• Tidak ada hasil yang ditemukan

Askep Lansia Fraktur Humeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Askep Lansia Fraktur Humeri"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR HUMERUS PADA LANSIA

Mata Kuliah : Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh : Kelompok 1

Rafida Wahyu Tri U (P17420713016 ) Zulinda Risma D (P17420713024)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG PRODI DIV KEPERAWATAN MAGELANG

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(3)

berumur lebih dari 50 tahun sebesar 30% dari seluruh kasus fraktur yang ada (49 kasus).

Penurunan fungsi organ menyebabkan lansia rawan terhadap gangguan keseahatan. Patah tulang (fraktur) merupakan salah satu dari sindrom geriatrik. Seiring dengan bertambahnya usia, terdapat peningkatan hilangnya massa tulang secara linear. Tingkat hilangnya massa tulang ini sekitar 0,5 - 1% per tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopause dan pria lebih dari 80 tahun. Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon. Masalah yang berhubungan dngan struktur ini sangat sering terjadi dan mengenai semua kelompok usia. Gangguan muskuloskeletal pada usia lanjut merupakan salah satu dari sedemikian banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari. Pada usia lanjut dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan kalsium tubuh, serta perlambatan remodelling dari tulang. Massa tulang akan mencapai puncak pada pertengahan usia duapuluhan (di bawah usia 30 tahun).

(4)

B. Tujuan Penulisan 1. TujuanUmum.

Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami patah tulang pada lansia.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep patah tulang pada lansia.

b. Mahasiswa mampu mengetahui proses penyembuhan tulang pada lansia.

c. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan patah tulang humerus pada lansia.

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud fraktur humeri? 2. Apa etiologi (penyabab) dari fraktur? 3. Apa anatomi dsn fisiologi tulang humerus? 4. Bagaimana perjalanan (patofisiologi) fraktur?

5. Bagaimana proses penyembuhan tulang khusunya pada lansia? 6. Apa komplikasi pada fraktur ?

7. Bagaimana pengelolaan/asuhan keperawatan fraktur yang terjadi pada lansia?

BAB II

ISI

(5)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. (L J Carpenito,2010). Patah tulang merupakan terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan (Kapita selekta kedokteran,2012). Patah Tulang Humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus.

B. ETIOLOGI

Menurut Long (2006:356) penyebab fraktur antara lain : 1. Trauma Langsung

Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur

2. Trauma Tak Langsung

Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

C. Anatomi dan fisiologi tulang humerus

Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.

1. Kaput

(6)

bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.

2. Korpus

Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.

3. Ujung Bawah

Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 2007)

D. Fungsi Tulang :

1. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh. 2. Tempat melekatnya otot.

3. Melindungi organ .

4. Tempat pembuatan sel darah.

5. Tempat penyimpanan garam mineral (Ignatavicius, Donna D,2008)

(7)

1. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar.

a. Closed frakture (fraktur tertutup): Fraktur yang tidak menyebabkan luka terbuka pada kulit.

b. (fraktur terbuka) :Adanya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan dunia luar.

2. Berdasarkan jenisnya

a. Fraktur komplit :Garis fraktur mengenai seluruh korteks tulang. b. Fraktur tidak komplit : Garis fraktur tidak mengenai seluruh

korteks.

3. Berdasarkan garis fraktur

a. Fraktur transversa : Garis fraktur memotong secara transversal. Sumbu longitudinal.

b. Fraktur obliq :Garis fraktur memotong secara miring sumbu longitudinal.

c. Fraktur spiral: Garis fraktur berbentuk spiral.

d. Fraktur butterfly : Bagian tengah dari fragmen tulang tajam dan melebar ke samping.

e. Fraktur impacted (kompresi) : Kerusakan tulang disebabkan oleh gaya tekanan searah sumbu tulang.

f. Fraktur avulsi : Lepasnya fragmen tulang akibat tarikan yang kuat dari ligamen.

4. Berdasarkan jumlah garis patah.

a. Fraktur kominutif :Fragmen fraktur lebih dari dua.

b. Fraktur segmental : Pada satu korpus tulang terdapat beberapa fragmen fraktur yang besar.

c. Fraktur multiple: Terdapat 2 atau lebih fraktur pada tulang yang berbeda.

F. Macam-macam Fraktur Humerus

Macam-macam patah tulang humerus adalah sebagai berikut.

(8)

pada lanjut usia bahkan setelah jatuh. Karena sifat cancellous tulang humerus di bagian ini (seperti spons), tulang bagian ini dapat ada dapat runtuh dan terdeformasi bersama dengan fraktur, hal ini menyebabkan perlunya reformasi tulang pada saat pengobatan. 2. Fraktur Midshaft humerus sebagian besar terjadi setelah jatuh pada

siku atau kecelakaan di jalan. Saraf radialis berjalan sangat dekat ke bagian tulang humerus sehingga dapat terluka karena trauma primer, atau karena terjebak antara ujung tulang retak, atau bahkan selama pengobatan. Oleh karena itu, perawatan harus dilakukan di setiap langkah untuk memastikan integritas dari saraf.

G. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 2006). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 2006). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 2008)

H. Manifestasi Klinis 1. Deformitas. 2. Bengkak

3. Spasme otot karena kontraksi involunter di sekitar fraktur. 4. Nyeri, karena kerusakan jaringan dan perubahan fraktur yang

(9)

5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, di mana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang. 6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan

tulang, nyeri atau spasme otot.

7. Pergerakan abnormal (menurunnya rentang gerak).

8. Krepitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakkan.

I. Dampak Masalah

Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap penyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya.

1. Terhadap Klien a. Bio

Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi

b. Psiko

Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.

c. Sosio

(10)

Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya. 2. Terhadap Keluarga

Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain itu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menjadi beban bagi keluarga.

Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien.

J. Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

(11)

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi

aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Stadium Lima-Remodelling

(12)

tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.(Black, J.M, et al, 2008)

K. Pemulihan fraktur humerus didasarkan pada beberapa faktor,

1. Jumlah dan dislokasi fragmen tulang

2. Tingkat keparahan fraktur humerus dan cedera jaringan lunak

3. Usia penderita

4. Lokasi dan konfigurasi fraktur 5. Pergeseran awal fraktur

6. Vaskularisasi pada kedua fragmen. 7. Reduksi serta imobilisasi

8. Waktu imobilisasi

9. Waktu tunda antara cedera dan pengobatan

10. Latihan rehabilitasi Fraktur humerus

Sebuah pemulihan fraktur humerus lengkap memerlukan waktu sekitar 3-4 bulan, yang mencakup beberapa bulan untuk penyembuhan fraktur humerus diikuti dengan penggunaan brace pelindung fraktur humerus selama beberapa bulan untuk mendukung latihan dan rehabilitasi fraktur humerus.

L. Komplikasi fraktur 1. Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

(13)

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c. Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama a. Delayed Union

(14)

b. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c. Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik. (Black, J.M, et al, 2008)

3. Penatalaksanaan Fraktur

Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah : a. Recognisi/pengenalan.

Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas.

b. Reduksi/manipulasi.

Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat kembali seperti letak asalnya.

c. Retensi/memperhatikan reduksi

Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen d. Traksi

Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.

e. Gips

Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.

f. Operation/pembedahan

(15)

terbuka. Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi yang sesuai

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR HUMERI PADA LANSIA

1. PENGKAJIAN

1. Anamnesis. Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan

(16)

mengenai nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST.

Provoking Incedent : Hal yang menjadi faktor presipitas nyeri adalah trauma pada lengan atas.

Quality Of Plain: Klien yang merasakan nyeri yang seperti apa.

Region, Radiation, Relief: Nyeri terjadi dilengan atas. Nyeri dapat reda dengan apa? dengan imobilitas atau istirahat? Nyeri dapat menjalar atau menyebar tidak? Severity (Scale) of Plain: secara subjektif, klien merasakan nyeri dengan skala berapa (1-10)

Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

1. Riwayat penyakit sekarang.

Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan penyebab fraktur yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.

2. Riwayat penyakit dahulu.

Pada pengkajian ini, perawat dapat menemukan kemungkinan penyebab fraktur dan mendapat petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit- penyakit tertentu, seperti kanker tulang dan penyakit yang menyebabkan faktor patologis sehingga tulang sulit menyambung.

3. Riwayat penyakit keluarga.

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti, osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik. 4. Riwayat psikososial spiritual.

(17)

atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

2. Pengkajian fokus pola fungsional gordon

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, juga dilaksanakan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang dapat menganggu metabolisme kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat menganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olahgara atau tidak.

b. Pola hubungan dan peran. Klien akan kehilangan peran sementara dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.

c. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada klien fraktur adalah timbulnya ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri. d. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus

(18)

faktor predisposisi masalah musculoskeletal terutama pada lansia. Selain itu, obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

e. Pola eliminasi. Klien fraktur humerus tidak mengalami gangguan pola eliminasi, tetapi perlu juga dikaji frekuensi, kosistensi, warna, dan bau feses pada pola eliminasi alvi. Pada pola eliminasi urine dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Pada kedua pola tersebut juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.

f. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu, juga timbul nyeri akibat fraktur.

g. Pola penanggulangan stres. Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditembuh klien dapat tidak efektif.

h. Pola tata nilai dan keyakinan. klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak klien.

i. Pola aktivitas. Karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas. semua bentuk aktivitas klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak bantuanorang lain. hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien, terutama pekerjaan klien karena beberapa pekerjaan berisiko terjadinya fraktur.

(19)

lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.

3. Pemeriksaan fisik

Ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan umum (status general) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local).

a. Keadaan umum : keadaan baik dan buruknya klien. tanda – tanda yang perlu dicatat adalah sebagai berikut :

i. Kesadaran klien : Apatis, spoor, koma, gelisa, compos mentis yang bergantung pada keadaan klien.

ii. Kesakitan, Keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. iii. Tanda- tanda vital tidak normal karena ada ganguan

local, baik fungsi maupun bentuk. b. B1 (Breating).

Pada pemeriksaan sistem pernapasan , didapatkan bahwa klien fraktur humerus tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, didapatkan taktilfremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara napas tambahan kecuali jika memang klien mempunyai penyakit paru.

c. B2 ( Blood) Palpasi nadi. d. B3 ( Brain)

i. Tingkat kesadaran

(20)

b) Leher : ada atau tidaknya gangguan menelan, ada tidaknya benjolan pada leher

c)  Wajah: Wajah terlihat menahan sakit dan tidak ada perubahan fungsi dan bentuk, Wajah simetris, tidak ada lesi dan edema.

d) Mata: ada tidaknya gangguan pengelihatan,pemakaian alat bantu pengelihatan, s konjungtiva anemis/tidak, sklera ikterik/tidak, pupil isokor/anisokor.

e) Telinga: Ada tidaknya gangguan pendengaran, ada tidaknya alat bantu mendengar

f) Hidung: tidak ada tidaknya pernapasan cuping hidung, polip

g) Mulut dan Faring: ada tidaknya pembesaran tonsil, gusi perdarahan/tidak, mukosa mulut pucat/tidak, gigi lengkap atau ompong, ada tidaknya gigi palsu.

ii. Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien. Ada tidaknya perubahan tingkah laku

e. B4 (Bladder). Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Ada tidaknya nyeri berkemih

f. B5 (Bowel) Inspeksi abdomen : Bentuk datar/cembung, simetris,ada tidaknya hernia. Palpasi : Turgor kulit?,. Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.

Auskultasi : Peristaltik usus nomal 20 kali/menit.

g. B6 (Bone). Adanya fraktur pada humerus akan menganggu secara lokal, baik fungsi motorik, sensorik, maupun peredaran darah.

(21)

tekan. Perhatikan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal). Perhatikan adanya sindrom kompartemen pada lengan bagian distal fraktur humerus. Apabila terjadi fraktur terbuka, ada tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai kerusakan intergritas kulit. Fraktur oblik, spiral, dan bergeser mengakibatkan pemendekan batang humerus. kaji adanya tanda-tanda cedera dan kemungkinan keterlibatan berkas neurovascular (saraf dan pembuluh darah) lengan, seperti bengkak/edema. Lumpuh pergelangan tangan merupakan petunjuk adanya cedera saraf radialis. Pengkajian neurovascular awal sangat penting untuk membedakan antara trauma akibat cedera dan komplikasi akibat penanganan. Klien tidak mampu menggerakan lengan dan kekuatan otot lengan menurun dalam melakukan pergerakan. Pada keadaan tertentu, klien fraktur humerus sering mengalami sindrom kompartemen pada fase awal setelah patah tulang. Perawat perlu mengkaji apakah ada pembengkakan pada lengan atas menganggu sirkulasi darah kebagian bawahnya. Otot, lemak, saraf, dan pembuluh darah terjebak dalam sindrom kompartemen sehingga memerlukan perhatian perawat secara serius agar organ di bawah lengan atas tidak menjadi nekrosis. Tanda khas sindrom kompartemen pada fraktur humerus adalah perfusi yang tidak baik pada bagian distal, seperti jari-jari tangan, lengan bawah pada sisi fraktur bengkak, adanya keluhan nyeri pada lengan, dan timbul bula yang banyak menyelimuti bagian bawah fraktur humerus. ii. Feel. Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi

(22)

iii. Move. Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan dengan menggerakkan ekstermitas, kemudian perawat mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan dimulai dari titik 0 (posisi netral), atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. Hasil pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan/ keterbatasan gerak lengan dan bahu.Pada waktu akan palpasi, posisi klien diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). pada dasarnya, hal ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah baik pemeriksa maupun klien.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.

2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang.

3. Risiko cedera

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi, dan perubahan fungsi peran.

(23)

1. Dx: Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.

Tujuan: nyeri berkurang (misal : dari skala 7 ke skala 4) nyeri hilang, atau teratasi

Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri dari.. ke ...

Intervensi:

a. Kaji nyeri dengan skala 0-10.

Rasional: nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.

b. Atur posisi imobilisasi pada lengan atas.

Rasional: imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama penyebab nyeri pada lengan atas.

c. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus. Rasional: nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan berbaring lama.

d. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasife.

Rasional: pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya efektif dalam mengurangi nyeri. e. Ajarkan relaksasi: tenik untuk menurunkan ketegangan

otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri. Tingkatkan relaksasi masase.

(24)

f. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman, misalnya waktu tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal kecil.

Rasional: istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga semua akan meningkatkan kenyamanan.

g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic. Rasional: analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

2. Dx: Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang.

Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya dan bertahap.

Kriteria hasil: klien dapat ikut seta dalam program latihan, tidak mengalami kontraktur sendi, kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi:

a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

b. Atur posisi imobilisasi pada lengan atas.

Rasional :imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsure utama penyebab nyeri pada lengan atas.

c. Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.

(25)

d. Bantu klien melakukan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi.

Rasional: untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk melatih fisik klien.

Rasional: kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim fisisoterapi. 3. Dx: Risiko cedera

Tujuan: cedera tidak terjadi

Kriteria hasil: klien mau berpartisipasi dalam mencegah cedera

Intervensi:

a. Pertahankan imobilisasi pada lengan atas

Rasional : meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulanng dan jaringan lunak sekitarnya b. Bila klien menggunakan gips, pantau adanya penekanan

setempat dan sirkulasi perifer

Rasional : Mendeteksi adanya sindrom kompartemen dan menilai secara dini adanya gangguan sirkulasi pada bagian distal lengan atas

c. Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut agar posisi tetap netral

Rasional : mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan kenyamanan dan keamanan

d. Evaluasi bebat terhadap resolusi edema

Rasional : bila fase edema telah lewat kemungkinan bebat menjadi longgar dapat terjadi

e. Evaluasi tanda/gejalah perluasan cedera jaringan (peradangan local/sistemik, seperti peningkatan nyeri, edema, dan demam)

(26)

4. Dx: Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status ekonomi, dan perubahan fungsi peran.

Tujuan: Ansietas hilang atau berkurang.

Kriteria hasil : klien mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhi, dan menyatakan ansietasnya berkurang.

Intervensi:

a. Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas. Dampingi klien dan lakukan tindakan bila klien menunjukan perilaku merusak

Rasional : reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisa.

b. Hindari konfrontasi.

Rasional : konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

c. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. Rasional : mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

d. Tingkatkan control sensasi klien.

Rasional : control sensasi klien (dalam mengurangi ketakutan) denga cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankann penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, serta memberikan umpan balik yang positif.

e. Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktivitas yang diharapkan.

Rasional : orientasi terhadap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas.

(27)

Rasional : dapat menghilangkann ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

g. Berikan privasi kepada klien dengan orang terdekat. Rasional : memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas, dan perillaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien untuk melakukan aktivitas pengalihan perhatian akan mengurangi perasaan terisolasi.

D. Evaluasi

Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah nyeri teratasi, terpenuhinya pergerakan/mobilitas fisik, terhindar dari cedera, infeksi pascaoperasi, dan ansietas berkurang.

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN

(28)

obesitas, nutrisi, dan overuse dapat berinteraksi secara kompleks dalam proses degenerasi sendi.

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: Pembentukan Hematoma, Proliferasi Seluler, Pembentukan Kallus, Konsolidasi Remodelling. Pemulihan fraktur juga didasarkan pada beberapa faktor, yaitu : Jumlah dan dislokasi fragmen tulang, tingkat keparahan fraktur humerus dan cedera jaringan lunak, usia penderita, Lokasi dan konfigurasi fraktur, pergeseran awal fraktur, vaskularisasi pada kedua fragmen, reduksi serta imobilisasi,waktu imobilisasi, waktu tunda antara cedera dan pengobatan, latihan rehabilitasi Fraktur humerus. Sebuah pemulihan fraktur humerus lengkap memerlukan waktu sekitar 3-4 bulan, yang mencakup beberapa bulan untuk penyembuhan fraktur humerus diikuti dengan penggunaan brace pelindung fraktur humerus selama beberapa bulan untuk mendukung latihan dan rehabilitasi fraktur humerus.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham ,2006. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta.

Carpenito (2010), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta Dudley (2012), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Dunphy & Botsford (2007), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.

(30)

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis

Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG

(31)
(32)

B. Lmpiran Pertanyaan 1. Pertanyaan

a. (Karisma) apa perbedaan patah tulang pada anak dan lansia ? Jawab : Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan lansia, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang lansia. Salah satu faktor penyembuhan tulang adalah usia, dimana penyembuhan fraktur pada lansia lebih lama karena Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah itu akan menurun karena disebabkan berku¬rang¬nya aktivitas osteoblas dan osteoklas. Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang.

b. (Onny) apakah suplemen dan vitamin tetap dibutuhkan pada lansia, apakah masih berpengaruh?

(33)

kalsium pada lansia lebih tinggi untuk menyeimbangkan laju penguraian tulang yang memang terjadi di usia senja

c. (kartika) apabila lansia menolak akan perawatan, bagaimana yang harus dilakukan oleh perawat?

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan pelaihan penyuluh tersebut, mereka belajar cara budidaya laut hingga ikan air tawar langsung dari pelaku usaha dan memang tujuan dari pelatihan

Pada tahap evaluasi diperoleh rata-rata kemampuan literasi matematika telah mencapai batas tuntas aktual (BTA) atau lebih, proporsi ketuntasan siswa telah mencapai

Datar Mengamati Membaca dan mencermati mengenai pengertian titik, garis, sudut, bidang dan sifat-sifat pada titik,garis, sudut, dan bidang dalam geometri bidang datar, dan

Padahal jika ditelurusi lebih dalam, teh hitam memiliki khasiat yang sangat baik untuk kesehatan.. Di tengah-tengah banyaknya radikal bebas yang beredar, teh hitam

This site

Berdasarkan Hasil Evaluasi Penawaran dan Evaluasi Kualifikasi yang dilakukan oleh Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/Jasa Di Lingkup

melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis Profitabilitas dan Pertumbuhan Penjualan (Sales Growth) Sebelum dan Sesudah Bersertifikasi ISO 9001:2008 Pada Perusahaan

Secara empiris motode ini mampu meningkatkan motivasi berprestasi warga belajar yang secara teoritis sangat berhubungan dengan jiwa kewirausahaan yang merupakan modal utama