• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI MAKALAH K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI MAKALAH K"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1.

Aeni Halawiya

2.

Divika Suci

3.

Ida Eliza

4.

Ni Kadek Ayu Sawitri

5.

Putu Anggi Widia

Karmany

6.

Tyas Jumratul Aiman

NIM P07134114049 NIM P07134114059 NIM P07134114064 NIM P07134114077 NIM P07134114083 NIM P07134114092 NIM P07134114096

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

MAKALAH

KORUPSI INVESTIF

Disusun Oleh :

PRODI D IV Kelas B

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN

KESEHATAN MATARAM

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang telah di berikan baik berupa kesehatan, waktu, dan segala kemudahan dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat disusun sebagaiana mestinya dan selesai tepat pada waktunya.

Tujuan penyusun menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh tim dosen Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi. Makalah ini secara umum akan membahas tentang korupsi dan korupsi investive secara khusus. Dalam penyusunan makalah ini mungkin masih banyak kekurangan dalam isi maupun pembahasannya.Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini dengan lebih baik.

Akhir kata penyusun megucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan melancarkan penyusunan makalah ini.

Mataram, September 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI... 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 4

1.2 Rumusan Masalah...4

1.3 Tujuan... 5

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Korupsi...6

2.2 Ciri dan Jenis Korupsi...7

2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi...8

2.4 Korupsi Investif dan Contoh Kasus Korupsi...9

2.5 Dampak Korupsi...14

2.6 Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi dan Upaya dalam Pemberantasan Korupsi. .17 2.7 Kendala Dalam Pemberantasan Korupsi...18

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan... 19

3.2 Saran... 19

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya.Hasil survey (2004) Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90), Vietnam (8,67), dan Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih menjadi Negara terkorup di Asia.. Inti dari korupsi ialah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Rumusan korupsi menurut brooks adalah “dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa hak menggunakan kekuasaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang sedikit banyak untuk dirinya”.

Upaya pemberantasan korupsi - yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan dan pencegahan - tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika mahasiswa - sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan - diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum.Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya antikorupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan antikorupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif, mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya. Mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Antikorupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai antikorupsi.Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya antikorupsi di kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan korupsi ? 1.2.2 Apa saja ciri – ciri dan jenis korupsi ? 1.2.3 Apakah faktor penyebab korupsi ?

1.2.4 Apa yang dimaksud dengan korupsi investif dan adakah contoh kasus nyatanya ? 1.2.5 Apakah dampak yang ditimbulkan oleh tindak korupsi ?

1.2.6 Apakah dasar hokum tindak pidana korupsi serta bagaimana upaya dalam pemberantasan korupsi ?

(5)

1.3 Tujuan

1.3.1 Mahasiswa dapat memahami pengertian korupsi secara tepat dan benar. 1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui ciri dan jenis tindak pidana koupsi.

1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak korupsi.

1.3.4 Mahasiswa dapat mengetahui jenis korupsi investif dan juga contoh kasus nyata dari jenis korupsi tersebut.

1.3.5 Mahasiswa dapat mengetahui apa saja dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi.

1.3.6 Mahasiswa dapat mengetahui dasar hokum dan berbagai upaya yang dilakukan dalam pemberantasan korupsi

(6)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio (Fockema Andrea, 1951) atau corruptus (Webster Student Dictionary, 1960). Selanjutnya, disebutkan pula bahwa corruptio berasal dari kata corrumpere—satu kata dari bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut, kemudian dikenal istilah corruption, corrupt (Inggris), corruption (Perancis), dan “corruptic/korruptie” (Belanda). Indonesia kemudian memungut kata ini menjadi korupsi.

Arti kata korupsi secara harfiah adalah “sesuatu yang busuk, jahat, dan merusakkan (Dikti, 2011). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, korupsi didefinisikan lebih spesifik lagi yaitu penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dsb.) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi diturunkan dari kata korup yang bermakna 1) buruk; rusak; busuk; 2) suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Selain itu, ada kata koruptif yang bermakna bersifat korupsi dan pelakunya disebut koruptor.

Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.Dalam Kamus Umum Belanda Indonesia yang disusun oleh Wijowasito, corruptie yang juga disalin menjadi corruptien dalam bahasa Belanda mengandung arti perbuatan korup, penyuapan.

Menurut Henry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of others”, (terjemahan bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak – hak dari pihak lain). menurut Black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan kewajibannya

Dalam Black’s Law Dictionary juga mengungkapkan mengenai Pengertian Korupsi, Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang berlawanan dengan kewajibannya dan juga hak-hak dari pihak lain.

(7)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi dianggap telah melakukan penyelewengan dalam hal keuangan atau kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum.

2.2 Ciri dan Jenis Korupsi

Ciri-ciri korupsi :

1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan, 2. Penipuan terhadap badan pemerintah,

3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus,

4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang yang berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu,

5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak,

6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain, 7. Terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan yang

pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya,

8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan korupsi.

Jenis-jenis korupsi :

Dari segi tipologi, korupsi dapat dibagi dalam tujuh jenis yang berbeda. Tujuh jenis itu adalah

1. Korupsi transaktif (transactive corruption)

Korupsi transaktif merujuk kepada adanya kesepakatan timbal-balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak, dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya.Korupsi jenis ini biasanya melibatkan dunia usaha dan pemerintah, atau antara masyarakat dan pemerintah.

2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)

Korupsi yang memeras adalah jenis korupsi di mana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya, atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya.

3. Korupsi investif (investive corruption)

Korupsi investif adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang. Misalnya, Mengunakan dana kas desa atau proyek untuk men”service” pejabat yang meninjau, dan sebagainya.

4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption)

(8)

tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan mereka, dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.

5. Korupsi defensif (defensive corruption)

Korupsi defensif adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka

6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)

Korupsi otogenik adalah jenis korupsi yang dilakukan seorang diri, dan tidak melibatkan orang lain. Misalnya, anggota DPR yang mendukung berlakunya sebuah undang-undang tanpa menghiraukan akibat-akibatnya, dan kemudian menarik keuntungan finansial dari pemberlakuan undang-undang itu, karena pengetahuannya tentang undang-undang yang akan berlaku tersebut.

7. Korupsi dukungan (supportive corruption)

korupsi dukungan tidak secara langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain. Tindakan-tindakan yang dilakukan adalah untuk melindungi dan memperkuat korupsi yang sudah ada.Tindakan menghambat seorang yang jujur dan cakap untuk menduduki jabatan strategis tertentu, misalnya, bisa dimasukkan dalam kategori ini.

2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi

Korupsi terjadi karena kerakusan, kekejaman dan nafsu mengeruk keuntungan para penguasa yang mengenggam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi dalam hal ini korupsi lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Tetapi faktor sosial, seperti pranata budaya, kemiskinan, penderitaan yang luar biasa, perubahan politik besar-besaran, peperangan, sistem hukum yang tidak sempurna; pengaruh yang berasal dari luar diri individu, semuanya bisa menjadi sebab-sebab terjadinya korupsi.

Menurut Alatas (1986:46), penyebab-penyebab korupsi khususnya di Indonesia, bisa diidentifkasi sebagai berikut:

1. Ketiadaan atau kelemahan pemimpin dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.

2. Kelemahan pengamalan ajaran-ajaran agama dan etika.

3. Akibat kolonialisme atau suatu pengaruh pemerintahan asing

(9)

9. Perubahan radikal sehingga terganggunya kestabilan mental dan korupsi muncul sebagai penyakit tradisional.

10.Kondisi masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan cerminan keadaan masyarakat secara keseluruhan.

Dari beberapa faktor penyebab korupsi yang telah diuraikan, secara garis besar dapat diklasifkasi menjadi 3 faktor saja yaitu : 1. Faktor Politik

Faktor politik sebagai penyebab korupsi telah banyak terjadi di berbagai negara. Para penguasa adalah pihak yang paling memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi dengan kekuasaannya. ”Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely” (kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan mengakibatkan korupsi berlebihan pula” (Lord Acton, 1834-1902).

2. Faktor Yuridis

Faktor yuridis di sini ialah lemahnya sanksi hukum terhadap tindak pidana korupsi. Dalam hal ini ada dua aspek: (a) peranan hakim dalam menjatuhkan putusan; (b) sanksi yang memang lemah berdasarkan bunyi pasal-pasal dan ayat-ayat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. (Lihat: UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

3. Faktor Budaya

Sebagaiamana telah dijelaskan, bahwa budaya korupsi merupakan warisan budaya kolonial, dan ketika pemerintahan kolonial sudah berakhir praktik korupsi masih terus berjalan. Termasuk dalam kategori ini adalah adanya praktik pemberian hadiah yang sudah melembaga, budaya pemerintahan patrimonial yang menganggap bahwa kekuasaan adalah miliknya, budaya nepotisme yaitu mengakomodasi kepentingan keluarga dalam pemerintahan secara tidak wajar, dan sebagainya.

2.4 Korupsi Investif dan Contoh Kasus Korupsi

Korupsi investif merupakan pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang. Contohnya :

(10)

 Pejabat meminta balas budi pengusaha yang mendapatkan proyek dan membuat pengusaha selalu menyisihkan sebagian proyek dengan mengurangi kualitas proyek.

 Pelayanan berlebihan kepada pejabat pusat yang berkunjung ke daerah.

Dalam makalah ini, kami menghadirkan 2 kasus korupsi yang serupa yaitu mengenai sengketa lahan.

1. Korupsi Sektor Pertambangan

Komisi Pemberantasan Korupsi pada 23 Agustus 2016 telah menetapkan Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara, sebagai tersangka korupsi. Selama periode 2009-2014, Nur Alam diduga menerima suap senilai lebih dari Rp 60 miliar terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Buton dan Bombana.

Pemberian izin penggunaan lahan, termasuk usaha pertambangan— sebagaimana dilakukan Nur Alam—saat ini kerap menjadi modus kepala daerah untuk mengeruk keuntungan pribadi. Praktik ini umumnya muncul di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam dan erat berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).

Setiap menjelang pilkada di wilayah kaya sumber daya alam, muncul kecenderungan peningkatan pemberian izin usaha pertambangan. Izin diberikan kepala daerah kepada pihak investor. Sayangnya, pemberian konsesi kepada investor tambang tersebut tidak gratis, sering kali disertai dengan ada imbal jasa (kickback) dalam bentuk suap atau gratifikasi. Untuk setiap izin yang dikeluarkan, nilai imbal jasanya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Nur Alam sesungguhnya bukan orang pertama yang dijerat KPK karena terlibat korupsi di sektor pertambangan. Sebelumnya, sudah ada Adriansyah, politisi PDI-P yang juga mantan bupati. Adriansyah terbukti menerima suap lebih dari Rp 1 miliar dari Andrew Hidayat, bos PT Mitra Maju Sukses, setelah memuluskan izin usaha tambang di Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Tahun 2015, Adriansyah dinyatakan terbukti melakukan korupsi dan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta.

(11)

melaporkan 26 perusahaan pertambangan atas dugaan korupsi dengan memanfaatkan hutan secara ilegal. Laporan yang disampaikan ke Bareskrim Mabes Polri tersebut diduga menyebabkan kerugian negara Rp 90,6 miliar. Sayangnya, proses hukum atas laporan korupsi yang disampaikan BPK tersebut tidak jelas perkembangannya hingga saat ini.

Praktik korupsi di sektor pertambangan sungguh mengkhawatirkan. KPK mengidentifikasi, dari sekitar 11.000 izin tambang yang ada di seluruh Indonesia, 3.772 izin dinilai bermasalah dan dicurigai terjadi korupsi yang melibatkan kepala daerah sebagai pemberi izin.

2. PT Tor Ganda Hancurkan Hutan Lindung Mahato

PEKANBARU – Tidak ada lagi Hutan Lindung di Mahato. Pemerintah daerah dan Pusat pun tidak perlu bersusah payah menugaskan Polisi Kehutanan di sana. Sebab, Jagawana ternyata tidak memiliki kemampuan profesional untuk menjaga kelestarian ekosistem Kawasan Hutan Lindung Mahato di Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

Kebobrokan mental para pengusaha dan penguasa, untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya dibuktikan dengan semena-menanya PT Tor Ganda menghancurkan dan mengalih-fungsikan secara tidak sah kawasan Hutan Lindung milik Negara di Mahato menjadi perkebunan kelapa sawit kelompoknya.

Mengatasnamakan kepentingan masyarakat anggota Koperasi dan kelompok tani, ribuan hektar Hutan lindung yang berada pada kordinat LU : 1o 16’ 30” BT : 100o 09’ 00” secara terencana, terorganisir dirambah dan dikuasai PT Tor Ganda.

Wadah Koperasi yang diduga sengaja dibentuk PT Tor Ganda dalam merambah kawasan Hutan lindung di Kabupaten Rokan Hulu diantaranya adalah ; Kelompok Tani Tiur Ganda, Koperasi Harta Juliana, Koperasi Karya Perdana dan Koperasi Sawit Mahato Bersatu (KSMB) yang berdomisili di Kecamatan Tambusai Utara.

(12)

Koperasi ini mendapat suntikan modal Rp24,5 juta per hektarnya dari Raja DL Sitorus. Berkat dana puluhan miliar rupiah dan bantuan berbagai fasilitas peralatan berat, maka luluh-lantaklah flora dan fauna di kawasan hutan lindung Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 4.466 hektar.

Kerjasama PT Tor Ganda dan KSMB merambah hutan lindung Mahato jelas merugikan Negara. Disamping musnahnya species flora dan fauna, Negara juga tidak mendapatkan pajak dan restribusi apapun terkait ilegalnya perkebunan ribuan hektar yang dikelola PT Tor Ganda.

Data yang didapat KPK Pos, Kepala Desa sengaja menyalahi aturan dengan menerbitkan alas hak berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) di atas lahan kawasan Hutan Lindung Mahato yang dijadikan dasar dan alasan pihak Koperasi Sawit Mahato Bersatu melakukan perjanjian kerjasama dengan PT Tor Ganda.

Perjanjian antara KSMB dengan PT Tor Ganda menyebutkan, perusahaan Raja DL Sitorus mendapat bagian lahan perkebunan yang sudah produktif seluas 2.679,4 hektar (60 persen), sedang Koperasi Sawit Mahato Bersatu (KSMB) mendapat bagian 1786,4 hektar (40 persen).

Seluruh hasil produksi perkebunan sawit diambil oleh PT Tor Ganda. Perjanjian ini menurut salah seorang pengurus Koperasi sudah dituangkan dalam Akta nomor 28, tanggal 30 Januari 2007 yang dibuat Notaris Janter Simanjuntak SH.

Disamping mengalih-fungsikan kawasan hutan lindung menjadi perkebunan sawit, PT Tor Ganda telah membangun Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) dan perumahan bagi karyawannya juga diduga tanpa memiliki Izin apapun dari pemerintah.

Tindakan PT Tor Ganda jelas telah merugikan Negara dan pelanggaran melawan Hukum yang dapat dikenakan sanksi Pidana sesuai; UU RI No. 41 tahun 1999, tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang tata cara perubahan Peruntukan dan Fungsi kawasan Hutan yang mana dapat diancam Pidana Penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

(13)

Demokrat kini menduduki jabatan nomor satu di Kementerian Hukum dan Ham RI”.

Menurut sumber KPK Pos itu lagi, Raja DL Sitorus sebenarnya tidak pernah secara rutin menginap di lembaga Pemasyarakatan Suka Miskin. Dengan alasan sakit, beliau lebih sering beristirahat di Pusat Rehabilitasi Narkoba di Banceu Bandung, Jawa Barat.

Setiap Kamis sampai Senin (selama lima hari) beliau (DL Sitorus) nginap di lantai 8, berganti-ganti VVIP Room di Rumah Sakit Sentosa, Bandung. Melalui e-mail ke KPKPos, rekaman Koperasi Binaan PT Tor Ganda menuliskan, dia dan teman-temannya sering menemui sang Ketua dalam keadaan sehat di kamar mewah rumah sakit Sentosa Bandung. Disinilah sang Ketua (DL Sitorus) sering meminpin rapat direksi perusahaannya sambil menghibur diri dengan mengundang Vokal Group.

Analisa Kasus

Pada makalah ini kami akan menganalisa kasus yang dialamai oleh Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara ini merupakan salah satu jenis korupsi investif, yaitu pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, dimana keuntungan diperoleh di masa yang akan datang. Karena didalam kasus ini disebutkan bahwa Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam diduga menerima suap senilai lebih dari Rp 60 miliar terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Buton dan Bombana sebagai balas budi dari pihak yang mendapatkan perizinan usaha tersebut. Disamping itu, pemberian izin penggunaan lahan, termasuk usaha pertambangan, sebagaimana dilakukan oleh Nur Alam, tersebut kerap menjadi modus kepala daerah untuk mengeruk keuntungan pribadi sebagai timbal baliknya.

(14)

dikeluarkan, nilai imbal jasanya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Kasus korupsi serupa juga dialami oleh Adriansyah, politisi PDI-P yang juga mantan bupati. Adriansyah terbukti menerima suap lebih dari Rp 1 miliar dari Andrew Hidayat, bos PT Mitra Maju Sukses, setelah memuluskan izin usaha tambang di Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Selanjutnya Tahun 2015, Adriansyah dinyatakan terbukti melakukan korupsi dan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta. Pelaku korupsi di sektor pertambangan tidak saja orang, tetapi juga korporasi atau perusahaan.

Kasus lain yang juga melibatkan lahan dengan tanpa adanya pertalian langsung dan keuntungan diterima dimasa yang akan datang yaitu kasus PT Tor Ganda, dimana PT Tor Ganda menghancurkan dan mengalih-fungsikan secara tidak sah kawasan Hutan Lindung milik Negara di Mahato menjadi perkebunan kelapa sawit kelompoknya. Disamping mengalih-fungsikan kawasan hutan lindung menjadi perkebunan sawit, PT Tor Ganda telah membangun Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) dan perumahan bagi karyawannya juga diduga tanpa memiliki Izin apapun dari pemerintah.

Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dimasa yang akan datang, PT Tor Ganda diduga sengaja membentuk Wadah Koperasi dalam merambah kawasan Hutan lindung di Kabupaten Rokan Hulu yang diantaranya adalah ; Kelompok Tani Tiur Ganda, Koperasi Harta Juliana, Koperasi Karya Perdana dan Koperasi Sawit Mahato Bersatu (KSMB) yang berdomisili di Kecamatan Tambusai Utara.

Kerjasama PT Tor Ganda dan KSMB merambah hutan lindung Mahato jelas merugikan Negara. Disamping musnahnya species flora dan fauna, Negara juga tidak mendapatkan pajak dan restribusi apapun terkait ilegalnya perkebunan ribuan hektar yang dikelola PT Tor Ganda.

(15)

perizinan dari pemerintah pusat sehingga banyak menimbulkan kerugian bagi negara.

2.5 Dampak Korupsi

1. Dampak Ekonomi

Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebatterhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisiekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Korupsi memilikikorelasi negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dandengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan. alinimerupakan bagian dari inti ekonomi makro. Kenyataan bah!a korupsimemilikihubungan langsung dengan hal inimendorong pemerintah berupayamelanggulangi korupsi, baik secara preventif, represif maupun kuratif. Di sisilainmeningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yangkemudian dapat melonjakkan utang negara. pada keadaan ini, inefisiensi terjadi,yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakannamun disertai dengan maraknya praktik korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan nilai negatif bagi perekonomian secara umum. "isalnya, anggaran perusahaan yang sebaiknyadiputar dalam perputaran ekonomi, justru dialokasikan untuk birokrasi yangujung-ujungnya terbuang masuk ke kantong pribadi pejabat. Berbagai permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila korupsi sudahmerajalela yang dapat mengakibatkan lesunya pertumbuhan ekonomi daninvestasi, rendahnya kualitas barang dan jasa bagi publik,menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak,meningkatnya hutang negara. Contoh dampak ekonomi :

 Lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi

 Penurunan produktifitas

 Rendahnya kualitas barang dan jasa bagi publik 2. Dampak Sosial dan Masyarakat

Bagi masyarakat miskin, korupsi mengakibatkan dampak yang luar biasadan saling bertaut satu sama lain. 'ertama dampak langsung yang dirasakan olehorang miskin yakni semakin mahalnya jasa berbagai pelayanan publik, rendahnyakualitas pelayanan, dan pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vitalseperti air, kesehatan, dan pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung terhadaporang miskin yakni pengalihan sumber daya milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui pembatasan pembangunan. al ini secaralangsung memiliki pengaruh kepada langgengnya kemiskinan yang dapatmenimbulkan solidaritas social semakin langka dan demoralisasi sertad apatmeningkatkan angka kriminalitas. Contoh dampak social dan masyarakat :

 Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik

(16)

 Terbatasnya akses bagi masyarakat miskin 3. Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi

Dampak masif korupsi terhadap politik dan demokrasi antara lain:a."emunculkan kepemimpinan korup karena kondisi politik yang carutmarut dan cenderung koruptif. b.ilangnya kepercayaan publik pada demokrasi karena terjadinya tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh petinggi pemerintah, legislatif,yudikatif atau petinggi partai politik.c."enguatnya plutokrasi 0sistem politik yang dikuasai oleh pemilik modal1kapitalis%, dan d.ancurnya kedaulatan rakyat yang disebabkan kekayaan negara hanyadinikmati oleh sekelompok tertentu. Contoh dampak politik dan demokrasi :

 Munculnyakepemimpinan korup

 Hilangnya kepercayaan publik kepada demokrasi 4. Dampak Terhadap Otoritas Pemerintahan

Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerjasuatu sistem politik atau pemerintahan. Pertama, korupsi mengganggu kinerjasistem politik yang berlaku. 'ada dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal, namun, dalam manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan juga dapat mencoreng kredibilitas organisasitempat si koruptor bekerja. Ada tataran tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi yang berdampak sosial sering bersifat samar, dibandingkan dengandampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata. Kedua, publik cenderungmeragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindak korupsi. Ketiga, lembaga politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagaikepentingan pribadi dan kelompok. ini mengandung arti bahwa lembaga politik telah dikorupsi untuk kepentingan yang sempit (vested interest). Sering terdengar tuduhan umum dari kalangan anti-neoliberalis bahwa lembaga multi nasionalseperti perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Bank Dunia adalah perpanjangan kepentingan kaum kapitalis dan para hegemoni global yang ingin mencaplok politik dunia di satu tangan raksasa. tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik yang memperalat suatu lembaga politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam kasus seperti ini, kehadiran masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang kuat dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat. Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah, sebagai pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik

5. Dampak Terhadap Penegakan Hukum

(17)

di Indonesia. Seharusnyalah pemerintah menciptakan keteraturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan bukan sebaliknya. Contoh dampak terhadap penegakan hukum:

 Fungsi pemerintahan mandul

 Hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga Negara

 Aparat yang mudah dibeli

2.6 Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi dan Upaya dalam Pemberantasan Korupsi

Dasar hukum :

 UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih danBebas KKN.

 UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelengaraan Negara yangBersih dan Bebas KKN.

 UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

 UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(KPK).

 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentangPercepatan Pemberantasan Korupsi.

 Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara PelaksanaanPeran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahandan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen SumberDaya Manusia KPK.

Upaya pemberantasan korupsi :

Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan

hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :

1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.

2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis. 4. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan

(18)

5. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.

6. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.

7. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.

2.7 Kendala Dalam Pemberantasan Korupsi

Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah :

1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah. 2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang

cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur. 3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol,

sehingga tidak ada check and balance.

4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.

5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.

6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih.

(19)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi dianggap telah melakukan penyelewengan dalam hal keuangan atau kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum. Dari segi tipologi, korupsi dapat dibagi dalam tujuh jenis yang berbeda. Korupsi investif merupakan pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan dating.

Korupsi terjadi karena kerakusan, kekejaman dan nafsu mengeruk keuntungan para penguasa yang mengenggam kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Jadi dalam hal ini korupsi lebih disebabkan faktor kepribadian pemimpin. Tetapi faktor sosial, seperti pranata budaya, kemiskinan, penderitaan yang luar biasa, perubahan politik besar-besaran, peperangan, sistem hukum yang tidak sempurna; pengaruh yang berasal dari luar diri individu, semuanya bisa menjadi sebab-sebab terjadinya korupsi. Upaya pemberantasan korupsi yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan dengan cara mengungkap tuntas berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh penguasa dan pencegahan yang dilakukan dengan memberikan edukasi dan menumbuhkan kesadaran akan budaya anti korupsi.

3.2 Saran

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Nandi, Setiadi. Makalah Korupsi http://nandisetiadi.blogspot.co.id/2012/11/makalah-korupsi.html. Diakses pada tanggal 24 September 2016.

Ali, Hamzah. Korupsi dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia. http://stscyber42.blogspot.co.id/2014/02/korupsi-dan-upaya-pemberantasan-korupsi.html. Diakses pada tanggal 24 September 2016.

Anonim, Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php? a=artikel&id=147.Diakses pada tanggal 24 September 2016.

Khairi, Muhammad Yudil.2014. Korupsi, Penyebab Dan Strategi Pemberantasannya. http:// www.antikorupsi.org/id/content/korupsi-sektor-pertambangan. Diakses pada tanggal 24 September 2016.

Satrio Arismunandar. 2010. Korupsi: Definisi, Ciri-Ciri, Dan Tipologinya http://satrioarismunandar6.blogspot.co.id/2010/11/korupsi-definisi-ciri-ciri-dan.html. Diakses pada tanggal 24 September 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Segi agama memandang bahwa korupsi terjadi sebagai dampak dari lemahnya nilai-nilai agama dalam diri individu, dan oleh karenanya upaya yang harus dilakukan

pendekatan serta pengertian bahwa: karena korupsi mempunyai banyak wajah dan merupakan masalah yang kompleks dan rumit, maka ia harus dilakukan dengan pendekatan

Dalam buku ini mengupas tentang Pendidikan Anti Korupsi, yang memberikan edukasi kepada pembaca dan masyarakat pada umumnya untuk mengenal arti korupsi, dampak dari

Pada dasarnya usaha pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya menjadi tanggungjawab lembaga Negara saja yang dalam hal ini lembaga penegak hukum khususnya

benda koruptor adalah sesuatu yang dimiliki oleh pelaku korupsi baik yang.. bersifat material maupun

Menurut Pengertian Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang yang

Dalam kasus tindak pidana korupsi, jaksa menjelaskan bahwa pemberian uang Rp 1,3 miliar tersebut dilakukan agar Luthfi memengaruhi pejabat Kementan sehingga memberikan rekomendasi

Untuk menilai seberapa jauh perilaku dan budaya anti korupsi bagi karyawan di lingkungan Kementerian Kesehatan perlu dilakukan pre-assessment PBAK5. Kementerian Kesehatan