• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG KERUSAKAN HUTAN MANGROVE D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI TENTANG KERUSAKAN HUTAN MANGROVE D"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI TENTANG KERUSAKAN HUTAN MANGROVE DI DESA LUBUK KERTANG KECAMATAN BRANDAN BARAT KABUPATEN

LANGKAT

Oleh:

ZULVITA HERTI NIA SARI NIM. 071233320031

ABSTRAK

Studi Tentang Kerusakan Hutan Mangrove Di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial UNIMED 2011

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang serta bagaimana dampak kerusakan hutan mangrove terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan tradisional di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat.

Penelitian ini dilakukan di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat pada bulan Juni 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif dan yang menjadi populasi dan sampel dalam penenlitian ini adalah seluruh wilayah hutan mangrove yang berada di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat, tetapi untuk keperluan data-data yang berhubungan dengan keadaan mangrove sumber datanya adalah kepala keluarga (KK) nelayan yang berdomisili di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat sebanyak 170 kk. Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 15% dari jumlah populasi yaitu 25 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Keadaan hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat dengan luas kerusakan hutan mangrove 740 Ha (61,67%) dari luas seluruh hutan mangrove 1200 Ha. Kerusakan hutan mangrove tergolong kondisi berat 528 Ha (71,35%) dari luas kerusakan mangrove 740 Ha. (2) Rusaknya hutan mangrove berdampak negatif bagi nelayan Desa lubuk Kertang karena menyebabkan biota-biota laut semakin berkurang, Sebelum kerusakan terjadi pendapatan masyarakat nelayan cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun setelah kerusakan terjadi pendapatan masyarakat nelayan menurun drastis, untuk memenuhi kebutuhannya saja tidak mencukupi apa lagi untuk menyekolahkan anak-anaknya tidak mampu karena tingkat pendapatan yang sangat rendah.

(2)

2 PENDAHULUAN

Ekosistem mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Namun semakin hari semakin kritis ketersediaannya di beberapa daerah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya pendegradasian ekosistem mangrove akibat penebangan mangrove yang dilakukan secara berlebihan. Mangrove telah dirubah menjadi fungsi yang lain di karenakan berbagai kegiatan pembangunan.

Kecepatan kerusakan hutan mangrove mencapai ± 530.000 Ha/tahun. Luas hutan mangrove di Indonesia sekitar 4.251.011 Ha yang tersebar dibeberapa pulau, seperti Sumatera, Jawa dan Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian. Distribusi hutan mangrove terbesar terdapat di Irian/Papua (± 65 %) dan Sumatera (± 15%) (WCMC ”World Conservation Monitoring Centre”, 1992). Tetapi, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6%), ternyata dalam kondisi rusak parah, diantaranya 1,6 juta Ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta Ha di luar kawasan hutan. Luas hutan mangrove di pulau Sumatra ± 657.000 Ha, dari total ini sekitar 30% (± 200. 000 Ha) dijumpai di propinsi Sumatra Utara. (Sunarto, 2008).

Kerusakan ekosistem hutan mangrove di pesisir Sumatera semakin cepat. Sehingga banyak yang tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kerusakan

ini sebagian disebabkan oleh tekanan penduduk dalam memanfaatkan lahan hutan mangrove untuk usaha pertambakan, persawahan, dan pemukiman. Keadaan semakin parah sejak pengalihan fungsi lahan mangrove menjadi perkebunan sawit yang dilakukan oleh warga (pengusaha) menjadi lahan sawit

Hutan mangrove yang berada di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat dari tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami kerusakan yang terus menerus terjadi, Pada tahun 2010 luas mangrove yang ada di Desa Lubuk Kertang seluas 1200 Ha. Kondisi ini menyebabkan kawasan mangrove menjadi perhatian yang serius. Peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan ekonomi tak menutup kemungkinan bagi pembukaan lahan yang lebih besar untuk tambak. Ironisnya, pembukaan di wilayah itu dengan melakukan konversi lahan lainnya, seperti hutan mangrove

METODE PENELITIAN

(3)

3 kertang, 2010) dan sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian yang sama di daerah ini.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wilayah hutan mangrove yang berada di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat yang telah rusak, tetapi untuk keperluan data-data yang berhubungan dengan keadaan mangrove sumber datanya adalah kepala keluarga (KK) nelayan yang berdomisili di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat sebanyak 170 kk. Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 15% dari jumlah populasi yaitu 25 orang.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif dengan variabel penelitian terdiri dari kerusakan hutan mangrove dan dampak terhadap ekonomi masyarakat nelayan tradisional. Untuk mendapat data yang diperlukan pada penelitian ini, digunakan teknik pengumpul data yaitu wawancara (Interview)dan Observasi (Ranting Scale).

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis dan menguraikan serta menyajikan data

secara sistematis kemudian dibantu dengan perhitungan persentase dan tabel frekuensi yang dilengkapi dengan kategori data.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Hutan Mangrove di Desa Lubuk Kertang

Dalam analisis data pada bab ini akan diuraikan pokok bahasan bagaimana keadaan hutan mangrove yang ada di Desa Lubuk Kertang dan dampak kerusakan hutan mangrove terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan tradisional. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan kondisi hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang mengalami kerusakan yang sangat parah, dengan upaya pemerintah setempat dalam melaksanakan pemeliharaan hutan mangrove dengan sistem tebang pilih. Akan tetapi karena kurangnya kesadaran masyarakat bahwa pentingya hutan mangrove dalam ekosistem menyebabkan program yang dilaksakan pemerintah tidak berjalan dengan lancar. Luas hutan mangrove yang ada di Desa Lubuk Kertang pada tahun 2010 adalah 1200 Ha. Kondisi hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kondisi Hutan Mangrove Di Desa Lubuk Kertang

No Tingkat Kondisi Luas (Ha) Persentase (%)

1 2 3

Baik Sedang Rusak

235 225 740

19,58 18,75 61,67

Jumlah 1200 100,00

(4)

4 Dilihat dari tabel 1 dapat diketahui bahwa terdapat tiga kondisi hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang, yaitu (1) kondisi baik sekitar 235 Ha (19,58%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan hutan mangrove ≥ 75% dan kerapatan pohon mangrove ≥ 1500 Pohon/Ha; (2) kondisi sedang sekitar 225 Ha (18,75%) yang dimana persentasi penutupan

vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove ≥ 50% - < 75% dan kerapatan pohon mangrove ≥ 1000 - < 1500 Pohon/Ha; dan (3) kondisi rusak sekitar 740 Ha (61,67%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove < 50% dan kerapatan pohon mangrove < 1000 Pohon/Ha.

Tabel 2. Luas Lahan Kawasan Hutan Mangrove Menurut Tingkat Kerusakan Di Desa Lubuk Kertang.

No Tingkat Kerusakan Luas (Ha) Persentase (%)

1 2 3

Ringan Sedang Berat

72 140 528

9,73 18,92 71,35

Jumlah 740 100,00

Sumber: Kantor Desa Lubuk Kertang, 2011 Dilihat dari tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat tiga tingkat kerusakan hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang, yaitu (1) kerusakan ringan sekitar 72 Ha (9,73%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan hutan mangrove < 50% dan kerapatan pohon mangrove < 1000 Pohon/Ha; (2) kerusakan sedang sekitar 140 Ha (18,92%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan hutan mangrove < 30% dan kerapatan pohon mangrove < 600 Pohon/Ha; dan (3) kerusakan berat 528 Ha (71,35%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove < 10% dan kerapatan pohon mangrove < 200 Pohon/Ha.

a. Pemanfaatan Sumberdaya Ekosistem Hutan Mangrove

Pemanfaatan sumberdaya ekosistem hutan mangrove oleh pemduduk di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat dapat diketahui dari hasil wawancara kepada responden dari sampel penelitian yang berjumlah 25 Kepala Keluarga (KK) di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat.

(5)

5 b. Bagian Yang Dimanfaatkan Dari

Sumberdaya Hutan Mangrove Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai bagian yang dimanfaatkan dari sumberdaya hutan mangrove, maka jawaban responden yang memanfaatkan pohon mangrove (kayu, buah, biji dan akar) sebanyak 5 KK (20%), jawaban responden yang memanfaatkan biota laut yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove sebanyak 20 KK (80%). Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan memanfaatkan biota laut yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove.

c. Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove

Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai penyebab kerusakan hutan mangrove, maka jawaban responden terjadinya eksplotasi sebanyak 20 KK (80%), jawaban responden pembukaan lahan mangrove untuk tambak maupun perkebunan sawit 5 KK (20%). Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan terjadinya eksploitasi hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang.

d. Pengaruh Kerusakan Hutan Mangrove Terhadap Nelayan Tradisional

Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai pengaruh kerusakan hutan mangrove terhadap nelayan tradisional sangat mempengaruhi hasil tangkapan mereka sebanyak 25

KK (100%). Hal ini berarti responden sangat membutuhkan mangrove untuk biota-biota laut yang ada di kawasan hutan mangrove.

e. Kerusakan Hutan Mangrove Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Tradisional

Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai kerusakan hutan mangrove mempengaruhi pendapatan nelayan maka jawaban responden sebanyak 25 KK (100%) menyatakan sangat mempengaruhi. Jika hasil tangkap mereka berkurang maka pendapatan mereka juga berkurang dari hasil tangkap mereka tersebut.

f. Perubahan Lahan Mangrove Menjadi Tambak Maupun Perkebunan Sawit

Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai perubahan lahan mangrove menjadi tambak maupun perkebunan sawit maka jawaban responden sebanyak 25 KK (100%), menyatakan kecewa dengan berubahnya lahan mangrove menjadi perkebunan sawit maupun tambak. Rusaknya hutan mangrove yang ada di Desa Lubuk Kertang akibat dari penebangan liar untuk bahan baku arang dan sebagian kawasan hutan mangrove telah berubah fungsi menjadi areal pertambakan, dan perkebunan sawit.

(6)

6 mengalami kerusakan pada Dusun II (Paluh tabuhan), Dusun III (Tepi gandu), Dusun IV (Alur lebah). Tingkat kerusakannya berbeda-beda dari ketiga dusun tersebut. Hutan mangrove yang mengalami

kerusakan di Dusun II (Paluh tabuhan) sejumlah 290 Ha, di Dusun III (Tepi gandu) sejumlah 600 Ha dan di Dusun IV (Alur Lebah) sejumlah 75 Ha. dapat dilihat pada tabel3.

Tabel 3Kerusakan Hutan Mangrove Di Desa Lubuk Kertang

No Dusun Tingkat Kerusakan

1 2 3

Dusun II (Paluh tabuhan) Dusun III (Tepi gandu) Dusun IV (Alur lebah)

290 Ha 600 Ha 75 Ha Sumber : Data Primer, 2011

Dari tabel diatas tingkat kerusakan hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang berbeda beda, Rusaknya hutan mangrove di Dusun II (Paluh tabuhan) akibat dari penebangan liar untuk bahan baku arang dan penebangan liar secara besar-besaran yang dijadikan areal perkebunan sawit, Dusun III (Tepi gandu) akibat dari penebangan liar secara besar-besaran yang dijadikan areal pertambakan sedangkan di

Dusun IV (Alur lebah) akibat dari penebangan liar yang dijadikan perkebunan sawit. Penyempitan kawasan sedikit demi sedikit merubah dari yang indah dan penuh dengan tangkapan ikan menjadi lahan gundul yang tak bermakna.

Dari hasil penelitian di lapangan jenis hutan mangrove di desa Lubuk Kertang dapat di lihat pada tabel 4.

Tabel 4. Jenis Hutan Mangrove di Desa Lubuk Kertang

No Nama Dusun Jenis Mangrove

1 2 3

Dusun II (Paluh Tabuhan) Dusun III (Tepi Gandu) Dusun IV (Alur Lebah)

Rhizopora, Nypa Nypa

Rhizopora Sumber : Data Primer, 2011

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis mangrove di Dusun II umumnya hanya berjenis Rhizopora dan Nypa, jenis mangrove di Dusun III yaitu Nypa, sedangkan di Dusun IV umumnya berjenis Rhizopora.

Pada awalnya pemanfaatan hutan mangrove tersebut hanya sebatas keperluan sehari-hari, yang

(7)

7 dibuja sebagai pertambakan dan perkebunan sawit oleh para investor dan masyarakat setempat. Puluhan, bahkan ratusan hektare hutan mangrove dibabat habis. Akibatnya, tidak ada lagi tempat berlindung bagi para habitat laut seperti ikan, udang, kepiting dan hewan laut lainnya (Rohman, 2011). Hal itu menjadi permasalahan yang bertambah pelik. Akibat rusaknya mangrove, para nelayan mulai kesulitan mendapatkan hasil tangkapannya. Sementara selama ini mata pencaharian masyarakat di desa lubuk kertang sebagai nelayan tradisional.

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang tiga tingkatan kerusakan ekosistem hutan mangrove (Dahuri, 1996) yang dimana dari hasil penelitian luas kerusakan ekosistem hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat lebih dominan termasuk kerusakan berat sebesar 528 Ha (71,35%) dengan persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove kurang dari 10% dan kerapatan pohon mangrove kurang dari 200 Pohon/Ha. Sehingga kerusakan ekosistem hutan mangrove yang termasuk tingkat berat di Desa Lubuk Kertang dapat mengakibatkan kehidupan fauna yang berhabitat disana terancam bahaya. Selain itu apabila terjadi pasang besar dari perairan Selat Malaka, Brandan Barat terancam banjir besar.

2. Keadaan Sosial Ekonomi

Tekanan terhadap kawasan mangrove secara umum disebabkan oleh faktor sosial ekonomi, faktor alam dan faktor kebijakan. Faktor yang paling dominan sebagai faktor penyebab tekanan terhadap kawasan mangrove adalah faktor sosial ekonomi. Kebutuhan akan penghidupan dan kebutuhan sehari-hari menjadi alasan penyebab tekanan terhadap kawasan mangrove terus berlanjut.

Mata pencaharian tangkap ikan lepas pantai merupakan pekerjaan utama yang dilakukan masyarakat pesisir (nelayan) atau masyarakat tempatan (masyarakat tempatan adalah penduduk yang tinggal di pantai dan sekitarnya, baik pendatang maupun peduduk asli). Ada tiga sasaran lokasi tempat penangkapan ikan, pertama, area pesisir dan muara sungai; kedua hamparan terumbu karang dan ketiga laut dalam. Nelayan memilih kawasan terumbu karang sebagai lokasi tangkapan karena merupakan tempat perlindungan dan bertelur ikan atau udang. Selain itu juga, di lahan tersebut relatif terlindung dari pengaruh angin terutama saat musim angin Utara dan perairan yang cukup jernih.

a. Profil Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Lubuk Kertang

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pendidikan responden di Desa Lubuk Kertang dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5.Pendidikan responden

(8)

8 1

2 3

SD SMP SMA

18 2 5

72,00 8,00 20,00

Jumlah 25 100,00

Sumber : Data Primer 2011

Berdasarkan data tabel di atas maka diketahui pendidikan sekolah dasar sebanyak 18 orang ( 72,00%), tingkat pendidikan SMP sebanyak 2 orang (8,00%), sedangkan tingkat SMU sebanyak 5 orang ( 20,00%)

Dengan memperhatikan data tersebut, tingkat pendidikan masyarakat nelayan masih tergolong rendah yaitu berada pada tingkat SD sebesar 72,00%. Dengan tingkat pendidikan yang rendah ini

masyarakat nelayan hanya bekerja sebagai nelayan saja.

b. Karakteristik Umur Responden

Umur merupakan

karakteristik pokok yang selalu digunakan dalam memperhitungkan demografi, pengelompokan umur penting digunakan untuk menganalisa angkatan kerja. Hasil penelitian mengenai umur responden di Desa Lubuk Kertang dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6.Umur Responden

No Umur Frekuensi Persentase

1 2 3

30 – 39 40 – 49 50 – 59

5 18

2

20,00 72,00 8,00

Jumlah 25 100,00

Sumber : Data Primer 2011

Dari hasil data di atas mnunjukkan bahwa usia tertinngi adalah antara 40 – 49 sebanyak 18 orang (72,00%), usia antara 30 – 39 sebanyak 5 orang (20,00%), dan ditutupi oleh usia antara 50 – 59 sebanyak 2 orang (8,00%). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata usia responden merupakan usia yang masih produktif dan mampu untuk melakukan aktivitas bekerja dalam memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

c. Status Tempat Tinggal/Pemukiman

Tempat tinggal atau rumah mengandung arti sebagai sub bagian dari perumahan yang merupakan satuan yang melibatkan berbagai unsur kebudayaan yang berwujud sebagai suatu kegiatan sosial, politik, agama, dan sebagainya.

Status kepemilikan tempat tinggal/rumah responden adalah milik sendiri, menyewa, dan warisan orang tua. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7.Status Kepemilikan Rumah Responden

(9)

9 1

2 3

Milik Sendiri Menyewa

Warisan/Milik Orangtua

17 5 3

68,00 20,00 12,00

Jumlah 25 100,00

Sumber : Data Primer 2011

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki rumah sendiri berjumlah 17 orang (68,00 %), hasil warisan orang

tua berjumlah 3 orang (12,00 %), dan yang menyewa berjumlah 5 orang (20,00 %).

Tabel 8.Jenis Rumah Responden

No Jenis Rumah Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Permanen Semi permanen Kayu

2 22

1

8,00 88,00

4,00

Jumlah 25 100,00

Sumber : Data Primer 2011

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden memiliki rumah permanen sebanyak 2 orang (8,00%), Semi permanen sebanyak 22 orang (88,00 %), dan kayu/bambu sebanyak 1 orang (4,00%). Data ini menyatakan bawa jenis rumah responden sebagian besar adalah semi permanen yang keadaannya masih sederhana.

d. Tingkat Pendapatan Responden

Pendapatan akan

mempengaruhi keadaan sosial ekonomi, begitu juga masyarakat nelayan Desa Lubuk Kertang. Dalam hal ini jawaban responden tentang tingkat pendapatan nelayan sebelum kerusakan hutan mangrove dan sesudah terjadi kerusakan hutan mangrove dapat kita lihat pada tabel 9.

Tabel 9. Tingkat Pendapatan Masyarakat Nelayan Sebelum Kerusakan

No Tingkat Pendapatan (Rp) Sebelum Kerusakan

(KK) Jumlah ( % )

1 2 3

≥ 1.500.000 > 1.200.000 < 1.000.000

21 4 0

84 16 0

Jumlah 25 100

Sumber : Data Primer 2011

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebelum terjadi kerusakan hutan mangrove tingkat pendapatan nelayan tiap bulannya ≥ 1.500.000

sebanyak 21 KK (84%), sedangkan tingkat pendapatan < 1.200.000

(10)

10

Tabel 10. Tingkat Pendapatan Masyarakat Nelayan Sesudah Kerusakan

No Tingkat Pendapatan (Rp) Setelah Kerusakan (KK) Jumlah ( % )

1 2 3

≥ 1.500.000 > 1.200.000 < 1.000.000

0 7 18

0 28 72

Jumlah 25 100

Sumber : Data Primer 2011

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendapatan masyarakat nelayan setelah kerusakan < 1.000.000 sebanyak 18 KK (72%), Sedangkan tingkat pendapatan nelayan > 1.200.000 hanya 7 KK (28%).

Berdasarkan data tersebut pendapatan nelayan sebelum terjadi kerusakan tinggi, setelah terjadi kerusakan pendapatan mereka rendah. Minimnya penghasilan ini diakibatkan rusaknya sebagian besar ekosistem mangrove. Para nelayan di daerah itu sangat keberatan pembukaan areal perkebunan kelapa sawit maupun pembukaan lahan tambak yang tidak memperhatian aspek lingkungan. Hal ini berimbas pada kondisi ekonomi nelayan pesisir yang mata pencahariannya mengkap ikan di laut. Berkurangnya hasil tangkapan menyebabkan melaut lebih jauh dari pantai sehingga biaya yang dikeluarkan dan resiko yang akan ditanggung nelayan pun semakin besar.

Dengan begitu ada sebagian masyarakat nelayan yang beralih ke matapencaharian lain karena pendapatan yang pada awalnya mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari,sebaliknya akibat kerusakan mangrove yang semakin parah di Desa Lubuk Kertang maka

pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan tidak tercukupi, oleh karena itu sebagian nelayan beralih profesi yang tadinya sebagai nelayan tradisional beralih ke petani tambak.

Karmin, salah seorang

nelayan mengungkapkan

kesulitannya dalam mencari nafkah setelah terjadinya kerusakan mangrove. Hasil tangkap mereka sudah tidak seperti dahulu lagi. Mereka menyatakan untuk memenuhi kebutuhan belanja keluarga terasa sangat berat berbeda sebelum kerusakan terjadi tidak hanya kebutuhan sehari-hari akan tetapi mereka juga sanggup untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai sekolah menengah keatas.

3. Manfaat Hutan Mangrove terhadap Nelayan

Penduduk Desa Lubuk Kertang sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam di laut. Masyarakat tersebut berprofesi

sebagai nelayan. Ada

(11)

lain-11 lain. Mengingat laut merupakan sumber penghasilan bagi masyarakat Desa Lubuk Kertang, masyarakat desa Lubuk Kertang sangat bergantung pada ketersediaan ikan yang berada di perairan Desa Lubuk Kertang sebagai tempat untuk mendapatkan ikan. Ketersediaan ikan-ikan itu berkaitan erat dengan adanya hutan mangrove karena hutan mangrove sebagai daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) b e r m a c a m biota perairan (ikan, udang dan kerang-kerang) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai. Nelayan desa Lubuk Kertang menyadari betul manfaat hutan mangrove b a g i k e l a n g s u n g a n d i r i n y a s e b a g a i nelayan. Sebab hutan mangrove merupakan tempat ikan-ikan mencari makanan dan sebagai daerah pemijahan. Ini berarti bila keberadaan hutan mangrove tidak dijaga dan dilestarikan berarti akan mengancam kelangsungan mereka sebagai nelayan. Lebih-lebih mereka itu masih nelayan tradisional. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada nelayan, sebesar 62,5% responden menjawab bahwa hutan mangrove sangat bermanfaat sebagai tempat mencari makan dan bertelur bagi biota laut sehingga populasi biota laut tetap terjaga kelestariannya. Sedangkan 37,5% menjawab hutan mangrove sebagai penahan dari abrasi sehingga tidak terjadi banjir ketika mereka mencari ikan.

4 . Dampak Rusaknya Hutan Mangrove terhadap Nelayan di Desa Lubuk Kertang

Hutan mangrove sangat berkaitan erat terhadap nelayan yang berada Di Desa Lubuk Kertang, meskipun secara tidak langsung. Sebagaimana telah dikemukakan penulis di atas, bahwa h u t a n m a n g r o v e m e r u p a k a n t e m p a t ikan-ikan mencari makanan dan sebagai daerah pemijahan. Ini berarti bila k e b e r a d a a n hutan mangrove tidak dijaga dan dilestarikan berarti akan mengancam kelangsungan mereka sebagai nelayan. Nelayan merasakan bahwa penghasilannya sebagai nelayan semakin tahun semakin menurun. Salah satu dari sekian sebab penurunan penghasilan nelayan tersebut disebabkan semakin berkurang hutan mangrove yang berada di Desa Lubuk kertang semakin berkurang. Hal ini disebabkan antara lain adanya penggarapan tambak-tambak baru, penebangan liar yang dilakukan oleh masyarakat Lubuk Kertang dan sekitarnya.

Dampak kerusakan hutan mangrove yang berada di perairan sangat disadari nelayan Desa Lubuk Kertang. Hal ini terbukti dari jawaban responden yang diberikan oleh nelayan Desa Lubuk Kertang. Semua sampel responden atau 100 % sampel responden mengatakan bahwa dampak kerusakan hutan mangrove bagi nelayan di Desa

Lubuk Kertang buruk

karena populasi biota laut semakin berkurang dan 50% responden menambahkan bahwa kerusakan hutan mangrove sering menyebabkan terjadi banjir dan jebolnya tambak-tambak sehingga pendapatan ikan maupun kepiting menurun.

(12)

12 Nelayan di Desa Lubuk Kertang. Hutan mangrove yang rusak berdampak negatif. Hal itu dirasakan oleh seluruh sampel responden. Seluruh sampel responden atau 100 % mengatakan kerusakan hutan

mangrove mempengaruhi

penghasilan mereka. Penghasilan mereka mengalami penurunan 50% bahkan sampai 75% dari penghasilan mereka dulu sebelum hutan mangrove rusak. Kerusakan hutan mangrove berpengaruh terhadap pengahasilan nelayan karena hutan mangrove yang rusak membuat biota laut berkurang karena hutan mangrove merupakan tempat mencari makan bagi biota laut. Hal ini juga dijelaskan oleh Dietriech G Bengen dalam bukunya Sinopsis Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya bahwa kerusakan hutan mangrove menyebabkan tidak berfungsinya daerah mencari makanan dan pengasuhan bagi biota laut dan mengancam regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan mangrove. Hutan mangrove yang berfungsi sebagai tempat reproduksi biota laut, seperti udang, kepiting dan ikan hampir merata rusak akibat dirambah dan dikonversi dengan tanaman kelapa sawit maupun tambak. Dampak jangka panjang akibat kerusakan lingkungan ini diperkirakan semakin memperburuk tingkat sosial ekonomi nelayan.

5. Hal-hal Utama yang Menjadi Permasalahan dan Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove

a. Tekanan penduduk untuk kebutuhan ekonomi yang tinggi sehingga permintaan

konversi mangrove juga semakin tinggi. Penduduk disini lebih mementingkan kebutuhannya sendiri-sendiri dibandingkan kepentingan ekologis dan kepedulian akan dampak lingkungan hidup. Banyaknya pihak yang tidak bertanggung jawab juga dengan meminta untuk mengkonversi lahan mangrove tapi setelah dikonversi lahan tersebut mereka tidak menindak lanjutinya. Mereka lebih paham bahwa manfaat dengan dikonversinya hutan mangrove menjadi tambak dan lahan kelapa sawit akan lebih menguntungkan padahal kalau ditinjau secara keuntungan jangka panjang hutan mangrove akan lebih bermanfaat.

b. Perencanaan dan pengelolaan sumber daya pesisir di masa lalu bersifat sangat sektoral. Dari sini kita mengetahui bahwa pengelolaan yang sektoral ini akan mengakibatkan terjadinya kerusakan hutan mangrove berat yang akan berdampak pada masa yang akan datang. Kemudian rendahnya kesadaran masyarakat tentang konversi dan fungsi ekosistem mangrove.

(13)

13 lahan pertanian dan perikanan yang semakin meningkat maka hutan mangrove dianggap sebagai lahan alternative. Reklamasi seperti itu telah memusnakan ekosistem mangrove dan juga mengakibatkan efek – efek yang negatif terhadap perikanan di perairan pantai sekitarnya. Selain itu kehadiran saluran-saluran drainase mengubah sistem hidrologi air tawar di daerah mangrove yang masih utuh yang terletak kearah laut dan hal ini mengakibatkan dampak negatif. Tambak dalam skala kecil tidak terlalu banyak mempengaruhi ekosistem mangrove, tapi lain halnya dengan skala besar. Konversi mangrove yang luas menjadi tambak dapat mengakibatkan penurunan produksi perikanan di perairan sekitarnya. Pertambakan ini juga diduga dapat memengaruhi produktivitas perairan estuary dan laut di sekitarnya. Seperti contoh menurunnya produksi udang laut sebagai akibat menciutnya luas hutan mangrove. (Saparinto, Cahyo. 2007).

KESIMPULAN

1. Keadaan hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat dengan luas kerusakan hutan mangrove 740 Ha (61,67%) dari luas seluruh hutan mangrove 1200 Ha. Kerusakan hutan mangrove tergolong kondisi berat 528 Ha (71,35%) dari luas kerusakan mangrove 740 Ha.

2. Rusaknya hutan mangrove berdampak negatif bagi nelayan Desa lubuk Kertang karena pendapatan mereka yang

menurun setelah kerusakan terjadi di Desa Lubuk Kertang, Sebelum kerusakan terjadi pendapatan masyarakat nelayan cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun setelah kerusakan terjadi pendapatan masyarakat nelayan menurun, untuk memenuhi kebutuhannya saja tidak mencukupi apa lagi untuk menyekolahkan anak-anaknya tidak mampu karena tingkat pendapatan yang sangat rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Arifin.2003. Hutan Mangrove: Fungsi Dan Manfaatnya, Penerbit Kanius. Yogyakarta Bakosurtanal. 2009. Ekosistem

Mangrove Kepulauan Togean, Penerbit Bakosurtanal.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Harahap, Nuddin. 2010. Penilaian

Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove Dan Aflikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir, Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hasan, TWN. 2007. Harian Sinar Indonesia Baru (SIB). Kerusakan Hutan Bakau di Sumut Mencapai 62, 7 persen dari luas 83. 550 Ha, (Online),

(http://hariansib.com/?p=108 58, diakses 1 februari 2011). Irwanto. 2008. Irwantoshut.com.

(14)

14 (http://irwantoshut.com/penel

itian/hutan mangrove/,

diakses 15 januari 2011). Irwanmay, 2004. Analisis Dampak

Pengalihan Lahan Konservasi Hutan Mangrove Menjadi Lahan Pertambakan Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Nelayan di Kecamatan Tanjung Pura kabupaten Langkat. Skripsi Medan: Fakultas Ilmu Sosial. UNIMED.

Isma, 2009. Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove Di Desa Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Skripsi Medan: Fakultas Ilmu Sosial. UNIMED.

Khiatuddin, Maulida. 2003. Melestarikan Sumberdaya Air dengan Teknologi Rawa Buatan, Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta’

Khosmin. 2005. Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. Studi Perencanaan Konservasi Kawasan Mangrove Di Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Dengan Teknologi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis, (Online),

(http://www.google.com/insti tutteknologisurabaya/, diakses 3 Maret 2011).

Rumapea, Melanthon. 2005. Pengaruh Keberadaan Hutan Bakau Terhadap Usaha Produksi Arang dan Perekonomian Daerah di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Skripsi Medan: Fakultas Ilmu Sosial. UNIMED.

Sulastri, 2005. Partisipasi

Masyarakat Dalam

Konservasi Hutan Mangrove Di Desa Lubuk Kasih Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat. Skripsi Medan: Fakultas Ilmu Sosial. UNIMED.

Saparinto, Cahyo.2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove, Penerbit Dahara Prize. Semarang.

Sunarso, Siswanto. 2005. Hukum Pidana Lingkungan Hidup, Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Sunarto. 2008. Karya Ilmiah Universitas Padjadjaran. Peranan Ekologis Dan Antropogenis Ekosistem Mangrove, (Online),

(http://www.google.com/univ ersitaspadjadjaran/, diakses 25 Maret 2011.

Gambar

Tabel 6.Umur Responden pada tabel 6. Frekuensi
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebelum terjadi kerusakan hutan mangrove tingkat pendapatan nelayan tiap bulannya ≥ 1.500.000

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu yang dapat dilakukan PT Semen Padang yaitu mengidentifikasi setiap risiko yang berhubungan dengan proses produksi baik itu dari bagian tambang sampai

(2) Instansi Pemerintah atas permohonan Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) setelah memenuhi persyaratan yang

Pertanggungjawaban yang telah dilakukan oleh Pemerintah Desa Tambahrejo Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro ini telah di sesuaikan dengan Peraturan Menteri dalam

Penelitian yang dilakukan pada home industry batik tulis Jetis, Sidoarjo menunjukkan bahwa masih banyak intensitas penerangan setempat yang tidak memenuhi standar

Dengan memperhatikan tahapan proses transaksi online tersebut, secara garis besar kerangka web toko online dapat dikatakan terdiri atas tiga bagian utama, yaitu Halaman

Dari hasil pengukuran geolistrik untuk air tanah dalam , akifer berada pada kedalaman 38,10 – &gt; 138,40 - 200 meter dengan tahanan jenis vertikal batuan sebenarnya

KAPASITAS 0,3 KW/HARI SELAMA 1 JAM (Analisa Laju Konsumsi Biogas (m 3 /menit) sebagai Bahan Bakar Genset Terhadap Beban Listrik yang Digunakan) ” Laporan Tugas Akhir ini

Hasil dapatan data temu bual menunjukkan terdapat dua orang responden bersetuju dengan faktor individu sebagai penyebab mereka mempunyai keinginan bunuh diri.. Antara tema yang