• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpustakaan Digital di SMA Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perpustakaan Digital di SMA Indonesia"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perpustakaan sebagaimana yang ada dan berkembang sekarang telah dipergunakan sebagai salah satu pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi, serta penyedia layanan jasa lainnya. Hal tersebut telah ada sejak dulu dan terus berproses secara alamiah menunjuk kepada suatu kondisi dan tingkat perbaikan yang signifikan meskipun belum memuaskan semua pihak.

Pesatnya pertumbuhan teknologi masa kini telah membawa kita ke dalam era digital. Hampir setiap aspek dalam kehidupan sehari-hari perlahan berubah menjadi serba digital, mulai dari internet banking, toko online sampai buku elektronik, dan lain-lain. Perpustakaan digital adalah salah satunya. Di Indonesia sudah terdapat sekolah-sekolah khususnya SMA yang menggunakan sistem perpustakaan digital. Kemudahan yang ditawarkan oleh perpustakaan digital seharusnya dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna khususnya siswa SMA. Siswa menjadi lebih mudah dalam mencari buku yang diinginkan, dapat saling berbagi referensi dengan teman termasuk materi pelajaran dari guru.

Akan tetapi, sistem yang baik ini ini belum diimplementasikan secara maksimal di setiap Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ada di Indonesia. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan seberapa jauh pemanfaatan perpustakaan digital Sekolah Menengah Atas di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, kami merumuskan masalah sebagai berikut :

a) Berapa banyak Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki perpustakaan digital? b) Sudah memuaskan kah layanan perpustakaan digital di Sekolah Menengah Atas

(SMA) di Indonesia?

c) Apa saja kendala pengembangan perpustakaan digital di SMA di Indonesia?

1.3. Tujuan

(2)

b) Menjelaskan kekurangan perpustakaan digital di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia.

1.4. Manfaat

a) Pembaca khususnya dari kalangan pendidik di Sekolah Menengah Atas (SMA) bisa mengetahui dan mengikuti perkembangan perpustakaan digital untuk SMA. b) Masyarakat bisa mengetahui perkembangan perpustakaan digital di SMA di

Indonesia.

BAB II

(3)

2.1. Perpustakaan dan Teknologi Informasi

Di era teknologi informasi yang sangat pesat seperti sekarang di mana informasi kini bukan lagi hanya sebuah kebutuhan tetapi sudah menjelma menjadi sumber kekuatan baru, seharusnya menjadi momen bagi perpustakaan-perpustakaan di Indonesia untuk membangkitkan the power of library networking-nya. Perpustakaan menjadi kiblat sumber informasi, sumber segala informasi bagi semua orang.

Di banyak negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Perancis, juga di negara-negara Asia seperti Filipina, India, Malaysia, Singapura dan Thailand, the power of library networking telah lama muncul dan berkembang. Ini karena kesadaran masyarakatnya akan pentingnya informasi. Menguasai informasi berarti mempunyai kekuatan yang lebih baik dalam menguasai dunia. Dalam konteks ini, keberadaan jaringan perpustakaan berbasis teknologi informasi atau digital yang mampu memberikan informasi dengan sangat cepat dan akurat menjadi sebuah kebutuhan yang tak terelakkan. Bagaimana dengan Indonesia?

Itikad untuk membangun sebuah jaringan perpustakaan digital atau yang lebih dikenal dengan Digital Library Networking (DLN), telah dirintis sejak tahun 2000 lalu oleh sejumlah pustakawan bersama saintis teknologi informasi dan secara resmi dimulai pada 6-7 Juni 2001. Dengan nama IDLN atau Indonesia Digital Library Networking, jaringan ini merupakan sebuah mother of digital library networks in Indonesia yang bertujuan untuk membangun sebuah komunitas berbagi ilmu pengetahuan di Indonesia yang membuka keterlibatan semua pihak secara luas dan terbuka. Menurut Ismail Fahmi dari Knowledge Management Research Group ITB , inisiatif memunculkan jaringan perpustakaan digital dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, antara lain : publikasi oleh bangsa Indonesia di level internasional kurang; information divide antar pulau di Indonesia; informasi online lebih termanfaatkan; perpustakaan digital dapat digunakan untuk membangun jaringan pengetahuan; dan kebutuhan untuk berbagi pengetahuan di dalam dan di antara berbagai komunitas.

Adapun tujuannya antara lain : mengembangkan perangkat lunak Open-Source (GDL, Ganesha Digital Library) berbasis technology tepat guna; membangun jaringan dan komunitas Knowledge Sharing di Indonesia; sosialisasi, promosi, dan support terhadap komunitas; serta mendukung pemanfaatan pengetahuan untuk bangsa Indonesia.

(4)

daya manusia yang memadai, hal tersebut tentu tidak terlalu sulit meski tetap saja tidak dapat dilakukan secara instant dan sembarangan hanya untuk mengikuti trend semata. Bagaimanapun, inovasi dalam bidang perpustakaan ini merupakan sebuah terobosan yang sangat menggembirakan. Sayangnya, perpustakaan semacam ini jumlahnya masih sangat sedikit dan harus diakui, karena berbagai faktor, sementara hanya bisa dimiliki dan dinikmati oleh kalangan terbatas. Sekelompok besar perpustakaan dan masyarakat yang masih awam dan belum siap, akan semakin tertinggal jika tidak dicarikan solusi alternative yang membantu mereka mengimbangi pesatnya laju perkembangan teknologi informasi di era digital ini.

2.2 Analisa Masalah Perpustakaan di Indonesia dan Dampaknya

Kita semua pasti ingin berlari sama kencang dengan negara lain dalam hal mengimbangi perkembangan perpustakaan berbasis teknologi informasi. Namun, tidak semua elemen dan komponen perpustakaan dan masyarakat kita mampu melakukannya. Ada banyak faktor dan kendala yang menghambat.

Secara umum, realitas perpustakaan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Sebelum membahas perpustakaan digital maupun perpustakaan yang sedang bertransformasi ke arah sana, kita analisa terlebih dahulu bagaimana realita perpustakaan secara umum di negara kita. Secara kuantitas saja, jumlah perpustakaan di Indonesia masih amat kurang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang jumlahnya kini sekitar 225 juta jiwa. Menurut Alfons Taryadi dalam bukunya Buku dalam Indonesia Baru , hanya terdapat satu perpustakaan nasional, 117.000 perpustakaan sekolah dengan total koleksi 106 juta buku, 798 perpustakaan khusus; sedangkan, perpustakaan yang disediakan untuk masyarakat umum hanya 2.583 perpustakaan. Ketersediaan buku-buku di Indonesia juga sangat terbatas. Cina dengan penduduk 1,3 miliar jiwa mampu menerbitkan 140.000 judul buku baru setiap tahunnya. Vietnam dengan 80 juta jiwa menerbitkan 15.000 judul buku baru per tahun, Malaysia berpenduduk 26 juta jiwa menerbitkan 10.000 judul, sedangkan Indonesia dengan penduduk sekitar 225 juta jiwa hanya mampu menerbitkan 10.000 judul pertahun.

(5)

persen, buku pelajaran sekolah 44.28 %, dan yang membaca buku ilmu pengetahuan lainnya hanya 21,07 persen. Data BPS lainnya juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia belum menjadikan membaca sebagai informasi. Orang lebih memilih televisi dan mendengarkan radio. Bahkan, kecenderungan cara mendapatkan informasi lewat membaca stagnan sejak 1993, hanya naik sekitar 0,2 persen. Jauh jika dibandingkan dengan menonton televisi yang kenaikan persentasenya mencapai 211,1 persen. Sementara data tahun 2006 menunjukkan bahwa orang Indonesia yang membaca untuk mendapatkan informasi baru 23,5 persen dari total penduduk. Sedangkan, dengan menonton televisi sebanyak 85,9 persen dan mendengarkan radio sebesar 40,3 persen.

Data statistic internasional juga tak kalah memprihatinkan. Pada tahun 1992, Internasional Associations for Evaluation of Educational (IEA) melakukan studi kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV di 30 negara dunia. Kesimpulan dari studi tersebut menyebutkan bahwa indonesia menempati urutan ke-29, hanya setingkat di atas Venezuella. Sedangkan World Bank dalam sebuah laporan pendidikan Education In Indonesia From Crisis to Recovery menyebutkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas IV sekolah dasar di Indonesia masih di bawah negara Asia lainnya. Laporan tersebut mengutip hasil Vincent Greannary pada 1998 yang menunjukkan Indonesia hanya mampu meraih nilai 51,7. Sedangkan negara Asia lainnya yang juga menjadi objek nilai, seperti Filipina memperoleh nilai 52,6, Thailand 65,1, Singapura 74,0 dan Hong Kong 75,5. Buruknya kemampuan anak-anak Indonesia berdampak pada penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Hasil tes yang dilakukan Trends in Science Study (TIMSS) 2003 terhadap para siswa kelas II SLTP 50 negara di dunia, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia berada di peringkat ke-36 dengan nilai rata-rata Internasional 474.

(6)

Realitas dan prestasi menyedihkan di atas memang disebabkan oleh banyak factor, Dan kuantitas serta kualitas perpustakaan adalah satu di antaranya yang hingga kini belum mendapat prioritas penanganan. Sebagian besar perpustakaan kita masih bergelut dengan masalah klasik yang hingga kini juga belum terpecahkan. Dua yang utama di antaranya adalah keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia. Anggaran untuk perpustakaan masih sangat minim bahkan tak jarang terlupakan. Paling besar dan ini sangat langka, tidak lebih dari 2,5%. Masih jauh dari ketentuan 5% menurut UU perpustakaan. Minimnya anggaran menyebabkan perpustakaan kesulitan memenuhi kebutuhan informasi masyarakat yang semakin komplek. Terlebih di era teknologi informasi seperti sekarang. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa tanpa adanya sentuhan teknologi informasi, perpustakaan dianggap sebagai sebuah institusi yang ketinggalan jaman, kuno dan tidak berkembang. Teknologi informasi di perpustakaan sering menjadi tolak ukur kemajuan dan modernisasi dari sebuah perpustakaan.

Kondisi SDM atau pustakawan baik dari segi kuantitas maupun kualitas juga tak kalah memprihatinkan. Keterbatasan anggaran dan SDM yang berdampak pada fasilitas dan layanan perpustakaan sedikit banyak mempengaruhi minat masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan. Pun pada perpustakaan di berbagai perguruan tinggi yang notabene menjadi tulang punggung informasi dan pengetahuan bagi civitas akademika lembaga yang bersangkutan. Menurut Arip Muttaqien dalam Membangun Perpustakaan Berbasis Konsep Knowledge Management : Transformasi Menuju Research College dan Perguruan Tinggi Berkualitas Internasional, permasalahan umum yang terjadi pada perpustakaan antara lain : terbatasnya sumber pustaka, waktu yang lama dalam melakukan pencarian, sistem palayanan kurang memuaskan dan fasilitas yang kurang mendukung, sebagaimana dideskripsikan pada gambar berikut :

Dengan kondisi umum seperti digambarkan dalam fish-bone di atas, tidaklah mengherankan jika jumlah jumlah pengunjung perpustakaan relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Jumlahnya dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan yang berarti. Berikut data statistik jumlah pengunjung perpustakaan dari tahun 2005-2007 yang justru mengalami penurunan pada tahun 2007.

(7)

dan daya saing bangsa. Adalah hak setiap warga negara, tak terbatas wilayah geografis, status sosial, ekonomi, gender dan sebagainya, untuk memperoleh kemudahan mengakses ilmu pengetahuan dan informasi.

2.3. Membangkitkan The Power of Library Networking

Di negara-negara maju dan berkembang yang memiliki perhatian serius terhadap perpustakaan dengan sarana pendukung yang sangat lengkap dan modern khususnya dalam bidang teknologi informasi, keberadaan jaringan perpustakaan digital atau DLN, telah menempatkan perpustakaan pada eksistensi dan kontribusi sebagaimana mestinya. Perpustakaan dalam konteks kekinian di mana dunia menjadi tanpa batas, dimaknai sebagai sebuah 'jaringan' yang berdiri bersama-sama, tidak sendiri-sendiri.

Sesuai dengan namanya, jaringan perpustakaan digital terdiri dari kumpulan perpustakaan-perpustakaan digital yang tergabung dalam sebuah jaringan yang di Indonesia dinamakan IDLN. Ini artinya, perpustakaan yang tergabung dengan IDLN adalah perpustakaan yang sudah benar-benar terdigitalisasi dalam arti sebenarnya. Pengertian perpustakaan digital sendiri secara sederhana ditekankan pada adanya koleksi digital dan perpustakaan tersebut dapat diakses selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu baik di dalam perpustakaan maupun jarak jauh tanpa harus datang ke perpustakaan secara fisik.

Pengembangan sebuah perpustakaan dari bentuk konvensional ke bentuk digitalisasi koleksi perpustakaan memerlukan biaya yang tidak sedikit karena untuk mendigitalisasi sebuah dokumen dari bentuk cetak ke bentuk digital diperlukan beberapa tahap.

Pertama, proses pemindaian, yaitu merubah dari bentuk cetak ke dalam bentuk digital.

Kedua adalah proses perbaikan, yaitu mengedit data yang telah diubah dalam bentuk digital untuk kemudian siap disajikan kepada para pengguna.

Di dalam proses editing ini juga diberikan keamanan sehingga tidak dapat dirubah oleh pengguna, seperti contoh pada koleksi skripsi, thesis dan disertasi yang perlu diberikan keamanan agar hak cipta tetap ada pada si penulis. Selanjutnya koleksi digital tersebut memerlukan komputer yang mempunyai performa yang cukup tinggi sebagai sarana untuk menyimpan serta melayani pengguna dalam mengakses koleksi digital.

(8)

memiliki jaringan internet. Efisiensi memperoleh data yang akurat dan cepat harus dibayar dengan cost yang tidak sedikit mengingat biaya akses internet di Indonesia relatif masih mahal sedangkan sarana akses gratis masih sangat terbatas. Di sisi lain, akses informasi secara digital juga membutuhkan penguasaan terhadap teknologi di mana tidak semua kelompok masyarakat atau pengguna perpustakaan mampu melakukannya. Ini merupakan salah satu kelebihan sekaligus kekurangan dari perpustakaan digital baik dilihat dari aspek ekonomi maupun penguasaan terhadap teknologi.

Secara umum, implementasi DLN dengan segala kelebihan dan kekurangannya bukan hal yang mudah namun bukan tidak mungkin untuk direalisasikan di Indonesia. Keterbatasan anggaran dan SDM masih tetap menjadi bagian dari kendala utama. Meski demikian, Indonesia juga memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan DLN sekaligus mencuatkan The Power of Library Networking. Salah satu potensi besar tersebut adalah perkembangan pengguna dan ketersediaan internet yang terus berkembang pesat.

Berdasarkan survey yang dilakukan APJII sampai dengan akhir 2007, menunjukkan angka 25.000.000 pengguna internet di Indonesia. Jumlah ini memang tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari dua ratus juta jiwa. Tetapi setidaknya menurut APJII, pada tahun 1998 jumlah pengguna internet Indonesia hanya 512.000 dan sampai akhir 2007 sudah mencapai 25.000.000. Ini artinya, selama 9 tahun jumlah pertumbuhannya hampir 50 kali lipat. Jika dihitung rata-rata pertumbuhan pertahun meningkat sekitar 5,5 kali lipat. Selain itu, frekuensi akses internet setiap hari dalam seminggu juga memiliki presentase yang cukup besar yakni sebanyak 60,26%; 5-6 kali 21,19%; 3-4 kali 5,3%; 1-2 kali 2,65% dan tak tentu 10,6% . Sedangkan kegiatan membaca dan menulis email serta mengikuti mailing list merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan oleh pengguna internet yakni sebanyak 49,01%; mengobrol 16,56%; berpartisipasi dalam forum tertentu 13,91%; browsing situs penyedia informasi 06,62%; searching dengan mesin pencari 05,03%; aktifitas blog 06,62% dan mengelola server/jaringan 01,99% .

(9)

membangkitkan the power of library networking, jelas ini merupakan tantangan yang tak kalah berat dengan masalah anggaran dan SDM.

Peningkatan jumlah pengguna internet yang cukup drastis (hampir 50 kali lipat dalam 9 tahun), juga bisa menjadi indikasi bahwa proses penguasaan teknologi informasi di Indonesia khususnya internet, relatif berlangsung mudah dan cepat. Teknologi informasi (TI) sendiri sebenarnya bukan barang baru bagi kalangan perpustakaan di Indonesia. Sejak paruh akhir 1980-an, kalangan perpustakaan di Indonesia sudah mengimplementasikan TI. Awalnya, pemanfaatan TI lebih banyak digunakan untuk kebutuhan otomasi sistem perpustakaan (library automation system). Biasanya unit di perpustakaan yang pertama kali menggunakan TI adalah unit pengolahan atau pengatalogan. Ada yang kemudian membuat online public access catalogue (OPAC). Jika perpustakaan yang bersangkutan memiliki cukup dana dan SDM, mereka juga mengimplementasikan TI di unit sirkulasi (peminjaman dan pengembalian koleksi). Saat ini rata-rata perpustakaan baik yang kecil maupun besar, sudah mengimplementasikan TI untuk kebutuhan otomasi perpustakaan. Minimal untuk pengatalogan, sirkulasi, dan manajemen pemakai. Ada juga yang sudah memanfaatkan sampai unit pengadaan, inventarisasi dan penyiangan koleksi.

Peluang bagi terwujudnya jaringan perpustakaan digital semakin jelas dan terbuka lebar. Selanjutnya bergantung pada bagaimana perpustakaan dan pihak-pihak terkait dapat mengoptimalkan potensi sekaligus mengatasi kendala yang ada melalui berbagai langkah strategis guna membangkitkan the power of library networking di Indonesia.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Manfaat Perpustakaan Digital

(10)

Bagi Pengguna Perpustakaan :

 Mengatasi keterbatasan waktu

 Mengatasi keterbatasan tempat

 Memperoleh informasi yang paling baru dengan cepat

 Mempermudah akses informasi dari berbagai sumber

 Mempermudah untuk memindah dan merubah bentuk untuk kepentingan presentasi dsb.

Bagi Pustakawan :

 Memperingan pekerjaan

 Meningkatkan layanan

 Tidak memerlukan gedung dan ruang yang besar

 Menumbuhkan rasa bangga

3.2. Minimnya Sarana Perpustakaan Digital di SMA

Perpustakaan digital jika dibandingkan dengan perpustakaan konvensional masih sangat sedikit jumlahnya. Di tingkat SMA, dari 11.535 sekolah, baru 8.144 sekolah yang memiliki perpustakaan konvensional. Adapun 3.391 sekolah belum dilengkapi perpustakaan. Padahal, pelajar SMA sangat membutuhkan layanan buku penunjang pelajaran dan sumber informasi lain seperti majalah pendidikan, koran harian, dan internet. Kondisi ketiadaan perpustakaan berdampak pada kualitas pelajar di sekolah yang bersangkutan karena rendahnya daya baca dan pengetahuan yang diserap oleh pelajar.

Selain kuantitas, kualitas pelayanan perpustakaan juga berpengaruh terhadap kualitas pelajar. Perpustakaan idealnya bisa diakses kapan saja selama 24 jam. Pelajar bisa saja membutuhkan referensi dari perpustakaan ketika belajar pada waktu yang tidak bisa ditentukan seperti sore atau malam hari. Sedangkan perpustakaan konvensional pada umumnya hanya beroperasi dari pagi hingga siang sebelum atau saat jam mengajar berakhir. Hal ini tentu kurang optimal bagi proses belajar pelajar yang bersangkutan.

(11)

browser yang mengaktifkan situs perpustakaan digital yang bersangkutan. Layanan digital seperti ini gratis, pengunjung hanya perlu membayar sambungan internet. Dalam sebuah perpustakaan digital idealnya pengunjung dapat mengunduh buku elektronik atau jurnal. Akan tetapi, karena beberapa keterbatasan, sebuah situs yang hanya berisi katalog dari perpustakaan konvensional bisa juga disebut sebagai perpustakaan digital.

Pengadaan perpustakaan digital relatif mahal dan membutuhkan teknisi yang ahli di bidang pemrograman web. Untuk membangun sebuah sistem perpustakaan digital yang sesuai, baik untuk pustakawan maupun pengakses di kalangan Siswa Menengah Atas (SMA) terkadang membutuhkan waktu yang lama. Terlebih lagi, sinkronisasi antara perpustakaan sesungguhnya (konvensional) dengan perpustakaan digital membutuhkan ekstra waktu dan tenaga bagi para pustakawan.

Masih sedikitnya layanan perpustakaan digital ini bisa dilihat dari kuosioner yang dibagikan kepada 35 SMA dan SMK yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari 35 SMA dan SMK, hanya satu sekolah (2,28%) yang memiliki perpustakaan digital. Jumlah ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah perpustakaan konvensional yang hampir selalu ada di setiap SMA dan SMK. Padahal, akses internet dikalangan pelajar Indonesia semakin cepat dan mudah. Perkembangan teknologi seperti ini seharusnya diimbangi dengan perpustakaan yang serba digital pula.

(12)

Gambar 3.1. Perpustakaan Digital SMA Negeri 2 Pare

Penyebab minimnya fasilitas perpustakaan digital SMA Negeri 2 Pare bisa dilihat dari struktur kepengurusan perpustakaan yang terdapat di situs. Di situs hanya terdapat seorang pustakawan yang merangkap sebagai kepala perpustakaan, berndahara, sirkulasi, administrasi, petugas pencatat peminjaman dan pengembalian buku, sekaligus pengurus gudang. Hal ini mengindikasikan bahwa masih sedikit sekali pustakawan yang mampu bekerja untuk mengurus berbagai hal termasuk digitalisasi dari perpustakaan konvensional.

(13)

Gambar 3.2. Perpustakaan Digital SMA Sutomo I Medan

(14)

Gambar 3.3. Perpustakaan Digital di SMA Augusto Righi di Italia

(15)

Gambar 3.4. Perpustakaan Digital Castilleja High School di Amerika

Kenyataan bahwa perpustakaan digital belum dikembangkan di Indonesia tentu sangat memprihatinkan. Di era teknologi informasi yang berkembang serba cepat tentu para pelajar membutuhkan sarana pendukung belajar yang serba cepat pula. Dalam hal ini, Indonesia masih sangat jauh tertinggal di bidang pengadaan perpustakaan digital. Padahal, untuk mendukung kemajuan suatu pendidikan, akses sepanjang waktu merupakan hal penting di era teknologi informasi.

3.3. Tingkat Kepuasan Pelajar Terhadap Perpustakaan Digital

Pelajar di kalangan Sekolah Menengah Atas umumnya membutuhkan sarana belajar dari berbagai media yang mudah diakses. Secara umum, layanan perpustakaan digital Sekolah Menengah Atas di Indonesia masih sangat rendah. Sebagian besar Sekolah Menengah Atas belum memiliki perpustakaan digital. Sekalipun terdapat perpustakaan digital, kualitas perpustakaan tersebut masih sangat rendah dan sarana yang disediakan masih sangat minim.

(16)

3.4. Hambatan Pengembangan Perpustakaan Digital di Indonesia

Kemajuan perpustakaan di Indonesia memang tergolong cukup tertinggal dibandingkan negara berkembang lainnya, terlebih lagi negara maju, akan tetapi kemajuan teknologi yang terus berkembang mendorong Indonesia untuk tetap harus mengikuti perkembangan zaman termasuk dalam membangun perpustakaan digital. Namun membangun sebuah sistem perpustakaan digital yang terstruktrur di Indonesia tidaklah mudah, mulai dari infrastruktur, jaringan, biaya, hingga membuat ketertarikan kepada masyarakat akan hadirnya perpustakaan digital menjadi masalah yang sulit untuk di atasi.

Penyebab perpustakaan digital tidak berkembang di Indonesia antara lain sebagai berikut :

a.) Dari segi infrastruktur tentunya spesifikasi komputer dan bandwith yang digunakan dalam proses komunikasi merupakan hal yang utama. Namun sayangnya untuk membangun sebuah situs perpustakaan online dengan tatap muka yang bersahabat membutuhkan teknisi di bidang pemrograman web yang terampil. Saat ini di Indonesia jumlah programmer web belum cukup untuk menutupi semua kebutuhan teknisi perpustakaan digital SMA. Para programmer cenderung bekerja untuk dunia bisnis atau ilmu pengetahuan murni dan belum banyak bergerak di bidang fasilitas perpustakaan digital.

b.) Jumlah pustakawan di Indonesia masih sangat sedikit. Untuk memberikan pelayanan perpustakaan konvensional saja seringkali pustakawan bekerja merangkap berbagai jabatan fungsional perpustakaan. Menambah layanan perpustakaan digital bagi sebagian besar pustakawan masih dirasa berat sehingga pada akhirnya situs-situs perpustakaan digital tersebut tidak dikembangkan secara maksimal.

(17)

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

a) Banyak manfaat dari perpustakaan digital untuk pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia.

b) Masih sedikit sekali Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia yang mengembangkan perpustakaan digital sebagai sarana belajar mengajar.

c) Perpustakaan yang dikembangkan oleh SMA di Indonesia masih rendah kualitasnya dibandingkan luar negeri.

4.2. Saran

a) Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia sebaiknya mulai mengembangkan perpustakaan digital dengan optimal karena manfaatnya sangat banyak bagi pelajar. b) Pemerintah sebaiknya menyediakan anggaran yang cukup untuk pengembangan

perpustakaan digital di Indonesia.

(18)

Mariana. 2011. Meningkatkan The Power of Library Networking. http://www.pnri.go.id/MajalahOnlineAdd.aspx?id=95. Diakses pada tanggal 22 Maret 2013

Selvya, Harum 2012. 76000 Sekolah Belum Memiliki Perpustakaan.

http://cintaperpustakaan.wordpress.com/2012/10/08/76-000-sekolah-belum-memiliki-perpustakaan/. Diakses pada tanggal 22 Maret 2013

Harmawan. 2008. Membangun Perpustakaan Digital : Suatu Tinjauan Aspek Manajemen http://pustaka.uns.ac.id/?menu=news&option=detail&nid=37. Diakses pada tanggal 22 Maret 2013

(19)

Lampiran 1 Kuesioner Perpustakaan Digital (Offline)

Perpustakaan Digital di SMA Anda

Perkenalkan,kami mahasiswa dari jurusan Teknik Informatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Nama kami Kaspul Asror, Yusro Tsaqova, dan Radhea Permata Dewi. Terimakasih sudah mau mengisi kuosioner mengenai Perpustakaan Digital yang ada di sekolah adik-adik. Silakan adik-adik isi pertanyaan di bawah ini sebaik mungkin. Data yang di dapat dari kuosioner yang adik-adik isi akan kami gunakan untuk mengerjakan tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Jika tidak ada perpustakaan digital di SMA adik-adik, silakan pilih opsi "Tidak ada perpustakaan digital di SMA saya" untuk setiap pertanyaan. Jika ada pertanyaan, bias menghubungi Dhea (085828959020, radhea.dewi@gmail.com). Terimakasih.

Apakah SMA adik-adik memiliki perpustakaan digital?

Ya

Tidak ada Tidak Tahu

Dulu ada perpustakaan digital di SMA saya, tapi sekarang tidak ada

Jika ada, apa alamat perpustakaan digital di SMA adik-adik? Jika tidak ada atau tidak tahu, isi "Tidak Ada" atau "TidakTahu"

……….

Berapa kali seminggu adik-adik mengunjungi perpustakaan digital SMA adik-adik?

Lebih dari lima kali per minggu Tiga sampai lima kali per minggu Kurang dari tiga kali

Tidak pernah

Tidak ada perpustakaan digital di SMA saya

Apakah adik-adik pernah mengerjakan tugas yang bahan materinya didapat dari Perpustakaan Digital SMA adik-adik?

Pernah Tidak Pernah

Tidak ada perpustakaan digital di SMA saya

Adakah versi E-Book dari buku sesungguhnya yang bias dilihat atau diunduh (download) di situs Perpustakaan Digital SMA adik-adik?

Ada dan lengkap

(20)

Tidak ada

Tidak ada perpustakaan digital di SMA saya

Adakah materi pelajaran dari guru yang bisa diunduh (download) di situs Perpustakaan Digital adik-adik?

Ada untuk seluruh pelajaran Ada, tapi hanya sebagian pelajaran Tidak ada materi pelajaran

Tidak ada perpustakaan digital di SMA saya

Apakah adik-adik merasa puas dengan layanan Perpustakaan Digital di SMA adik-adik?

Sangat puas Puas

Kurang puas Tidakpuas

Tidak ada perpustakaan digital di SMA saya

Adakah layanan yang menarik dari Perpustakaan Digital di SMA adik-adik? Misalnya seperti chat room, jejaring social khusus SMA adik-adik, pencarian buku, dll. Silakan ceritakan dengan berkomentar di bawah ini.

……… ………

Adakah kritik dan saran yang adik berikan untuk perpustakaan digital di SMA adik-adik?

……… ………

(21)

Gambar

Gambar 3.1. Perpustakaan Digital SMA Negeri 2 Pare
Gambar 3.3. Perpustakaan Digital di SMA Augusto Righi di Italia
Gambar 3.4. Perpustakaan Digital Castilleja High School di Amerika

Referensi

Dokumen terkait

RT digunakan untuk menentukan besar Efective Horse Power (EHP) yang didefinisikan sebagai daya yang diperlukan suatu kapal untuk bergerak dengan kecepatan sebesar Vs

Tetapi akan jauh lebih baik jika kita menghindari circular reference, misalnya dengan cara mendefinisikan procedure, function, kelas, atau variabel yang diperlukan oleh unit‐

tidak hanya dimaknai sebagai sebuah bentuk jilbab atau kerudung, akan tetapi keharusan perempuan untuk menutup auratnya, hal ini diindikasikan dengan ulasan Nursi

Penekanan yang dilakukan oleh para pembuat Monsieur Ibrahim bukan pada permasalahan perpindahan agama, karena informasi tentang perpindahan agama Momo dari Yahudi

4.2 Menyampaikan informasi secara lisan dengan lafal yang tepat dalam kalimat sederhana meliputi kata sapaan (تايحتلا ءاقلإ), kata ganti tunggal مسا درفملل

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

In terms of existing smart city strategies, one of the major objectives of London’s smart city strategy is to be a world-class city in the fields of commerce and culture (Greater

Therefore, the proposed study aims to create a holistic application for the heritage preservation of Jeddah Historical City, with the following goals: to digitally preserve