• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Hukum Adat dalam UU Perkawina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Eksistensi Hukum Adat dalam UU Perkawina"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan.

Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan tradisi yang tak pelak melahirkan banyak sekali hukum adat dari berbagai masyarakat adat. Salah satunya adalah hukum perkawinan adat yang mana biasanya berisikan aturan – aturan ,tata cara dan prosesi perkawinan yang diwariskan oleh para leluhur dan tetap akan dipakai dan ditaati oleh seluruh anggota masyarakat hukum adat. Untuk memahami dan mempelajari hukum perkawinan adat sendiri harus dipahami mengenai pola susunan masyarakatnya, apakah itu matrilineal, patrilineal, parental ataupun teritorial.1

Hukum adat perkawinan sendiri mempunyai arti Hukum adat perkawinan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di Indonesia.2 Perkawinan menurut hukum adat sendiri bisa merupakan urusan kerabat, keluarga, persekutuan, pribadi, bergantung pada tata susunan masyarakat yang bersangkutan. Namun setelah tahun 197 terjadi unifikasi di bidang hukum 1 Soepomo, Hukum Adat di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal. 67.

(2)

perkawinan dengan lahirnya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang terdiri dari XIV Bab dan 67 pasal. Undang- undang tersebut mengatur tentang dasar-dasar perkawinan, syarat-syarat perkawinan, pencegahan perkawinan, batalnya perkawinan, perjanjian perkawinan, hak dan kewajiban suami isteri, harta dan benda dalam perkawinan, putusnya perkawinan serta akibatnya, kedudukan anak, perwalian, ketentuan lain, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Serta PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1/1974.

(3)

1.2 Rumusan Masalah

1. Hukum apa yang berlaku dalam bidang perkawinan Pra dan Pasca lahirnya Undang-Undang No 1 tahun 1974 ?

2. Apakah aturan-aturan hukum adat sebelum unifikasi di bidang perkawinan masih dapat dijalankan oleh masyarakat adat secara keseluruhan ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui hukum-hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia sebelum ataupun sesudah lahirnya Undang-Undang No 1 tahun 1974. 2. Mengetahui apakah aturan-aturan dalam hukum adat yang

(4)

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Hukum tentang Perkawinan yang pernah berlaku di Indonesia Di Indonesia jauh sebelum lahirnya Undang-Undang No 1 Tahun 1974 sudah ada banyak sekali hukum yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan pernikahan . Itu semua di akibatkan oleh kekayan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh rakyat Indonesia. Jika kita mau menghitung berapa banyak jumlah suku di Indonesia yang mana setiap suku pastinya memiliki hukum masing-masing,tentu butuh waktu yang lama. Tetapi pluralisme hukum perkawinan yang ada sebelum lahirnya Undang-Undang tentang perkawinan tersebut dapat di golongkan sebagai berikut : 1. Bagi orang-orang Indonesia asli yg beragama islam, berlaku hukum agamanya (hukum perkawinan islam) yg telah diterima dlm hukum adat,

2. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya, berlaku hukum perkawinan adat masing-masing,

3. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya yangg beragama kristen, berlaku hukum (ordonansi) perkawinan kristen Indonesia atau HOCI (Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers) Stb. 1933 No. 74,

(5)

5. Bagi orang - orang Timur Asing lainnya dan Warga Negara Indonesi keturunan Timur Asing lainya berlaku hukum adat mereka,

6. Bagi orang-orang Eropa dan Warga Negara Indonesia keturunan Eropa atau yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).3 Lalu setelah tahun 1974 secara otomatis dalam unifikasi, hukum yang berlaku untuk bidang perkawinan Indonesia adalah Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1/1974. Dengan keadaan seperti itu tentu kita pasti bertanya, apakah hukum adat masih dapat diberlakukan dan dalam konteks bagaimana hukum adat dapat dilaksanakan agar tidak bertentangan dengan hukum nasional atau Undang-Undang No 1 Tahun 1974 ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita analisis pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

2.2 Analisis pasal dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 untuk mengetahui eksistensi hukum adat pasca unifikasi hukum perkawinan

Mulai dari pasal pertama Undang-Undnag No 1 Tahun 1974 kita akan mengetahui arti dari perkawinan ,yaitu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Dalam pengertian tersebut sudah sedikit berlainan dalam tujuan perkawinan,di dalam hukum adat sendiri tujuan perkawinan lebih condong kepada penggabungan dua keluarga menjadi satu kerabat baru yang lebih besar.

(6)

Kemudian sebelum lebih lanju kedalam kita lihat pasal 66 dan 64 yang akan menjadi landasan pengakuan hukum adat dalam hukum Nasional tentang perkawinan. Pasal 66, untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (burgelijk Wetboek), Ordinansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijk Ordanantie Christen Indonesia 1933 No.74, Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op gemeng de Huwelijken S.1898 No. 158), dan Peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.

“Peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku.”

Namun dengan penafsiran a contrario hal-hal yang tidak diatur dalam UU ini tetapi ada di hukum adat perkawinan maka tetap berlaku,seperti bentuk prkawinan upacara perkawinan dan lain-lain. Jadi pasal 66 punya fungsi sebagai dasar hukum berlakunya hukum perkawinan adat.

Pasal 64 berbunyi, “Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungn dengan perkawinan yang tejadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah”. Maka Tolok ukur SAH atau tidaknya perkawinan pra (sebelum) UU Perkawinan adlh hukum perkawinan adat, namun pasca Undang-Undang Perkawinan tolok ukur SAH merujuk Pasal 2 UU Perkawinan.

Kemudian untuk lebih lanjutnya hubungan antara hukum perkawinan adat dan Undang-Undang Perkawinan yakni :

(7)

- Larangan perkawinan antara orang yang mempunyai hubungan darah sangat dekat (Pasal 8)

Pada pasal 8 UU Perkawinan mengambil atau menyerap asas larangan perkawinan seorang laki-laki dan perempuan dalam sistem eleutherogami yaitu larangan menikah apabila kedua calon mempelai mempunyai hubungan turunan dekat dan hubungan periparan yang di jelaskan gamblang dalam pasal 8.

- Ketantuan seorang wanita yang putus perkawinannya harus berlaku waktu tunggu (Pasal 11)

- Hak dan kewajiban suami isteri pasal 31 dan 32

Dalam hukum adat masyarakat parental hak dan kedudukan suami istri dalam rumah tangga ataupun dalm keluarga adalah sama,dan setelah menikah harus memiliki tempoat tinggal yang tetap dan terpisah dari orang tua. Contohnya adalah perkawinan mentas di jawa Setelah perkawinan suami isteri memisah dari kekuasaan orang tua dan keluarga masing-masing, dan membangun keluarga/rumah tangga sendiri dan hidup mandiri(neolokal). Orang tua kedua piihak hanya member bekal bagi kelanjutan hidup rumah tangga kedua mempelai dengan harta pemberian atau warisan sebagai harta bawaan ke dalam perkawinan mereka.Orang tua sebelum perkawinan hanya member nasihat, petunjuk dalam memilih jodoh dan setelah perkawinan hanya mengawasi kehidupan mereka berumah tangga.

(8)

kedua harta tersebut . Itu sama dengan harta yang diatur dalam hukum adat yaitu harta bawaan dan harta bersama.

Dan dalam pasal 37 dinyatakan apabila putusnya perkawinan akibat perceraiaan pembagian menurut hukum masing-masing berarti dalam perkawinan-perkawinan sebelum adanya Undang-Undang ini diakui pembagian harta menurut hukum adat masing-masing bahkan untuk pernikahan pada saat inipun kebanyakan pembagian masih menggunakan hukum adat hingga salah satu pihak mempersalahkannya baru menggunakan putusan pengadilan.

- Ketentuan hak&kewajiban org tua&anak (Pasal 45 dan pasal 46 ) Pasal 45 menyatakan bahwa orang tua wajib memelidara dan mendidik anak sedangkan pasal 46 mengatakan bahwa anak harus menghormati dan mentaati yang dikehendaki oleh orang tua., jelas terlihat dari kedua hal ini merupakan serapan dari kebiasaan yang ada masyarakat hukum adat.

- Ketentuan memelihara dan mendidik anak akibat putusnya perkawinan ( pasal 41)

Pasal ini menyebutkan bahwa :

1. Baik suami atau istri wajib memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri

2. Suami bertanggung jawab atas pemenihan biaya hidup dan pendidikan anak.

(9)

a. Patrilineal : setelah perceraian kehidupan anak sepenuhnya di tangan ayah dan kerabat.

b. Matrilineal : kehidupan anak ( dipelihara dan dididik ) oleh ibu dan anggota kerabatnya.

- Pasal 57 mengenai Perkawinan campuran

Dalam pasal ini yang dimaksudkan adalah perkawinan beda perkewarganegaraan tetapi sebenarnya adalah implementasi dari perkawina campuran antara dua kelompok masyarakat hukum adat. Perbedaan :

a. dalam hukum adat adalah perbedaan adat dari kedua calon mempelai

b. sedangkan dalam Undang-Undang Perkawinan adalah perbedaaan status kewarganegaraan.

Persamaan :

a. Salah satu calon mempelai harus masuk dalam kelompok masyarakat adat ( hukum adat ) atau dalam satu status kewarganegaraan (Undang-Undang Perkawinan )

b. Hukum yang digunakan adalah hukum adat perkawinan kelompok masyarakat adat yang sudah menjadi status adatnya ( hukum adat ) sedangkan Undang-Undang Perkawinan adalah dengan hukum Indonesia bila di Indonesia.

2. Ketentuan dalam hukum adat yg tidak diatur tetapi tidak bertentangan dan masih berlaku

- Dalam hal pertunangan, pemberian hadiah perkawinan, bentuk-bentuk dan upacara perkawinan. Merujuk pada pasal 66.

(10)

- Pasal 7 ayat (1) yg menentukan usia kawin shg otomatis melarang perkawinan anak2 (perkwinan gadis muda belia). Tetapi perkawinan anak anak dibolehkan oleh hukum adat karena keluarga kedua belah pihak ingin adanya penyatuan keluarga sehingga menikahkan anak-anaknya walaupun masih berusia belia.

- Pasal 19 PP No.9/1975 yg menyebutkan alasan-alasan cerai yg secara otomatis melarang perceraian diluar alasan tersebut, misalnya karena faktor magis (hukum perkawinan adat)

- Dalam hukum adat Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang pria dengan beberapa wanita sebagai istri yang kedudukannya masing-masing ditentukan menurut hukum adat setempat tidak sesuai dengan pasal 3 ,4 5 dan 9. Undang-Undang Perkawinan tentang perkawinan hanya memperbolehkan seorang suami beristri satu ataupun boleh beristri lebih dari satu ( dalam pasal 3 Undang-Undang Perkawinan ), dengan syarat syarat pada pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang Perkawinan.

Sedangkan dalam pasal 9 dikatakan seorang dalam tali perkawinan tidak dapat kawin lagi jelas bertolak belakang dengan hukum adat yang memperbolehkan seorang suami menikah lebih dari satu istri.

- Kemudian untuk syarat syarat perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan jelas terlihat tidak mengambil asas dari hukum adat. Seperti dalam :

(11)

Dan pasal 7 yang mengatakan pernikahan diijinkan apabila calon mempelai pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun, bertolak belakang dengan hukum adat yang tidak mempermasalahkan pernikahan belia atau perkawinan anak-anak. Karena pada dasarnya perkawinan dalam hukum adat adalah sarana untuk menyatukan dan mempererat kekerabatan dua keluarga.

(12)

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesinpulan

Hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia bermacam-macam tapi sebelum tahun 1974 dan setelah tahun 1974 hukum mengenai perkawinan di unifikasi dengan lahirnya Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Akan tetapi apakah Undang-Undang tersebut sudah sepenuhnya mewakili keanekaragaman budaya dan tradisi rakyat Indonesia .tentu saja belum itu terlihat jelas setelah kita melakukan analisis pasal-pasal dalam Undang-Undang tersebut . memang benar bahwa hukum adat masih diakui dan berlaku walaupun telah ada Undang-Undang No 1 Tahun 1974 akan tetapi bebrapa aturan hukum adat yang menjadi ciri khas suatu masyarakat adat tidak akan bisa dijalankan apabila sudah diatur oleh Undang-Undang tersebut sesuai rujukan pasal 66 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 itu.

(13)

3.2 Saran

Seluruh jajaran yang paham akan kebutuhan hukum yang baik akan sangat memperhatikan bagaimana perkembangan Politik Pembangunan Hukum Nasional dan Sistem Hukum Nasional Indonesia . Dengan analisis kelompok kami yang menyimpulkan bahwa kurang bersahajanya Hukum Nasional terhadap Hukum Adat yang ada maka dapat dikatakan Perkembangan Politik Pembangunan Hukum Nasional di bidang perkawinan kurang baik. Dan dari hasil analisis kami juga dapat di tarik solusi bagaimana agar Hukum Nasional bisa berjalan serasi dengan Hukum Adat yang ada yaitu dengan adanya peraturan Perundang-undangan lain di bawah Undnag-Undang No 1 Tahun 1974 yang dapat memasukkan unsur-unsur hukum adat yang belum diakui dalam Undang-Undang tersebut sehingga apabila telah ada keserasian jalan antara Hukum Perkawinan Nasional dan Hukum Adat Perkawinan maka Perkembangan Politik Pembangunan Hukum Nasional dan Sistem Hukum Nasional Indoneisa bisa dikatakan telah 100 persen baik.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Soepomo, Hukum Adat di Indonesia, Jakarta, Pradnya Paramita, 1986,

2. Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, 2003

Bandung, Mandar Maju.

3. Soekanto. Soerjono. Hukum Adat Indonesia. 2011. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo

4. http://www.google.com Modul-Hukum-Adat-7-Sistem-Perkawinan pada

tanggal 15 November 2011 pukul 18.45 WIB

(14)

TUGAS HUKUM ADAT DAN SISTEM HUKUM NASIONAL MAKALAH

EKSISTENSI ATURAN-ATURAN HUKUM ADAT PERKAWINAN PASCA UNIFIKASI BIDANG PERKAWINAN DALAM UNDANG

-UNDANG NO 1 TAHUN 1974

Oleh :

Kelompok 1: Yulwhinar Duaja S Aditya Dio Pradana Advent Eden Alfian Nanung P Alfian Widyatama Ardhadedali Aulia P Aswin Pramudita Atyanta Lingga M

Fakultas Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian upaya pembuktian penuntut umum terhadap tindak pidana turut serta menimbulkan bahaya kebakaran bagi barang

bahasa Indonesia adalah PSK. Pada kartun kedua, kartunis menggambarkan kartun dengan genre komik. Informasi kartun dalam wujud gambar dan teks saling mendukung. Pesan yang ingin

Namun, masih ditemukan kendala dalam beberapa tahapan seperti perbedaan informasi terkait tindakan pasca kegagalan pada penilaian akreditasi sebelumnya antara tim

Dengan adanya sistem penerapan Perancangan iLearning Raharja Ask and News (iRAN) Dalam Meningkatkan Sistem Informasi Pada Perguruan Tinggi ini diharapkan nantinya bagi calon

Mengadakan pertemuan untuk orang tua, guru dan siswa, dimana di dalam pertemuan tersebut akan membahas tentang perkembangan belajar siswa, perkembangan sikap atau perilaku

Dari latar belakang diatas maka judul penelitian yang diteliti adalah “Pengaruh pengawasan internal, pemahaman sistem akuntansi keuangan, dan kapasitas sumber

Penelitian menemukan keterkaitan konsep “sederhana” yang mendukung sustainabilitas desain Masjid Al-Irsyad Satya Kota Baru Parahyangan sekaligus juga menggarisbawahi

Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi Experiential Marketing maka akan semakin tinggi Kepuasan Pelanggan, hasil penelitian Penelitian yang dilakukan oleh