• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktikum Ke 3 dan 4 (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Praktikum Ke 3 dan 4 (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Praktikum Ke 3 dan 4 Hari/Tanggal : Senin/18 September 2017 Senin/25 September 2017 Kelompok : 2

PERENCANAAN PEMANENAN

Anggota Kelompok : Handriawan E24150008 Ardelia Rahmawati E24150027 Anas Prasetyo E24150029 Wiqoyah Suhailiyah E24150039 Ronaldo Junior S E24150049 Siti Nurhalizah E24150050 Alvin M Savero E24150057

Asisten: M Fachri Abdilla W

Sri Surahmi

Dosen :

Dr. Ir. Ujang Suwarna, MSc, F.Trop

LABORATORIUM PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Selama ini di Indonesia pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayu masih tidak dilakukan secara profesional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan dalam penerapan silvikultur, belum mengintegrasikan sistem pemanenan kayu dengan sistem silvikultur. Selain itu teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar masih belum dipergunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia (Muhdi et al. 2015). Untuk itu diperlukan kegiatan perencanaan yang baik dan professional agar dapat berintegrasi dengan sistem silvikultur sehingga dapat menjamin persediaan kayu di masa mendatang.

Sebelum kegiatan pemanenan dilakukan terlibih dahulu melakukan kegiatan perencanaan pemanenan. Kegiatan perencanaan pemanenan yang dilakukan yaitu dengan kegiatan inventarisasi lalu dilanjutkan dengan kegiatan pembuatan peta pohon serta penentuan arah tebang setelah itu kemudian dilakukan penyaradan. Selain itu biaya pemanenan juga masuk dalam kegiatan perencanaan pemanenan agar mendapatkan biaya yang optimum.

Penyaradan merupakan salah satu bagian utama dari kegiatan pemanenan hutan, yang bertujuan untuk memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn). Kegiatan penyaradan di hutan alam umumnya menggunakan alat berat berupa bulldoser. Kelebihan penggunaan bulldoser pada kegiatan penyaradan antara lain jarak sarad tidak terbatas dan lebih fleksibel ditinjau dari segi ekonomis, sedangkan kelemahannya adalah bulldoser tidak dapat digunakan pada daerah berawa, tidak dapat dioperasikan pada berbagai musim dan tidak dapat dipergunakan pada daerah dengan kelerengan > 40 %. Selain itu juga hasil-hasil penelitian yang ada menunjukan bahwa bulldoser menimbulkan dampak kerusakan yang besar baik itu kerusakan tegakan tinggal maupun keterbukaan lahan akibat kegiatan penyaradan secara khusus dan kegiatan pemanenan kayu secara umum (Ruslim 2011). Sehingga agar kegiatan penyaradan berjalan dengan baik maka sebelum dilakukan penebangan dibuat peta pohon beserta tempat pengumpulan kayu dan jalur sarad agar kegiatan pemanenan dapat berjalan dengan efektif, efisien, ekonomis, dan mencegah kerusakan yang parah terhadap daerah lain yang tidak termasuk daerah tebang.

Tujuan

(3)

METODE PRAKTIKUM Waktu dan Tempat

Waktu praktikum perencanaan pemanenan hari Senin, 18 September 2017 dan Senin, 25 September 2017 pada pukul 13.00-16.00. Tempat praktikumnya berada di Ruang Kelas GPHH 103 dan Arboretum Fahutan IPB.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu meteran, phi band, haga, tambang, kompas, millimeter blok, kalkulator, dan alat tulis.

Metode

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tabel 1 Data inventarisasi tingkat pertumbuhan pohon dan tiang

No PohonJenis DBH

Tinggi Koordinat Volume (m2) Ket. (Kondi

11 Rasamala 0.43 24.7 7 17 54.2 2.45 0.69 TG

(5)

35 Meranti 0.22 16 13 18 48 0.44 0.35 TG

47 Rasamala 0.13 13 15 28 15.6 0.13 0.15 TG

(6)

80 Tanjung 0.25 15 7.5 42 27.5 0.50 0.25 TG

117 Nymplung 0.38 22 6 59 48.7 1.77 0.48 TG

(7)

125 Shorea sp. 0.49 32 15 75 31 4.17 1.95 TG

Tabel 2 Data inventarisasi tingkat pertumbuhan pancang dan semai

No Jenis Pancang/ Semai Koordinat Jumlah

X Y

1 Sweatenia mahagoni 6.3 12.9 5 2 Agathis dammara 7.2 13.1 3 3 Sweatenia mahagoni 5.2 12.5 2 4 Maesopsis emanii 6.6 13.6 1 5 Calophyllum inophyllum 10.6 17.1 2 6 Shorea pinanga 8.2 15.4 2 7 Shorea leprosula 6.3 13.2 4 8 Sweatenia mahagoni 16.5 37.2 1 9 Mimusops elengi 16.7 15.3 1 10 Shorea pinanga 8.2 6.3 1 11 Eusideroxylon zwageri 16.5 49.8 1

12 Kayu naga 8.9 14.2 2

13 Shorea pinanga 9.3 15.1 2

14 Shorea spp 22 5 5

15 Pterocarpus indicus 23 5.5 5

16 Ki Kacang 23 5.7 2

17 Bauhinia purpurea 24 10 6

18 Shorea spp 22 11 18

19 Shorea spp 23 13 13

20 Schima wallichii 24 13 19

21 Schima wallichii 26 14 6

22 Altingia excelsa 19 15 3

23 Maesopsis eminii 19 15 2

24 Schima wallichii 19 15 5

25 Schima wallichii 18.8 18 3

26 shorea spp 18.8 18 1

(8)

28 Ki Kacang 17.3 23 4

29 Shorea spp 17.3 23 3

30 swietenia spp 19 27 1

31 Schima wallichii 19 27 6

32 Shorea spp 18.8 29 2

39 Caesalpinia pulcherima 20 46 1

40 Maesopsis eminii 36.3 4.6 3 41 Swietenia Macrophylla 30 5.3 6

42 Ki Kacang 35.2 6.5 4

43 Ki Kacang 36 6.8 3

44 Maesopsis eminii 35.9 7.4 3 45 Dryobalanops celebica 33.1 7 5 46 Callophyllum soulattri 30.4 7.8 3

47 Shorea 29.4 8.6 10

48 Ki Kacang 30.9 9.8 4

49 Shorea 33.2 10.6 3

50 Callophyllum soulattri 31.3 11.7 1 51 Callophyllum soulattri 35.6 11.2 1 52 Swietenia Macrophylla 29.5 14 3 53 Alstonia scholaris 29 16.5 2

54 Ki Kacang 28.4 18 1

55 Rasamala 32 22 2

56 Maesopsis eminii 30.4 24.3 4

57 Shorea 32 28 6

58 Dyospyros celebica 31.6 33.2 6 59 Dyospyros celebica 34.1 34.3 3 60 Dyospyros celebica 36.5 36.8 4

61 Kamper 33.8 36.1 1

62 Callophyllum soulattri 31.3 39.4 1 63 Dryobalanops lanceolata 36.8 39.5 3

64 Kamper 30.5 40.6 2

65 Dryobalanops lanceolata 29.1 41.3 4 66 Maesopsis eminii 36.1 4.3 1

67 Shorea 35 5.3 1

68 Swietenia Macrophylla 30.5 5.6 4

69 Ki Kacang 35.8 6.5 3

70 Ki Kacang 36.3 6.4 2

(9)

74 Ki Kacang 29.6 8.2 3

75 Ki Kacang 30 9.8 2

76 Shorea 33.4 10.3 2

77 Callophyllum soulattri 31 11 1 78 Callophyllum soulattri 35.4 11.8 1 79 Swietenia Macrophylla 29 12.5 2 80 Alstonia scholaris 29.5 14.4 1

81 Shorea 28.6 18.2 1

82 Shorea 32.3 22.7 1

83 Maesopsis eminii 30.2 24.6 3

84 Shorea 32.9 28.8 5

85 Ki Kacang 31.4 33.6 4

86 Ki Kacang 34.4 34.8 2

87 Ki Kacang 36.1 36 2

88 Kamper 6.9 36.4 1

89 Callophyllum soulattri 31 39.8 1

90 Ki Kacang 36.2 39.5 1

91 Kamper 30 40.3 1

92 Ki Kacang 29.3 41.6 2

93 Maesopsis eminii 35.6 38.3 1

94 Shorea 32.3 44 2

95 Dryobalanops lanceolata 27.5 28.2 1 96 Swietenia Macrophylla 32.8 7.9 3 97 Dryobalanops lanceolata 36.4 7.9 4

98 Ki Kacang 40.5 3.3 1

99 Rasamala 40.2 3.1 3

100 Meranti 39.7 2.8 1

101 Meranti 41.7 4.8 3

102 Meranti 40.2 6.1 1

103 Kayu Naga 37.5 6.1 1

104 Ki Kacang 38.5 8.1 1

105 Kayu Afrika 38.5 8.6 1

106 Ki Kacang 41 10.6 2

107 Ki Kacang 42.5 10.6 4

108 Rasamala 39.4 12.35 1

109 Rasamala 40.9 15.85 12

110 Kayu Afrika 40.5 13.85 2

111 Kayu Naga 42.1 15.85 1

112 Matoa 42.1 16.85 1

113 Ki Kacang 41.3 20.85 1

114 Rasamala 45 23.35 1

115 Meranti 41.8 23.35 1

116 Ki Kacang 43.7 28.35 2

117 Kayu Naga 43.5 34.35 2

118 Meranti 44.6 38 1

(10)

120 Agathis 42.5 38 1

121 Nangka 41 40.5 1

122 Kayu Naga 41 42.5 1

123 Ki Kacang 42.5 45.5 1

124 Ki Kacang 53.4 4 1

125 kayu afrika 55.7 2.2 1

126 kayu naga 56.1 6 1

127 kayu afrika 55.8 9 1

128 kayu naga 56.5 9.7 1

129 kayu naga 56 10.5 4

130 kayu naga 55.3 10.9 3

131 kayu naga 51.3 28 2

132 kayu naga 56.2 50 2

133 Ki Kacang 56.5 6 1

134 kayu naga 56.3 9.4 2

135 kayu afrika 54.2 11.5 1

136 kayu afrika 54.3 12.5 1

137 kayu naga 52 14 1

138 meranti 50 16.5 2

139 kayu naga 50 16.5 3

140 kayu naga 52 17.3 3

141 meranti 50.1 18 1

142 Ki Kacang 63.5 65 8

143 dungu 60.2 65 2

144 matoa 60.1 70 2

145 Ki Kacang 63.7 75 4

146 eboni 64.4 75 1

147 Cinnamomum burmanii 58.5 4.5 3 148 Cinnamomum burmanii 58.5 5.5 1 149 Hylocereus undatus 58.2 5.2 1 150 Cinnamomum burmanii 60.8 5.5 2 151 Hylocereus undatus 58.5 6.2 1 152 Cinnamomum burmanii 58.7 6.5 1

153 Ki Kacang 59.6 15 10

154 Maesopsis eminii 61.2 16.5 3

155 Ki Kacang 62.3 7.2 3

156 Ki Kacang 63.4 8.3 4

157 Cinnamomum burmanii 63.7 9.7 5 158 Hylocereus undatus 59.7 16.5 3

159 Ki Kacang 59.7 17.5 3

160 Hylocereus undatus 59.7 17.5 4 161 Hylocereus undatus 59.7 19.5 11

162 Ki Kacang 60.5 21 7

163 Ki Kacang 58.5 24 15

164 Ki Kacang 57.5 27.5 13

(11)

166 Maesopsis eminii 66.2 47.5 7

167 Ki Kacang 64.2 49 5

168 Nyamplung 75 11 14

169 Nyamplung 75 11 6

170 Kayu naga 70 10 22

171 Kayu naga 70 10 23

172 Shorea 74 5 52

173 Afrika 76 32 35

Semai

Tabel 3 Data inventarisasi berdasarkan kelas diameter

Kelas

Tabel 4 Data inventarisasi tiap tingkat pertumbuhan berdasarka kelompok jenis

Tingkat

Tabel 5 Rekapitulasi sebaran tingkat pertumbuhan

No Tingkat Pertumbuhan Jumlah Persen (%)

1 Pohon 83 9.988

2 Tiang 54 6.498

3 Pancang 331 39.832

4 Semai 363 43.682

Jumlah Total 831 100

Tabel 6 Rekapitulasi volume pohon yang ditebang

No No Pohon Jenis Pohon Vtt Vtbc

1 4 Afrika 10.25 2.28

2 16 Afrika 12.77 5.11

(12)

4 75 Afrika 2.54 1.85

5 92 Pinus 2.75 2.22

6 114 Shorea sp. 3.97 3.25 7 123 Shorea sp. 3.32 1.44 8 125 Shorea sp. 4.17 1.95

9 126 Afrika 2.72 2.18

10 130 Shorea sp. 2.97 1.08

Jumlah 48.85 23.44

Pembahasan

Perencanaan pemanenan kayu merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rencana manajemen hutan. Perencanaan pemanenan merupakan komponen dari rencana penggunaan lahan secara komprehensif (Suparto 1979). Menurut Suparto (1982) Perencanaan pemanenan hutan diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi, peralatan dan dana untuk memproduksi kayu secara lestari bagi masyarakat yang membutuhkannya dan mendapatkan nilai tambah baik bagi perusahaan maupun bagi masyarakat lokal (sekitar hutan), regional dan nasional, pada kurun waktu tertentu. Kegiatan perencanaan pemanenan antara lain perpetaan, survei, rencana pemanenan, dan pemetaan (Suparto 1979).

Tahapan perencanaan pemanenan yang dilakukan dalam praktikum antara lain :

a. Pemetaan Pohon

- Menghitung dan membagi luas arboretum Fakultas Kehutanan menjadi 7 petak yang dibatasi dengan tambang.

- Menentukan titik 0 pada sisi terluar arboretum.

- Melakukan inventarisasi jenis pada tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang, dan pohon. Untuk pohon dan tiang, dilakukan penentuan jenis, pengukuran diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang, kondisi pohon (sehat atau tidak), dan koordinat. Untuk semai dan pancang, dilakukan penentuan jenis, jumlah, dan koordinat. - Data dari tiap petak dikumpulkan dan disatukan kemudian digambar

pada milimeter blok dengan skala 1:100 beserta arah mata angin dan legendanya.

b. Rencana Pemanenan

- Menggambar letak TPn pada peta, deleniasi, dan jalan sarad dengan mempertimbangkan letak pohon yang akan ditebang.

- Menentukan letak pohon-pohon komersil pada arboretum.

- Memeriksa dan memperhatikan kondisi pohon dan jenis permudaan di sekitar pohon.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Muhdi, Elias, Matangaran JR. 2015. Analisis finansial pemanenan kayu teknik reduced impact logging melalui skema redd+, Kalimantan Utara. Jurnal Pertanian Tropik. 2(1): 13-16.

Gambar

Tabel 1 Data inventarisasi tingkat pertumbuhan pohon dan tiang
Tabel 2 Data inventarisasi tingkat pertumbuhan pancang dan semai
Tabel 4 Data inventarisasi tiap tingkat pertumbuhan berdasarka kelompok jenis

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan

Diberitahukan kepada seluruh warga jemaat GPIB Jemaat Bukit Benuas Balikpapan, bahwa Tim PKA 2018-2019 akan mele- takkan Kotak Saran di pintu depan gereja, yang bertujuan mengajak

Para PNS lingkungan Kecamatan dan Kelurahan wajib apel pagi setiap hari senin di Halaman Kantor Kecamatan Kebayoran Baru, dan akan diberikan teguran kepada yang tidak ikut apel

Skizogoni banyak terjadi pada organ dalam (hati, limpa, dan sumsum tulang) dan kelainan patologis pada organ tersebut sering ditandai dengan adanya pigmen malaria yang dideposit

Model transshipment adalah model transportasi yang memungkinkan dilakukan pengirim (komoditas) dengan cara tidak langsung, di mana komoditas dari suatu sumber dapat

Rinitis vasomotor merupakan suatu gangguan fisiologik neurovaskular mukosa hidung dengan gejala hidung tersumbat, rinore yang hebat dan kadang – kadang dijumpai adanya bersin