• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI MODEL KONSEP KURIKULUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB VI MODEL KONSEP KURIKULUM"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

MODEL KONSEP KURIKULUM

A. Kurikulum Subjek Akademik 1. Konsep Dasar Kurikulum

Menurut Sukmadinata (2005: 81) model kurikulum subyek akademis adalah tipe kurikulum tertua yang bersumber dari pendidikan klasik berorientasi pada masa lalu dimana kurikulum dipandang sebagai proses untuk memperdalam ilmu pengetahuan, proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik tergantung kepada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut. Kurikulum subyek akademis lebih mengutamakan isi pendidikan, isi pendidikan diambil dari disiplin-disiplin ilmu. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya menjadi lebih bersifat intelektual.

Jadi kurikulum subjek akademis adalah kurikulum yang berorientasi pada masa lalu dan peserta didiknya tergantung kepada segi apa yang di ajarkan oleh pendidiknya, karena kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan.

Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (peranialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih lebih mengutamakan isi pendidikan. Isi pendidikan pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual. Pada kurikulum subjek akademis tidak hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut, (Hamalik, 2007: 95).

Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum subjek akademis, yaitu:

a. Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan, yaitu murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekedar mengingatmya

b. Studi yang bersifat intergatif, pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komperhensif–terpadu. Mereka mengembangkan suatu model kurikulum yang terintegrasi. Ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan yaitu:

1) Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying theme) yang dapat terdiri atas suatu proses kerja ilmu, fenomena alam, atau masalah social yang membutuhkan pemecahan secara ilmiah

(2)

4) Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu social dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan, (Sukmadinata, 2005: 82-84).

2. Karakteristik Kurikulum Subjek Akademis a. Tujuan Kurikulum Subjek Akademis

Menurut Sukmadinata (2005: 84) tujuan kurikulum subjek akademik adalah memberikan pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian dengan menjadikan para siswa berpengetahuan di dalam berbagai disiplin ilmu, diharapkan para siswa memiliki konsep dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat. Sekolah harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk merealisasikan kemampuan menguasai warisan budaya. b. Metode Pembelajaran

Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum subjek akademis adalah pameran (eksposisi) dan inkuiri. Ide-ide yang diberikan oleh guru lalu dielaborasi oleh peserta didik sehingga dapat mereka kuasai. Dalam disiplin ilmu yang diberikan dicari berbagai masalah yang penting, kemudian dirumuskan dan dicari pemecahannya, (Ansyar, 1991: 120).

c. Organisasi Kurikulum

Menurut Sukmadinata (2005: 84-85) organisasi kurikulum subjek akademis memiliki pola organisasi isi (materi pelajaran). Pola-pola organisasi yang terpenting diantaranya adalah :

1) Correlated Curriculum

Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari satu pelajaran dengan pelajaran yang lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensia dari setiap mata pelajaran. Dengan menghubungkan beberapa bahan tersebut, cakupan ruang lingkup materi semakin luas.

2) Unified Atau Concentrated Curriculum

(3)

3) Integrated Curriculum

Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan warna disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat hubungan antara pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup dilingkungan masyarakat. Adapun ciri-ciri kurikulum ini sebagai berikut:

a) Unit haruslah merupakan satu kesatuan yang bulat dari seluruh bahan pelajaran.

b) Unit didasarkan pada kebutuhan anak, baik yang pribadi maupun sosial serta yang bersifat jasmani maupun ohani.

c) Unit memuat kegitan yang berhubungan dengan kehidipan sehari-hari. d) Unit merupakan motifasi sehingga anak dapat berkreasi.

e) Pelaksanaan unit sering memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan percobaan atau perolehan pengalaman yan membutuhkan waktu yang lama.

4) Problem Solving Curriculum

Pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah social yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu, (Anonim, 2013). d. Kegiatan Belajar Mengajar

Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyusunan bahan secara logis dan sistematis dari pada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berfikir anak. Mereka umunya kurang memperhatikan bagaimana siswa belajardan lebih mengutamakan susunan isi yaitu apa yang diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama pentingya dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi. Untuk mengatasi kelemahan diatas dalam perkembangan selanjutnya dilakukan bebrapa penyempurnaan, pertama untuk mengimbangi penekanannya pada proses berfikir, kedua adnya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat, ketiga pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat, (Wahyu, 2013).

e. Evaluasi Belajar

(4)

memberiakan gambaran yang benar tentang perkembangan dan penguasaan peserta didik, (Imron, 1993: 85).

3. Kegunaan Kurikulum Subjek Akademis Bagi Siswa

Menurut Muhamad (2009: 136) para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyusunan bahan secara logis dan sistematis dari pada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berfikir anak. Mereka umunya kurang memperhatikan bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi yaitu apa yang diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama pentingnya dengan penguasaan konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi. Untuk mengatasi kelemahan diatas dalam perkembangan selanjutnya dilakukan bebrapa penyempurnaan, pertama untuk mengimbangi penekanannya pada proses berfikir, kedua adnya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat, ketiga pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.

Jadi kurikulum ini berguna untuk siswa agar siswa dapat berfikir secara logis dan sistematis dari pada menyelaraskan urutan bahan dengan kemampuan berfikir siswa tersebut. Dilihat dari tujuan kurikulum subjek akademis ini bahwa siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian dengan menjadikan para siswa berpengetahuan di dalam berbagai disiplin ilmu, diharapkan para siswa memiliki konsep dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat.

B. Kurikulum Humanistik 1. Konsep Dasar Kurikulum

Anonim (2014) mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat potensi dan potensi itulah yang akan dikembangkan melalui pendidikan atau memanusiakan manusia. Aliran humanistik bertentangan dengan nativistik yang menyebutkan manusia atau individu tak ubahnya gelas kosong yang siap diisi oleh guru. Dalam pandangan humanistik, kurikulum adalah sesuatu yang dapat menunjang perkembangan anak dalam aspek kepribadiannya. Pengikut aliran ini meliputi pendidikan konfiuen, kritis radikal, dan mistisi baru.

Kurikulum humanistik berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektul tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain), (Sukmadinata, 2005: 86).

(5)

lingkungan. Ada beberapa aliran yang termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan konfluen, kritikisme radikal, dan mistikisme modern, (Sukmadinata, 2005: 87).

Kritikisme radikal bersumber dari aliran naturalisme atau roantisme rousseau. Pendidikan merupakan upaya untuk menciptakan situasi yang memungkinkan anak berkembang optimal. Pendidikan adalah ibarat petani yang berusaha menciptakan tanah yang gembur, air dan udara yang cukup, terhindar dari berbagai hama, untuk tumbuhnya tanaman yang penuh dengan berbagai potensi. Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan rangsangan untuk berkembang. Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity training, yoga, meditasi, dan sebagainya, (Sukmadinata, 2005: 87).

Menurut Nita (2011) kurikulum humanistik berpusat pada siswa (student-centered) dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Berdasarkan kurikulum humanistik, fungsi kurikulum adalah menyiapkan peserta didik dengan berbagai pengalaman naluriah dan gagasan yang sangat berperan dalam perkembangan individu. Bagi para pendukung kurikulum humanistik, tujuan pendidikan adalah suatu proses atas diri individu yang dinamis, yang berkaitan dengan pemikiran, integritas, dan otonominya. Kurikulum humanistik didasarkan atas apa yang kadang-kadang disebut psikologi humanistik yang erat hubungannya dengan psikologi lapangan (field psychology) dan teori kepribadian.

Menurut Deri (2013) pendidikan humanistik merupakan model pendidikan yang berorientasi dan memandang manusia sebagai manusia (humanisasi), yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrahnya. Maka manusia sebagai makhluk hidup, ia harus mampu melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Maka posisi pendidikan dapat membangun proses humanisasi, artinya menghargai hak-hak asasi manusia, seperti hak untuk berlaku dan diperlakukan dengan adil, hak untuk menyuarakan kebenaran, hak untuk berbuat kasih sayang, dan lain sebagainya.

(6)

mana aliran ini lebih memberikan tempat kepada siswa, artinya bahwa aliran ini beranggapan bahwa manusia adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, manusia adalah subyek sekaligus obyek dalam pendidikan, dan juga manusia memiliki potensi, kekuatan dan kemampuan dalam dirinya bukan seperti yang dikatakan oleh para nativistik bahwa manusia tak ubahnya gelas kosong yang harus diisi oleh guru, para humanis juga menganggap bahwa manusia atau individu merupakan suatu kesatuan yang utuh dan menyeluruh (gestalt), sehingga berangkat dari sini, pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan inteletual tetapi juga segi sosial dan afektif. Sehingga dalam pendidikan humanistik meniscayakan akan terbangunnya suasana yang rileks, permissive, dan akrab, sehingga siswa dapat mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya.

Selanjutnya Deri (2013) mengatakan bahwa konsep kurikulum humanistik memandang kurikulum sebagai alat untuk mnegmbangkan diri setiap individu siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Setiap individu pun mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi muali dari yang mendasar menuju yang lebih tinggi. Konsep ini melahirkan bentuk kurikulum yang berpusat pada anak didik atau child centered curriculum . Setiap siswa berkesempatan untuk belajar sesuai minat dan kebutuhannya masing-masing. Substansinya berupa rencana belajar yang disusun bersama antara anak didik dan guru. Adapun tujuan kurikulum humanistik menekankan pada segi perkembangan pribadi, integrasi dan otonomi individu. Tujuan ini dipanang dapat menjadi sarana mewujudkan diri.

2. Karakteristik Kurikulum Humanistik a. Tujuan Kurikulum

Menurut Deri (2013) kurikulum humanistik ini bertujuan untuk perkembangan pribadi yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Selain itu, untuk mengembangkan pribadi siswa yang utuh, yang serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara menyeluruh.

b. Metode Pembelajaran

Menurut Nita (2011) dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan individu peserta didik itu selanjutnya. Pendekatan humanistik tampak terutama dalam proses interaksi dalam kelas, dalam suasana belajar, dan dalam cara menyajikan pelajaran, jadi bukan dalam orientasi falsafahnya. Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1) Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprekensif. 2) Menghormati individu peserta didik.

(7)

Dalam pendekatan humanistik, peserta didik diajar untuk membedakan hasil berdasarkan maknanya. Para pendidik humanistik yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum. Prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan pada tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan anak.

Guru-guru humanistik memotivasi siswanya melalui rasa saling percaya. Mengikutsertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional, turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah. Memperbolehkan memilih kegiatan belajar dan boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan, dan mereka juga harus turut bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan bersama. Selain itu guru humanistik tidak boleh memaksa siswanya untuk melakukan sesuatu yang mereka tidak mau mengerjakan.

Pada kurikulum humanistic ini, guru diharapkan mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan mengajar. Guru juga diharapkan mengamati apa yang sudah dilakukannya, untuk melihat umpan balik setelah kegiatan belajar dilakukan. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut ini adalah beberapa acuan dalam kurikulum humanistik:

1. Integrasi sesuai domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, dan nilai-nilai dengan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan. Agar integrasi tersebut dapat terjadi, menurut Shapiro kurikulum harus terdiri atas berbagai elemen berikut:

a) Partisipasi.

b) Integrasi, interaksi, perasaan, dan kegiatan. c) Relevan dengan kebutuhan hidup.

d) Pribadi

e) Tujuan sosial untuk membangun keutuhan pribadi dan lingkungan masyarakat. 2. Kesadaran dan kepentingan.

3. Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan. Oleh karena itu, kurikulum humanistik perlu mempertimbangkan motivasi untuk pencapaian hasil dan minat peserta didik, (Nita, 2011).

c. Organisasi Kurikulum

Organisasi yang terdapat pada kirikulum ini yaitu integrasi intelektual, emosional, dan tindakan, (Nita, 2011).

d. Kegiatan Belajar Mengajar

(8)

Kebutuhan utama yang harus dipenuhi siswa adalah kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, dan tidur. Kebutuhan lainnya seperti kebutuhan akan rasa aman, kasih saying, atau rasa ingin diterima oleh kelompoknya, kebutuhan akan rasa dihargai dana kebutuhan perwujudan diri. Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak itu dapat dididik. Anak itu dapat belajar. Soal yang penting ialah bagaimanakah anak itu belajar. Karena, pada kurikulum humanistik yang dinilai yaitu proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik, dibandingkan dengan hasilnya, (Deri, 2013).

e. Evaluasi Belajar

Menurut Nita (2011) evaluasi kurikulum humanistik lebih mengutamakan proses dibandingkan hasil, tidak ada kriteria pencapaian, bersifat subjektif. Selain itu, kurikulum humanistik juga lebih memberi penekanan pada proses yang dilakukan. Maksudnya, kurikulum humanistik lebih tertarik dalam pertumbuhan atau prosesnya tanpa memperhatikan tentang bagaimana pertumbuhan itu ditentukan.

Ahli humanis lebih mengutamakan proses daripada hasil sehingga kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta di masa depan. Mereka menghargai kelas yang memberikan pengalaman untuk membantu siswa menjadi lebih menyadari diri mereka sendiri dan orang lain dan mengembangkan potensi mereka sendiri secara unik. Guru humanistik merasa bangga tahu bagaimana siswa akan menanggapi kegiatan, baik dengan mengamati tindakan siswa atau dengan mencari umpan balik setelah latihan diberikan. 3. Kegunaan Kurikulum Humanistik Bagi Siswa

Menurut pendapat kami, kegunaan kurikulum humanistik bagi siswa yaitu sebagai berikut:

a. Siswa mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya.

b. Siswa lebih rajin dalam belajar.

c. Siswa memiliki sikap yang sehat terhadap diri sendiri dan orang lain.

d. Siswa dapat mengembangkan proses-proses pembelajaran yang akan dilakukan, sehingga mencapai tujuan proses pembelajaran yang ditentukan.

e. Siswa mempunyai wawasan yang luas, karena dapat mengembangkan ide yang dipikirkan.

f. Siswa lebih aktif dalam melakukan proses belajar mengajar.

C. Kurikulum Rekonstruksi Sosial 1. Konsep Dasar Kurikulum

(9)

interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan siswa , siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memecahkan problem-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik, (Syukur, 2008: 103).

Dalam masyarakat demokratis seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam perkembangan dana pembaharuan masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai posisi yang cukup penting. Sekolah bukan saja dapat membantu individu memperkembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.

Para rekontruksionis sosial tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsensus sosial. Bramel juga ingin memberikan keyakinan tentang pentingnya perubahan sosial. Perubahan sosial tersebut harus dicapai melalui prosedur demokrasi. Para rekontruksionis sosial menentang intimidasi,menakut-nakuti dan kompromi semu. Mereka mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan kerja sama atau bergotong royong untuk memecahkannya, (Sukmadinata, 2005: 91).

Kurikulum rekonstruksi sosial berharap dengan adanya kerja sama dan interaksi, siswa atau peserta didik dapat berusaha memecahkan masalah, baik masalah yang ada pada dirinya sendiri atau masalah-masalah sosial yang sehingga dapat membentuk dan menciptakan masyarakat yang baik. Ada 3 macam sumber kurikulum yaitu pengetahuan, masyarakat, serta individu yang dididik. Jika keberadaan masyarakat dianggap sebagai salah satu sumber kurikulum, hendaknya tidak berlebihan adanya sekolah merupakan salah astu agen atau pusat amsyarakat dalam meneruskan warisan - warisan kebudayaan, dan sekolah juga berfungsi sebagai wahana dan tempat untuk memecahkan masalah-masalah masyarakat. Dengan adanya implementasi kurikulum rekonstruksi sosial, siswa dapat belajar untuk memecahkan masalah yang ada dimasyarakat dengan tidak menghilangkan sikap kerja sama dan hubungan yang baik antar sesama, (Hamalik, 2008: 146).

Tak jauh beda dengan kurikulum yang lain, jenis kurikulum rekonstruksi sosial ini juga mempunyai peranan pada proses pembelajaran. Menurut kamus ilmiah populer, rekonstruksi berarti penyusunan kembali, pengulangan kembali (seperti semula), peragaan (contoh). Sehingga dalam kurikulum rekonstruksi sosial itu berisi tentang program, dapat pula berisi hal-hal yang diharapkan akan dapat dipelajari siswa untuk menghadapi tantangan, ancaman, hambatan yang dialami pada lingkungan sosial.

(10)

a. Penyesuaian b. Gintegrasian c. Referensiasi d. Persiapan e. Pemilihan f. Diagnostik.

Dengan adanya beberapa fungsi kurikulum tersebut, di harapkan implementasi di kurikulum rekonstruksi soisal dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Seperti yang diungkapkan Jaenal (2014) beliau menyebutkan bahwa kurikulum semestinya mencakup pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian baik yang berada di dalam ataupun di luar kelas yang dikelola oleh sekolah.

Menurut Partanto (2007: 89) kurikulum sebagai program pendidikan yang telah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pendidikan saat ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengajar agar dapat mengajar dengan secara maksimal sehingga dapat menghasilkan output yang dapat bersaing dalam lingkungan sosial. Sekolah sebagai salah satu institusi sosial yang bergerak dibidang pendidikan, setidaknya mempunyai peranan yang sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif.

2. Karakteristik Kurikulum Rekonstruksi Sosial a. Tujuan Kurikulum

Kurikulum harus bersifat lebih fleksibel. Seharusnya kurikulum tidak hanya berkutat pada persoalan pendidikan yang ada di sekolah saja, seharusnya kurikulum juga memperhatikan problem dan masalah yang ada di masyarakat sebagai upaya kehidupan masa datang yang semakin maju. Keberadaan problem dan masalah sosial harus dianggap sebagai tuntutan dan masalah dalam penerapan kurikulum di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Adanya pertanyaan apakah kurikulum bersifat mengembangkan kualitas peserta didik yang diharapkan dapat memperbaiki masalah dan tantangan masyarakat ataukah kurikulum merupakan upaya pendidikan membangun masyarakat baru yang diinginkan bangsa menempatkan kurikulum pada posisi yang berbeda, (Sanjaya, 2013).

Pada dasarnya kurikulum merupakan jantung pendidikan, artinya semua gerak kehidupan pendidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan oleh kurikulum. Kehidupan disekolah adalah kehidupan yang di rancang berdasarkan apa yang diinginkan kurikulum. Dalam pendidikan, terdapat faktor yang hendak ditempuh oleh pendidik. Faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi dan menentukan, yaitu:

1) Adanya tujuan yang hendak dicapai

2) Adanya subyek manusia (pendidik dan anak didik) yang melakukan pendidikan 3) Yang hidup bersama dalam lingkungan hidup tertentu

(11)

Dengan adanya pendapat tokoh tentang faktor-faktor tersebut, maka dapat diketahui bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang sistematis sehingga antara faktor yang satu dan yang lainnya sangatlah berhubungan dan mempengaruhi.

Anonim (2010) dalam blognya mengatakan bahwa pada kenyataannya, masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dalam adanya sekolah karena masyarakat dapat menjadi salah satu sumber evaluasi atas output yang dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan. Ciri yang palaing utama dalam masyarakat adalah mengalami perubahan yang signifikan. Dan adanya perubahan tersebut adalah akibat dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju dan juga dapat diterapkan dalam berbagai macam bidang salah satunya dalam bidang sosial dan teknologi. Adanya perubahan yang signifikan, hebat dan cepat dalam masyarakat memberikan tugas yang lebih luas dan lebih berat kepada Sehingga dengan adanya kurikulum rekonstruksi sosial ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi masalah dan problem yang ada dalam masyarakat, yang masalah – masalah tersebut timbul karena berbagai macam hal dan salah satunya karena perkembangan ilmu pengetahuan seperti yang telah disampaikan diatas. “Agent Of Change” adalah salah satu fungsi dari sekolah. Dengan adanya fungsi tersebut maka sekolah harus dapat berperan untuk memajukan masyarakat dan dapat sebagai media yang dapat merubah masyarakat. Perubahan tersebut hendaknya tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan tetapi dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga sekolah merupakan alat yang paling tepat dalam rangka untuk me-rekonstruksi atau merubah masyarakat. Tentunya perubahan yang dibawa oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal adalah perubahan melalui pendidikan dan pengajaran.

(12)

b. Metode pembelajaran

Dalam pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing siswa, baik dalam kegitan pleno maupun kelompok-kelompok berusaha memecahkan masalah sosial yang dihadapinya. Kerja sama baik antara individu dalam kegiatan kelompok, maupun antar kelompok dalam kegiatan pleno sangat mewarnai metode rekonstrusi sosial. Kerja sama ini juga terjadi antara para siswa dengan manusia sumber dari masyarakat. Bagi rekonstruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada ketergantungan antara seorang dengan yang lainnya. Dalam kegiatan belajar tidak ada kompetisi yang ada adalah kooperasi atau kerja sama, saling pengertian dan konsensus. Anak-anak sejak sekolah dasar pun diharuskan turut serta dalam survei kemasyarakatan serta kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Untuk kelas-kelas tinggi selain mereka dihadapakan pada situasi nyata juga mereka diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan hal itu diharapkan para siswa dapat menciptakan model-model kasar dan situasi yang akan dating, (Sukmadinata, 2005: 34).

c. Organisasi Kurikulum

Pada tingkat sekolah menengah,pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno.Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok,latihan-latihan,kunjungan dan lain-lain.Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jari-jari.Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum mmenjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk, (Sukmadinata, 2005: 91).

d. Kegiatan Belajar Mengajar

Pengajaran rekontruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut. Didaerah pertanian umpamanya sekolah mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, didaerah industri mengembangkan bidang-bidang industri, (Anonim, 2011).

(13)

Paulo Freire sebagai seorang anggota Dinas Pendidikan Sao Paulo, Brazil dan sekaligus aktifis partai kiri mempunyai pandangan sendiri dalam bidang pendidikan. Bahwasannya dia membagi kesadaran dalam tiga tahap, kesadaran tersebut adalah bagian dari masyarakat pada masa itu yang mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan. Kesadaran tersebut adalah kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis.

Yang pertama adalah kesadaran magis. Kesadaran ini merupakan kesadaran tahap pertama, dimana segala sesuatu yang terjadi pada realitas hidup ini adalah sesuatu hal dari yang ghaib dan tidak bisa masuk akal. Dimana masyarakat masih percaya pada pemikiran tradisional dengan mengkultuskan seorang atau benda-benda tertentu. Contohnya jika pada masyarakat terjadi kemiskinan, maka pada taraf ini masyarakat masih berpikir kalau kemiskinan adalah takdir Tuhan yang harus diterima begitu saja.

Yang kedua adalah kesadaran naif. Kesadaran ini menurut Paulo Freire adalah kesadaran yang berada ditengah-tengah. Karena pada taraf ini masyarakat sudah beranjak pada realitas yang nyata dan menanggalkan magis dalam hidupnya namun belum mampu menggapai realitas nyata tersebut. Dari contoh kemiskinan diatas misalnya, masyarakat sudah mengetahui mereka miskin karena konstelasi politik yang kurang etis, namun masyarakat masih tetap diam saja tidak melakukan hal untuk mengentaskan kemiskinan tersebut, (Liasmiasih, 2014).

e. Evaluasi Belajar

Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari penerapan kurikulum tersebut dalam proses belajar mengajar. Evaluasi tidak hanya menilai apa saja yang telah dikuasai dan difahami siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyara

Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatkan. Keterlibatan mereka terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang akan diujikan dinilai lebih dulu baik ketepatan maupun keluasan isinya, juga keampuhan menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif, (Syukur, 2000). 3. Kegunaan Kurikulum Rekontruksi Sosial Bagi Siswa

Adapun kegunaan kurikulum rekontruksi sosial bagi siswa menurut Anonim (2011) adalah menghadapkan para siswa pada tantangan,ancaman,hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan studi sosial, yang perlu didekati dari bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi, psikologi, estetika, bahkan pengetahuan alam, dan matematika.masalah-masalah masyarakatbersifat universal dan hal ini dapat dikaji dalam kurikulum.

D. Kurikulum Teknologis

1. Konsep Dasar Kurikulum Teknologis

(14)

pendidikan. Sejak dahulu teknologi telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi sederhana seperti penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan grip, dan lain-lain. Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangannya yang digunakan adalah teknologi maju, seperti audio dan video casssette, overhead projector, film slide, dan motion film, mesin pengajaran, komputer, CD-rom dan internet. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan, (Sukmadinata, 2005: 96).

Menurut Kurniawan (2013) mengatakan bahwa kurikulum teknologis ada persamaannya dengan aliran pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tetapi pada penguasaan kompetensi. Pernyataan tersebut di perkuat oleh Sukmadinata (2005: 98) dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek mengatakan bahwa aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit/khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau diukur.

Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology), (Ilham, 2012).

Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis untuk menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan. Kurikulumnya berisi rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul, pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.

Dalam arti teknologi sistem, teknologi pendidikan menekankan kepada penyusunan program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini bisa semata-mata program sistem, bisa program sistem yang ditunjang dengan alat dan media, dan bisa juga program sistem yang dipadukan dengan alat dan media pengajaran, (Sukmadinata, 2005: 98).

(15)

menggunakan alat pun pengajaran masih tetap berjalan. Pada bentuk ketiga program pengajaran telah disusun secara terpadu antara bahan dan kegiatan pembelajaran dengan alat dan media. Bahan ajar telah disusun dalam kaset audio, video atau film, atau diprogramkan dalam komputer. Pembelajaran tidak bisa berjalan tanpa melibatkan penggunaan alat-alat dan program tersebut, (Fitri, 2013).

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat di simpulkan bahwa kurikulum teknologis merupakan kurikulum yg di dalam pengajarannya melibatkan alat-alat teknologi dan system

2. Karakteristik Kurikulum Teknologis

Menurut Sukmadinata (2005: 99) mengatakan bahwa kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:

a. Tujuan Kurikulum

Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-keterampilan yang dapat diamati atau diukur.

b. Metode Kurikulum

Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat. Tujuan-tujuan pengajaran telah ditentukan sebelumnya. Pengajaran bersifat individual, tiap siswa menghadapi serentetan tugas yang harus dikerjakannya, dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing. Pada saat tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Setiap siswa harus menguasai secara tuntas tujuan-tujuan program pengajaran. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1) Penegasan tujuan. Para siswa diberi penjelasan tentang pentingnya bahan yang harus dipelajari.

2) Sebagai tanda menguasai bahan mereka harus menguasai seara tuntas tujuan-tujuan dari suatu program.

3) Pelaksanaan pengajaran. Para siswa belajar secara individual melalui media buku-buku ataupun media elektronik. Dalam kegiatan belajarnya mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar ataupun perilaku-perilaku yang dinyatakan dalam tujuan program. Mereka belajar dengan cara memberikan respons secara cepat terhadap persoalan-persoalan yang diberikan.

(16)

c. Organisasi Kurikulum

Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang rnenggambarkan objektif. Urutan dari objektif ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan, (Ilham, 2012).

d. Kegiatan Belajar Mengajar

Para siswa belajar secara individual melalui media buku-buku ataupun media elektronik. Dalam kegiatan belajarnya mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar ataupun perilaku-perilaku yang dinyatakan dalam tujuan program. Mereka belajar dengan cara memberikan respons secara cepat terhadap persoalan- persoalan yang diberikan.

e. Evaluasi

Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun semester. Fungsi evaluasi ini bermacammacam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Evaluasi yang mereka gunakan umumnya berbentuk tes objektif. Sesuai dengan landasan pemikiran mereka, bahwa model pengajarannya menekankan sifat ilmiah, bentuk ini tes dipandang yang paling cocok, (Sukmadinata, 2005: 100).

3. Kegunaan Kurikulum Teknologis Bagi Siswa

Menurut Anonim (2010) program pengajaran teknologis sangat menekankan efisiensi dan efektivitas. Program dikembangkan melalui beberapa kegiatan uji coba dengan sampel-sampel dari suatu populasi yang sesuai, direvisi beberapa kali sampai standar yang diharapkan dapat dicapai. Dengan model pengajaran ini tingkat penguasaan siswa dalam standar konvensional jauh lebih tinggi dibandingkan dengan model-model lain. Apalagi kalau digunakan program-program yang lebih berstruktur seperti pengajaran berprogram, pengajaran modul atau pengajaran dengan bantuan video dan komputer, yang dilengkapi dengan sistem umpan balik dan bimbingan yang teratur dan dapat mempercepat serta meningkatkan penguasaan siswa.

(17)

tingkat penguasaannya pun relatif rendah. Masalah kebosanan juga berpengaruh terhadap proses belajar, (Rizal, 2009).

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat kami simpulkan bahwa:

1. Model konsep kurikulum akademis sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikannya menjadi lebih bersifat intelektual.

2. Tujuan kurikulum subjek akademik adalah melatih siswa dalam menggunakan gagasan yang paling bermanfaat dan proses menyelidiki masalah riset khusus. Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum subjek akademis adalah pameran (eksposisi) dan inkuiri.

3. Pendidikan humanistik menekankan peranan siswa

4. Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan.

5. Kurikulum rekonstruksi sosial berbeda dengan model-model kurikulum lainnya . Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat . Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional . 6. Tujuan inti dari kurikulum rekonstruksi sosial adalah agar dapat merubah pandangan dan

perilaku yang ada dimasyarakat menjadi lebih baik dan juga sebagai wahana belajar dalam berusaha mengatasi masalah – masalah yang ada di msyarakat.

7. Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis untuk menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan. Kurikulumnya berisi rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Ansyar, M Nursain H. (1991). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Hamalik, O. (2007). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hamalik, O. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hamalik, O. (2010). Perencan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Imron, A. (1993). Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Partanto, A Pius. (1994). Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.

Sukmadinata, N S. (2005). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syukur, Fatah. (2008). Teknologi Pendidikan. Semarang: Rosail Media Group.

Anonim. (2010). Kurikulum Rekontruksi Sosial. [On line]: Tersedia http//www. ismail.blogspot.com/2010/06/12 (29-September-2015).

Deevira. (2012). Organisasi Kurikulum. [On line]: Tersedia

http://deviraa.blogspot.com/2012/05/.html (29-September-2015). Deri. (2013). Kurikulum Humanistik. [On line]: Tersedia

http://derryjamaluddin.blogspotr.com/2013/06.html. (29-September-2015). Fitri. (2013). Kurikulum Teknologis. [On line]: Tersedia

http://fitri67.blogspot.co.id/2013/07/09.html. (29-September-2015). Ilham. (2012). Teknologis. [On line]: Tersedia

http://ilhamnudin.wordpress.com/2012/02/23-.html. (29-September-2015).

Rizal. (2009). Kurikulum Teknologis. [On line]: Tersedia http://rizalmuhammad.blogspot.com/ 2009/04/08.html. (29-September-2015).

Jaenal. (2013). Konsep Dasar Kurikulum. [On line]: Tersedia

http://jamaluddinakbar.blogspot.com/2013/09/08.html. (29-September-2015). Kurniawan. (2013). Model Konsep Kurikulum. [On line]: Tersedia

http://ahmadkurniawan.blogspot.com/29/10/10.html. (29-September-2015). Nita. (2011). Kurikulum Humanistik. [On line]: Tersedia

http://nitanurrachmawatimasari.blogspot.co.id/2011/07/06-html.(29-September-2015).

Resma. (2014). Model-model Konsep Perkembangan. [On line]: Tersedia

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara yang bisa digunakan dalam mendeteksi penyakit tanaman kacang tanah adalah penerapan logika fuzzy.. Logika fuzzy adalah metodologi sistem kontrol

Berikut adalah pembahasan mengenai konsep unsur komunikasi antar budaya yaitu unsur kepercayaan, nilai, dan sikap dalam budaya Cina melalui pendekatan ceritanya

Suatu tempat jang sangat berlainan dengan Jerusalem sekarang ini jang di kaget oleh bom tetapi djuga tempat dimana Jesus akan mati.. Perdjalanan jang di tundjuk oleh Roh itulah

Hukum yang digunakan oleh hakim tersebut pada dasarnya adalah hukum yang berlaku bagi para civies Romawi,yaitu Ius Civile yang telah disesuaikan dengan pergaulan

Dewasa ini perkembangan teknologi semakin berkembang pesat. Para ilmuwan serta pakar-pakar teknologi begitu bersemangat menciptakan inovasi dan karya baru mengenai

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Keperawatan Bermutu Menurut Nurachmah (2001) ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh para manajer keperawatan di

Temuan ini memberikan penegasan bahwa permainan gobak sodor memberikan perubahan yang signifikan pada kecepatan reaksi, akan tetapi tidak memberikan perubahan yang