanya kepercayaan dan kerjasama yang baik antara pemimpin organisasi dengan masyarakat, dan hubungan yang baik antara sesama masyarakat akan membantu dalam pencapaian tujuan organisasi.

Mengarahkan warga kepada tugas pekerjaan adalah merupakan kegiatan pemimpin dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan organisasi. Kegiatan ini dapat berupa penjelasan terhadap tugas, menjelaskan instruksi, memberi nasehat agar perintah tidak menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan. Untuk mengarahkan setiap masyarakat, maka pemimpin melakukan pengarahan secara sempurna.

(42)

keluarga warga dan pemimpin). Hubungan manusia antara pemimpin dan warga baik yang bersifat formal maupun informal dilakukan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dalam organisasi tempat bekerja.

2.2.4 Konsep Perubahan Sosial Budaya

Perubahan menjadi kata yang tidak asing bagi manusia. Perubahan senantiasa hadir dalam kehidupan manusia. Dari waktu ke waktu tidak ada sesuatu yang tetap dalam kehidupan manusia. Perubahan yang terjadi tidak seketika atau terjadi secara mendadak, tetapi perubahan juga bisa terjadi secara perlahan-lahan. Perubahan terjadi pada dua aspek, yaitu: materiil atau kebendaan dan immaterial (non kebendaan).

(43)

sebagai culture-shock atau kejutan-kejutan budaya yang terjadi pada tatanan kehidupan suatu masyarakat yang tengah menghadapi berbagai perubahan.

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tentu mengalami perubahan demi perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang kecil pengaruhnya terhadap masyarakat itu dan ada pula perubahan yang berpengaruh sangat besar terhadap struktur masyarakatnya. Dilihat dari gerak perkembangannya ada perubahan yang berjalan lambat dan ada juga perubahan yang berjalan cepat.

Perubahan merupakan suatu keadaan yang berbeda dengan sebelumnya, sehingga jika kita membahas tentang perubahan selalu mempergunakan perbandingan secara

kronologis (perbedaan waktu). Kita baru dapat mengatakan ada perubahan, jika tahu bagaimana awalnya dan bagaimana sekarang. Dalam proses perubahan selalu diawali dengan adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsurnya, baik unsur sosial maupun unsur kebudayaan, namun akhirnya masyarakat dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan tersebut (reorganisasi).

(44)

yang sangat erat, saling mempengaruhi dan saling mendukung satu sama lain. Beberapa contoh perubahan sosial budaya, misalnya:

a. Perubahan sosial

1) Sistem dan struktur pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan. Misalnya, dahulu wajib belajar ditempuh selama 6 tahun (untuk tingkat SD saja), namun sekarang wajib belajar menjadi 9 tahun (SD 6 tahun dilanjutkan dengan SMP 3 tahun)

2) Dahulu Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang secara khusus mendalami pelajaran agama Islam. Namun kini Pesantren menjadi lembaga pendidikan yang multi-disipliner. Tidak hanya mendalami ilmu agama saja, tapi juga mempelajari ilmu lain seperti TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), bahasa Inggris, dan lain sebagainya

b. Perubahan budaya

Masyarakat yang semula seragam dalam kebudayaannya, menjadi beraneka budaya. Contohnya kebiasaan lama yang melakukan pengobatan melalui bantuan seorang dukun dengan memakai mantra-mantra, kini menjadi pengobatan yang dilakukan oleh dokter berdasarkan pengetahuan medis c. Perubahan sosial yang diikuti oleh perubahan budaya

Desa menjadi kota kecil; daerah agraris menjadi kawasan industri.

(45)

pembayaran uang tunai kini beralih ke pasar modern (mall dan supermarket). Sistem pembayaran di mall atau supermarket dapat menggunakan kartu kredit atau kartu ATM. Hal inilah yang dapat mendorong timbulnya budaya konsumerisme di dalam masyarakat.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perubahan sosial merupakan variasi dari cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun adanya difusi atau penemuan baru dalam masyarakat. Perubahan sosial juga merupakan segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. maka proses-proses perubahan sosial dapat diketahui dengan ciri-ciri tertentu, antara lain:

a. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, karena setiap masyarakat akan mengalami perubahan baik cepat atau lambat

b. Perubahan terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, dan diikuti oleh perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya

c. Perubahan sosial yang cepat biasanya diikuti dengan disorganisasi yang bersifat sementara, karena berada dalam proses penyesuaian diri. Disorganisasi ini akan diikuti oleh reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai baru

(46)

2.2.4.1 Faktor Pendorong Perubahan Sosial

Berdasarkan uraian di atas, maka perubahan yang terjadi di masyarakat dapat berupa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan tersebut antara lain:

1. Faktor internal

Yang dimaksudkan dengan faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Faktor ini bisa muncul ke permukaan dan bisa juga tersembunyi.

Faktor internal dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya kejenuhan atau ketidakpuasan individu terhadap sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat

b. Adanya individu yang menyimpang dari sistem yang berlaku. Apabila penyimpangan ini dibiarkan, maka akan diikuti oleh individu-individu lainnya, sehingga terjadi perubahan

c. Adanya penemuan-penemuan baru (inovasi) yang diterima oleh anggota masyarakat dan membawa perubahan kebudayaan

(47)

e. Semakin meningkatnya pengetahuan dan pendidikan penduduk, meningkatnya pengetahuan, wawasan dan pendidikan penduduk akan semakin mengembangkan ide, gagasan, dan kebutuhan manusia.

Contoh: seorang yang kuliah di perguruan tinggi, pada saat mengerjakan tugas atau belajar akan membutuhkan mesin tik, kalkulator, komputer dan peralatan lain yang lebih banyak dan cepat

f. Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification)

Sistem ini memungkinkan seseorang untuk menaikkan kedudukan sosialnya karena ada rasa tidak puas atas kedudukan sosialnya sendiri. Keadaan ini disebut dengan status-anxiety.

g. Kondisi masyarakat yang heterogen dan bersifat terbuka. Banyaknya penduduk dengan berbagai latar pendidikan, pendapatan, mata pencaharian dan adat istiadat menyebabkan kondisi individu dalam masyarakat berada dalam kondisi persaingan dan peniruan sesuatu yang dianggap lebih baik.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang terdapat di luar masyarakat yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Sebagai contoh: demografi, penjajahan, lingkunan, bencana alam, dan agama.

Faktor yang berasal dari luar masyarakat dapat disebabkan karena:

(48)

terjadinya bencana. Perubahan ke arah kemunduran (regress) ini seringkali menimbulkan goncangan-goncangan dalam kehidupan masyarakat. Orang menjadi lupa terhadap norma dan adat istiadat yang berlaku, pokoknya mereka dapat mempertahankan diri dari bencana tersebut.

Contoh:

Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakatnya. Mereka harus menata kembali sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Perubahan yang terjadi di Aceh merupakan contoh perubahan sosial – budaya yang kompleks dan membutuhkan waktu lama untuk kembali menjadi stabil. b. Peperangan, tidak hanya akan meningkatkan angka kematian, tetapi juga

akan menyebabkan rusaknya berbagai sarana dan prasarana kebutuhan hidup, seperti lahan pertanian, sekolah, rumah, dan sebagainya. Kekacauan politik akan diikuti dengan kekacauan sosial, ekonomi, dan mental penduduknya. Peperangan ini seringkali diikuti dengan penaklukan atau penjajahan oleh bangsa lain yang menang. Masuknya ideologi baru dan tata cara lainnya dari negara penjajah. Semua itu secara langsung atau pun tidak akan merubah kehidupan masyarakat dan kebudayaannya. c. Kontak dengan masyarakat lain yang berbeda budayanya. Adanya

(49)

Contoh:

Bali merupakan salah kota di Indonesia yang ramai dikunjungi oleh wisatawan dalam dalam luar negeri. Komunitas-komunitas masyarakat itu membawa budayanya sendiri-sendiri, hingga tidak heran bila masyarakat di Bali sudah mulai terbuka dan menerima masuknya budaya asing. Sikap toleransi dan adaptasi terhadap budaya-budaya asing itu lambat laun mengakibatkan perubahan sosial budaya dalam masyarakat Bali, seperti: bahasa Inggris, Jepang, Perancis dan lain-lain menjadi bahasa pengantar dalam pariwisata. Untuk itu Sekolah Dasar di Bali mulai mengajarkan bahasa-bahasa tersebut dalam bidang studi Muatan Lokal.

2.2.4.2 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya

Perubahan sosial budaya tidak selamanya berjalan dengan lancar. Ada perubahan yang berjalan secara perlahan, sebagai akibat adanya faktor penghambat. Faktor penghambat yang dapat memperlambat perubahan sosial budaya itu adalah:

1. Adanya perasaan puas terhadap struktur budaya yang ada

2. Adanya perasaan takut akan timbulnya goncangan-goncangan dalam masyarakat

3. Kurang mengadakan hubungan dengan masyarakat lain yang berbeda budayanya

(50)

5. Adanya prasangka jelek dan curiga terhadap masyarakat lain yang berbeda budayanya

6. Kurangnya pengetahuan, wawasan, dan perkembangan pendidikan yang lamban

7. Sikap masyarakat yang sangat tradisional

8. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau

vested interests

9. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis

10.Adat atau kebiasaan. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki

2.2.4.3 Bentuk-bentuk Perubahan Sosial Budaya

Perubahan sosial budaya baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan pada intinya adalah pengupayaan ke arah yang lebih baik dengan mencoba mereduksi dampak negatif dari perubahan itu sendiri. Siklusnya dapat dicerna melalui adanya rekayasa sosial (social engineering), rekontruksi sosial

(51)

Dengan begitu, perubahan yang sedang terjadi dan akan terjadi, maupun yang direncanakan ataupun tidak (kurang) direncanakan tidak akan mengalami benturan kebudayaan (peradaban) pada masyarakat saat ini. Justru dengan demikian, yang terjadi adalah memperkaya khasanah kebudayaan nasional dan bukan pergeseran. Dengan demikian, hipotesa kebudayaan selanjutnya adalah tidak akan pernah terjadi pergeseran kebudayaan apalagi upaya meninggalkan budaya lokal. Meskipun pada tataran performa seolah-olah kebudayaan itu telah bergeser atau ditinggalkan. Perubahan yang demikian itu justru harus dimaknai sebagai upaya pemberdayaan dan pemerkayaan kebudayaan itu sendiri sebagai sistem makna (system of meaning).

Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu:

 Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat

(52)

kekeluargaan, hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya. Suatu revolusi dapat berlangsung dengan didahului oleh suatu pemberontakan

(revolt, rebellion) yang kemudian menjelama menjadi revolusi. Misalnya, pemberontakan para petani di Banten pada tahun 1888 yang didahului dengan suatu kekerasan, sebelum menjadi revolusi yang mengubah sendi-sendi kehidupan masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, dalam kajian Sosiologi syarat-syarat terjadinya suatu revolusi, antara lain:

a) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut

b) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut

c) Pemimpin yang dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan

d) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut terutama sifatnya konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Di samping itu diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak, misalnya perumusan suatu ideologi tertentu e) Harus ada “momentum”, yaitu saat di mana segala keadaan dan faktor

(53)

 Perubahan Kecil dan Perubahan Besar

Perubahan-perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung bagi masyarakat. Contoh: mode pakaian yang selalu mengalami perubahan, tidak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat secara keseluruhan. Hal ini karena mode pakaian tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan. Sebaliknya, perubahan besar akan berpengaruh pada berbagai lembaga kemasyarakatan. Contoh: proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat karena akan mempengaruhi hubungan kerja, sistem kepemilikan tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat, dan seterusnya.

 Perubahan yang dikehendaki (intended change) atau perubahan yang direncanakan (planned change) dan perubahan yang tidak dikehendaki

(unintended change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned change)

(54)

masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Sedangkan perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat. Hanya saja apabila perubahan yang tidak dikehendaki tersebut berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, maka perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki. Namun bisa jadi dalam kehidupan masyarakat, justru perubahan yang tidak dikehendaki sangat diharapkan dan diterima oleh masyarakat demikian pula sebaliknya.

2.2.4.4 Arah Perubahan Sosial Budaya

Dalam mempelajari perubahan sosial budaya perlu dilihat ke arah mana bergeraknya. Perubahan dalam suatu masyarakat biasanya bergerak dengan arah menuju pada sesuatu yang baru, dengan meninggalkan faktor-faktor yang diubah. Arah perubahan sosial budaya dapat menuju pada hal yang benar-benar baru dan ada pula yang menuju pada sesuatu yang sudah pernah ada di masa lampau. Yang dimaksudkan orientasi atau arah perubahan di sini meliputi beberapa orientasi, antara lain:

1. perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau

(55)

2. perubahan dengan orientasi pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru,

3. suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah

eksis atau ada pada masa lampau.

Dalam memantapkan orientasi suatu proses perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan pada gerak perubahan tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut:

1. suatu sikap, baik skala individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri

2. adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangan dari bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu pendorong perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang rutin. Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu adalah sebagai makhluk yang disebut homo deviant, yaitu makhluk yang suka menyimpang dari unsur-unsur rutinitas

3. mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain (individual, kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan iptek 4. adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang

memiliki spesifikasi dan kualifikasi progresif, demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang membutuhkannya.

(56)

Setiap kehadiran sesuatu hal yang baru di tengah-tengah masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung membawa pengaruh terhadap kehidupan manusia, begitu pula halnya dengan perubahan sosial-budaya yang terus terjadi dalam masyarakat Indonesia. Dalam beberapa segi kehidupan, ada yang berjalan cepat dan tidak terkendali. Perubahan sosial-budaya itu bukan hanya bagian dari usaha manusia untuk terus-menerus meningkatkan kualitas hidup (faktor internal), tetapi juga sebagai akibat dari proses modernisasi dan globalisasi (faktor eksternal).

perubahan sosial ditanggapi bermacam-macam oleh masyarakat. Bentuk-bentuk pola perilaku masyarakat tersebut, antara lain:

Sebagian kalangan bekerja keras mengejar ketertinggalan dan selalu berupaya meningkatkan kemampuan yang dimiliki agar tetap relevan dengan tuntutan dan perkembangan. Pandangan mereka terbingkai dalam keyakinan bahwa apabila tidak mau mengikuti tuntutan perubahan, maka akan ketinggalan zaman. Mereka selalu medambakan kehadiran kehidupan yang lebih sejahtera, pemikiran yang lebih cerdas, pelayanan yang lebih berkualitas, pengelolaan organisasi yang lebih rapi, tata pemerintahan yang lebih demokratis, dan sebagainya.

(57)

mengutamakan kemajuan dan kepentingan kalangannya sendiri (self reproduction class).

Sebagian kalangan yang lain justru melakukan perlawanan terhadap perubahan sosial, terutama yang terjadi bersamaan dengan ekspansi dan intervensi kekuatan luar (asing) dalam bentuk kapitalisme bengis yang menciptakan ketergantungan. Mereka merasakan bahwa ekspansi dan intervensi semacam itu dapat melahirkan hedonisme dan konsumerisme yang bisa merusak sendi-sendi ekonomi, kedaulatan politik dan kepribadian bangsa ini. Karena itu harus dilawan. Dalam konteks ini harus dibedakan antara perlawanan dan kekerasan, karena tidak selamanya perlawanan itu mereka lakukan melalui kekerasan. Kekerasan memang bisa merusak tatanan yang sudah mapan.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Budaya Organisasi dengan Perubahan Sosial budaya masyarakat

Perubahan situasi dunia, organisasi menghadapi berbagai tantangan bisa mengadopsi budaya organisasi yang tidak hanya fleksibel tapi juga harus sensitif terhadap perebedaan budaya. Perkembangan jumlah, variasi, kedudukan dan peran organisasi dalam proses transformasi masyarakat menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar, apakah budaya yang menjadi landasan sosial tetap mampu berfungsi sebagai kerangka acuan dalam transformasi masyarakat dan membawa manfaat untuk perubahan yang diinginkan.

(58)

bergantung dan menaruh harapan pada budaya. Budaya dianggap mampu memberikan stabilitas dan jaminan bagi mereka, karena mereka dapat memahami hal-hal yang sedang terjadi dalam masyarakat mereka dan mengetahui cara menanggapinya. Ada dua perubahan yang dapat dialami orang-orang. Pertama diantaranya perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dengan budaya yang lain pula. Kedua adalah perubahan dalam lingkungan mereka sekarang dan belajar menyesuaikan diri dengan kedua situasi itu untuk menghindari kemungkinan timbulnya konsekuensi negatif (Davis & Newstron : 1985).

(59)

Berkaitan dengan terwujudnya organisasi masyarakat yang baik, hal itu tidak terlepas dari kinerja masyarakat yang berada di organisasi tersebut. Kinerja masyarakat pada dasarnya terfokus pada perilaku masyarakat di dalam organisasi. Sedangkan perihal perubahan sosial budaya masyarakat dapat dilihat sejauh mana kinerja tersebut dapat memberikan pengaruh kepada warga. Secara spesifik tujuan kinerja juga mengharuskan para masyarakat membuat keputusan khusus dimana tujuan organisasi dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tingkah laku yang baik oleh pemimpin organisasi yang kemudian ditransfer kepada warga masyarakat.

Pada konteks masyarakat sebagai anggota organisasi masyarakat akan lebih mudah mencapai perubahan sosial budaya masyarakat yang tinggi jika ia mempunyai perilaku dan komitmen. Menyadari bahwa dirinya tidak hanya sebagai anggota dari organisasi masyarakat tetapi juga paham terhadap tujuan organsiasi masyarakat tersebut. Dengan demikian seorang masyarakat akan dapat memahami sasaran dan kebijaksanaan organisasi yang pada akhirnya dapat berbuat dan bekerja sepenuhnya untuk keberhasilan organisasi masyarakat. Apabila seorang individu dapat memahami sasaran dan kebijaksanaan organisasi, dengan kata lain pengembangan budaya organisasi diharapkan dapat menimbulkan komitmen masyarakat untuk tujuan dimaksud.

(60)

berdampak pada perkembangan kemampuan dan Sosial budaya masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai budaya yang ditanamkan pemimpim akan mampu meningkatkan kemauan, kesetiaan, dan kebanggaan serta lebih jauh menciptkaan perubahan sosial budaya masyarakat.

2.3.2 Hubungan manusia dengan perubahan sosial budaya masyarakat

Kerjasama yang baik dapat dipelajari apabila ada hubungan manusia yang harmonis dalam organisasi tersebut. Dengan memperhatikan aspek manusia menciptakan suasana yang mengarah pada pencapaian sosial budaya masyarakat yang kian meningkat, sehingga masyarakat dengan sukarela membantu dalam mencapai tujuan organisasi.

2.4 Kerangka Berpikir

Sosial budaya masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor yang dimaksud adalah faktor budaya organisasi dan Pawongan. Hubungan manusia (pawongan) merupakan proses mendorong, mengembangkan, dan bekerja sama dengan orang lain dalam suatu organisasi. Jika dua pemahaman yaitu hubungan manusia (pawongan) dan perubahan sosial budaya masyarakat dihubungkan maka dapat diduga bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara hubungan manusia (pawongan) dengan perubahan sosial budaya masyarakat. Dengan perkataan lain makin baik hubungan manusia (pawongan) maka makin baik pula perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Kota Mataram.

(61)

dan benar, agar tugas yang menjadi tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan baik. Orang yang mampu melakukan sistem nilai dan norma-norma yang belaku di organisasi dengan baik akan berusaha secara maksimal melaksanakan suatu pekerjaan. Budaya organisasi diduga mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan perubahan sosial budaya masyarakat. Dengan perkataan lain makin baik budaya organisasi maka makin efektif pula kinerja dalam hal ini masyarakat Hindu di kota Mataram. Demikian juga secara bersama-sama antara budaya organisasi dan hubungan manusia (pawongan) berhubungan positif dengan Sosial budaya masyarakat, artinya bila secara bersama-sama budaya organisasi dan hubungan manusia (pawongan) tinggi maka semakin meningkat perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Kota Mataram. Pengaruh variabel-variabel tersebut dapat digambarkan seperti gambar berikut.

X1

r X1Y

r X2Y Y

X2

rX1X2Y

Y

(62)

Keterangan :

X1 = Budaya Organisasi ( Variabel bebas )

X2 = Hubungan Manusia (pawongan) ( Variabel Bebas ) Y = perubahan sosial budaya masyarakat ( Variabel terikat )

Gambar 2.3 : Pengaruh Budaya organisasi dan Hubungan Manusia terhadap perubahan Sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di kota Mataram.

2. Bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara hubungan manusia (pawongan) dengan perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Kota Mataram.

(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Secara umum dikenal adanya dua pendekatan (rencana) dalam penelitian, yaitu rencana kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendekatan kuantitatif dikenal pula dua jenis rancangan yaitu eksperimen dan noneksperimen (Asmadi Alsa, 2007: 85). Termasuk dalam rancangan noneksperimen adalah penelitian korelasional, yaitu satu penelitian yang berupaya untuk melihat hubungan/pengaruh antara dua variabel atau lebih.

Penelitian yang dilaksanakan tergolong penelitian korelasional, karena penelitian ini bermaksud mengetahui pengaruh antara budaya organisasi dengan Perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Mataram, pengaruh pawongan dengan Perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Mataram, dan secara bersama-sama pengaruh antara Budaya Organisasi dan pawongan dengan Perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Mataram. Penelitian ini juga termasuk penelitian expost-facto, karena variabel-variabel yang diteliti telah terjadi apa adanya tanpa dimanipulasi dan tidak diadakan perlakuan.

(64)

dan Perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Mataram dihubungkan maka dapat diduga bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara hubungan manusia (pawongan) dengan Perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Mataram. Dengan perkataan lain makin baik hubungan manusia (pawongan) maka makin baik pula perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Mataram karyawan.

Budaya organisasi membuat orang cederung menuntut dirinya (para masyarakat) untuk berusaha melakukan sistem nilai dan norma-norma dengan baik dan benar, agar pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan baik. Orang yang mampu melakukan sistem nilai dan norma-norma yang belaku di organisasi dengan baik akan berusaha secara maksimal melaksanakan suatu pekerjaan. Budaya organisasi diduga mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan Perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Mataram. Dengan perkataan lain makin baik budaya organisasi maka makin efektif pula organisasi dalam hal ini organisasi masyarakat Hindu di kota Mataram. Demikian juga secara bersama-sama antara budaya organisasi dan hubungan manusia (pawongan) berhubungan positif dengan Perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Mataram, artinya bila secara bersama-sama budaya organisasi dan hubungan manusia (pawongan) tinggi maka semakin meningkat perubahan sosial budaya masyarakat Hindu di Mataram.

3.2 Lokasi Penelitian

(65)

kecamatan, yaitu kecamatan Ampenan, kecamatan Mataram dan kecamatan Cakranegara, serta memiliki 23 kelurahan dengan luas wilayah 6,130 ha, jumlah penduduk 385,441 jiwa (berdasarkan sensus penduduk tahun 2010). Secara emperik teramati hubungan secara vertikal dan horisontal antara masyarakat khususnya masyarakat yang berumat agama Hindu dalam upaya untuk melakukan kerja dalam suatu organisasi secara efektif dan efisien, budaya organisasi yang didasarkan atas norma/nilai-nilai yang menjadi pegangan bagi setiap masyarakat dalam berkomunikasi, berhubungan satu sama yang lain, sehingga kota mataram dapat menyediakan data dan informasi untuk kepentingan penelitian yang dilakukan sesuai dengan masalah atau hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Menurut Hadi (2006 : 89 ) bahwa populasi diartikan sebagai “Jumlah keseluruhan Unit Analisis yang ciri–cirinya akan diduga”. Dalam penelitian ini sebagai populasi adalah Masyarakat Hindu di Kota Mataram, yang berjumlah 54.698 jiwa orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Gambar

Gambar 2.2 Empat Komponen yang Memperkuat Budaya Organisasi.
Tabel 3.2 Matrik Kisi-kisi Instrumen
Tabel 3.3  Koefisien Korelasi (r) Budaya Organisasi
Tabel 3.4   Koefisien Korelasi (r) Hubungan Manusiwi (pawongan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses hubungan sosial yang dinamis baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok manusia

Pembelajaran Produktif adalah proses interaksi peserta didik, guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (baik formal maupun informal) dalam rangka

Berdasarkan pengertian-pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja baik itu secara kualitas maupun kuantitas yang

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal balik antar individu, antar kelompok manusia, maupun antara orang

Sedangkan interaksi sosialadalah suatu hubungan antar sesame manusia yang saling mempengaruhi satu samalain baik itu dalam hubungan antar individu antar kelompok maupun

menjadikan interaksi antar- menjadikan interaksi antar- manusia menjadi baik pula manusia menjadi baik pula.. Pesimisme Masa Depan Pesimisme

26 Bapak/Ibu mempunyai komunikasi yang baik antar rekan guru, kepala sekolah, maupun rekan kerja lainnya.. 27 Bapak/Ibu mempunyai hubungan yang baik dengan masyarakat

Pembelajaran Produktif adalah proses interaksi peserta didik, guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (baik formal maupun informal) dalam rangka