MAKALAH
ILMU UKUR WILAYAH
Persyaratan Poligon Sempurna
Penyusun:
1. Indra Perdana 240110080047 2. Rizki Guntur P. 240110080046
TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
PENDAHULUAN
I.Latar Belakang
Ilmu ukur tanah adalah ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi permukaan bentuk bumi baik unsure alam maupun unsure buatan manusia pada bidang datar dengan cakupan ½o x ½o atau 55 km x 55 km. ilmu ukur tanah merupakan bgian dari ilmu geodesi, ilmu ukur tanah dinamakan juga (plan Surveying). Ilmu geodesi adalah ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi babik unsure alam maupun unsure buatan manusia yang memperhatikan kelengkungan bumi atau cakupan wilayah lebih dari ½o x ½o atau 55 km x 55 km. Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan di cari koordinatnya terletak memanjang sehingga tnernbentuk segi banyak (poligon). Pengukuran dan Pemetaan Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris (X,Y) titik-titik pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung arti salah satu metode penentuan titik diantara beberapa metode penentuan titik yang lain. Untuk daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan pilihan yang sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diti dengan keadaan daerah/lapangan. Enentuan koordinat titik dengan cara poligon ini membutuhkan,
II.Tujuan
Mengetahui pengukuran polygon sempurna
Mengeahui persyaratan polygon sempurna
Dapat menggambarkan polygon sempurna
Dapat membedakan atau membagi polygon menurut jenisnya
Ilmu ukur tanah adalah ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi permukaan bentuk bumi baik unsure alam maupun unsure buatan manusia pada bidang datar dengan cakupan ½o x ½o atau 55 km x 55 km. ilmu ukur tanah merupakan bgian dari ilmu geodesi, ilmu ukur tanah dinamakan juga (plan
Surveying).
Ilmu geodesi adalah ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi babik unsure alam maupun unsure buatan manusia yang memperhatikan kelengkungan bumi atau cakupan wilayah lebih dari ½o x ½o atau 55 km x 55 km.
Pekerjaan-pekerjaan pada ilmu ukur tanah terdiri dari : 1. Pengukuran Kerangka dasar Vertikal (KDV) 2. Pengukuran Kerangka dasar Horizontal (KDH) 3. Pengukuran titik Detail
Pengukuran KDV dapat terdiri dari :
a. Pengukuran sipat datar => alat yang digunakan Water pass b. Pengukuran trigonometric => Theodolit
c. Pengukuran barometris => Barometer
Pengukuran kerangka dasar Horizontal (polygon)
• Polygon visual : 1. Polygon terbuka 2. Polygon tertutup
1. Polygon terikat sempurna => a. terikat sudut b. terikat koordinat
2. Polygon terikat sebagian => polygon terikat sudut saja atau koordinat saja. 3. Polygon tidak terikat
• Triangulasi jaring-jaring yang di ukur sudut-sudutnya saja.
• Trilaterasi jaring-jaring yang di ukur sisi-sisinya saja
• Triangulaterasi jaring-jaring yang dapat diukur sudut dan sisi-sisinya. a) Chain survey
Offset Survey
Teknik ini dapat digunakan bila kondisi objek atau situs relatif lurus, seperti parit dan pematang, atau dapat pula digunakan pada objek survei yang berukuran kecil dan bentuknya tidak beraturan, seperti sebaran artefak paleolitik atau sebaran artefak di situs bengkel neolitik. Teknik ini dapat pula dipakai untuk membuat layout kotak-kotak untuk ekskavasi, atau untuk mencatat indikasi permukaan tanah dan kegiatan pengoleksian artefak.
Langkah-langkah (lihat Farrington 1997):
Pilih titik awal untuk melakukan survei - disebut sebagai titik (stasiun) A _ pada jarak 3-15 m dari titik sudut terluar dari suatu situs. Tandai stasiun A dengan tongkat. Tariklah baseline dari stasiun A ke stasiun B. Baseline ini usahakan untuk sejajar dengan axis situs atau objek. Stasiun B juga harus berada pada jarak yang cukup jauh dari sudut luar lain dari suatu situs. Tandai pula stasiun B dengan tongkat.
Catatan: bila situs atau objek survei itu panjang dan berbentuk kurva, maka perlu dibuat baseline kedua dari stasiun B ke stasiun C Ukur dan catat panjang baseline. Panjang baseline biasanya sama dengan panjang maksimum suatu rol meter.
Berdirilah sejauh 5 m di belakang stasiun A dan tembak stasiun B dengan kompas, catat posisinya dalam derajat.
(1) Perpendicular Offset
Pada dasarnya metode ini digunakan untuk mencatat posisi tiap titik (gejala) yang sudah dicatat pada sket (lihat gambar II.1) terhadap baseline. Langkah-langkahnya dapat diuraikan sebagai berikut:
Letakkan rol meter di sepanjang baseline. Berjalanlah di sepanjang baseline dari stasiun A menuju ke stasiun B sampai titik 1 berada tegak lurus baseline. Untuk memperoleh perpotongan yang tegak lurus antara kedua garis tersebut, dapat digunakan penggaris siku, rumus Trigonometri, kompas, atau dengan perkiraan saja. Tandai titik perpotongan tadi (tanda X) dengan patok. Ukurlah jarak antara stasiun A dengan titik X dan dari titik X ke titik 1. Catatlah hasil pengukuran tersebut di dalam buku catatan lapangan Lakukan hal yang sama untuk titik-titik yang lain, sesuai nomor urut yang telah ditentukan.
(2) Intersection
Metode ini cocok untuk diterapkan pada titik (gejala) yang letaknya saling berjauhan (lebih dari 10 m). Dalam metode ini, titik (gejala) yang disurvei dapat diplot melalui pengukuran dari stasiun A dan B yang lokasinya tetap. Jarak stasiun A dan B haruslah cukup jauh dari objek survei. Pengukuran dapat dilakukan dengan atau pun tanpa kompas (lihat gambar II.3, II.4). Dalam survei tanpa kompas, alat utama yang digunakan adalah rol meter.
sebagai berikut. Tempatkan ujung sebuah rol meter di stasiun A, dan sebuah lagi di stasiun B Ukurlah jarak tiap-tiap titik (gejala) dari kedua stasiun. Teknik ini mempunyai keterbatasan pada pengontrolan besar sudut yang diperoleh dari hasil pengukuran dari kedua stasiun.
b) Theodolite Survey
Teodolit merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputar-putar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997).
Teleskop pada teodolit dilengkapi dengan garis vertikal, stadia tengah, stadia atas dan bawah, sehingga efektif untuk digunakan dalam tacheometri, sehingga jarak dan tinggi relatif dapat dihitung. Dengan pengukuran sudut yang demikian bagus, maka ketepatan pengukuran yang diperoleh dapat mencapai 1 cm dalam 10 km. Pada saat ini teodolit sudah diperbaiki dengan menambahkan suatu komponen elektronik. Komponen ini akan menembakkan beam ke objek yang direfleksikan kembali ke mesin melalui cermin. Dengan menggunakan komponen tersebut pengukuran jarak dan tinggi relatif hanya berlangsung beberapa detik saja. Bila komponen tersebut ditempatkan pada bagian atas teodolit, maka disebut Electronic Distance Measurers (EDM), namun bila merupakan satu unit tersendiri maka disebut Total Stations (Farrington 1997). Survei dengan menggunakan teodolit dilakukan bila situs yang akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington 1997). Alat-alat yang diperlukan: sebuah teodolit, tripod, levelling stave, buku catatan, pensil, patok berbendera untuk menandai situs. Cara pembacaan sudut berbeda antara satu tipe teodolit dengan tipe yang lain. Tiap teodolit mempunyai sebuah skala vernier.