• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENGEN DALIAN MANAJEMEN BENCHMARKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SISTEM PENGEN DALIAN MANAJEMEN BENCHMARKI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

BENCHMARKING

KELOMPOK 4

DISUSUN OLEH

:

PRIANANDA SANDITYA R.

(C1F015069)

KRISTIAN DANANG P

(C1F015078)

M. RIFQY NURFAUZAN A.

(C1F015085)

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Sejarah Benchmarking

Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada mulanya konsep benchmarking berkembang di bidang perindustrian. Awal tahun 1950-an banyak pengusaha Jepang mengunjungi beberapa perusahan di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa barat. Tujuan kunjungan mereka adalah berusaha mendapatkan dua masukan, yaitu teknologi dan penerapan bisnis atau praktik baik. Masukan itu dikemas dalam bentuk perjanjian kerja.

Dari tahun 1952 hingga tahun 1984 tidak kurang dari 42.000 perjanjian kerja telah ditandatangani. Hampir semua perjanjian itu berkisar tentang alih teknologi terbaik dan “segala sesuatu” (know-how) yang dimiliki negara barat. Jepang menggunakan proses “mengambil dan memanfaatkan” untuk kemajuan industrinya. Pada tahun 1960-an industri-industri Jepang telah menyamai industri-industri barat. Keberhasilan Jepang dalam menggunakan teknologi barat untuk melakukan benchmarking terhadap kinerja mereka sendiri, merupakan bukti reputasi mereka di dalam kancah perdagangan.

Istilah benchmarking baru muncul pada permulaan tahun 1980-an dan menjadi tren dalam manajemen sebagai alat untuk meningkatkan kinerja perusahaan pada tahun 1990-an. Bahkan pada tahun 1990 separuh dari perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam Fortune 500 menggunakan teknik benchmarking. Benchmarking adalah pendekatan yang secara terus menerus mengukur dan membandingkan produk barang dan jasa, dan proses - proses dan praktik-praktiknya terhadap standar ketat yang ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang dianggap unggul dalam bidang tersebut.

Benchmarking adalah suatu proses yang biasa digunakan dalam manajemen atau umumnya manajemen strategis, dimana suatu unit/bagian/organisasi mengukur dan membandingkan kinerjanya terhadap aktivitas atau kegiatan serupa unit/bagian/organisasi lain yang sejenis baik secara internal maupun eksternal. Dari hasil benchmarking, suatu organisasi dapat memperoleh gambaran dalam (insight) mengenai kondisi kinerja organisasi sehingga dapat mengadopsi best practice untuk meraih sasaran yang diinginkan

(3)

belajar dan penetapan tujuan manajemen yang baru berdasar pada pengalaman dan praktek baik yang ada pada perusahaan pesaing yang diakui terbaik dalam bidangnya.

Benchmarking adalah alat bantu untuk memperbaiki kualitas dengan aliansi antar partner untuk berbagi informasi dalam proses dan pengkuruan yang akan menstimulasi praktek inovatif dan pemperbaiki kinerja. Dalam aktivitas ini akan dapat ditemukan dan diterapkan praktek terbaik yang mempercepat laju perbaikan dengan memberikan model nyata dan merealisasikan perbaikan tujuan; sehingga praktek baik ini akan mendorong proses yang bersifat positif, proaktif, terstruktur yang mempengaruhi perubahan operasi organisasi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defnisi Benchmarking

Ada berbagai jenis pengertian benchmarking diantaranya:

 Gregory H. Watson, mengartikan benchmarking sebagai pencarian secara berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul.

 David Kearns (CEO dari Xerox), mengartikan benchmarking sebagai suatu proses pengukuran terus-menerus atas produk, jasa dan tata cara yang dilakukan sebuah perusahaan terhadap pesaing yang terkuat atau badan usaha lain yang dikenal sebagai yang terbaik.

 IBM, mengartikan benchmarking merupakan suatu proses terus-menerus untuk menganalisis tata cara terbaik di dunia dengan maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan dengan prestasi dunia.

 Teddy Pawitra, mengartikan benchmarking sebagai suatu proses belajar yang berlangsung secara sisitematis dan terus-menerus dimana setiap bagian dari suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang terbaik atau pesaing yang paling unggul.

 Goetsch dan Davis, mengartikan benchmarking sebagai proses pembanding dan pengukuran operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar industri.

(4)

Dan ada pula yang mengartikan Benchmark adalah proses membandingkan kinerja proses bisnis dan metrik termasuk biaya, siklus waktu, produktivitas, atau kualitas yang lain secara luas dianggap sebagai tolok ukur standar industri atau praktik terbaik. Pada dasarnya, Benchmark menyediakan sebuah snapshot dari kinerja bisnis Anda dan membantu Anda memahami di mana Anda berada dalam kaitannya dengan standar tertentu.

Dari berbagai defnisi yang ada dapat disimpulkan bahwa benchmarking merupakan suatu proses belajar yang berlangsung secara sistematik dan terus-menerus atas produk atau jasa dan tatacara suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang terbaik atau pesaing yang paling unggul, dengan maksud menciptakan dan mencapai sasaran dan tujuan dengan prestasi kelas dunia.

B. Asas Benchmarking

Menurut Pawitra (1994, p.12), beberapa azas dari benchmarking, yaitu:

 Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya.

 Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa, menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang tentang praktik dan hasil dari perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada.

 Praktik benchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll

 Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan, pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di-benchmarking-kan, pemahaman dari organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok, dan kemampuan untuk melaksanakan apa yang ditemukan dalam praktik bisnis.

C. Metode Benchmarking

Proses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang paling terkenal dan banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang diperkenalkan oleh Robert Camp. Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode 12 tersebut bias diringkas menjadi 6 bagian utama yakni :

(5)

 Identifkasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktiftas/usaha serupa. Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan sukarela di perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang memiliki informasi turnover karyawan sukarela.

 Identifkasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa. Anda bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah fnansial yang mana industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.

 Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang dilakukan.Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan sesuai problem yang diidentifkasi di langkah awal.

 Kunjungi ’best practice’ perusahaan untuk mengidentifkasi area kunci praktek usaha. Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam suatu konsorsium dan membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut.

 Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya. Setelah mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan metode/teknik cara pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan laksanakan program aksi untuk implementasinya.

D. Manfaat Benchmarking

Secara umum manfaat yang diperoleh dari benchmarking dapat dikelompokkan menjadi (Ross, 1994 pp.239-240) :

 Perubahan Budaya

Memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target kinerja baru yang realisitis berperan menyakinkan setiap orang dalam organisasi dan kredibilitas target.

 Perbaikan Kinerja

Membantu perusahan mengetahui adanya gap-gap tertentu dalam kinerja dan untuk memilih proses yang akan diperbaiki.

 Peningkatan kemampuan sumber daya manusia

Memberikan dasar bagi pelatihan Karyawan menyadari adanya gap antara yang mereka kerjakan dengan apa yang dikerjakan karyawan lain diperusahaan lain. Meningkatkan keterlibatan karyawan dalam memecahkan permasalahan sehingga karyawan mengalami peningkatan kemampuan dan keterampilan

E. Dasar pemikiran perlunya benchmarking

(6)

membuatnya sebagai referensi (Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini dilandasi oleh kerjasama antar dua buah institusi (perusahaan) untuk saling menukar informasi dan pengalaman yang sama-sama dibutuhkan.

Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat yang menuntut kesiapan “fsik” dan “mental” pelakunya. Secara “fsik” , karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara “mental” adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Pada titik ini sangat terbuka kemungkinan terjadinya merjer atau akusisi, sehingga memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan.

Ki Hadjar Dewantara beberapa puluh tahun lalu, diinisiasi telah mengemukakan konsep benchmarking dalam bentuk “sederhana”. Konsep yang diajukan dengan bahasa Jawa itu, adalah 3N, yaitu:

 Niteni ‘memperhatikan dengan seksama

 Niru ‘mencontoh/memanfaatkan

 Nambahi ‘mengadaptasi/ memperbaiki/menyempurnakan

Ungkapan tersebut menegaskan bahwa benchmarking tidak hanya sekadar memindahkan sistem dari satu institusi ke institusi lain, tetapi diperlukan upaya kreatif dan inovatif sesuai dengan kondisi, budaya, dan kemampuan. Sementara itu, institusi yang dijadikan acuan pembanding akan terdorong untuk melakukan perbaikan, pengelolaan dan meningkatkan standar mutu Dalam rangka peningkatan mutu secara berkelanjutan, suatu institusi perlu menetapkan standar baru yang lebih tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan benchmarking sebagai inspirasi atau cita-cita.

Evaluasi diri adalah usaha untuk mengetahui kondisi nyata dari sebuah proses. Evaluasi diri harus memuat informasi yang sahih (valid) dan terpercaya (reliability). Di atas dua prinsip di atas, terdapat nilai-nilai yang melandasi pelaksanaan evaluasi, yakni objektivitas (objectivity) dan kejujuran (honesty). Dengan evaluasi diri akan diketahui kondisi objektif sebuah institusi (perusahan/ PT) dan sekaligus dapat ditentukan pengembangan serta peningkatannya pada masa berikutnya.

Selain benchmarking dan masukan internal, diperlukan juga masukan dari stakeholders agar ada relevansi produk dengan stakeholders. Dorongan untuk melakukan benchmarking banyak ditentukan oleh faktor kepuasan stakeholders. Kepuasan stakeholders adalah tingkat perasaan seseorang/pengguna setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Semakin banyaknya perguruan tinggi misalnya, membuat stakeholders mengetahui dan meminta standar mutu dan pelayanan yang lebih baik. Kepuasan pelanggan pun semakin lama semakin meningkat. Kegiatan benchmarking pun juga harus dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga akan tercapai continuous quality improvement (CQI).

(7)

Menurut Watson, konsep benchmarking sebenarnya telah mengalami setidaknya lima generasi, yaitu :

 Reverse Engineering

Dalam tahap ini dilakukan perbandingan karakteristik produk, fungsi produk dan kinerja terhadap produk sejenis dari pesaing. Tahap ini tidak melibatkan proses patok duga untuk bisnis, dan cenderung berorientasi teknis, dengan pendekatan rekayasa produk termasuk membedah karateristik produk

 Competitive Benchmarking

Selain melakukan benchmarking terhadap karakteristik produk, juga melakukan patok duga terhadap proses yang memungkinkan produk yang dihasilkan adalah produk unggul. Generasi kedua ini berlangsung sekitar tahun 1976-1986.

 Process Benchmarking

Konsep ini tidak hanya membatasi lingkupnya pada proses bisnis pesaing, tetapi memiliki cakupan yang lebih luas dengan anggapan dasar bahwa beberapa proses bisnis perusahaan terkemuka yang sukses memiliki kemiripan dengan perusahaan yang akan melakukan benchmarking.

 Strategic Benchmarking

Merupakan suatu proses yang sistematis untuk mengevaluasi alternatif, implementasi strategi bisnis dan memperbaiki kinerja dengan memahami dan mengadaptasi strategi yang telah berhasil dilakukan oleh mitra eksternal yang telah berpartisipasi dalam aliansi bisnis. Dalam konsep ini dibahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan arah strategis jangka panjang.

 Global Benchmarking

Generasi ini mencakup semua generasi yang sebelumnya dengan tambahan bahwa cakupan geografsnya sudah mengglobal dengan membandingkan terhadap mitra global maupun pesaing global. Pengklasifkasian menjadi lima generasi tersebut menurut Tjiptono (2003: 237) tidak berarti bahwa generasi-generasi terdahulu sudah tidak berlaku lagi. Pada praktiknya, kelima konsep tersebut masih berlaku hingga saat ini.

G. Jenis-jenis benchmarking

Jenis-jenis Patok Duga yang dikenal adalah:

 Benchmarking Internal

Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan operasi suatu bagian dengan bagian internal lainnya dalam suatu organisasi, seperti kinerja setiap departemen, divisi, dan cabang.

 Benchmarking kompetitif

(8)

 Benchmarking Fungsional

Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan perbandingan fungsi atau proses dari perusahaan-perusahaan yang berada di berbagai industri.

 Benchmarking Generik

Patok duga generik merupakan perbandingan pada proses bisnis fundamental yang cenderung sama di setiap industri atau perusahaan, seperti penerimaan pesanan, dan pengembangan strategi. Dalam hal-hal tersebut dapat diadakan patok duga meskipun perusahaan itu berada di bidang industri yang berbeda.

H. Proses Benchmarking

Proses benchmarking di dalam bisnis harus didasarkan pada konsep 5W2H yang dikembangkan oleh Alan Robinson. Konsep ini ditujukan untuk menjawab 7 pertanyaa. Lima pertanyaan ini diawali dengan huruf w, yaitu who, what, when, where dan why) dan sisa kedua pertanyaan diawali dengan huruf h, yaitu how dan how much. Konsep 5W2H merupakan langkah awal yang baik karena memfokuskan para partisipan dalam proses benchmarking agar menjadi “mur dan baut” atau pengintegrasi utama dalam pelaksanaannya. Jika perusahaan inisiator mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada 5W2H tersebut pada akhir proses benchmarking, maka informasi akan membantu perusahaan, misalnya, memperbaiki dan meningkatkan pelayanannya terhadap kepuasaan konsumen.

Empat cara yang dapat digunakan dalam melakukan benchmarking, adalah :

 Riset in-house

Melakukan penilaian terhadap informasi dalam perusahaan sendiri maupun informasi yang ada di public.

 Riset Pihak Ketiga

Membiayai kegiatan benchmarking yang akan dilakukan oleh perusahaan surveyor.

 Pertukaran Langsung

Pertukaran informasi secara langsung dapat dilakukan melalui kuesioner, survei melalui telepon, dll

 Kunjungan Langsung

Melakukan kunjungan ke lokasi mitra benchmarking (cara ini dianggap yang paling efektif).

Proses Benchmarking terdiri atas lima tahap yaitu:

 Keputusan mengenai apa yang akan di benchmarking;

 Identifkasi mitra benchmarking;

 Pengumpulan informasi;

 Analisis; dan

(9)

Kemudian oleh Goetsch dan Davis (1994, pp.416-423) diperinci menjadi 14 langkah, yaitu :

 Komitmen manajemen.

Mandat dan komitmen dari pihak manajemen puncak sangat penting, karena benchmarking akan melakukan perbaikan atau perubahan yang tidak mudah serta membutuhkan dana dan waktu yang cukup besar.

 Basis pada proses perusahaan itu sendiri.

Sebelum perbaikan dilakukan, proses dan aspek-aspek yang telah ada harus dipahami karena inilah yang akan dibandingkan.

 Identifkasi dan dokumentasi setiap kekuatan dan kelemahan proses perusahaan.

Dalam benchmarking setiap pihak membutuhkan informasi tentang proses untuk diperbandingkan.

 Pemilihan proses yang akan di-benchmarking.

Yang dapat dijadikan obyek benchmarking adalah setiap perilaku dan kinerja perusahaan (antara lain: barang, jasa, proses, operasi, staf, biaya, modal atau sistem pendukung, dsb) yang dipilih yang benar-benar menjadi kelemahan atau diinginkan diubah, selainnya dimasukan sebagai program perbaikan berkesinambungan.

 Pembentukan tim benchmarking.

Sebaiknya tim terdiri dari unsur pihak yang memahami perbedaan proses yang dimiliki perusahaan dengan mitra benchmarking, pihak manajemen, dan pihak yang mampu melaksanakan penelitian.

 Penelitian terhadap obyek yang terbaik di kelasnya.

Mitra benchmarking tidak hanya berasal dalam satu industri, tetapi bias berasal dari industri yang berlainan, yang terbaik di kelasnya dan bersedia menjadi mitra benchmarking.

 Pemilihan calon mitra benchmarking yang terbaik dikelasnya.

Tim benchmarking harus menentukan mitra yang paling tepat untuk dipilih dengan mempertimbangkan faktor lokasi calon mitra dan merupakan pesaing atau bukan.

 Mencapai kesepakatan dengan mitra benchmarking.

Jika mitra sudah ditentukan, perusahaan akan menghubungi untuk mencari kesepakatan mengenai aktivitas benchmarking.

 Pengumpulan data.

Setelah ada kesepakatan kedua belah pihak, tim melakukan pengamatan, pengumpulan data, dan dokumentasi yang berkaitan dengan proses (kunci sukses) mitra benchmarking, antara lain melalui wawancara langsung, survei telpon atau surat, dsb.

 Analisis data dan penentuan gap.

(10)

 Perencanaan tindakan untuk mengurangi kesenjangan yang ada atau bahkan mengunggulinya.

Untuk mengimplementasikan proses baru diperlukan perencanaan, pelatihan, dan memperhatikan bahwa tujuan benchmarking bukan sekedar meniru melainkan mengunguli kinerja proses benchmarking tersebut.

 Implementasi perubahan.

Dengan diterapkan prosedur baru, pada awal perubahan belum sesuai dengan benchmarking, untuk itu perlu waktu untuk bisa menjadi kebiasaan.

 Pemantauan.

Kinerja perusahaan akan meningkat dengan perbaikan yang berkesinambungan serta dilakukan kegiatan pemantauan.

 Memperbaharui benchmarking.

Mitra benchmarking yang menjadi terbaik di kelasnya akan selalu mengembangkan diri dan memperbaiki prosesnya, oleh karena itu perusahaan harus pula memperbaharui benchmarking secara berkesinambungan.

I. Biaya-Biaya Benchmarking

Benchmark adalah proses yang cukup mahal, tetapi kebanyakan organisasi menemukan bahwa lebih dari membayar untuk dirinya sendiri. Ada tiga jenis biaya yaitu:

 Biaya Kunjungan

Ini termasuk kamar hotel, biaya perjalanan, makanan, sebuah token hadiah, dan kehilangan waktu kerja.

 Biaya Waktu

Anggota tim pembandingan akan menginvestasikan waktu dalam meneliti masalah, menemukan perusahaan yang luar biasa untuk belajar, kunjungan, dan implementasi. Ini akan membawa mereka pergi dari tugas rutin mereka untuk menjadi bagian dari setiap hari, sehingga staf tambahan mungkin diperlukan.

 Biaya Benchmark Database

Organisasi yang melembagakan pembandingan ke prosedur sehari-hari mereka merasa berguna untuk membuat dan mengelola database praktik terbaik dan perusahaan yang terkait dengan setiap praktik terbaik sekarang.

Biaya benchmark secara substansial dapat dikurangi melalui internet memanfaatkan sumber daya yang banyak bermunculan selama beberapa tahun terakhir. Ini bertujuan untuk menangkap standar dan praktik terbaik dari organisasi-organisasi, sektor bisnis dan negara-negara untuk membuat proses pembandingan lebih cepat dan lebih murah.

(11)

Beberapa prasyarat benchmarking antara lain:

 Kemauan dan Komitmen

 Keterkaitan Tujuan Strategik

 Tujuan Untuk Menjadi Terbaik, Bukan Hanya Untuk Perbaikan

 Keterbukaan Terhadap Ide-Ide

 Pemahaman Terhadap Proses, Produk dan Jasa Yang Ada

 Proses Terdokumentasi, karena :

o Semua orang yang berhubugan dengan suatu proses harus memiliki pemahaman yang sama terhadap proses yang bersangkutan.

o Dokumentasi sebelum adanya perubahan berguna dalam pengukuran peningkatan kinerja setelah dilaksanakannya benchmarking.

o Mitra benchmarking belum tentu akrab dengan proses yang dimiliki suatu organisasi.

 Ketrampilan Analisis Proses

 Ketrampilan Riset,Komunikasi dan Pembentukan Tim

K. Hambatan–Hambatan Terhadap Kesuksesan Benchmarking

 Fokus Internal

Organisasi terlalu berfokus internal dan mengabaikan kenyatan bahwa proses yang terbaik dalam kelasnya dapat menghasilkan efsiensi yang jauh lebih tinggi, maka visi organisasi menjadi sempit.

 Tujuan Benchmarking Terlalu Luas

Benchmarking membutuhkan tujuan yang lebih spesifk dan berorientasi pada bagaimana (proses), bukan pada apa (hasil)

 Skedul Yang tidak realistis.

Benchmarking membutuhkan kesabaran, karena merupakan proses keterlibatan yang membutuhkan waktu. Sedangkan skedul yang terlampau lama juga tidak baik, karena mungkin ada yang salah dalam pelaksanaannnya.

 Komposisi Tim Yang Kurang Tepat

Perlu pelibatan terhadap orang-orang yang berhubungan dan menjalankan proses organisasi sehari-hari dalam pelaksanaan benchmarking

 Bersedia Menerima “OK-in-Class”

Seringkali organisasi bersedia memilih mitra yang bukan terbaik dalam kelasnya. Hal ini dikarenakan : Yang terbaik di kelasnya. tidak berminat untuk berpartisipasi, Riset mengidentifkasi mitra yang keliru, Perusahaan benchmarking malas berusaha dan hanya memilih mitra yang lokasinya dekat.

 Penekanan Yang Tidak Tepat

Tim terlalu memaksakan aspek pengumpulan dan jumlah data. Padahal aspek yang paling penting adalah poses itu sendiri.

(12)

MitraBenchmarking memberikan akses untuk mengamati prosesnya dan juga menyediakan waktu dan personilnya kuncinya untuk membantu proses benchmaking kepada organisasi sehingga mereka harus dihormati dan dihargai.

 Dukungan Manajemen Puncak Yang Terbatas

Dukungan total dari manajemen puncak dibutuhkan untuk memulai benchmarking, membantu tahap persiapan dan menjamin tercapainya manfaat yang dijanjikan.

L. Beberapa Kendala dalam Benchmarking

Berhubung proses identifkasi dan transfer praktek bisnis cenderung memakan waktu (time consuming, maka kendala yang terutama dalam melakukan benchmarking adalah kurangnya motivasi untuk mengadopsi praktek bisnis, kurangnya informasi yang memadai mengenai cara adaptasi dan penggunaannya secara efektif dan kurangnya kapasitas (sumberdaya ataupun keterampilan) dalam penyerapan praktek bisnis Kebanyakan orang mempunyai kecenderungan untuk belajar, membagi pengalaman, dan bertindak lebih baik. Kecenderungan ini dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural, budaya yang berpengaruh negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain:

 Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan sendiri, sehingga kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang masing-masing unit.

 Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan disbanding budaya membagi keahlian.

 Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu organisasi.

 Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk melakukan knowledge sharing atau keterampilan

Faktor-faktor budaya yang menghambat proses knowledge sharing yaitu:

 Kurangnya kepercayaan

 Perbedaan budaya, kosa kata, dan kerangka berpikir

 Kurangnya sarana baik waktu, tempat pertemuan, kesempatan untuk menampung ide-ide yang menunjang produktivitas

 Penghargaan atau status tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark.

 Kurangnya kapasitas untuk menyerap pengetahuan

 Kepercayaan bahwa pengetahuan tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark, atau sindrom “bukan hasil karya unit kami”

(13)

BAB III KESIMPULAN

Dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan “Fisik” dan “Mental”. Secara “Fisik” karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara “Mental” Adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi.Maka dapat disimpulkan beberapa hal yang harus diketahui oleh perusahaan maupun mereka yang berkecimpung dalam dunia bisnis bahwa:

Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya.

Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahaan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terus-menerus, jangka panjang tentang praktik dan hasil dari perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

http://yusransorumba.blogspot.co.id/2013/12/makalah-benchmarking.html

http://jasapembuatanweb.co.id/artikel-ilmiah/sejarah-ringkas-kemunculan-benchmarking

http://agungbudiawan6hmbhi.blogspot.co.id/

Soewarso Hardjosoedarmo, Total quality management, Andi, 2004

Sri Untari, Patok Duga Sebagai Instrumen Perbaikan Kinerja Perusahaan, Gema Stikubank, Desember 1996

Jenny Waller and Derek Allen, The T.Q.M. Toolkit: A Guide to Practical Techniques for Total Quality

Referensi

Dokumen terkait

Melaksanakan  Algoritma  berarti  mengerjakan  langkah‐langkah  di  dalam  Algoritma  tersebut.  Pemroses  mengerjakan  proses  sesuai  dengan  algoritma  yang 

Tetapi hasil penelitian di atas bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Utamie (2009) dan Warsidi (2004) dimana dalam hasil penelitiannya

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Kadar air tanah (ω) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air () dengan berat butiran padat () dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan

• Rupiah ditutup pada harga Rp 14.216 per dollar AS pada penutupan perdagangan hari Selasa (01/10) atau mengalami depresiasi sebesar -0,15% dari penutupan pasar sebelumnya

Alternatif kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah setempat dalam penge- lolaan perikanan budidaya di Danau Maninjau adalah kebijakan yang mengarah kepada

!ata dan informasi yang dikumpullkan selama audit lingkungan akan mencakup tata laksana audit, dokumentasi yang diberikan oleh pemilik usaha atau kegiatan, catatan dan

• Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah untuk memperpanjang daya awet produk pangan yang