• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN DAN PENDAHULUAN DAN WAHAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN DAN PENDAHULUAN DAN WAHAM"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

I. KASUS (MASALAH UTAMA) Perubahan proses pikir : waham

II. PROSES TERJADINYA MASALAH a. Pengertian Waham

Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya.

Tanda dan Gejala :

Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), Takut, sangat waspada, Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung

b. Penyebab dari Waham

Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.

Tanda dan Gejala :

(2)

c. Akibat dari Waham

Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :

Memperlihatkan permusuhan, mendekati orang lain dengan ancaman, memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai, menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan, mempunyai rencana untuk melukai

III. A. POHON MASALAH

Perubahan proses pikir: Waham

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

1) Masalah keperawatan:Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan 2) Perubahan proses pikir : waham

3) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

Data yang perlu dikaji:

Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan

Data subjektif:

Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, dan ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

Data objektif :

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

C. Perubahan proses pikir : waham

Data subjektif :

Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.

Data objektif :

(3)

D. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

Data subjektif

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri

Data objektif

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

V. RENCANA KEPERAWATAN

I. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan waham....

A. Tujuan umum :

Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan. B. Tujuan khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

a. Rasional :

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya

b. Tindakan:

 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).

 Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.

(4)

yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.

Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.

a. Rasional :

Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya

b. Tindakan:

 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.

 Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.

 Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).

 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.

3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi

a. Rasional :

Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman b. Tindakan:

 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.

 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).

 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.

 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).

(5)

4. Klien dapat berhubungan dengan realitas.

a. Rasional :

Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada

b. Tindakan:

 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).

 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.

5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar

a. Rasional :

Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat b. Tindakan:

 Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.

 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).

 Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

 Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

6. Klien dapat dukungan dari keluarga.

a. Rasional :

Dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu proses penyembuhan klien

b. Tindakan:

 Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.

(6)

II. Diagnosa 2: Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah

A. Tujuan umum :

Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat harga dirinya.

B. Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)

b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien

d. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilikiTindakan :

a. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis

c. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.Tindakan :

a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

Tindakan :

a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan

(7)

c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan :

a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan b. Beri pujian atas keberhasilan klien

c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang adaTindakan :

a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.

b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat. c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

(8)

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya serta hubungannya dalam waktu dan ruang terhadap dirinya sendiri dan juga hubungannya dengan yang lain (Maramis, 1980). Sedangkan gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien menilai dan merespon terhadap realita. Gangguan ini disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu berupa fungsi kognitif dan proses pikir, emosi, motorik, dan persepsi (Stuart dan Sundeen, 1995). Halusinasi merupakan salah satu bentuk dari perubahan dan gangguan persepsi.

Persepsi adalah diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti sehingga merupakan tanggapan terhadap rangsangan yang dateng dari luar hingga rangsang penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan, dan rabaan.

Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi, somatic dengan impulsif dan stimulus eksternal persepsi mengacu pada respon reseptor sensori terhadap stimulus eksternal sehingga gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensasi dari pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini bersifat ringan, berat, atau sementara/lama (Harsir, Nudis 1987).

Halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu obyek gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan) (Cook & Fontane, 1987).

Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsang dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat individu itu penuh dan baik. Dengan kata lain klien berspon terhadap rangsang yang tidak nyata dan hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat ditentukan oleh orang lain (Wilson, 1983).

Jadi halusinasi adalah keadaan dimana panca indra tidak dapat membedakan rangsangan interna dan eksterna yang menimbulkan respon yang idak sesuai dengan jumlah, pola interpretasi yang datang.

II. Proses Terjadinya Masalah a. Faktor predisposisi

(9)

halusinogen (bupatin dan simotil transerase) yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam proses informasi dan penurunan kemampuan menanggapi rangsangan. Keempat, yaitu harmonis pola asuh yang tidak akurat, konflik perkawinan, koping dalam menghadapi stres. Faktor genetic yang meliputi kesehatan identik monozigot sebagai 95% dan salah satu orang tua sebanyak 15%. Diketahui faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi halusinasi menurut Stuart and Sundeen (1998) adalah stressor sosial dimana stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dari orang sangat penting atau diasingkan oleh kelompok masyarakat. Faktor kimia dapat disebabkan karena partisipasi klien berinteraksi dengan kelompok kurang, suasana terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat-zat halusinogenik.

Masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi antara lain adalah harga diri rendah dan isolasi sosial. Akibat kurangnya keterampilan berhubungan sosial. Klien menjadi menarik diri dan lingkunga. Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus eksternal menjadi lebih dominan dibandingkan dengan stimulus eksternal.

c. Mekanisme koping

(10)

d. Rentang respon

Rentang respon neurobiological

Adaptif respon Mal adaptif

- Pemikiran logis - Ilusi - Kelainan pikiran - Persepsi akurat - Reaksi emosional - Halusinasi

berkurang atau lebih

- Emosi konsisten - Perilakunya ganjil - Ketidak mampuan emosi dengan pengalaman

- Perilakunya sesuai - Menarik diri - Ketidak teraturan

- Hubungan sosial - Isolasi sosial mungkin melamun dan memfokuskan pada hal-hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stres. Hal ini menolong sementara integrasi pemikirannnya meningkat tapi masih bisa mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya.

Fase kedua

Ketakutan meningkat dipengaruhi oleh pengalaman berada pada tingkat pendengaran halusinasi pikiran internal menjadi menonjol. Halusinasi berupa sensori dapat berupa bisikan yang tidak jelas dan suara aneh tapi klien takut bila orang lain mendengar atau memperhatikannya perasaan klien tidak efektif untuk mengontrol dirinya dan halusiasi dengan memproyeksikan pengalaman sehingga seolah-olah halusinasi datangnya dari tempat lain.

Faktor ketiga

Halusinasi makin menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya kadang halusinasinya tersebut memberi kemungkinan dan rasa aman sementara.

Faktor keempat

(11)

f. Klasifikasi jenis dan sifat masalah

Adapun jenis dan halusinasi menurit Wilson & Kneils (1998) sebagai berikut : a. Halusinasi dengar (Auditorik atau akustik) yaitu suara atau ucapan yang

didengar oleh klien tapi tidak ada objek realita, secara merupakan proyeksi ketidakmampuan klien menerima persepsi dari dirinya yang kemudian dihubungkan dengan ketakutan luar kadang suara tersebut memaki-maki, menghina orang lain, menertawakan dan mengancam.

b. Halusinasi lihat (Visual) yaitu bayangan visual atau sensasi yang dialami olek klien tanpa adanya stimulus klien mungkin melihat bayangan dari figure objek atau kejadian yang orang lain tidak melihat objek tersebut. c. Halusinasi hirup atau bau (Olfaktori) yaitu klien mengalami atau

mengatakan mencium bauan seperti bau bunga, kemenyan atau bau-bauan yang lain, yang sebenarnya tidak ada sumbernya

d. Halusinasi kecap (Eustatorik) yaitu biasanya halusinasi rasa terjadi bersama dengan halusinasi bau, klien merasa mengecap sesuatu bau atau rasa didalam mulutnya

e. Halusinasi raba (Taktil) yaitu klien merasa ada seseorang yang memegang, meraba, memukul klien, halusinasi septic yaitu bila klien merasakan rabaan yang merupakan rangsangan seksual.

Dan dari semua tipe halusinasi tersebut dapat terjadi sendiri atau secara kombinasi halusinasi dapat menimbulkan perubahan yang jelas pada perubahan lingkungan yang nyata, sehingga klien dapat sulit diajak bicara, komunikasi mengenai diri dan lingkungannya serta mengukur efek yang terdapat pada klien tersebut.

III. A. POHON MASALAH

Resiko Prilaku Kekerasan

Isolasi Sosial

B. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

DS:

 Klien mengatakan sering mendengar suara bisikan di telinga

 Klien mengatakan sering melihat sesuatu

(12)

DO:

 Klien tampak ketakutan

 Klien kadang tertawa sendiri

 Klien tampak bicara sendiri

 Klien tampak marah tanpa sebab

 Klien sering menyendiri

 Klien tampak mondar-mandir

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN - Halusinasi

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

- Terlampir.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta: EGC

Kelliat Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan dan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

(13)
(14)

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerjasama dan ketergantungan dengan orang lain (Stuard and Sundeen, 1998).

Kerusakan interaksi sosial adalah suatu kerusakan interpersonal yang terjadi akibat kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif yang mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH a. Faktor predisposisi

Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisiterjadi perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada diri orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri dan menyendiri.

b. Faktor presipitasi

Tingkat kecemasan yang berat menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasanyang ekstrim dan memanjang disertai keterbatasannya kemampuan individu untuk mengatasi masalah diyakini menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik diri). Stressor social budaya.

c. Rentang Respon Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial adalah memenuhi kebutuhan sehari-hari, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada hubungan dengan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya menimbulkan respon-respon sosial pada individu.

Respon adaptif Respon maladaptif

(15)

- Bekerjasama

- Saling tergantung - Menarik diri - Impulsif - Kebebasan

- Mutuality - Tergantung - Narkisisme

Rentan respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptif.

1. Respon Adaptif

Yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan meliputi:

a. Solitude (Merenung)

Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukannya di lingkungan sosialnya, dan merupakansuatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. b. Autonomi (Kebebasan)

Respon individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial.

c. Mutuality

Respon individu dalam berhubungan interpersonal dimana individu saling memberi dan menerima.

d. Interdependence (Saling ketergantungan)

Respon individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan interpersonal.

2. Respon Antara Adaptif dan Maladaptif

a. Aloness (Merasa sendiri)

Dimana individu mulai merasakan kesepian, terkucilkan dan tersisihkan dari lingkunagan.

b. Withdrawl (Menarik diri)

Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, diman individu sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan lingkungannya.

c. Dependence (Ketergantungan)

Individu mulai tergantung kepada yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.

3. Respon maladaptif

Yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya.

a. Loneliness (Kesepian)

Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan waktu sementara.

(16)

Hubungan berpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung nerorientasi pada diri sendiri atau tujuan bukan pada orang lain. c. Narkisisme

Rasa cinta pada diri sendiri yang berlebihan d. Mekanisme Koping

Individu mempunyai respon sosial maladaptive menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme koping yang disajikan disisni berkaitan dengan jenis spesifik dari masalah-masalah berhubungan.

1. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian antisosial a) Proyeksi

b) Pemisahan

c) Merendahkan orang lain

2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian borderline a) Pemisahan

Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi (Akibat)

(Core Problem)

Harga Diri Rendah (Penyebab)

B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu Dikaji

Masalah keperawatan: Isolasi Sosial

Data Subyektif:

1. Mengatakan malas berinteraksi

2. Klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang lain

Data Obyektif: 1. Mematung

2. Mondar mandir tanpa arah 3. Menyendiri

4. Mengurung diri

(17)

6. Tidak berinisiatif berhubungan sosial

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN Isolasi Sosial

V. REFERENSI

(18)

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PRILAKU KEKERASAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Perilaku kekerasan adalah suatu emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosional yang dapat di proyeksikan kelingkungan, kedalam diri atau secara distruktif ( yoseph lyrs, 2007).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Towsend, 1998).

Marah merupakan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak dipenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH A. Faktor predisposisi

 Kerusakan pada system limbic, khususnya yang sebagai penengah antara amuk dan rasa takut. Lobus frontal sebagai penengah antara emosi dan pemikiran rasional, menyebabkan tidak mampu membuat keputusan, perubahan, kepribadian, prilaku, tidak sesuai dan ledakan agresif. Hypotalamus merupakan system alami otak. Neurotransmitter merupakan kimiawi otak yang dapat menghambat dan memicu perilaku kekerasan, seperti : stratonin, dopamine, neuropirupin, arsikolon, dan gama aminobiotyric acid ( Gaba ) dan gangguan otak organik, seperti :gangguan bipolar, syndrome otak organic dan trauma otak.

 Faktor psikologis

kegagalan berulang prestasi korban perilaku kekerasan terpapar. Perilaku kekerasan gangguan proses pilar san persepsi masa kanak-kanak tidak menyenangkan.

 Faktor sosial budaya

(19)

sebagai korban kekerasan, maka kekerasan dianggap sebagai suatu cara yang diterima.

 Faktor perilaku

Reinforcement perilaku kekerasan terpapar perilaku kekerasan. B. Faktor presipitasi

1. Klien

- Kelemahan fisik - Keputus asaan - Ketidak berdayaan - Percaya diri kurang 2. Interkasi

- Kritikan, penghinaan - Kekerasan orang lain

- Kehilangan orang yang dicintai - Provokatif dan konflik

3. Lingkungan

 Supresi yaitu penekanan alam sadar sesaat yang lama kelamaan akan menyelesaikan masalahnya sendiri

 Denial (penyangkalan) yaitu memblokir hal0hal yang menyakitkan atau menimbulkan kecemasan.

 Disosiasi yaitu respon yang tidak sesuai dengan stimulus Sumber koping :

- Status sosial ekonomi - Keluarga

- Jaringan interpersonal D. Rentang Respon

Respon adaftif respon maladaptive

1) Asirtif yaitu kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakitkan orang lain.

2) Frustasi yaitu kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau terlambat.

(20)

3) Pasif yaitu respon lanjutan dimana klien mampu mengumgkapkan perasaannya.

4) Agresif yaitu perilaku destruktif tapi masih terkontrol. 5) Amuk / violent yaitu prilaku destruktif yang tak terkontrol Tanda tanda marah

 Emosi : tidak adekuat, tidak nyaman, rasa terganggu marah (dendam), jengkel

 Fisik : muka marah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat , peningkatan tekanan darah, penyalah gunaan zat

 Soaial : menarik diri, pendekatan, pengasingan, kekerasan ejekan , humor.

 Spiritual : kemahakerasan, kekurangan, tidak bermoral, kebejatan, kereatifitas terhambat.

 Intelektual : mendominasi, bawah, sarkusme, berdebat, meremehkan.

III. POHON MASALAH

Resiko peilaku kekerasan

Ganguan sensoro persepsi : halusinasi

Isolasi sosial

HDR

Berduka disfungsional Koping

(21)

masalah keperawatan

resiko PK

DS : - klien mengatakan ingin membunuh orang

- Klien mengatakan ingin memukul orang - Klien mengatkan kata-kata kasar

DO: - klien terlihat meninju tembok

- Klien terlihat membanting gelas dan piring - Tangan mengepal

- Pandangan tajam

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko perilaku kekerasan

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Copernito Lyndha Juall (2000), buku saku diagnosa keperawatan, jakarta: EGC

Kualtrat Budi Anna (2006) Proses Keperawatan dan Kesehatan Jiwa. Jakarta EGC

Prodona Dr, (1998), Pedoman Teknik Penerapan Proses keperawatan Jiwa di RS Jiwa . jakarta, EGC

(23)

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KONSEP DIRI (HARGA DIRI RENDAH)

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri dan kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Karakteristik

a. Mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus menerus

b. Mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah c. Kontak mata kurang atau tidak ada

d. Selalu mengatakan ketidak mampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu e. Bergantung pada orang lain

f. Tidak asertif g. Pasif dan hipoaktif h. Bimbang dan ragu-ragu

i. Menolak umpan balikpositif dan membesarkan umpan balik negatif mengenai dirinya

2. Faktor yang berhubungan

a. Sikap keluarga yang tidak mendukung b. Penolakan

c. Kegagalan

3. Untuk menegakkan diagnosa perlu didapatkan data umum a. Kontak mata kurang/tidak ada

b. Mengungkapkan secara verbal rasa minder/malu/bersalah c. Mengatakan hal yang negatif tentang diri sendiri

d. Sering mengatakan ketidak mampuan melakukan sesuatu III. INTERVENSI GENERALIS

1. Tindakan keperawatan untuk klien 1) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi

a. Klien mengenali kemampuan positif yang dimiliki b. Klien dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki c. Klien mengikuti program pengonbatan secara optimal 2) Tindakan keperawatan

a. Membantu klien mengenali kemampuan positif.

Dapat melakukan dengan berdiskusi dengan klien tentang kemampuan dan aspek positif serta kemampuan yang masih bisa digunakan.

(24)

c. TAK: stimulasi persepsi HDR, stimulasi sensoris.

2. Tindakan keperawatan keluarga 1) Tujuan untuk keluarga

Keluarga dapat merawat pasien dirumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien.

2) Tindakan keperawatan

a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien

b. Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga meliputi: pengertian harga diri rendah, tanda dan gejala harga diri rendah, dan proses terjadinya harga diri rendah

(25)

LAPORAN PENDAHULUAN

RISIKO BUNUH DIRI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita kita mengenal tiga macam prilaku bunuh diri, yaitu:

1. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “ segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertaidengan ancaman dan percobaan bunuh diri.

Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.

2. Ancaman bunuh diri

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimamfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri

Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai untuk melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

III. INTERVENSI GENERALIS

Tindakan keperawatan untuk pasien percobaaan bunuh diri 1. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat

2. Tindakan : Melindungi pasien

(26)

1. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman

2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)

3. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat

Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keingina bunuh diri

IV. Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga dengtan Pasien Percobaan Bunuh diri a. Tujuan : keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang

mengancam atau mencoba bunuh diri. b. Tindakan :

a) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendiri

b) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya sekitar pasien.

c) Mendiskusikan dengan keluarga untuk sering melamun sendiri

(27)

LAPORAN PENDAHULUAN

KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

Kerusakan komunikasi verbal adalah penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses pesan (stimulus) yang diterima dan tidak mampu memberi respon yang sesuai karena kerusakan sistem di otak.

Pasien memperlihatkan cara berkomunikasi yang tidak sesuai dengan stimulus dari luar, jawaban tidak sesuai dengan realitas. Kerusakan komunikasi verbal pada umumnya terdapat pada pasien denganb gangguan jiwa yang mengalami gangguan proses pikir (waham dan halusinasi).

II. KARAKTERISTIK.

a. Bicara pasien tidak ada hubungan ide yang satu dengan ide yang lainnya (inkoheren)

b. Menggunakan kata-kata yang berarti simbolik untuk individu tersebut (neologisme)

c. Menggunakan kata-kata yang tidak mempunyai arti dan tidak ada hubungan (bahasa gado-gado)

d. Menggunakan kata-kata bersajak dengan bentuk tidak umum (assosiasi gema) e. Mengulang kata-kata yang didengar (ekolalia)

f. Menggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan orang lain g. Ketidak mampuan berrpikir abstrak (mengungkapkan refleksi pikiran konkret) h. Berbicara berbelit-belit tanpa tujuan

i. Tidak ada kontak mata dengan lawan bicara (tidak mu menatap langsung lawan bicara)

j. Saat berbicara, secara tiba-tiba berhenti dan meneruskan kembali berbicara tapi tidak ada hubungannya dengan pembicaraan awal (blocking).

k. Tidak mau berbicara sama sekali (mutism).

III. INTERVENSI GENERALIS.

A. Tindakan keperawatan untuk pasien. 1. Tujuan

a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya

b. Pasien memahami ketidak mampuannya berkomunikasi secara efektif c. Pasien mampu menerima dan menginterpretasikan pesan orang lain secara

(28)

d. Pasien mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tepat melalui komunikasi verbal

e. Pasien mampu mengeksperikan pikiran dan perasaan melalui komunikasi non verbal.

2. Tindakan

a. Bina hubungan saling percaya

 Selalu mengucapkan salam pada pasien

 Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan saudara, serta sampaikan bahwa saudara akan merawat pasien.

 Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya

 Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakuakan

 Jelaskan pula kapan aktivitas itu akan dilaksanakan dan berapa lam aktivitas tersebut dilakukan

 Bersikap empati dengan pasien.

B. Tindakan keperawatan yang ditujukan untuk keluarga 1. Tujuan

a) Keluarga mampu mengenal masalah kerusakan komunikasi yang dialami pasien

b) Keluarga mengetahui proses terjadinya kerusakan komunikasi verbal c) Keluarga mampu merawat pasien dirumah

d) Keluarga mampu memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat 2. Tindakan

a) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dirasakan keluarga b) Diskusikan dengan keluarga tentang proses terjadinya kerusakan

komunikasi yang dialami pasien c) Diskusikan bersama keluarga tentang”

 Cara berkomunikasi dengan pasien dengan kerusakan komunikasi dirumah

 Teknik komunikasi yang bisa diterapkan oleh keluarga 3. Latih keluarga menerapkan teknik komunikasi

a) Menyatakan ulang untuk situasi blocking b) Memfokuskan untuk ide berloncatan c) Mengklarifikasi untuk tangensial

(29)

STRATEGI PELAKSANAN

TINDAKAN KEPERAWATAN

Pertemuan/ SP : I/I

Hari / Tanggal : 24 Desember 2012 Nama Klien :

Ruang :

A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien

Klien mengatakan mendengar suara-suara. Klien mengatakan mendengar suara yang tidak jelas, klien mengatakan suara itu datang setiap saat, klien mengatakan suara itu muncul sekitar 5-10 menit, klien mengatakan bila suara itu muncul saya gelisah tidak bisa tidur, saya biasanya saya lakukan adalah berdo’a, klien terlihat tersenyum sendiri, klien tampak senang berbicara sendiri klien tampak mondar-mandir.

2. Diagnosa Keperawatan

Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran 3. Tujuan Khusus

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya b. Klien dapat mengenal halusinasi

c. Klien dapat mengendalikan halusinasi 4. Tindakan keperawatan

a. Membina hubungan saling percaya b. Mendiskusikan jenis halusinasi klien c. Mendiskusikan isi halusinasi

d. Mendiskusikan waktu halusinasi e. Mendiskusikan frekuensi halusinasi

f. Mendiskusikan situasi yang menimbulkan halusinasi g. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi h. Mengajarkan klien menghardik halusinasi

i. Mengajarkan klien memesukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian.

B. Proses Pelaksanaan Tindakan. 1. Orientasi

(30)

“ Selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya Pak Imam, sering dipanggil pak mantri. Nama ibu siapa? Lebih suka dipanggil siapa? Ibu N saya adalah mahasiswa S1 Keperawatan STIKIM Jakarta Selatan, saya praktek disini selama 1 minggu dari tanggal 24 Desember sampai dengan 28 Desember 2012. Saya praktek pada pagi hari dari pukul 08.00 sampai pukul 14.00 WIB”. “Hobby ibu apa?”

b. Evaluasi Validasi

“Bagaimana perasaan ibu N pagi ini?” Bagaimana tidurnya semalam?” c. Kontrak

Topik :“Ibu N pagi ini kita bertemu untuk berkenalan dan berbincang bincang mengenai permasalahan yang ibu N hadapi.”

Waktu : “Berapa lama kita berbincang-bincang?” 10 atau 15 menit?” Bagaimana kalau 10 menit, dari jam 10.00-10.10 WIB.”

Tempat : “Tn mau berbincang-bincang dimna?” bagaimana kalau diruang makan?”

Tujuan : “ Tujuan kita berbincang-bincang hari ini agar kita kenal lebih dekat satu sama lain dan mengetahui permasalahan yang Ibu N hadapi.” 2. Fase Kerja

“Tn sudah berapa lama Ibu N disini?”

“Coba Ibu N ceritakan, apa yang menyebabkan Ibu N dibawa kesini?” “Sekarang ini permasalahan apa yang Ibu N hadapi?”

“Apa Ibu N mendengar suara-suara atau sesuatu yang mengganggu Ibu N?” “Bapak percaya dengan apa yang Ibu N dengar, tetapi bapak tidak mendengarkan, berati suara-suara yang Ibu N dengar itu adalah halusinasi.”

“Tn suara apa yang Ibu N dengar?”

“Apa yang dikatakan oleh suara-suara tersebut?” “Oh begitu ya Ibu...”

“Biasanya jam berapa suara-suara itu muncul? Kira-kira berapa lama suara-suara itu muncul?”

“Tn dalam satu hari, berapa kali suara-suara itu muncul?” “Mmmmmmm...”

“Pada saat ngapain suara-suara itu muncul?” “Apa yang Ibu N rasakan?”

“Apakah Ibu N merasa tenang atau merasa tidak nyaman?”

“Terus apa yang Ibu N lakukan saat suara-suara itu muncul? Apa Ibu N marah-marah, memukul-mukul sesuatu atau Ibu N diam saja?”

“Oh... jadi begitu ya Ibu N...!”

“Sekarang bapak akanmengajarkan Ibu N cara mengusir suara-suara tersebut dengan menghardik bila suara-suara itu muncul.

Caranya: Tn tutup telinga dengan menggunakan kedua tangan, kemudian katakanlah : pergi-pergi, saya tidak maumendengarkanmu, suaramu palsu.”

(31)

“Nah coba sekarang Tn lakukan cara menghardik halusinasi seperti yang saya ajarkan tadi.”

“Benar sekali Ibu N, Ibu N sudah bisa memperagakan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.”

“Sekarang mari kita masukkan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik kedalam jadwal kegiatan harian Ibu N.”

“Apakah Tn tau cara mengisi jadwal kegiatan?” caranya yaitu: Apabila Ibu N bisa mempraktekkannya sendiri Ibu N tuliskan dalam jadwal M, bila Ibu N melakukannya dengan bantuan orang lain Ibu N tulis B dan bila Ibu N tergantung sepenuhnya pada orang lain Ibu tulis T.”

“Ibu N sudah mengerti?” “Bagus...”

3. Fase Terminasi

a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi Subjektif

“Bagaimana persaan Ibu N setelah berkenalan dengan pak mantri dan berbincang-bincang tentang cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik?”

Evaluasi Objektif

“Coba Ibu N sebutkan lagi siapa nama Pak mantri”

“Tadikan kita sudah mempelajari cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, sekarang coba Ibu N peragakan kepada bapak caranya seperti yang bapak ajarkan.”

“Bagus Ibu N sudah dapat memperagakannya.” b. Rencana tindak lanjut

“Ibu N, bapak harap bila Ibu N mendengar suara-suara ibu dapat mengusirnya dengan menghardik dan jangan lupa memeasukkannya kedalam jawal kegiatan harian Ibu N.”

c. Kontrak yang akan datang.

Topik : “Ibu N besok kita akan bertemu lagi dan berbincang-bincang tentang cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”

Waktu : “Besok kita bertemu jam berapa? Jam 10.00 WIB, berapa lama Ibu N mau berbincang-bincang?” 10 atau 15 menit?”

Tempat : “Ibu N mau berbincang-bincang dimana?” di ruang makan atau di taman?”

(32)

STRATEGI PELAKSANAN

kegiatan apapun di lingkungan, klien tampak senang menyendiri, klien tampak duduk disudut ruangan, klien tampak tidak mau memulai suatu pembicaraan.

2. Diagnosa Keperawatan : Iolasi Sosial 3. Tujuan khusus

1. Klien mampu membina hubungan saling percaya 2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap

5. Klien dapat menghubungkan perasaannnya setelah berhubungan dengan orang lain

4. Tindakan keperawatan

1. Membina hubungan saling percaya

2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien

3. Mendiskusikan dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain 4. Mendiskusikan dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang

lain

5. Mengajarkan pasein cara berkenalan dengan 1 orang

6. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian

B. Proses Pelaksanaan Tindakan 1. Orientasi

a. Salam terapeutik

“ Selamat pagi Ibu, apakah Ibu masih ingat dengan saya, betul nama saya pak imam saya bertugas di ruangan ini nselama 2 minggu, mulai hari senin sampai jum’at dari jam 08.00 – 14.00 WIB.

b. Evaluasi Validasi

(33)

1) Topik : “ Ibu N pagi ini kita akan berbincang-bincang masalah yang Ibu N hadapi?

2) Waktu : “Ibu N berapa lama Ibu N mau berbincang-bincang dengan bapak? Bagaimana kalau 10 menit? Dari jam 09.40 – 09.50 WIB

3) Tempat : “ Ibu N mau berbincang-bincang dimana? Disisni atau dimeja makan? “ bagaimana kalau disisni saja.

4) Tujuan : Ibu N, tujuan kita berbincang-bincang untuk saling mengenal dan mengetahui kenapa ibu menarik diri.

2. Kerja

Bapak lihat Ibu N duduk dan menyendiri apa yang membuat ibu meneynsiei?” selama disini sudah berapa teman yang ibu N kenal?’ apakah ibu mengetahui keuntungan kita berinteraksi?” ya bagus ibu dapat menyebutkan keuntungan berinteraksi.

Selanjutnya apakah ibu N tau kerugian kita bila tidak berinteraksi?” betul Ibu N, Ibu dapat meneyebutkan kerugian dan keuntungan berinteraksi. Sekarang mari kita belajar berkenalan uya Ibu N?’

Nama : Hobby : Alamat :

“Bagus Ibu” 3. Terminasi

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan a. Evaluasi Subjektif

“ Bagaimana perasaan Ibu N setelah kita berbincang-bincang dan belajar berkenalan.”

b. Evaluasi Objektif

“ Ibu N masih ingat nama Bapak?” sekarang coba Ibu N lakukan kembali cara berkenalan yang bapak ajarkan tadi!” bagus, Ibu N masih ingat” 2. Rencana tindak lanjut

“ Ibu N, bapak harap setelah ini Ibu N dapat latihan berkenalan. “ bapak harap Ibu K mencatatnya dalam jadwal kegiatan harian.

3. Kontrak yang akan datang

1. Topik : “ Ibu N besok kita akan berbincang-bincang lagi dan berlatih berkenalan dengan 1 orang

2. Waktu : “ Ibu N mau berbincang-bincang jam berapa? Jam 09.00 atau jam 10.00 WIB? Dan berapa lama? 10 atau 15 menit?

3. Tempat : “ Ibu N mau berbincang-bincang dimana? Diruang makan?

(34)

Gambar

figure objek atau kejadian yang orang lain tidak melihat objek tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban apakah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual menjadi hal yang harus di perhatikan oleh auditor dalam upaya

Pengaruh Belief Adjustment dan Locus Of Control Terhadap Teknik Penganggaran Modal dan Pengambilan Keputusan Proyek. Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar

Munculnya bentuk polisemik bahasa Arab dalam Alquran karena (1) proses morfofonemis yang berkaitan dengan penerapan hadzf, ta mudhara’ah, (2) proses morfologis

Problem : Sebuah mesin pada manufacturing shop membuat sebuah parts setiap 5 menit, yang kemudian diperiksa oleh seorang inspektor dengan waktu 1 – 7 menit (4 +- 3) untuk setiap

9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan akan sangat memberatkan pemohon, karena adanya keharusan/ kewajiban bagi peserta didik untuk menanggung biaya penyelenggaran

[r]

Penulisan ini akan membahas lebih lanjut apakah promosi yang dilakukan oleh Purwa Caraka Music Studio sudah terjalin luas sehingga dapat mempengaruhi keputusan masyarakat

Pada tracer tahun 2014 lulusan Prodi Ekonomi Pembangunan yang mendapatkan pelayanan akademik dalam komponen keterlaksanaan ujian yang memuaskan (baik dan