• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah pendidikan karakter dan anti kor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah pendidikan karakter dan anti kor"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

BAB I... 2

PENDAHULUAN...2

A. Latar Belakang Masalah...2

B. Rumusan Masalah...3

C. Tujuan... 4

D. Manfaat... 4

BAB II... 5

PEMBAHASAN... 5

A. Pengertian Korupsi...5

B. Ciri-Ciri Korupsi...5

C. Faktor Penyebab Korupsi...6

D. Jenis-Jenis Korupsi...8

E. Pengertian Tindak Pidana Korupsi...9

F. Pelaku Tindak Pidana Korupsi...10

G. Sejarah Perkembangan Tindak Pidana Korupsi...11

H. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi...13

I. Dampak Korupsi...18

BAB III... 20

PENUTUP... 20

A. Kesimpulan...20

B. Saran... 20

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi merupakan tindakan seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan. Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang telah tumbuh seiring dengan perkembangan peradaban manusia.

Menurut Pengertian Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

(3)

karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas dengan kurangnya pertanggungjawaban pidana yang seharusnya dilakukan oleh pelaku tindak pidana terkait.

Tindak pidana korupsi dalam jumlah besar berpotensi merugikan keuangan negara sehingga dapat mengganggu sumber daya pembangunan dan membahayakan stabilitas politik suatu negara. Korupsi juga dapat diindikasikan sebagai alasan timbulnya bahaya terhadap keamanan umat manusia, karena telah merambah ke dunia pendidikan, kesehatan, penyediaan sandang pangan rakyat, keagamaan, dan fungsi-fungsi pelayanan sosial lain. Dalam penyuapan di dunia perdagangan, baik 2 yang bersifat domestik maupun transnasional, korupsi jelas- jelas telah merusak mental pejabat.Demi mengejar kekayaan, para pejabat negara tidak takut melanggar hukum negara.Kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit diungkap karena para pelakunya terkait dengan wewenang atau kekuasaannya yang dimiliki.

(4)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang penting untuk dibahas, yaitu :

1. Apa sajakah yang termasuk dalam praktik tindak pidana korupsi ?

2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi?

3. Apasajakah yang termasuk undang-undang tindak pidana korupsi?

4. Bagaimanakah sanksi pidana pelaku pemberi parcel sebagai bentuk gratifkasi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai sarana pengetahuan umum tentang tindak pidana korupsi bagi pembaca agar dapat mengetahui apa yang harus dilakukan bila menemukan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi pada masyarakat disekitar kita.

D. Manfaat

Manfaat dari makalah ini yaitu, antara lain:

(5)

2. Kegunaan praktis yaitu dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya bagi masyarakat pada umumnya agar ikut serta dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu untuk bahan kajian dan referensi mengenai adanya penerapan pidana tambahan terhadap PNS pelaku tindak pidana korupsi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa

latin “corruptio” atau corruptus. Menurut para ahli bahasa, corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata dari Bahasa Latin yang lebih tua. Kata tersebut kemudian

menurunkan istilah corruption,

(6)

Korupsi adalah menggunakan kewenangan publik untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat indifdu. Ada pula yang menyebut korupsi adalah mengambil bagian yang bukan menjadi haknya. Defnisi lain, korupsi adalah mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang yang diadakan dari pajak yang dibayarkan masyarakat untuk kepentingan memperkaya dirinya sendiri. Korupsi juga berarti tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa status kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok sendiri.

B. Ciri-Ciri Korupsi

Menurut Evi Hartanti SH dalam bukunya menyebutkan bahwa ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut:

1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan. Seseorang yang di berikan amanah seperti pemimpin yang menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, golongan, taua kelompoknya.

2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat umumnya. Usaha untuk memperoleh keuntungan dengan mengatasnamakan suatu lembaga tertentu seperti penipuan memperoleh hadian undian dari suatu perusahaan, padahal perusahaan yang sesungguhnya tidak menyelenggarakan undian.

(7)

4. Di lakukn dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang-orang yang berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu. Korupsi biasanya di lakukan tersembunyi untuk menghilangkan jejak penyimpangan yang di lakukannya.

5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak. Beberapa jenis korupsi melibatkan adanya pemberi dan penerima

6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain. Pemberi dan penerima suappada dasarnya bertujuan mengambil keuntungan bersama. 7. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang

mengkehendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapat memengaruhinya. Pemberian suap pada kasus melibatkan petinggi Mahlkamah Konstitusi bertujuan memengaruhi keputusnnya.

8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan hokum. Adanya upaya melemahkan lembaga pemberantasan korupsi melalui produk hokum yang di hasilkan suatu Negara atas inisiatif oknum-oknum tertentu di pemerintahan.

C. Faktor Penyebab Korupsi

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri pelaku atau dari luar pelaku. Faktor penyebab korupsi antara lain :

1. Faktor Politik

(8)

ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup seperti menyuap, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi. Menurut Susanto korupsi pada level pemerintahan adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang-barang publik untuk kepentingan pribadi, tergolong korupsi yang disebabkan oleh konstlelasi politik.

2. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Selain rendahnya gaji atau pendapatan, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab terjadinya korupsi, di antaranya adalah kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan kroninya. Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak pendapat menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar masalah korupsi.pernyataan tidak benar sepenuhnya, sebab banyak korupsi yang dilakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan mereka tidak tergolong orang miskin. Dengan demikian korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tapi justru sebaliknya, kemiskinan disebakan oleh korupsi.

3.

Faktor Organisasi

(9)

korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi.

Aspek-aspek terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pemimpin (b) tidak adanya kultur organisasi yang benar, (c) sistem akuntabilitas dalam instansi kurang memadai, (d) manajemen cenderung menutupi didalam organisasinya.

D. Jenis-Jenis Korupsi

Beberapa ahli mengidentifkasi jenis korupsi, di antaranya Syed Hussein Alatas yang mengemukakan bahwa berdasarkan tipenya korupsi di kelompokkan menjadi tujuh jenis korupsi sebagai berikut:

1. Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu menunjukan kepada adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima, demikeutungan kedua belah pihak dan dengan aktif di usahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya.

2. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah jenis korupsi di mana pihak pemberi di paksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-orang dan hal-hal yang di hargainya.

(10)

keungan tertentu, selain keuntungan yang di bayangkan akan di peroleh di masa yang akan dating. 4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah

penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.

5. Korupsi defnitive (defnisife corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan, korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.

6. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang di laksanakan oleh seorang diri.

7. Korupsi dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.

E. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Pengertian tindak pidana korupsi dalam arti luas yaitu perbuatan seseorang yang merugikan keuangan negara dan yang membuat aparat pemerintah tidak efektif, efsien, bersih dan berwibawa. Pengertian Tindak Pidana Korupsi juga dapat ditemukan pada Kamus Umum Bahasa Indonesia: “Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya”.

(11)

dengan kedudukan pejabat dapat melakukan tindak pidana korupsi. tindak pidana korupsi merupakan kejahatan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, maka percobaan untuk melakukan kejahatan korupsi dijadikan delik selesai dan diancam dengan hukuman yang sama dengan ancaman bagi pidana itu sendiri yang telah selesai dilakukan.

Dari sudut pandang hukum, kejahatan tindak pidana korupsi mencakup unsur-unsur sebagai. berikut : a. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, dan sarana b. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi c. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Ini adalah sebagian kecil contoh-contoh tindak pidana korupsi yang sering terjadi, dan ada juga beberapa prilaku atau tindakan korupsi lainnya: a. Memberi atau menerima hadiah (Penyuapan) b. penggelapan dan pemerasan dalam jabatan c. ikut serta dalam penggelapan dana pengadaan barang d. menerima grativikasi.

F. Pelaku Tindak Pidana Korupsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pelaku Tindak Pidana adalah orang yang melakukan perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. 26 Menurut KUHP, macam pelaku yang dapat dipidana terdapat pada pasal 55 dan 56 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

(12)

perbuatan. b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. c. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja yang dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

2. Pasal 56 KUHP. Dipidana sebagai pembantu sesuatu kejahatan : Mereka yang dengan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.Mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Pada ketentuan Pasal 55 KUHP disebutkan perbuatan pidana, jadi baik kejahatan maupun pelanggaran yang di hukum sebagai orang yang melakukan disini dapat dibagi atas 4 macam, yaitu :

1. Pleger Orang ini ialah seorang yang sendirian telah mewujudkan segala elemen dari peristiwa pidana. 27 2. Doen plegen Disini sedikitnya ada dua orang, doen

plegen dan pleger. Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, meskipun demikian ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri peristiwa pidana.

(13)

ialah pleger dan medpleger. Disini diminta, bahwa kedua orang tersebut semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan elemen dari peristiwa pidana itu. Tidak boleh hanya melakukan perbuatan persiapan saja, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk medpleger, akan tetapi dihukum sebagai medeplichtige.

4. Uitlokker Orang itu harus sengaja membujuk melakukan orang lain, sedang membujuknya harus memakai salah satu dari jalan seperti yang disebutkan dalam Pasal 55 ayat (2), artinya tidak boleh memakai jalan lain.

G. Sejarah Perkembangan Tindak Pidana Korupsi

(14)

Pada Era Orde Baru Pada masa orde baru sendiri juga terlihat akan adanya praktek-praktek korupsi dengan dibentuknya suatu badan khusus yang menangani akan hal ini, yaitu komite empat dan juga Opstib (Operasi tertib).

Pada Era Reformasi Di dalam orde reformasi praktek korupsi telah menjalar kemana-mana seperti virus yang menjangkit seluruh elemen penyelenggara negara. Pada orde tersebut pimpinan Negara Indonesia adalah Presiden BJ Habibie. Pada waktu kepemimpinannya Presiden membuat suatu rumusan undang-undang yaitu Undang-undang No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN dan juga pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN,KPPU, atau lembaga Ombudsman. Serta dilanjutkan juga oleh 30 presiden selanjutnya yaitu Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).

(15)

H. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi

1. Undang- Undang Nomor 24 (PRP) Tahun 1960 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dari permulaan dapat diketahui bahwa peraturan penguasa perang pusat tentang pemberanasan korupsi itu bersifat darurat, bersifat temporer, yang berlandaskan undang- undang keadaan bahaya. Semula, ia berbentul peraturan pemerintah pengganti undang- undang, kemudian disahkan menjadi undang- undang. Karena bentuknya adalah peraturan pemerintah pengganti undang- undang, yang dengan undang- undang Nomor 1 tahun 1961 dijadikan undang- undang, maka tidak perlu dibahas di DPR.

Sebagaimana dikemukakan pembuat undang- undang memandang tidak perlu lagi ada peraturan tentang perbuatan korupsi bukan pidanan karena bagaimanapun, dalam hal- hal seperti itu terbuka kemungkinan bagi pemerintah untuk menggugat perdata melalui Pasal 1365 BW terhadap pelaku perbuatan seperti itu.

(16)

Pada sub c hanya ditambah saja Pasal 415, 416, 417, 423, 425, dan 435 KUHP. Memang ini menjadi kekurangan peraturan penguasa perang pusat karena penggelapan oleh pegawai negeri benar merupakan bentuk inti korupsi disamping masalah suap menyuap (pasal 209, 210, 418, 419, dan 420 KUHP) begitu pula dengan Pasal 423 dan 425 KUHP merupakan bentuk extortion yang disebut knevelarij.

Perumusan- perumusan Undang- Undang Nomor 24 (Prp) tahun 1960 perlu dikaji, bukan saja sebagai suatu sejarah, tetapi juga berhubungan dengan adanya ketentuan peralihan dalam undang- undang No.3 Tahun 1971 sehingga berlaku undang- undang pada saat tindak pidana dilakukan.

2. Undang- Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(17)

Seperti diketahui sejak lahirnya orde baru pada tahun 1966, suaru- suara yang menghendaki pemberantasan korupsi, lebih diperhebat semakin hari bertambah nyaring, baik berupa berita maupun berupa karangan disurat kabar, majalah, dalam pertemuan, diskusi dan sebagainya yang bertemakan pemberantasan korupsi. Juga dikenal adanya komite anti korupsi di awal orde baru.

Masih dibawah kuasa peraturan penguasa perang pusat, pemerintah telah berusaha sekeras- kerasnya mengefektifkan pemberantasan korupsi, yaitu dengankeputusan presiden Nomor 228 Tahun 1967, Tanggal 2 Desember 1967, dibentuk tim pemberantasan korupsi (TPK). dalam tim ini jaksa agung diberi wewenang mengoordinasikan penyidikan bak terhapda pelaku militer maupun sipil, bahkan perkara koneksitas antara orang sipil dan militer pada prinsipnya pengadilan negara mengadili, dengan hakim- haim sipil dan militer.

Namun demikian, tuntutan masyarakat agar korupsi diberantas tidak mengendor sehingga pada akhirnya prediden pada tanggal 31 Januari 1970 mengeluarkan dua buah keputusan, yaitu Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun1970 tentang pembentukan komisi 4 dan keputusan presiden nomor 13 Tahun 1970 tentang pengangkatan Dr. Mohammad Hatta sebagai penasehat presiden.

3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(18)

dicanangkan untuk mempercepat penciptaan undang-undang dalam waktu singkat, kurang dari dua tahun, pemerintahan ini menciptakan undang-undang sebanyak-banyaknya dengan sepuluh tahun pemerintahan soeharto. Penciptaan undang-undang yang diutamakan antara lain perubahan atau penggantian undang-undang No 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rupanya anggapan bahwa yang kurang sempurna sehingga banyak terdapat korupsi ialah undang-undangnya, padahal “orangnya” dan “sistemnya”.

Tim yang pertama dibentuk diketahui oleh Bada Nawawi Arief dan mengambil tempat di Puncak, yang anggotanya antara lain : Loebby Loqman dan penulis bersama dengan orang-orang dari Departemen Kehakiman sendiri seperti Haryono dan Wahid. Setelah di pandang sudah lengkap, antara lain dengan menciptakan minimum khusus, yang meliputi baik pidana penjara maupun pidana denda, pembedaan ancaman bagi setiap delik sesuai dengan bobot delik itu serta kualitifkasinya, penambahan peran masyarakat yang diusulkan oleh Wahid, maka diadakan Tim Inter Departemen yang diketahui oleh penulis dan mengadakan rapat di Departemen Kehakiman pada kuartal pertama tahun 1999. Sekitar bulan juli 1999 dibahaslah Rancangan ini di DPR. Pemerintah diwakili oleh Menteri Muladi sendiri disertai dengan Dirjen Perundang-undangan Romli, penulis dan Loebby Loqman.

(19)

mati untuk delik yang tercantum dalam pasal 2 dalam keadaan “tertentu” yang kemudian dijelaskan apa yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” itu seperti bencana alam nasional, keadaan, keadaan bahasa dan krisis moneter dan ekonomi. Selain itu, ditambahkan pula tentang akan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan. Usul ini berasal dari Fraksi PPP (Zain Bat Jeber). Sementara itu, rumusan tentang pembalikan beban pembuktian yang disusun oleh penulis tolak, baik sebagian anggota DPR maupun oleh menteri sendiri karena dipandang tidak jelas dan melanggar asas legalitas. Sewaktu pembahasan Pidan Mati dan Penghapusan ketetntuan tentang pembalikan beban pembuktian yang disusun oleh penulis ini, penulis tidak hadir sehingga tidak sempat untuk mempertahankannya, juga tentang ketentuan pidan mati dalam “keadaan tertentu”.

(20)

Pidan Korupsi menggantikan undang-undang no.3 tahun 1971.

4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubaha atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Setelah Baharudin Lopa menjabat Menteri Kehakiman sekitar bulan maret 2001, cita-citanya menciptakan ketentuan tentang pembalikan beban pembuktian didalam undang-undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi segera direalisasikan dengan membentuk tim yang terdiri atas, antara lain Baharudin Lopa, Adnan Bayung Nasution, Romli, Abdulgani Abdullah, Netabaya, Yusrida, Sri Hadningsih, Indrianto Seno Adji, Arifn, dan Oka Mahendra. Jadi, maksud semula untuk mengubah undang-undang no.31 tahun 1999 hanyalah untuk menambah ketentuan tentang pembalikan beban pembuktian.

Ada dua jenis ketentuan tentang pembalikan beban pembuktian, yang pertama menyangkut pemberian dalam jumlah satu juta rupiah keatas, harus dilaporkan jika tidak dianggap suap sampai dibuktikan sebaliknya. Berarti penuntu umum hanya membuktikan satu bagian inti delik, yaitu adanya pemberian kepada pegawai negri atau penyelenggara negara. Bagian yang lain, seperti berhubungan dengan jabatanya dan berlawanan dengan kewajibannya dibebankan kepada terdakwa.

(21)

mengusulkan agar jumlah uang atau harta yang diterima bukan satu juta rupiah karena terlalu kecil, tapi sepuluh juta rupiah. Rumusan yang pertama diubah oleh DPR sehingga hilang artinya sebagai pembalikan beban pembuktian. Sementara itu, rumusan kedua diterima penuh. Dengan demikian, pembalikan beban pembuktian yang ada hanya satu macam saja yang terbatas ada pembertasan harta saja.

Perubahan lain yang dicantumkan dalam undang-undang no.20 tahun 2001 ialah tentang minimum khusus yang hanya berlaku bagi delik korupsi yang nilainya lima juta atau lebih. Penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan “ketentuan tertentu” untuk menjatuhkan Pidana mati, juga diubah sesuai dengan rancangan bahwa bukan waktu yang menentukan tetapi peruntukan uang untuk keadaan tertentu itu yang dikorupsikan. Rumusan delik berasal dari KUHP, langsung disalain seluruhnya dalam rumusan delik korupsi dengan ancaman pidana sendiri serta mencabut pasal-pasal tersebut dalam KUHP.

I. Dampak Korupsi

Dari beberapa sumber dampak dari korupsi sebagai berikut:

(22)

mengganggu stabiltas perekonomian negara yang stabilitas politik.

2. Berkurangnya Kewibawaan Pemerintah Dalam Masyarakat Apabila banyak dari pejabat pemerintah yang melakukan penyelewengan keuangan negara, masyarakat akan bersifat apatis terhadap segala anjuran dan tindakan pemerintah. Sifat apatis tersebut akan mengakibatkan ketahanan nasional akan rapuh dan megganggu stabilitas keamanan NegaraMenyusutnya Pendapatan 34 Negara Penerimaan negara untuk pembangunan didapatkan dari dua Sektor, yaitu dari pungutan bead an penerimaan pajak pendapatan Negara dapat berkurang apabila tidak diselamatkan dari penyelundupan dan penyelewengan oleh oknum-oknum pemerintah pada sector sekto penerimaan tersebut.

3. c. Rapuhnya Keamanan dan Ketahanan Negara Keamanan dan ketahanan negara akan rapuh apabila para pejabat pemerintah mudah disuap karena kekuasaan asing yang hendak memaksakan ideologi atau pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia. menggunakan penyuapan sebagai suatu sarana untuk mewujudkan cita-citanya.

(23)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifkasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

B. Saran

Pemiskinan koruptor memang mendapat sambutan positif dari banyak kalangan. Namun perlu dipertimbangkan lagi mengenai pelaksanaannya. Saran yang dapat penulis sumbangkan, yaitu:

(24)

sehingga pelaksanaan pemiskinan koruptor dapat dijalankan sebagai suatu terobosan hukum yang memberikan efek jera dalam tindak pidana korupsi.

2. Perlu adanya suatu gerakan yang mendorong pelaksanaan pemiskinan koruptor. Contohnya seperti pendidikan, pemahaman, penjelasan, integritas dari para penegak hukum agar para penegak hukum di Indonesia melaksanakan sanksi pidana pemiskinan koruptor dalam upaya pembera ntasan tindak pidana korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.

Pujiyono, Kumpulan Tulisan Hukum Pidana, (Bandung: Mandar Maju, 2007)

Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia

Referensi

Dokumen terkait

2 Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian langsung ke lapangan yaitu di BMT Mubarakah Undaan Lor Kudus untuk mendapatkan data yang konkret mengenai risiko

Jadi, sumber naskah dan dokumen ANI mencatat data yang sama sepeninggal Raden Adipati Surianata, pada tahun 1829 kedudukan Bupati Karawang ditempati oleh adiknya yang bemama

Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling

moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika

Pada penulisan skripsi ini peramalan saham bertujuan untuk mendapatkan prediksi harga saham secara teknis dari sebuah perusahaan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Formulate Share Listen Create (FSLC) terhadap kemampuan komunikasi matematis.. Populasi

Adapun berkas-berkas yang dipersiapkan adalah berita analisa kasus, foto copy perjanjian pembiayaan konsumen yang dilengkapi dengan berkas-berkas penunjang lainnya, daftar

merupakan sekuritas yang memberikan hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru perusahaan pada harga yang telah ditetapkan selama periode