• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Medan Massa Medan tekanan dan Ar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sebaran Medan Massa Medan tekanan dan Ar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 SEBARAN MEDAN MASSA, MEDAN TEKANAN DAN ARUS GEOSTROPIK DI

PERAIRAN SELATAN JAWA BULAN AGUSTUS Zan Zibar (C551150041)*

*Ilmu Kelautan Pasca Sarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Isntitut Pertanian Bogor Email : zanzibar301@gmail.com

PENDAHULUAN

Sebaran massa air di lautan dapat diketahui dengan mempelajari parameter-parameter oseanografi, antara lain adalah suhu, salinitas, densitas, kedalaman dinamik, kecepatan dan arah arus geostropik, serta karakter lain yang digunakan untuk mengenali dan melacak gerakannya yang terjadi pada perairan tertentu (Bearman, 1993). Perairan selatan Jawa merupakan perairan laut yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sehingga perairan ini sangat dipengaruhi oleh bertiupnya angin muson. Angin mosun adalah angin yang bertiup secara periodik dan antara periode yang satu dengan yang lain. Polanya akan berlawanan dan berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun akibat perputaran bumi pada porosnya. Wyrtki (1961) mengatakan bahwa di wilayah Indonesia, pada bulan Desember-Maret berkembang angin muson timur laut di utara dan muson barat laut di selatan katulistiwa, sedangkan selama bulan Juni-Agustus, berkembang angin muson barat daya. Pada bulan April-September, bertiup angin muson tenggara sebagai angin lepas pantai dari pantai Barat Laut Australia. Angin ini memberikan kontribusi pada suplai South Equatoral Current atau Arus Katulistiwa Selatan. Kuatnya angin muson menyebabkan terbentuk aliran massa air di lapisan permukaan (Wyrtki, 1961).

Sebagian besar massa air dari Counter Current selalu mengalir ke tenggara di sepanjang pantai barat sumatera. Dari bulan Juli hingga Oktober, ketika angin munson tenggara bertiup dengan kekuatan penuh menyentuh massa air di selatan jawa, South Equatorial Current mengalir ke arah barat dan ditekan jauh ke arah utara melebihi 10° LS hingga mencapai Pantai Selatan Jawa, cabang ini berubah menjadi South Equatorial Current dekat Selat Sunda. Pada awal bulan Juni, sejak angin muson tenggara mulai bertiup upwelling terjadi disepanjang perbatasan antara pesisir jawa dan south equatorial current.

Di Selatan Pantai Jawa, permukaan perairan selalu lebih rendah, disebabkan oleh depresi stasioner pada batas utara South equatorial current. Permukaan laut terendah terjadi pada bulan Agustus/ September di akhir musim upwelling. Setelah itu pada bulan oktober terjadi kenaikan permukaan yang cepat, selama angin muson tenggara berkurang. Menunjukan adanya pengisian massa air di Selatan Jawa. Permukaan air akan terus naik secara bertahap selama bulan Desember, dan akan tetap stabil hingga bulan April (Wyrtki, 1961).

Purba (2007) menjelaskan dinamika pergerakan air di perairan selatan P. Jawa- P. Sumbawa pada saat angin Muson Tenggara (Juni-September) terjadi pergerakan Arus Katulistiwa Selatan (AKS) dan Arus Lintas Indonesia (Arlindo) mengalir ke arah barat. Saat bertiupnya Angin Muson Tenggara Terjadi proses Upwelling dimana poros AKS bergeser ke utara mendekati P. jawa – P. Bali dan mendorong Arus Pantai Jawa (APJ) ke barat. Upwelling terjadi karena adanya proses ekman Pump yaitu akibat naiknya massa air dari lapisan bawah mengisi kekosongan massa air di pantai (Wyrtki, 1962; Purba, 2007).

(2)

2 tinggi dan slope muka air laut yang lebih rendah yang diimbangi oleh gaya Coriolis (Hadi dan Radjawane, 2009). Sehingga berdasarkan hal tersebut, pergerakan arus pada selatan laut jawa sangat penting untuk di pelajari karena berkaitan dengan proses terjadinya upwelling.

METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perairan selatan Jawa. Data yang digunakan pada praktikum ini berasal dari World Ocean Atlas (WOA) yang diambil pada situs http://www.nodc.noaa.gov/OC5/WOA09/woa09data.html. Data yang diambil untuk praktikum ini adalah data suhu, salinitas dan kedalaman pada bulan September tahun 2009 di perairan Selatan Laut Jawa (gambar 1). Posisi stasiun tercantum pada tabel 1.

Tabel 1. Koordinat ke-4 stasiun St Station

WOA

Longitude [oEast]

Latitude [oNorth]

1 19241 109.5 -12.5

2 19524 109.5 -11.5

3 19810 109.5 -10.5

4 20095 109.5 -9.5

Gambar 1. Posisi stasiun pengambilan data Metode Pengolahan Data

(3)

3 Perhitungan Sigma-t (σt)

nilai sigma-t yang dihitung secara manual menggunakan exel menggunakan perhitungan Knudsen (1901) dalam Neuman dan Pierson (1966). Perhitungan awalnya adalah dengan mencari nilai sigma-0 sebagai berikut :

σ0 = ∑

Dimana :

B0 = 0.09344586324 B1 = 0.814876576925 B2 = -0.0004824961403 B3 = 0.000006767861356

Kemudian nilai sigma-0 dapat dihitung melalui hasil determinasi dengan menggunakan fungsi empiris forch (1902) dalam Neuman dan Pierson (1966) sebagai berikut :

σt = ∑ + ∑ ∑ ( )

Dimana :

t = Temperatur (°C) A20 = 0

A0 = 67.26 A21 = 1.8030E-5

a1 = 4,53168426 A22 = -8.164E-7

a2 = -0.545939111 A23 = 1.667E-8

a3 = -0.0019824839871

a4 = -0.000000143803061

A10 = 1.0

A11 = -4.7867E-3

A12 = 9.8185E-5

Spesifik Volume Anomali

Spesifik volum anomali dihitung berdasarkan Sverdrup (1993) dalam Neuman dan Pierson (1966) dengan menggunakan bantuan Tabel 1, 2 dan 3 dalam Neuman dan Pierson, ( 1966) hal 495-496). Rumus Spesifik volum anomal adalah sebagai berikut :

 = s,t + s,p + t,p Arus Geostropik

Kecepatan arus geostropik dirumuskan melalui persamaan :

v = - . = - . .

(4)

4 dimana v = kecepatan arus geostropik (m/s)

= gaya coriolis (N)

= massa jenis air laut (kg/m3)

= perubahan tekanan terhadap kedalaman

ɸ = geopotensial anomaly (m2/s2)

ɸ1− ɸ2 = selisih geopotensial anomaly antara dua stasiun (m2/s2) = 7.29 x 10-5

= perubahan kedalaman (m)

Arus geostropik relative antara 2 stasiun yang berdekatan ditentukan melalui persamaan: − = −10[ ( ) −( ) ] −[ ( ) −( ) ]

=

∆ ∆

(5)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Suhu

Suhu di permukaan air dipengaruhi oleh kondisi meteorologis. Faktor-faktor meteorology yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu suhu di permukaan air mengikuti pulapola musiman (Nontji, 1987).

Suhu permukaan sampai pada kedalaman 1500 meter pada perairan yang diamati memiliki kisaran antara 3.4oC – 26oC. berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di perairan selatan jawa kisaran suhu permukaan memiliki kisaran yang hampir sama hal ini diduga adanya percampuran massa air yang kuat pada bulan Agustus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wyrtki (1961) bertiupnya angin muson tenggara pada bulan Juli hingga Oktober dengan kekuatan penuh menjadi alasan kuatnya pengadukan di perairan selatan Laut Jawa terutama pada lokasi penelitian.

Kedalaman lapisan tercampur pada perairan selatan Jawa berdasarkan hasil sebaran melintang suhu menunjukan terjadinya stratifikasi yang kuat. Pada kedalaman 0- 50 meter kisaran suhu antara 25 – 26 oC. Penelitian yang dilakukan oleh Wyrtki (1961) menyaakan bahwa kedalaman lapisan tercampur di selatan Laut Jawa mencapai 40 meter. Kedalaman lapisan tercampur makin mendakati pesisir jawa makin rendah, yakni rata-rata nilai suhu pada lapisan tercampur dari setiap stasiun yaitu 26.23 oC (stasiun satu), 26.21 oC (stasiun dua), 26.08 oC (stasiun tiga), dan 25.91 oC (stasiun empat) hal ini disebabkan oleh densitas di arah lepas pantai lebih tinggi dari densitas pesisir jawa sehingga arah massa air cenderung ke arah wilayah perairan pesisir. Sverdrup (1942) mengemukakan bahwa kondisi suhu permukaan laut juga sangat bergantung pada dinamika gerakan massa air laut yaitu pola arus permukaan, menaiknya massa air (upwelling), divergensi dan konvergensi, turbulensi serta sirkulasi global dari lintang tinggi ke lintang rendah dan sebaliknya.

Suhu air laut selalu mengalami perubahan menurut ruang dan waktu, secara umum temperatur akan menurun sesuai dengan meningkatnya kedalamann (Pickard, 1990). Sebaran suhu secara vertikal (Gambar 2 (a) ) dapat digunakan untuk menentukan lapisan temoklin di lokasi pengambilan data dengan melakukan pengamatan pada kedalaman 100-500 meter. Nilai absolut gradien penurunan temperaturvertikal pada lapisan termoklin standar (untuk daerah Samudera Hindia) adalah ≥ 0,05°C/m (Bureau of technical supervision of the P.R of China, 1992). Kisaran suhu di lapisan termoklin adalah 16.03 - 25.81 °C. Semakin menjauhi pantai lapisan termoklin yang terbentuk semakin dalam.

(6)

6

(a) (b)

Gambar 2. Sebaran Suhu Menegak (a) dan Melintang (b)

Sebaran Salinitas

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola edaran air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat melakukan pengadukan massa air lapisan alas sehingga membentuk lapisan homogen dengan ketebalan 50 - 70 meter atau lebih bergantung pada intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini be'rlanjut sampai ke dasar.

Pada perairan Indonesia, sebaran salinitas di pemukaan laut sangat berfluktuasi tergantung dari struktur geografi, masukan air tawar dari sungai-sungai besar, curah hujan, penguapan dan sirkulasi massa air serta sirkulasi monsoon. Selain itu perubahan musim juga memegang peranan penting dalam perubahan salinitas pemukaan laut di perairan Indonesia (Wyrtki, 1961).

Hasil pengukuran salinitas pada Gambar 3 berkisar 34,18 psu – 34,70 psu. Sebaran melintang salinitas menunjukan nilai pada permukaan semakin kecil ketika mendekati pantai. Hal ini terjadi karena pada perairan yang dekat dengan pantai mendapat masukan air tawar dari daratan. Menurut King (1963), salinitas pada perairan bebas (laut lepas) memiliki perubahan relatif lebih kecil dibandingkan perairan pantai. Hal ini disebabkan perairan pantai banyak memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu musim penghujan. Nilai salinitas permukaan tertinggi berada pada stasiun 4 dengan nilai salinitas 34.71 psu. Kisaran nilai ini agak berbeda dengan nilai salinitas yang pernah diukur oleh Soeriaatmadja (1957) pada perairan selatan Laut Jawa yaitu sebesar 33.8 psu.

(7)

7 Kemudian pada kedalaman 1000, nilai salinitas menurun dan menunjukan nilai minimum dengan kisaran nilai antara 34.63-34.61. Nilai salinitas tersebut menunjukan karakteristik massa air NIIW (North Indian Intermediate Water). Massa air ini memiliki kisaran salinitas ~34.65 (Bray

et al., 1997) hampir sama dengan kisaran salinitas pada daerah pengukuran serta berada pada lapisan dalam.

Distribusi salinitas ditentukan oleh proses-proses yang berlangsung di permukaan laut dan oleh arus dan percampuran. Masuknya massa air bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik ke perairan Indonesia, menyebabkan sebaran salinitas permukaan di perairan Indonesia meningkat dari barat ke timur dan berkisar antara 30- 35 psu (Wyrtki, 1961). Keadaan sebaran salinitas permukaan memperlihatkan perbedaan-perbedaan musiman dengan variasinya relatif lebih besar dibandingkan dengan suhu.

Lapisan air permukaan pada umumnya menyebar hingga kedalaman tertentu sebelum mencapai kedalaman yang lebih dingin di bawahnya. Pada permukaan air terjadi pencampuran massa air yang diakibatkan oleh adanya angin, arus dan pasut sehingga merupakan lapisan homogen (Wyrtki, 1961), kemudian berbalik arah dari utara-barat selama musim barat (Desember-Februari) dengan salinitas rendah dan suhu tinggi akibat pengaruh asupan massa air tawar yang berasal dari aliran sungai dan berlangsungnya musim penghujan.

(a) (b)

Gambar 3. Sebaran Salinitas Menegak (a) dan Melintang (b)

Sebaran Sigma-t ( Potensial density Anomali )

(8)

8 Lapisan tercampur terlihat berada pada kedalaman 0-50 meter. Densitas potensial pada lapisan tercampur (0-50 meter). Dengan nilai rata-rata berturut-turut adalah sebagai berikut : 22.3 km/m3 (stasiun 1), 22.4 km/m3 (stasiun2), 22.4 km/m3 (stasiun 3), 22.5 km/m3 (stasiun 4). Hal ini kemungkinan disebabkan adanya masukan air tawar dari daratan yang mempengaruhi nilai densitas pada lapisan permukaan sehingga densitas pada dekat pantai menjadi lebih rendah dibandingkan pada lepas pantai.

Lapisan piknoklin dapat terpantau pada kedalaman antara 50- 400 meter. Nilai densitas potensial pada kedalaman ini berkisar antara 22.3-26.9 km/m3. Selisih nilai densitas potensial

antar stasiun terbesar terjadi pada kedalaman ini (gambar 5-kiri bawah). Pada kedalaman tersebut, nilai densitas memiliki variasi yang besar per kedalaman maupun per lintang. Nilai densitas potensial rata-rata per stasiun berturut-turut adalah 24.47 (stasiun 1), 25.52 (stasiun 2), 25.60 (stasiun 3), 25.69 (stasiun 4). Selisih densitas antar stasiun pada tiap kedalaman di bawah kedalaman 500 meter, sangat kecil dan dapat dikatakan sebagai kedalaman homogen. Pada kedalaman 1500 meter, selisih densitas sangat kecil atau hampir sama pada setiap staiun.

(a) (b)

Gambar 4. Sebaran Potential Density Anomaly (t) Menegak (a) dan Melintang (b)

Sebaran Melintang Anomali Kedalaman Dinamik

Dalam penentuan kedalaman dinamik teriebih dahulu harus dtentukan suatu papar acuan (reference level) yang merupakan level of no motion, yaitu suatu kedalaman dimana tidak ada gerak dari massa air relatif antara dua stasiun (Defant, 1941 dalam Neumann dan Pierson, 1966).

(9)

9 Penumpukan massa air pada stasiun 1 disebabkan karena bertiupnya angin munson tenggara mendorong sirkulasi permukaan, maka transport ekaman akan dibelokan ke arah selatan (kiri dari arah angin) yaitu ke arah Barat Daya akibat pengaruh gaya coriolis yang bekerja pada bagian selatan bumi, sehingga massa air tertumpuk pada wilayah lepas pantai (stasiun 1). Secara keseluruhan, stasiun 1 memiliki kedalaman dinamik yang lebih besar jika dibandingkan dengan stasiun 4, kecuali pada kedalaman 1500 meter atau kedalaman level of no motion. Hal inilah yang menyebabkan kekosongan massa air permukaan. Adanya perbedaan gradien tekanan antara stasiun 1 dan stasiun 4 menyebabkan massa air akan menuju keseimbangan dan transport gradien tekanan ke arah pantai mengisi kekosongan massa air yang tertransport ke lepas pantai, sehingga terjadilah upwelling.

Perairan barat Sumatera dan Selatan jawa, juga dipengaruhi oleh massa air Pasifik yang keluar dari Indonesia ke Samudera Hindia. Pada selatan Jawa, selama bulan Mei hingga September, arus mengalir ke arah barat yang ditandai dengan adanya coastal upwelling yang kuat. Di sepanjang pesisir, ITF, angin lokal (mosun) dan batas timur Kelvin waves merupakan faktor-faktor yang menggerakan arus di wilayah ini (Church at al , 1998)

Gambar 5. Sebaran Melintang Anomali Kedalaman Dinamika Disetiap Stasiun Kecepatan dan arah arus geostropik

(10)

10 (a) (b)

Gambar 6. Kecepatan Arus Geostropik (a) Hasil Excel (b) Hasil ODV Kesimpulan

Suhu permukaan sampai pada kedalaman 1500 meter pada perairan yang diamati memiliki kisaran antara 3.4oC – 26oC. Pada kedalaman 0- 50 meter kisaran suhu antara 25 – 26 oC. nilai suhu pada lapisan tercampur dari setiap stasiun yaitu 26.23 oC (stasiun satu), 26.21 oC (stasiun dua), 26.08 oC (stasiun tiga), dan 25.91 oC (stasiun empat).

Hasil pengukuran salinitas berkisar 34,18 psu – 34,70 psu. Berdasarkan sebaran vertikal, salinitas maksimum terdapat pada kedalaman 500 meter, dengan nilai salinitas terbesar berada pada stasiun 1 sebesar 34.712. Kisaran salinitas pada kedalaman 500 meter adalah 34.67-34.70.

Berdasarkan sebaran melintang, terlihat adanya stratifikasi massa air berdasarkan nilai densitas potensialnya. Densitas potensial pada perairan yang terukur berkisar antara 22.2 – 27.5 km/m3. Densitas potensial pada lapisan tercampur (0-50 meter). Dengan nilai rata-rata berturut-turut adalah sebagai berikut : 22.3 km/m3 (stasiun 1), 22.4 km/m3 (stasiun2), 22.4 km/m3 (stasiun 3), 22.5 km/m3 (stasiun 4). Lapisan piknoklin dapat terpantau pada kedalaman antara 50- 400 meter. Nilai densitas potensial rata-rata per stasiun berturut-turut adalah 24.47 (stasiun 1), 25.52 (stasiun 2), 25.60 (stasiun 3), 25.69 (stasiun 4). Selisih densitas antar stasiun pada tiap kedalaman di bawah kedalaman 500 meter, sangat kecil dan dapat dikatakan sebagai kedalaman homogen. Pada kedalaman 1500 meter, selisih densitas sangat kecil atau hampir sama pada setiap staiun.

Dari hasil yang diperoleh bahwa rataan kedalaman dinamik di permukaan berkisar 2.23 dyn.m sampai nilai nya 0 dyn.m pada kedalaman 1500 m. Pada setiap kedalaman nilai kedalaman dinamiknya semakin berkurang sampai mencapai paparan acuan (level of no motion). Pada kedalaman 600-700 m kedalaman dinamiknya berkisar 0.63 dyn.m Pada kedalaman 1400 m kedalaman dinamiknya sudah berkurang sangat jauh berkisar 0,064 dyn.m.

(11)

11 DAFTAR PUSTAKA

Bearman. G. Editor. Ocean Circulation , The Open University, England, 1993.

Bureau of technical supervision of the P.R of China. 1992. The Specification for Oceanographic Survey, Oceanographic Survey Data Processing (GB/T 12763.7—91). Standards press of China.P. 68-70

Bray, N.A., S.E. Wijffels, J.C. Chong, M. Fieux, S. Hautala, G. Meyers, W.M.L. Morawitz, Characteristicso f the Indo-Pacific throughflowi n the eastern Indian Ocean, Geophys. Res. Lea., 24: 21, 2569-2572, 1997.

Church J. A., Bethoux J.P. Theocharis A. 1998. Semienclosed Seas, Islands and Australia. Dalam: The Global Coastal Ocean - Regional Studies and Syntheses. Brink K. H., Robinson A. R. : UNESCO/IOC.pp 79-104

Emery, J. 2001. Water Types and Water Masses. Dalam: Encyclopedia of Ocean Sciences Elements of Physical Oceanography. Thorpe, A.S. :Elsevier. pp 523-531

Hadi, S. dan I.M. Radjawane. 2009. Arus laut. Diktat kuliah. Prodi Oseano-grafi, ITB. 164hlm.

King, C. A. M. 1963. An Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book Company, Inc. San Francisco. New York.

Neumann, G. dan W. J. Pierson Jr. 1966. Principle of Physical Oceanography. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliff. 545p

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Pickard, G.L. and W.J. Emery. 1990. Descriptive Physcal Oceanography : An Introduction 5th (SI) Enlarged Edition. Pergamon Press. Oxford. 336 p.

Pond, S dan G.L Pickard. 1983. Introductory dynamical Oceanography. Second edition. New York: Pergamon Press

Purba, M., 2007. Dinamika Perairan Selatan Pulau jawa – P. Sumbawa Saat Munsoon Tengara.

Torani, Vol 17(2) Edisi Juni 2007 : 140-150. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. IPB. Soeriaatmadja E. 1970. The Coastal Current South of Java. Mar. Res. Ind 3: 41-55.

Stewart, R. H. 2003. Introduction to Physical Oceanography, pdf version. Dept. of Oceanography. Texas A & M University.

Tangdong Qu, Meyers G. 2005. Seasonal Characteristic of Circulation in the Southeastern Tropical Indian Ocean. Notes and Correspondence. Pp 255-267

Tomczcak, M dan Godfrey, J.S., 1994. Regional Oceanography; An Introduction. Pergamon. Unesco 1983. Algorithms for computation of fundamental properties of seawater, 1983. _Unesco

Tech. Pap. in Mar. Sci._, No. 44, 53 pp.

Gambar

Tabel 1. Koordinat ke-4 stasiun
Gambar 2. Sebaran Suhu Menegak (a) dan Melintang (b)
Gambar 3. Sebaran Salinitas Menegak (a) dan Melintang (b)
Gambar 4. Sebaran Potential Density Anomaly (t) Menegak (a) dan Melintang (b)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan yag tidak sehat itu bisa berupa sikap orangtua yang keras/kasar, kurang kasih sayang atau kurang perhatian untuk memberikan latihan dan contoh

On this medium, the cultures of Fusarium isolates showed varied colony morphology from smooth, thin, and cream colored colonies to thick, pink colored colonies

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan khususnya ilmu biomedik (KIA) tentang hubungan nikotin dengan kadar hormon prolaktin pada ibu postpartum perokok pasif.

Hasil survei yang dilakukan oleh Sumarti dkk (2007) terkait dengan pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan di dua kabupaten menunjukan bahwa perempuan memiliki

Hasil penelitian implementasi kebijakan pemberian bantuan dana hibah kepada organisasi keagamaan untuk membangun atau merenovasi rumah ibadah diantaranya kebijakan pemberian

Pimpinan unit kerja (min.eselon II yg membidangi pengelolaan kepegawaian) melaporkan perkembangan dan hasil kegiatan penataan pegawai kpd Mendikbud melalui Sekjen paling lambat 2

Sehubungan dengan Pelelangan di atas, dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Kelompok Kerja II Konstruksi Unit Layanan Pengadaan Kabupaten

1) Melaui metode sistem regu ( team teaching ) ini banyak menguntungkan,karena interaksi mengajar akan lebih lancar. 2) Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap