Metode Eksperimental Arsitektur
Dios Setya Maha Putra
Mahasiswa, Program S2 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Abstract
Experimental research design is an important part of the experimental research method because it shows how an experimental research conducted. Experimentation is the basis for determining a product, one of which can be done by means of simulation modeling to the design of the architecture. Simulations in the world of architecture has been widely performed to determine whether the design of such a design feasible or not. Experimental method has been simplified by the development of computerized technology, it is easier for planners determine an architectural design with a variety of software based reduce environmental damage
Keywords: Experimental, Simulation, Environmental
1. Latar Belakang
Sebagian besar penelitian teknik berkaitan dengan kemungkinan dimasa yang akan datang seperti sebuah rancangan. Sering dihadapkan
apakah suatu objek yang diteliti dapat
bermanfaat untuk kepentingan tertentu yang pada saat ini belum tahu ataupun seorang peneliti dihadapkan pada persoalan apakah sesuatu produk dapat berguna bagi masyarakat tertentu. Persoalan rancangan juga dihadapkan
sebuah persoalan sebuah produk yang
direncanakan apakah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang lebih besar. Dalam pertanyaan tersebut sang peneliti harus mempunyai dasar
jawaban yaitu dengan melakukan evaluasi
apakah suatu objek penelitian cocok dengan situasi tertentu. Pendekatan penelitian ini
berorientasi kedepan, guna mengantisipasi
kemungkinan dimasa yang akan datang.
Arsitek dalam perencanaannya agar
mendapatkan dasar sebab akibat pada produknya maka hal itu tidak lepas dengan sebuah desain
eksperimen model, sehingga akan mengerti
secara garis besar yang akan terjadi dalam
produknya di dalam pelaksanaannya atau
kenyataannya. Desain penelitian eksperimental
merupakan bagian penting dalam metode
penelitian eksperimental karena menunjukkan
bagaimana suatu penelitian eksperimental
dilakukan.
2. Pembahasan
2.1.Metode Eksperimental dalam Arsitektur
Dalam usahanya mencari sebuah bentuk
yang cocok untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan desain, dibutuhkan suatu
pendekatan dalam pengerjaannya. Pendekatan ini merupakan suatu cara yang yang digunakan oleh tiap arsitek dan bisa saja berbeda antara arsitek satu dan lainnya untuk memakai serta memaknainya. Dan metode pun menjadi penting
untuk diperbincangkan, karena mampu
mendukung perolehan bentuk yang akan
dihasilkan.
Metode berasal dari perpaduan antara bahasa Latin yaitu methodus dengan bahasa Yunani yaitu methodos, dari meta (sepanjang) + hodos (jalan) yang berarti prosesatau cara. Metode juga berarti how to do or make something. Metode berkaitan erat dengan sebuah prosedur atau proses dalam menghasilkan suatu obyek, baik secara sistematis, dengan teknik tertentu,
Kontak: Dios Setya Maha Putra
Mahasiswa S2 Program Studi Arsitektur, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika 2, Kampus Teknik, 55281
ataupun dengan berbagai macam cara yang
diusung oleh berbagai disiplin ilmu. Atau dapat juga dengan persiapan yang terencana diikuti dengan materi-materi khusus sebagai instruksi, mengenai suatu cara, teknik, ataupun proses untuk melakukan sesuatu. Metode mempunyai susunan, pengembangan, klasifikasi yang baik, disebut perencanaan, atau bahkan berdasarkan kebiasaan, yang tidak teratur.
Metode adalah suatu alat untuk mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode
secara akurat. Secara umum istilah
metode diartikan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Metode eksperimen adalah cara
penyajian produk dimana sang peneliti
melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Peneliti dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, dan mencoba mencari suatu hukum atau dalil serta menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya. (Bahri, 2006;84). Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
metode eksperimen merupakan suatu metode
dimana peneliti dilibatkan langsung untuk melakukan percobaan dengan mencari sebuah kebenaran sehingga dapat menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya.
Berkembangnya model dalam penelitian dan eksplorasi arsitektur membuat terjadinya
perkembangan dalam mendesain atau
menentukan sebuah desain terhadap keadaan sekitar. Gambar bukanlah sebuah alat yang
cukup dalam menyelesaikan permasalahan
desain, karena terlalu statis dan tidak banyak
permasalahan yang mampu diwakilkan hanya
dengan gambar. Oleh karena itu, teoris mulai
memperkenalkan metode-metode baru untuk
mengeksplorasi atau menentukan suatu bentuk arsitektural.
“This historical development of models
or homomorps is a development of method. The apparent in architectural schools and offices today as it is in the history of architecture. The
Berdasarkan paradigma eksperimental yang digunakan, secara umum desain eksperimental dibagi menjadi dua, yaitu desain between subject dan desain within-subject.
Between-subject
Desain between-subject atau between participant ini disebut juga pendekatan eksperimental N-besar (large-N), yang diperkenalkan oleh R.A. Fisher pada tahun 1925. Disebut desain
between-subject karena pengaruh VB (Variabel
Independen) terhadap VT (Variabel Dependen)
diketahui dari perbedaan skor VT antara
kelompok-kelompok subjek yang diberikan
perlakuan yang berbeda.
Ada tiga prosedur eksperimental yang dikemukakan oleh Fisher untuk desain
between-subject. Pertama, kontrol subjek. Dengan
menggunakan banyak subjek (lebih dari 2 orang) dalam suatu penelitian eksperimental, subjek tambahan tersebut menjadi kontrol bagi subjek yang lain. Kedua, memilih subjek. Subjek dipilih agar proactive history dapat dikontrol dan hasilnya dapat digeneralisasikan pada subjek lain. Agar tujuan ini tercapai, maka pemilihan subjek dilakukan dengan randomisasi. Ketiga, pengujian statistik. Agar perbandingan lebih obyektif untuk VT yang diukur antara kelompok subjek kontrol dengan kelompok subjek yang menerima VB, maka dilakukan pengujian secara statistik.
Within-subject
Desain within-subject atau within participant, yang diperkenalkan oleh B.F. Skinner pada tahun 1938, disebut juga dengan pendekatan N-kecil (small-N). Desain disebut within-subject karena
hanya menggunakan sekelompok subjek dan
yang berbeda. Berbeda dengan between-subject
yang menggunakan kontrol subjek, desain
within-subject menggunakan kontrol kondisi dengan memberikan urutan pemberian VB yang berbeda. Menurut Skinner, pemahaman terhadap perilaku organisme dapat dilakukan dengan mengontrol dan mengawasi situasi eksperimen secara hati-hati. Karena hanya menggunakan satu kelompok subjek, maka jumlah subjek yang digunakan pada desain within-subject lebih sedikit dibandingkan between-subject.
Ada tiga tahap penelitian eksperimental yang terlibat dalam desain within-subject. Pertama, menciptakan garis dasar (baseline)
perilaku. Ini dilakukan dengan mengukur
perilaku dalam penyelidikan selama waktu
tertentu untuk menentukan bagaimana organisme bereaksi tanpa VB. Baseline ini berperan sebagai kontrol kondisi. Kedua, memberikan VB dan kemudian mengukur VT yang muncul, serta memperhatikan adanya perubahan. Ketiga, tidak memberikan VB dan terus mengukur VT selama
waktu tertentu. Ide dasar dari desain
eksperimental within-subject ini adalah
mengambil sejumlah besar respons untuk diukur dari seorang atau dua orang subjek daripada dengan mengukur satu atau dua respons dari sejumlah besar subjek.
2.3.Eksperimen Laboratorium dan Lapangan
Menurut Kerlinger (1986:398) yang
dimaksud dengan eksperimen laborartorium
adalah suatu penelitian yang mengkaji varian-varian dari semua atau hampir semua variabel bebas yang mungkin berpengaruh, sedangkan variabel-variabel yang tidak relevan dengan masalah-masalah penelitian dibuat seminimal
mungkin. Hal ini dilakukan dengan cara
mengasingkan penelitian itu dalam situasi fisik yang terpisah dari rutinitas kehidupan sehari-hari
dan dengan memanipulasi satu atau lebih
variabel bebas dalam situasi yang
dispesifikasikan, dioperasionalkan, dikendalikan dengan cermat dan teliti. Sedangkan eksperimen lapangan menurutnya adalah kajian penelitian dalam situasi nyata dengan memanipulasikan satu atau lebih variabel bebas oleh peneliti dalam kondisi apabila situasi memungkinkan.
Sementara itu Westley dalam Wimmer dan
Dominick (1983:90) menjelaskan bahwa
Eksperimen Laboratorium, peneliti membawa
subyek penelitian kelaboratorium, sedanglan
Eksperimen Lapangan peneliti mendatangi
subyek penelitian. Lebih lanjut dikatakan, kontrol fisik yang terjadi terhadap subyek
penelitian lebih kuat dalam eksperimen
laboratorium dibandingkan dengan eksperimen
lapangan. Keduanya dapat dibedakan oleh
adanya prosedur-prosedur dan aturan-aturan untuk mengontrol kondisi subyek, sehingga subyek dapat merasakan atau tidak merasakan adanya kontrol tersebut.
Jika peneliti melakukan kontrol yang ketat
terhadap perilaku subyek dan subyek
ditempatkan pada situasi dimana mereka
merasakan adanya perbedaan yang mencolok
dari kehidupan sehari-hari, situasi ini lebih tepat
disebut sebagai eksperimen laboratorium
(laboratory experiment). Sebaliknya jika
kehidupan sosial keseharian serta lingkungan mereka (subyek) sedikit (minimal) mendapat campur tangan peneliti, situasi ini lebih tepat disebut sebagai eksperimen lapangan (field experiment).
2.4.Simulasi dalam Rancangan Arsitektural
Eksperimen merupakan dasar
menentukan sebuah produk, salah satunya dapat
dilakukan dengan cara simulasi pemodelan
terhadap rancangan desain. Simulasi dalam dunia arsitektur telah banyak dilakukan untuk menentukan sebuah rancangan apakah rancangan tersebut visible atau tidak. Sebuah rancangan dengan menggunakan simulasi akan tahu dasar
kedepannya maupun bentuk yang akan
diterapkan dalam sebuah desain. Simulasi untuk
model perencanaan khususnya dalam konsep
Arsitektur Hijau antara lain ;
2.4.1. UMI Rhinocheros
Simulasi menggunakan sebuah software berbasis sustainable design dalam arsitektur tersebut bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen rancangan arsitektur hijau, seperti kenyamanan termal, energi bangunan, suhu
termal perkotaan terhadap bangunan,
rancangan arsitektur hijau secara area lebih besar salah satunya adalah UMI Rhinoceros. UMI Rhinoceros merupakan dasar mendesain yang berbasis lingkungan untuk mendapatkan kualitas lingkungan terhadap rancangan yang
lebih baik, seperti penggunaan embodied
energy, walkability, dan potensi pencahayaan alami, sehingga konsep Sustainable Urban Design yang diharapkan dapat lebih tercapai dengan adanya bantuan pemodelan tersebut. Hal ini menjadi dasar rancangan sebelum dimulainya tindakan nyata.
Gambar 1. Pemodelan Energi Software UMI (sumber: http://urbanmodellinginterface.ning.com/ ,Akses 2015).
Perancang kota dan arsitek dapat
menggambar lingkungan atau kota baru dan
kemudian menggunakan software ini untuk
menghitung penggunaan energi dan emisi untuk seluruh tatanan bangunan dalam desain mereka.
Mereka juga dapat menentukan bagaimana
kenyamanan lingkungan akan lebih optimal pada
segi indoor maupun outdoor, sehingga
memungkinkan penghuni kawasan tersebut akan memilih berjalan daripada berkendara.
Peneliti menggunakan alat simulasi
UMI untuk menganalisis serangkaian metrik yang menunjukkan keberlanjutan desain mereka. Di daerah perkotaan yang padat, perencana dapat mempertimbangkan pendekatan lain, misalnya, reorientasi bangunan tertentu, mengubah jarak antara mereka, atau mengubah jumlah komersial dibandingkan bangunan tempat tinggal karena mereka digunakan pada waktu yang berbeda. Menggunakan umi, perencana dapat mencoba pilihan yang berbeda untuk menemukan satu
yang paling hemat energi untuk seluruh
lingkungan.
Gambar 2. Simulasi Software UMI
(sumber: http://urbanmodellinginterface.ning.com/ ,Akses 2015).
2.4.2. Envi-MET
. Pada beberapa desain bangunan yang
berpengaruh terhadap kawasan tersebut dapat menggunakan metode simulasi dengan software Envi-MET. Metode ini digunakan mensimulasi kondisi awal dan kondisi ideal (variabel) yang kemudian hasilnya digunakan sebagai dasar arahan.
Gambar 3. Holistic Microclimate Model
(sumber: http://www.model.envi-met.com/hg2e/doku.php ,Akses 2015).
Envi-Met merupakan program tiga-dimensi
mikro model yang dirancang untuk
mensimulasikan permukaan, vegetasi, dan udara
yang berinteraksi di lingkungan perkotaan
dengan resolusi khas 0,5 sampai 10 meter dalam ruang dan 10 detik dalam waktu atau dapat
digunakan untuk mengukur dan menganalisa
klimatologi suatu perkotaan, desain bangunan, arsitektur dan perencanaan lingkungan, dari segi atmosfer, permukaan, sistem suhu. ENVI-Met adalah model prognostik yang didasarkan pada
hukum dasar dinamika fluida dan
termo-dinamika.Secara garis besar meliputi simulasi:
Pertukaran panas dan uap pada permukaan tanah dan dinding
Turbulensi
Perubahan pada vegetasi dan parameter
dispersi vegetasi
Bioklimatologi
Partikel
3. Kesimpulan
Metode merupakan sebuah kontribusi dalam menyelesaikan berbagai macam permasalahan dalam mendesain arsitektural. Metode mungkin saja bisa bersifat individual dan personal,
karena hanya individu saja yang
menggunakannya dan sulit untuk diutarakan, hanya diketahui melaui pikiran si perancang. Bisa saja setiap ada permasalahan arsitektur yang baru, menampilkan suatu metode baru dan berbeda sama sekali dengan sebelumnya.
Metode eksperimen telah dimudahkan
dengan perkembangan teknologi
komputerisasi, hal ini memudahkan perencana menentukan sebuah desain arsitektural dengan berbagai software yang berbasis mengurangi kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan
pasti terjadi dalam pembangunan sebuah
struktur dan infrastruktur, tetapi setidaknya para perencana dapat meminimalkan kerusakan tersebut. Meminimalkan kerusakan lingkungan adalah hal yang seharusnya dilakukan seperti penghematan energi, mengurangi penggunaan energi yang tidak bisa diperbarukan, serta
melestarikan penghijauan sebagai
penyeimbang alam.
4. Referensi
1) Kerlinger, Fred. 1973. Foundations of Behavioral Research (2nd Edition) Holt, Rinehart and Winston.
2) Isaac, Stephen, and Willim B.Michael. 1977. Handbook in Research and Evaluations. San Diego, California: Ediths
Publisher.
3) Angélil, Marc. Inchoate: An Experiment in Architectural
Education. Zurich: Swiss Federal Institute of Technology
Zurich Faculty of Architecture, 2006.
4) Antoniades, Anthony C. Poetics of Architecture: Theory of
Design. New York: Van Nostrand Reinhold, 1990.
5) Kusumawanto, Arif, (2014). Penerapan Arsitektur Hijau dalam Pengembangan Kawasan. ACADEMIA
6) Borg, W.R. & Gall, M.D. (1983). Educational research: An introduction. Fourth Edition. New York: Longman.
7) Cook, T.D. & Campbell, D.T. (1979). Quasi-Experimentation: Design and analysis issues for field settings. Chicago: Rand
Mcnally College Publishing Company.
8) http://www.model.envi-met.com/hg2e/doku.php. Di unduh September 2015