• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN YANG MENGALAMI MALPRAKTIK JASA PELAYANAN KESEHATAN PENDAHULUAN

Pelayanan kesehatan (medis) merupakan hal yang penting yang harus dijaga maupun ditingkatkan kualitasnya sesuai standar pelayanan yang berlaku tanpa mengurani hak-hak pasien, agar masyarakat sebagai pasien dapat merasakan pelayanan yang diberikan. Rumah Sakit berperan menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan merupakan ujung tombak

pembangunan kesehatan di Indonesia. Dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, maka rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan umum dan pelayanan medik baik melalui akreditasi, sertifikasi, ataupun proses peningkatan mutu lainnya. pelaksanaan perlindungan hukum dan tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pasien sangat diperlukan dan wajib dilaksanakan oleh Rumah Sakit yang menyelenggarakan jasa

pelayanan kesehatan.

Upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Kemudian secara berangsurangsur berkembang kearah kesatuan pada upaya pembangunan kesehatan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang mencakup upaya promotif (peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif (pemulihan).

Upaya penyelenggaraan kesehatan sebagaimana dimaksud di atas, dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial budaya, termasuk ekonomi, lingkungan fisik dan biologis yang bersifat dinamis dan kompleks. Menyadari betapa luasnya hal tersebut, pemerintah melalui sistem kesehatan nasional, berupaya menyelenggarakan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.1

Pada dasarnya kesalahan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi medis, merupakan suatu hal yang penting untuk dibicarakan, hal ini disebabkan karena akibat kesalahan atau kelalaian tersebut mempunyai dampak yang sangat merugikan. Selain merusak atau

mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi kedokteran juga menimbulkan kerugian pada pasien.2Namun demikian untuk mengetahui seorang dokter melakukan malpratik

atau tidak maka dapat dilihat dari unsur standar profesi kedokteran. Standar profesi merupakan batasan kemampuan yang meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill performance) dan sikap profesionalitas (professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang 1 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, (Jakarta, PT. Rineke Cipta, 2005), hlm. 2.

(2)

dokter untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.3 keterangan dokter atau tenaga kesehatan lainnya di Rumah

Sakit Umum Daerah yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian lapangan (field research).Penelitian lapangan ini adalah penelitian data yang dilakukan secara langsung dilapangan terhadap obyek penelitian di lokasi yang telah ditentukan dan yang berhubungan dengan pembahasan dalam hal ini berupa wawancara yang bersumber dari

pimpinan Rumah Sakit, dokter, mantri dan tenaga kesehatan lainnya serta beberapa pasien Rumah Sakit Umum Daerah Sangata Kabupaten Kutai timur. (b). Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihakpihak lain yang berwenang, peraturan perundang-undangan dan lain-lain.

PEMBAHASAN

1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Yang Mengalami Malpraktik Jasa Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit

Menurut pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa perlindungan hukum bagi konsumen adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada

konsumen”. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak pelanggaran hak-hak konsumen yang di lakukan oleh pelaku usaha. Hal semacam ini sudah sampai mewabah pada bidang kesehatan di Indonesia pada umumnya. Rumah Sakit berperan

menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan merupakan ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Dalam penyelenggaraan pelayanan rumah sakit, maka rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan umum dan pelayanan medik baik melalui akreditasi, sertifikasi, ataupun proses peningkatan mutu lainnya.Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses, outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,

menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna. Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit perlu didukung oleh sumber daya yang dimiliki meliputi sumber daya manusia, sarana, prasarana, peralatan medis, dan anggaran rumah sakit yang memadai. adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemberian perlindungan hukum terhadap pasien dari pihak tenaga kesehatan maupun pihak

(3)

Rumah Sakit itu sendiri adalah sebagai berikut : Pertama, Hubungan dokter dan Pasien, Dalam pelayanan di bidang medis, tidak terpisah akan adanya hubungan hukum antara dokter atau rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan. Hubungan yang timbul antara pasien dan rumah sakit dapat dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu: pertama, perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan dimana tenaga perawatan melakukan tindakan perwatan. Kedua, perjanjian pelayanan medis dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis Inspanning Verbintenis.4

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka hubungan hukum antara pasien dan dokter adalah transaksi terapiutek yaitu sebuah transaksi antara dokter dan pasien dimana masing-masing harus memenuhi syarat-syarat dalam aturan hukum atau syarat sahnya suatu perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata. Sedangkan untuk pelaksanaan perjanjian itu sendiri harus dilaksanakan dengan itikad baik sesuai dengan ketentuan pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka proses terhadap kepastian

perlindungan hukum bagi pasien dan rumah sakit terjadi dengan lahirnya kata sepakat yang disertai dengan kecakapan untuk bertindak dalam perjanjian dan berlaku secara sah sebagai undang-undang. Dalam perkembangan ilmu dan kemajuan teknologi kedokteran yang sangat pesat belum diikuti dengan perilaku profesi dokter yang akomoditif terhadap hak-hak pasien, sehingga resiko yang dihadapi pasien semakin tinggi. Pasien pada umumnya selalu menerima apa saja kata dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Padahal menurut pasal 4 sampai dengan pasal 8 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan yang mengatur mengenai hak-hak pasien, pasien dihadapan dokter memiliki hak penuh untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan berhak untuk ikut menentukan tindakan yang akan diambil dalam penyembuhan penyakit, serta berhak untuk mendapatkan pelayanan yang layak bagi kesehatan.

Dalam ketentuan pasal 5 huruf c dan pasal 8 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan juga disebutkan bahwa : Pasal 5 huruf c “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.” Pasal 8 “Setiap orang berhak memperoleh

informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.”Perlindungan pasien dengan jelas diatur dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 56 yang berisikan ketentuan

4 Fred Ameln (1991) dalam perlindungan konsumen kesehatan berkaitan dengan

(4)

antara lain sebagai berikut :“(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan

memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada:

a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas;

b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau c. gangguan mental berat.

(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.”Keempat, Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter/tenaga kesehatan dan Rumah Sakit. Peran dan fungsi rumah sakit sebagai tempat untuk melakukan pelayanan medis yang professional akan erat kaitannya dengan 3 (tiga) unsur, yaitu terdiri dari: pertama, unsur mutu yang dijamin kualitasnya. Kedua, unsur keuntungan atau manfaat yang tercermin dalam mutu pelayanan. Ketiga, hukum yang mengatur perumahsakitan secara umum dan kedokteran dan/atau medik khususnya.5

Unsurunsur sebagaimana dimaksud akan bermanfaat bagi pasien dan dokter/tenaga

kesehatan serta rumah sakit, disebabkan karena adanya hubungan yang saling melengkapi unsur tersebut. Pelayanan kesehatan memang sangat membutuhkan kualitas mutu pelayanan yang baik dan maksimal dengan manfaat yang dapat dirasakan oleh penerima jasa

pelayanan kesehatan dan pemberi jasa pelayanan kesehatan.Disamping itu, seorang dokter harus memiliki pengetahuan yang baik tentang standar pelayanan medik dan standar profesi medik, pemahaman tentang malpraktik medik, penanganan penderita gawat darurat, rekam medis, euthanasia dan lain-lain. Semua itu merupakan pengetahuan masa kini yang perlu untuk didalami secara professional. Agar tidak terjadi tindakan medik yang menimbulkan kesalahan dan atau kelalaian dari dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit, yang akan

menimbulkan kerugian bagi pasien. Kelima, Hak-hak pasien selaku konsumen yang mengalami malpraktik dalam pelayanan kesehatan tidak dipenuhi oleh pihak Rumah Sakit. Dalam hal ini mengenai hak Konsumen diatur dalam pasal 4 huruf c, d, e dan f

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu :

a. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

(5)

b. hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; c. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

d. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

2. Tanggung Jawab Pihak Rumah Sakit Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Pasien Akibat Terjadi Malpraktik.

Setiap pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum seseorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hak yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk member pertanggungjawabannya.

Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dibedakan sebagai berikut : 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault)

2. Prinsip praduga untuk bertanggung jawab (presumption of liability)

3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non liability) 4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability)

5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability)6

Dalam hukum perdata dasar pertanggungjawaban itu ada dua macam yaitu kesalahan dan resiko. Dengan demikian dikenal pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability without fault) yang dikenal dengan tanggungjawab resiko (risk liability) atau tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip dasar pertanggungjawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena seseorang tersebut telah bersalah melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab resiko merupakan dasar pertanggungjawaban, maka konsumen (pasien) sebagai penggugat tidak diwajibkan lagi membuktikan kesalahan produsen (dokter) sebagai tergugat sebab menurut prinsip ini dasar pertanggungjawaban bukan lagi kesalahan melainkan produsen (dokter) langsung bertanggung jawab sebagai resiko usahanya.7

6 Titik Triwulan Tutik dan Sinta Febriana, (Jakarta: Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Prestasi Pustaka Publisher, 2010), hlm. 49.

7 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Pertanggung-jawaban

(6)

Menurut hukum perdata, pertanggungjawaban dapat dikualifikasikan dalam tiga kategori yaitu pertama, pertanggungjawaban karena kasus Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) sesuai ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Kedua,pertanggungjawaban karena Wan Prestasi (WP) sesuai pasal 1243 KUH Perdata dan ketiga, pertanggung jawaban penyalahgunaan keadaan berdasarkan doktrin hukum. Pemberian hak ganti rugi merupakan upaya untuk memberikan perlindungan bagi setiap orang atas suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun non fisik karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Perlindungan ini sangat penting karena akibat kelalaian atau kesalahan tersebut mungkin dapat menyebabkan kematian atau

menimbulkan cacat yang permanen.

Masalah hukum dalam pelayanan medis umumnya terjadi di rumah sakit dimana tenaga kesehatan bekerja. Secara umum unsur pokok malpraktik dalam pengertian malpraktik kedokteran adalah ketidaksesuaian dengan standar medis.Standar medis perlu dihubungkan dengan tujuan ilmu kedokteran, yang oleh leenen sebagaimana dikutip dari Fred

Ameln,8dirinci sebagai berikut :

a. Menyembuhkan dan mencegah penyakit (cure and preventive) b. Meringankan penderita

c. Comforting pasien termasuk mengantar mengakhiri hidup

d. Penerapan atas keseimbangan, berhubungan dengan tindakan diagnostik dan terapiutek dengan peringanan penderitaan dan comforting dan pula dengan tindakan preventif.

Dalam hal pertanggungjawaban atas pelayanan medis yang mana pihak pasien merasa dirugikan maka perlu untuk diketahui siapa yang terkait di dalam tenaga medis tersebut. Tenaga medis yang dimaksud adalah dokter yang bekerjasama dengan tenaga professional lain di dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan medis kepada pasien. Apabila dalam tindakan medis terjadi kesalahan dan mengakibatkan kerugian terhadap pasien, maka

tanggung jawab tidak langsung kepada pihak rumah sakit, terlebih dahulu harus melihat apakah kesalahan tersebut dilakukan oleh dokter atau tenaga medis yang lain. Setiap masalah yang terjadi baik sengaja maupun tidak sengaja perlu diteliti terlebih dahulu. Apabila kesalahan dilakukan oleh dokter, maka rumah sakit yang bertanggung jawab secara umumnya dan dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dikenakan sanksi.Seorang dokter harus

membandingkan tujuan tindakan mediknya dengan resiko dari tindakan tersebut dan harus berusaha menerapkan tujuan itu dengan resiko yang terkecil. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab rumah sakit selaku badan hukum, maka pada prinsipnya rumah sakit

(7)

bertanggung jawab secara perdata terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan bunyi pasal 1365 KUH Perdata yaitu :

“Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut”. Selain itu juga tertuang dalam pasal 58 ayat 1 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yaitu:

“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan dan/atau penyelenggaraan kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”

Terdapat dua kategori rumah sakit selaku pihak tergugat yaitu rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Berkaitan dengan rumah sakit pemerintah, maka manajemen rumah sakit pemerintah c.q Dinas kesehatan/Menteri Kesehatan dapat dituntut. Menurut pasal 1365 KUH Perdata, seorang pegawai yang bekerja pada rumah sakit pemerintah menjadi pegawai negeri dan Negara sebagai suatu badan hukum dapat dituntut untuk membayar ganti rugi atas tindakan pegawai negeri yang dalam menjalankan tugasnya merugikan pihak lain. Sedangkan untuk manajemen rumah sakit swasta diterapkan pasal 1365 dan pasal 1367 KUH Perdata, karena rumah sakit swasta sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri dan dapat bertindak dalam hukum dan dapat dituntut seperti halnya manusia.Tenaga kesehatan khususnya yang bekerja di Rumah Sakit Pemerintah yaitu tenaga dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan Swasta. Di dalam melaksanakan tugas profesinya, baik tenaga dari PNS ataupun swasta mempunyai perbedaan dalam tanggung jawab. Apabila dokter dari PNS yang melakukan kesalahan/kelalaian/malpraktik dalam tindakan medis, dokter tersebut diberikan sanksi berupa pemindahan kerja ke instansi kesehatan lain atau pemberhentian sementara, bahkan pemberhentian tidak dengan hormat apabila dianggap pelanggaran tersebut

merupakan pelanggaran disiplin tingkat berat. Hal ini sesuai dengan peraturan disiplin PNS yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Sedangkan, dokter swasta apabila melakukan kesalahan biasanya sanksi yang dijatuhkan berupa diberhentikan oleh Rumah Sakit tempat ia bekerja sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak kerjanya. Akibat dari kesalahan dokter yang menyebabkan kerugian terhadap pasien akan menjadi beban bagi pihak rumah sakit. Seorang dokter hanya sebatas berusaha sesuai dengan kemampuan dan standar yang digariskan atas profesinya. Sehingga apabila pasien mengalami ketidaksembuhan, maka dokter tidak dapat dituntut selama menjalankan sesuai dengan prosedur pelayanan yang ada. Namun berbeda keadaan, apabila seorang dokter menjalankan pelayanan tidak sesuai dengan prosedur, pasien dapat menuntut kerugian kepadanya.

(8)

yang merasakan dirugikan atas pelayanan medis dapat menyampaikan pengaduan atau kerugian tersebut kepada direktur Rumah Sakit kemudian ke komite medik dengan memberikan keterangan mengenai hal yang diadukan atau dirugikan dari pelayanan dokter atau tenaga medis lainnya, kemudian Direktur Rumah Sakit akan memanggil kedua belah pihak yaitu pasien dan dokter untuk dimintai keterangan tentang masalah apa yang terjadi diantara

keduanya dan dicari pemecahan masalahnya. Apabila terbukti bahwa kerugian yang diderita oleh pasien diakibatkan oleh kesalahan/kelalaian/malpraktik dokter maka yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut bisa rumah sakit atau dokter sesuai hasil keputusan yang diambil direktur rumah sakit.

Apabila dalam penyelesaian oleh pihak Rumah Sakit tidak ditemukan jalan damai, artinya pasien tidak puas atas keputusan yang diambil oleh direktur rumah sakit atau tidak ada pemecahan masalah yang diperoleh. Maka pasien sendiri dapat melaporkan sengketa tersebut ke Dinas Kesehatan atau Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sangatta agar sengketa tersebut dapat diselesaikan. Apabila tetap tidak ditemukan pemecahan atas sengketa tersebut maka pasien dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sesuai dengan pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Kedokteran.

Pasien dapat mengajukan sengketa tersebut ke Pengadilan Negeri. Apabila seorang dokter melakukan kesalahan profesi (criminal malpractice), secara yuridis semua kasus culpa dapat diajukan ke pengadilan pidana maupun perdata sebagai malpraktik untuk dilakukan pembuktian berdasarkan standar profesi kedokteran dan informed consent. Apabila dokter terbukti tidak menyimpang dari standar profesi kedokteran dan sudah memenuhi informed consent maka dokter tersebut tidak dipidana atau diputuskan bebas membayar ganti kerugian. Data yang diperoleh dalam penelitian bahwa tanggung jawab berupa penggantian kerugian yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta khususnya terhadap kerugian yang dialami BY, tidak sesuai karena pihak rumah sakit hanya menanggung sebagian biaya operasi saja. Padahal dengan jelas pasal 1365 KUH Perdata disebutkan bahwa pelaku harus mengganti kerugian sepenuhnya. Oleh karena itu, pasien (BY)

mengharapkan keadilan dari Pihak Rumah Sakit karena dalam hal ini dokter telah

melakukan kesalahan dalam melakukan tindakan medis kepadanya. Dari ketentuan tersebut maka pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan harus lebih berhati-hati didalam melakukan tindakan medis yang mana dari pihak pasien mempercayakan sepenuhnya akan tindakan medis yang dilakukannya.

KESIMPULAN

(9)

Sebagai Konsumen Yang Mengalami Malpraktik Jasa Pelayanan Kesehatan .Pihak Rumah Sakit

sudah berupaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini dokter dan penerima pelayanan kesehatan (pasien). Namun dalam pelaksanannya perlindungan hukum yang diberikan pihak Rumah Sakit belum berjalan dengan optimal, hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor yaitu: pertama, hubungan dokter dan pasien, yang selama ini lebih dominan dokter karena pasien selalu menuruti segala perintah dan arahan yang diberikan dokter tanpa mengetahui kebenarannya terlebih dahulu. Kedua, system perlindungan

hukum yang ditetapkan pihak rumah sakit. Ketiga, fasilitas, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Keempat, mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter/tenaga kesehatan dan rumah sakit. Kelima, Hak-hak pasien selaku konsumen yang mengalami malpraktik dalam pelayanan kesehatan tidak dipenuhi.

Kedua,Tanggung Jawab Pihak Rumah Sakit Terhadap Kerugian Yang Dialami Oleh Pasien Akibat Terjadi Malpraktik Di Rumah Sakit., apabila terjadi suatu

kelalaian/kesalahan/malpraktik medis, maka rumah sakit yang merupakan rumah sakit pemerintah c.q Dinas kesehatan/Menteri Kesehatan dapat dituntut. Menurut pasal 1365 KUH Perdata, seorang pegawai yang bekerja pada rumah sakit pemerintah menjadi pegawai negeri dan Negara sebagai suatu

(10)

DAFTAR PUSTAKA A. LITERATUR

(11)

2. Nasution, Bahder Johan. Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005.

3. Koeswadji, Hermien Haditi. Hukum dan Masalah Medik. Surabaya: Airlangga Press, 2002.

4. Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Pertanggung-jawaban Menurut Hukum Perdata. Jakarta: Raja Grafindo Perada, 2006.

5. Tutik, Titik Triwulan dan Shita Friana. Perlindungan Hukum Bagi Pasien. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010.

6. Republik Indonesia. Undang-undang Dasar republik Indonesia Tahun 1945 7. Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) 8. Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen.

Undangundang Nomor 8 Tahun 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126.

9. Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116. 10. Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Kesehatan. Undang-undang Nomor 36

Tahun 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144.

11. Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Rumah Sakit. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153.

12.Fred Ameln. 1991: dalam perlindungan konsumen kesehatan berkaitan dengan malpraktik medik, -http:/id.shyoong.com/law – and – polities /1853631

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Soedarso Sp (1990:11) dalam bahan ajar seni budaya kelas IX oleh Kemendikbud menjelaskan bahwa seni lukis merupakan cabang dari seni rupa yang cara pengungkapannya

Kepala SKPD Provinsi melakukan pemantauan pelaksanaan dekonsentrasi yang meliputi pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan kewenangannya, 4. Kepala

Masalah pencatatan kepemilikan modal pada BUMD, maka konsep yang dapat diyakini untuk dipercayai adalah, Penyertaan Modal Pemerintah yang menghasilkan kepemilikan

Dari hasil evaluasi menggunakan analisis SWOT ke Sembilan elemen blok bangunan pada Business Model Canvas mengenai kekuatan dan kelemahan, peluang, serta ancaman yang

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak diteliti yaitu analisis yuridis mengenai pengaturan sanksi terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab

Kompetisi mungkin akan berkembang lebih lanjut di masa depan, yang dapat berdampak pada kinerja keuangan dari layanan nirkabel tidak bergerak Kami dan

Namun secara umum pengertian peta adalah lembaran seluruh atau sebagian permukaan bumi pada bidang datar yang diperkecil dengan menggunakan skala

5.pasien dewasa mengeluh ada luka di kemaluan. !walnya hanya bintik kemerahan. %esi ; ulkus yang nyeri, multiple, kotor, bergaung, dasar ulkus rapuh.  hari yg lalu