• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori dan Aplikasi Hasnawir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Teori dan Aplikasi Hasnawir"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Mitigasi Bencana Sedimen

Teori dan Aplikasi

Hasnawir

Editor: Prof. Dr. Ir. Abdullah Syarief Mukhtar, M.S.

Kementerian Kehutanan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

(3)

ii

Mitigasi Bencana Sedimen

Teori dan Aplikasi

Hak cipta dilindungi undang-undang

Penulis : Hasnawir

Editor : Prof. Dr. Ir. Abdullah SyariefMukhtar, M.S.

Desain sampul : Tony Widianto

ISBN : 978-602-95270-3-2

Diterbitkan oleh:

Kementerian Kehutanan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Balai Penelitian Kehutanan Makassar

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16 Makassar (90243) Tel/Fax: +62-411-554049/ +62-411-554058

Website: www.balithutmakassar.org,

Email: info@balithutmakassar.org; datinfo.bpkmks@gmail.com

(4)

iii PRAKATA

KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN

Bencana sedimen seperti bencana tanah longsor dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik jumlah kejadian maupun jumlah korban jiwa yang ditimbulkan.Di Indonesia, bencana sedimen banyak dipengaruhi oleh kondisi hujan yang ekstrim dan juga aktivitas penggunaan lahan yang kurang sesuai.Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah menyikapi isu bencana sedimen sebagai salah satu isu penting sehingga berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan telah dilakukan dan direncanakan sebagaimanatermuat dalam Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025.

Disadari bahwa pendekatan ilmiah dan teknologi mitigasi,termasuk perencanaan penggunaan lahan dan pencegahan bencana harus terus dikembangkan untuk mencari solusi yang efektif menyikapi potensial bencana sedimen. Penggabungan ilmu dan teknologi terbaru dari perspektif lokal dan nasional diperlukan untuk meningkatkan prediksi bencana sedimen dan mengembangkan sistem peringatan bencana sedimen secara tepat. Buku dengan judul “Mitigasi Bencana Sedimen: Teori dan Aplikasi” adalah sebuah buku yang memuat dasar-dasar teori bencana sedimen dan aplikasi dari mitigasi bencana. Dengan membaca buku ini, kita akan semakin memahami beberapa hal seperti pemahaman terhadap proses kejadian bencana sedimen, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana sedimen, konsep dan strategi mitigasi serta langkah pengendalian bencana sedimen.

(5)

iv

peringatan dini dan contoh kasus evakuasi bencana sedimen yang telah sukses dilakukan. Ini tentu akan memberikan suatu pengetahuan penting dan dorongan dalam upaya-upaya menyikapi isu bencana sedimen saat ini dan di masa yang akan datang. Harapan saya, buku ini dapat memberikan wawasan bagi para pembaca sehingga jika mereka harus mengambil bagian dalam operasi penanganan bencana sedimen, apapun kapasitasnya, mereka tidak terlalu ketinggalan dari sisi teori dan aplikasi.

Jakarta, Agustus 2012 Kepala Badan

(6)

v KATA SAMBUTAN

KEPALA PUSLITBANG KONSERVASI DAN REHABILITASI

Sesuai dengan visi Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (PusKonseR) “menjadi lembaga penyedia IPTEK bidang konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam yang terpercaya untuk

kepentingan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat,

PusKonseRbertekad untuk menjadi lembaga penyedia IPTEK yang mendapatkan kepercayaan publik sebagai lembaga yang kredibel dan mampu menjawab kebutuhan dan tantangan pembangunan kehutanan bidang konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam. Hal ini berimplikasi bahwa PusKonseRharus memiliki kemampuan mengemas dan mendesiminasikan teknologi yang dihasilkan.

Sejalan dengan hal tersebut di atas PusKonseR sebagai unit esolon II Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan mendorong dan melakukan pembinaan kegiatan-kegiatan desiminasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan termasuk publikasi buku pada tingkat UPT Balai Penelitian Kehutanan.

(7)

vi

bencana di Indonesia setiap tahunnya dengan puluhan jumlah korban jiwa bahkan ratusan. Hal ini mengisyaratkan akan pentingnya kebutuhan pengetahuan dan informasi terhadap masalah bencana sedimen secara tepat.

Buku ini telah menambah khasanah bacaan dan semoga dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Kepada Balai Penelitian Kehutanan Makassar dan kepada penulis kami menyampaikan selamat dan mengapresiasi atas terbitnya buku ini.

(8)

vii KATA SAMBUTAN

KEPALA BALAI PENELITIAN KEHUTANANMAKASSAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, buku dengan judul “Mitigasi Bencana Sedimen: Teori dan Aplikasi” yang ditulis oleh Hasnawir, S.Hut, M.Sc, Ph.D, salah seorang peneliti dari Balai Penelitian Kehutanan Makassar dapat diterbitkan. Buku ini ditulis berdasarkan tinjuan pustaka dan hasil penelitian yang dilakukan terkait bencana sedimen. Buku ini memuat dasar-dasar teori bencana sedimen dan aplikasi dari mitigasi bencana.

Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang memiliki tugas pokok melaksanakan penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan, keteknikan kehutanan dan pengolahan hasil hutan, serta perubahan iklim dan kebijakan kehutanan sesuai peraturan perundang-undangan dengan wilayah kerja meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Sulawesi Tengah serta Provinsi Maluku senantiasa berusaha memberikan sumbangan hasil pemikiran, penelitian dan pengembangan melalui tulisan publikasi termasuk pubikasi buku ini.

Semoga buku ini dapat dimanfaatkan, memberikan informasi dan petunjuk terkait bencana sedimen.

Makassar, Agustus 2012 Kepala Balai

(9)
(10)

ix KATA PENGANTAR

Indonesia diberkati dengan lingkungan alam yang sangat kaya. Namun demikian, lingkungan alam dengan wilayah Indonesia yang terletak di daerah iklim tropis dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim dan digabungkan dengan kondisi topografi dan batuan, memiliki resiko tinggi terhadap bencana. Bencana sedimen di Indonesia seperti tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng menjadi ancaman yang serius. Ini disebabkan oleh karena jumlah kejadian dan dampak yang diakibatkan oleh bencana ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan akhir-akhir ini. Bahkan bencana sedimen khususnya bencana tanah longsor menjadi bencana yang paling sering terjadi di Indonesia setelah banjir.

Berdasarkan isu yang berkembang seperti dikemukakan di atas, buku ini disusun dengan maksud untuk memberikan pemahaman kepada pembaca sekaligus sebagai petunjuk menyikapi isu terkait bencana sedimen di Indonesia. Buku ini memuat dasar-dasar teori bencana sedimen seperti faktor mekanis dan faktor pendorong yang mengakibatkan bencana sedimen, konsep dan strategi mitigasi bencana sedimen serta langkah pengendalian bencana sedimen. Dalam buku ini pula memuat pengembangan sistem peringatan dan evakuasi dari bencana sedimen.

(11)

x

penyusunan buku ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya saya sampaikan pula kepada editor buku ini, Prof. Dr. Ir. Abdullah Syarief Mukhtar, M.S. atas saran dan komentar yang sangat berguna dalam penulisan buku ini. Saya sampaikan pula terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. M. Nurdin Abdullah, M.Agr, Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, M.S., Ir. Paimin, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. H. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. atas masukan dan komentar yang sangat berguna dalam buku ini. Pada kesempatan ini pula saya sampaikan terima kasih kepada Kepala Seksi Data, Informasi dan Kerjasama BPK Makassar, Drs. Baharuddin atas kerjasama yang baik sehingga buku ini dapat diterbitkan. Tidak terkecuali terima kasih dan penghargaan saya kepada teman-teman peneliti dan staf BPK Makassar atas dukungan dan kerjasama yang diberikan.

Penulis berharap buku ini dapat menambah wawasan pembaca sekaligus menjadi referensi untuk memperluas khasanah ilmiah dan pengetahuan untuk masalah bencana sedimen di Indonesia.

Makassar,Agustus 2012 Penulis

(12)

xi DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul ... i

Prakata Kepala Badan Litbang Kehutanan ... iii

Kata Sambutan Kepala Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi ... v

Kata Sambutan Kepala Balai Penelitian Kehutanan Makassar ... vii

Kata Pengantar... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel... xii

Daftar Gambar ... xiii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Bencana Sedimen ... 2

1.2. Faktor Mekanis dan Faktor Pendorong Bencana Sedimen .. 10

1.3. MekanismeTerjadinyaBencanaSedimen ... 16

2. BENCANA SEDIMEN DI INDONESIA ... 19

3. MITIGASI BENCANA SEDIMEN ... 27

3.1. Konsep Mitigasi Bencana Sedimen ... 27

3.2. Strategi Mitigasi Bencana Sedimen ... 28

3.3. Langkah Pengendalian Bencana Sedimen ... 31

4. PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN & EVAKUASI ... 39

4.1. Aplikasi Ambang Batas Curah Hujan untuk PeringatanDini 41 4.2. Kasus-Kasus Evakuasi ... 49

5. PENUTUP... 51

Daftar Pustaka... 52

Singkatan-Singkatan ... 55

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1: Fenomena yang dapat menyebabkan bencana langsung:

tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng ... 6 Tabel 2: Perbedaan antara tanah longsor dan kegagalan lereng... 8 Tabel 3: Tipe aliran debris berdasarkan penyebabnya ... 9 Tabel 4: Faktor mekanis dan faktor pendorong bencana sedimen .. 11 Tabel 5: Bencana alam besar di Indonesia ... 20 Tabel 6: Bencana tanah longsor di Indonesia 1 tahun terakhir

(13-8-2011 sampai 16-7-2012) ... 23 Tabel 7: Pendekatan struktural terhadap pencengahan kegagalan

lereng ... 37 Tabel 8: Evakuasi dari aliran debris di Misugi, Jepang pada tanggal

1-8-1982 ... 50 Tabel 9: Evakuasi dari tanah longsor di Nagasaki, Jepang pada

(14)

xiii DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1: Proses kejadian bencana... 1 Gambar 2: Proses kejadian bencana sedimen ... 5 Gambar 3: Bencana langsungdari bencana sedimen :tanah longsor,

aliran debris dan kegagalan lereng ... 7 Gambar 4: Hubungan antara bencana sedimen dan jenis geologi ... 10 Gambar 5: Jenis-jenis tanah longsor: a) Longsoran translasi, b)

Longsoran rotasi: c) Pergerakan blok, d) Runtuhan batu: e) Rayapan tanah, f) Aliran bahan rombakan ... 13 Gambar 6: Kelongsoran lereng ... 17 Gambar 7: Kekuatan geser tanah/batuan ... 18 Gambar 8: Distribusi bencana berdasarkan tipe bencana, korban

dan jumlah kejadian dari tahun 1815 hingga 2012 ... 21 Gambar 9: Distribusi kejadian bencana tanah longsor satu tahun

terakhir (13-8-2011 sampai 16-7-2012) di berbagai

provinsi di Indonesia ... 22 Gambar 10: Situasi tanah longsor disertai aliran debris di Kaldera

Bawakaraeng, Provinsi Sulawesi Selatan, 26 Maret 2004, mengakibatkan 32 jiwa meninggal dunia ... 26 Gambar 11: Situasi tanah longsor di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Barat, 24 Mei 2012, mengakibatkan 8 jiwa meninggal dunia... 26 Gambar 12: Ilustrasi suatu tindakan yang bijaksana sebagai

implementasi konsep mitigasi bencana ... 28 Gambar 13: Soil retaining works di Kathmanhu, Nepal (a) dan

Groundsill di Jawa, Indonesia (b) ... 34

(15)

xiv

Gambar 15: Revetment works di kali Jenes, Solo (a) dan dam works di sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan (b) ... 36 Gambar 16: Tindakan pencegahan terhadap kegagalan lereng ... 38 Gambar 17: Sistem peringatan dan evakuasi yang dapat diadopsi di

Indonesia ... 41 Gambar 18: Kurva peringatan bencana sedimen berdasarkan ambang

batas curah hujan. Kurva peringatan didefinisikan sebagai batas di mana jika terlampaui maka prosedur keadaan darurat segera dilakukan (modifikasi dari Aleotti, 2004) .. 43 Gambar 19: Diagram alir proses pengeluaran peringatan dini terhadap

tanah longsor (dimodifikasi dari Aleotti, 2004) ... 44 Gambar 20: Tanah longsor dangkal di Provinsi Sulawesi Selatan ... 45 Gambar 21: Ambang batas curah hujan untuk tanah longsor dangkal

di Provinsi Sulawesi Selatan, di atas garis peringatan

kemungkinan tanah longsor dangkal terjadi ... 45 Gambar 22: Distribusi tanah longsor dangkal dengan kondisi: a) curah

hujan, b) elevasi, c) geologi dan d) tipe tanah di Sulawesi Selatan ... 46 Gambar 23: Penakar curah hujan sederhana dengan botol plastik dan

desain alat sederhana penakar hujan hasil rekayasa Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang dapat digunakan untuk aplikasi peringatan bencana sedimen ... 47 Gambar 24: Alat sensor peringatan tanah longsor hasil rekayasa Balai

(16)

1

1.

PENDAHULUAN

Bencana merupakan fenomena yang menimbulkan kerusakan atau kerugian pada kehidupan, baik secara individu ataupun publik oleh beberapa penyebab atau faktor (Ikeya, 1976). DiIndonesia berdasarkan Undang-undang No.24 tahun 2007 mendefenisikan bencana sebagai suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu; ancaman bencana, kerentanan dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian yang prosesnya sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1: Proses kejadian bencana.

Secara garis besar faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lainadalah sebagai berikut:

 Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia

(man-made hazards) yang menurut United Nations International

ANCAMAN BAHAYA

KERENTANAN

RESIKO BENCANA

PEMICU

(17)

2

Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan

menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi

(biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan

penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation).

 Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana.

 Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam

masyarakat.

Berbagai macam fenomena bencana diklasifikasikan berdasarkan penyebab utamanya. Secara umum bencana dibagi dalam dua kategori yaitu bencana alam (natural disaster) dan bencana buatan (artificial

disaster). Kebanyakan bencana alam disebabkan oleh kondisi anomali

cuaca. Beberapa penyebab bencana alam seperti hujan ekstrim, angin kencang, gempa bumi, gunung berapi, gelombang air pasang dan sebagainya. Sedangkan bencana buatan umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia (Ikeya, 1976). Dalam buku ini secara spesifik akan membahas tentang bencana sedimen seperti tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng.

1.1Bencana Sedimen

(18)

3

Bencana sedimen didefinisikan sebagai fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia danharta benda, ketidaknyamanan bagi kehidupan masyarakat, dan atau kerusakan lingkungan, melalui suatuskala besar pergerakan tanah dan batuan.

Kerusakan akibat bencana ini dapat terjadi dalam 4 bentuk: 1) bangunandan lahan pertanian hilang akibat tanah longsor atau erosi, 2) rumah-rumah hancur olehdaya rusak tanah dan batuan selama pergerakan tanah atau batuan, 3) rumah dan lahan pertanian terkubur di bawah tanah oleh akumulasi skala besar sedimen, dan 4)peningkatan endapan pada dasar sungai dan penguburan waduk disebabkan oleh sedimen sepanjangsungai yang dapat mengundang datangnya banjir, gangguan fungsi penggunaan air, dankerusakan lingkungan (Ministry of

Land, Infrastructure and Transport-Japan, 2004).

Beberapa ciri-ciri umum dari bencana sedimen adalah:

 Adanya aliran material massa.

 Adanya media pencampur air atau fluida.

 Melaju dari posisi yang tinggi ke daerah yang lebih rendah.

 Adanya pengaruh gravitasi terhadap material massa.

 Membentuk perlapisan atau sedimen terhadap lingkungan yang

dilalui.

 Membentuk morfologi baru pada daerah yang mengalami bencana.

 Mengakibatkan kerusakan dan kerugian nyawa, materil dan

infrastruktur.

(19)

4

fatalitas bencana sedimen cukup tinggi dimana potensi timbulnya korban jiwa dan kerusakan sangat tinggi.

Bencana sedimen dapat dibedakan berdasarkan sumber sedimen

(onsite) dan tempat deposisi sedimen (off site). Sumber sedimen meliputi

tanah longsor akibat gempa, tanah longsor akibat aktifitas vulkanik, tanah longsor akibat hujan, gunung runtuh, kegagalan, lahar panas dan lahar dingin. Sedangkan tempat deposisi sedimen meliputi sedimentasi dam/waduk, sedimentasi sungai, sedimentasi danau, erosi dan abrasi pantai.

(20)

5

Gambar 2:Proses kejadian bencana sedimen.

Bencana sedimen secara umum dapat dibagi dua tipe 1) tipe sedimen bencana langsung, tipe sedimen ini menyebabkan kerusakan langsung sebagai akibat dari gerakan sedimen, 2) tipe sedimen bencana tidak langsung, tipe sedimen yang mengakibatkan banjir atau genangan

(21)

6

didefinisikan pada Tabel 1 dan ditunjukkan pada Gambar 3. Sedangkan tipe sedimen bencana tidak langsung tidak dibahas dalam buku ini.

Tabel 1: Fenomena yang dapat menyebabkan bencana langsung: tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng.

Tanah longsor Ini adalah fenomenadi mana sebagian atau seluruhtanah pada lereng bergerak ke bawah secara perlahan-lahan akibat pengaruhair tanahdan gravitasi. Jumlah volume massa tanah yang bergerak biasanya besar, kerusakan yang serius dapat terjadi. Jika longsor telah bergerak, maka akan sangat sulit untuk menghentikan longsoran tersebut.

Aliran debris Ini adalah fenomena dimana tanah dan batuan pada lereng bukit atau di dasar sungai terjadi akibat pengaruh hujan deras atau hujan yang terus menerus. Kecepatan aliran debris berbeda-beda, kadang-kadang mencapai 20-40 km/jamsehingga terkadang dapat merusak rumah dan lahan pertanian dalam waktu sekejap.

(22)

7

Aliran debris Kegagalan lereng

Gambar3: Bencana langsungdari bencana sedimen:tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng.

Komite untuk inventarisasitanah longsordunia yang didirikan oleh UNESCO bekerjasama dengan masyarakat akademik internasionalterkait

Pohon tumbang Tanah retak dan

menjadi tidak rata Pasokan listrik dihentikan

Air menggenang di daerah hulu menenggelamkan rumah

Sawah, ladang, dan kebun rusak

Sekolah dan rumah sakit rusak

Rumah rusak

Jalan terpotong memblokir lalu lintas

Bendungan penahan sedimen runtuh, menyebabkan banjir di hilir Jembatan

hancur Tanah longsor memblokir sungai

Pabrik rusak

(23)

8

yayasan keteknikan mendefinisikan tanah longsor sebagai “gerakan dari massa batuan, debris atau tanah yang tergelincir dari lereng”. Dalam istilah kinematika, klasifikasi pergerakan tanah longsor tidak hanya tergelincir tetapi juga runtuh, roboh, menyebardan mengalir (Ministry of

Land, Infrastructure and Transport-Japan, 2004).

Untuk memudahkan perbedaan antara tanah longsor dan kegagalan lereng dapat dilihat pada Tabel2 di bawah ini.

Tabel 2: Perbedaan antara tanah longsor dan kegagalanlereng.

Uraian Tanah longsor Kegagalan

lereng

Geologi Terjadi pada tipe dan struktur geologi tertentu

Hampir tidak ada hubungannya dengan geologi

Topografi Dapat terjadi pada lereng yang sedang

Terjadi pada lereng curam

Kedalam pergerakan Beberapa lebih dari 10 meter

Antara 1 s.d. 2 meter

Besaran pergerakan Besar Kecil

Kecepatan pergerakan

Umumnya lambat, kadang tiba-tiba

Tiba-tiba

Faktor pemicu Air tanah Hujan deras Tanda-tanda

pergerakan

Pohon miring, retak tanah permukaan

Hampir tidak ada

Penggunaan tanah Digunakan sebagai lahan pertanian

Tidak digunakan

Kemungkinan terjadi kembali

(24)

9

Aliran debris terjadi dalam berbagai bentuk tergantung pada kondisi daerah danfaktor penyebabnya. Aliran debris dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe berdasarkan faktor penyebabnya, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3: Tipe aliran debris berdasarkan penyebabnya.

Tipe Uraian

Tipe pergerakan sedimen dasar sungai

Massa aliran sedimen dipicu ketika akumulasi sedimen pada dasar sungai melebihi gradien oleh transportasi sedimen dasar sungai.

Tipe kegagalan lereng Kegagalan lereng langsung berubah menjadi aliran debris.

Tipe bendungan alam Aliran debris ini disebabkan karena runtuhnya sebuah bendungan alam yang dibentuk oleh tanah longsor atau kegagalan lereng.

Tipe tanah longsor Aliran debris terjadi sebagai fenomena tahap terakhir dari tanah longsor. Ini terjadi karena tanah mencair akibat perubahan tanah liat yang cepat.

Tipe aktivitas vulkanik Dalam arti sempit, aliran debris disebabkan oleh letusan gunung berapi atau gempa bumi. Namun

(25)

10

Beberapa kasus bencana sedimen telah dilakukan penelitian untuk melihat hubungan antara bencana sedimen dan jenis geologi. Ikeya (1976) menuliskan hubungan ini sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4: Hubungan antara bencana sedimen dan jenis geologi.

1.2 Faktor Mekanis dan Faktor Pendorong BencanaSedimen

(26)

11

Tabel 4:Faktor mekanis dan faktor pendorong bencana sedimen.

Uraian Aliran debris Kegagalan lereng Tanah Longsor Faktor

Mekanis

Topografi DAS: keberadaan dalam lereng bukit yang tidak stabil dan curam, adanya air tanah dan mata air.

Topografi sungai: longitudinal gradien dasar sungai dan longitudinal konfigurasi arah sungai.

Sedimen yang tidak stabil: lapisan tanah lapuk yang tebal pada sisi bukit dengan kemiringan, ketebalan dan jumlah sedimen sungai, konsentrasi volumetrik dan distribusi ukuran butir dari sedimen yang

terakumulasi.

Geologi: selain dari kekuatan batuan, faktor dominan adalah tingkat pelapukan, perubahan, retak dan patah, arah lapisan, kondisi pori lapisan, dan distribusi lapisan yang hilang seperti lapisan permukaan.

Topografi: kegagalan lereng cenderung terjadi pada lereng 40-50 o, dan pada lereng atau daerah mudah untuk menampung air, seperti lereng yang cekung.

Vegetasi: hutan memiliki efek untuk mencengah keruntuhan berkaitan dengan kegagalan disebabkan oleh infiltrasi curah hujan.

Tanah longsor terjadi paling sering pada lapisan yang disebut formasi tersier yang terbentuk sekitar 2 sampai 6 juta tahun yang lalu. Ini disebabkan karena formasi ini relatif baru, batuan rendah dengan tingkat pemadatan dan kurang tahan terhadap pelapukan. Pelapukan dari formasi ini adalah khas dalam tanah dan batuan dengan cepat menjadi butiran dan menjadi lempung. Dua jenis batu berupa batu pasir dan batu lempung, memiliki properti

pembengkakan yang

merupakan salah satu penyebab tanah longsor.

Faktor Pendorong

Curah hujan: peningkatan mendadak debit air dan intensitas air hujan yang tinggi.

Aktivitas gempa, vulkanik: jumlah sedimen yang tidak stabil dihasilkan oleh jika curah hujan dengan intensitas tinggi terjadi ketika tanah dalam keadaan lembab.

Aktivitas gempa, vulkanik: tanah menjadi tidak stabil ketika lereng stress akibat gempa bumi atau letusan gunung berapi.

Air tanah: peningkatan tekanan air pori tanah disebabkan karena aliran bawah permukaan oleh curah hujan menyebabkan kegagalan lereng.

Aktifitas buatan: deforestasi dan mengubah lereng alami dengan pemotongan dan penimbunan lereng.

Faktor pendorong menyebabkan tanah longsor adalah air. Air dari hujan meresap ke dalam tanah. Air yang meresap menghasilkan tekanan air pori dan kemudian menurunkan kekuatan geser tanah. Oleh karena itu, tanah longsor cenderung terjadi pada musim hujan.

(27)

12

Tanah longsor dapat di bagi enam berdasarkan proses kejadiannya, yaitu: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan (Highland dan

Bobrowsky, 2008). Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak

terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Penjelasan terhadap tipe tanah longsor diuraikan di bawah ini dan juga ditunjukkan pada Gambar 5.

1) Longsoran translasi: bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

2) Longsoran rotasi: bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

3) Pergerakan blok: perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

4) Runtuhan batu: runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

5) Rayapan tanah: jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama, longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

(28)

13

ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

Gambar 5: Jenis-jenis tanah longsor: a) Longsoran translasi, b) Longsoran rotasi, c) Pergerakan blok, d) Runtuhan batu, e) Rayapan tanah, f) Aliran bahan rombakan.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kejadian bencana tanah longsor di Indonesia diuraikan di bawah ini.

Hujan:ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan

November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.Ketika hujan, air akan menyusup ke

(29)

14

bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.

Lereng terjal: lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar

gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 20o apabila ujung lerengnya terjal dan

bidang longsorannya mendatar.

Tanah yang kurang padat dan tebal: jenis tanah yang kurang

padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 22o. Tanah jenis ini memiliki

potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

Batuan yang kurang kuat: batuan endapan gunung api dan

batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.

Jenis tata lahan: tanah longsor banyak terjadi di daerah tata

(30)

15

daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

Getaran: terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan,

getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

Susut muka air danau atau bendungan: akibat susutnya

muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 22o mudah terjadi

longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

Adanya beban tambahan: adanya beban tambahan seperti

beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.

Pengikisan/erosi: pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke

arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

Adanya material timbunan pada tebing: untuk

mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang ada di bawahnya, sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

Bekas longsoran lama: longsoran lama umumnya terjadi selama

(31)

16

panjang melengkung membentuk tapal kuda, umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur, daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai, dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah, dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama, dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil, longsoran lama ini cukup luas.

Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung):

memiliki ciri-ciri; bidang perlapisan batuan, bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar, bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat, bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air), bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat, bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.

Penggundulan hutan: tanah longsor umumnya banyak terjadi di

daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.

Daerah pembuangan sampah: penggunaan lapisan tanah yang

rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan.

1.3 MekanismeTerjadinyaBencanaSedimen

(32)

17

tertentu. Jika permukaan membentuk suatu kemiringan maka komponen massa tanah di atas bidang gelincir cenderung akan bergerak ke arah bawah akibat gravitasi. Jika komponen gaya berat yang terjadi cukup besar, dapat mengakibatkan longsor pada lereng tersebut. Kondisi ini dapat dicegah jika gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6:Kelongsoran lereng.

Kegagalan lereng dapat terjadi dalam setiap lereng yang curam. Faktor pendorong kegagalan lereng terutama yang bersifat mengurangi resistensi geser tanah pada lereng, seperti curah hujan dan meningkatnya tingkat air tanah.

Di sisi lain, tanah longsor dari tipe akumulasi sedimen sungai

(sediment gradien type) dipicu ketika massa tanah kehilangan stabilitas

akibat pengaruh kejenuhan. Mekanisme terjadinya tipe longsoran pada prinsipnya sama dengan penggunaan dalam analisis stabilitas lereng. Secara sederhana, kegagalan lereng dan aliran debris terjadi ketika gaya untuk memindahkan massa tanah menjadi lebih besar dari perlawanan geser yang diperoleh dari persamaan Mohr-Coulomb di bawah ini dan ditunjukkan pada Gambar 7.

Keadaan tanah setelah longsor

(33)

18

Tegangan Normal efektif

K

ek

u

a

ta

n

g

es

er

τ = c + (δ − u) tanφ (1)

dimana : τ = tegangan total pada bidang geserc= kohesi efektif u= tegangan air poriφ= sudut geser dalam efektif

Gambar 7: Kekuatan geser tanah/batuan.

Untuk menilai potensi terjadinya tanah longsor atau kegagalan lereng faktor keamanan (Fs) harus dimasukkan. Faktor Keamanan yang menunjukkan stabilitas lereng ditentukan oleh rasio kekuatan geser dengan tegangan geser, yang dinyatakan dengan rumus:

Fs=τL/τ (2)

dimana: Fs= faktor keamanan τL = kekuatan geser τ = tegangan geser

Sedangkan stabilitas lereng dinilai dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

(34)

19

2. BENCANA SEDIMEN DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard

potency) yang sangat tinggi. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir dan lain-lain. Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi.

Di samping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard

potency) ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki

kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman

kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.

(35)

20

Tabel 5: Bencana alam besar di Indonesia

Tahun Bencana

1815 Gunung Tambora meletus: Jumlah korban dari berbagai penelitian

menuliskan sekitar 71.000 jiwa meninggal dunia.

1883 Gunung Krakatau meletus: Mengakibatkan tsunami dan

menghilangkan lebih dari 36.000 jiwa. Letusan ini menjadi catatan

sejarah dunia tersendiri karena tsunami yang diakibatkan mencapai

hingga Hawaii dan Amerika Selatan.

1930 Gunung Merapi meletus: Mengakibatkan 1.300 jiwa meninggal

dunia.

1963 Gunung Agung meletus: Menewaskan sekitar 1.000 jiwa.

2004 Gempa dan Tsunami di Aceh dan kawasan sekitarnya: Menewaskan

sekitar 170 ribu jiwa, jumlah terbesar yang tercatat dalam sejarah

modern bencana alam Indonesia.

2005 Gempa di Nias, Sumatera: Mengakibatkan sekitar 1000 jiwa

meninggal.

2006 Gempa di Yogyakarta: Menewaskan sekitar 5.782 jiwa

2007 Gempa di Bengkulu, Sumatera: Mengakibatkan sekitar 70

jiwameninggal dunia.

Di Indonesia, bencana sedimen khususnya tanah longsor merupakan bencana yang paling sering terjadi setelah bencana banjir. Jumlah kejadian mencapai 18% dari total kejadian bencana (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB, 2012). Pada Gambar 8 di bawah ini terlihat distribusi bencana berdasarkan tipe bencana, korban

(36)
(37)

22

Berdasarkan data BNPB 2012 satu tahun terakhir (13-8-2011 sampai 16-7-2012) terdapat 67 kejadian bencana terkait sedimen khususnya tanah longsor di Indonesia pada berbagai provinsi. Dari kejadian ini telah menelan korban sebanyak 74 jiwa meninggal dunia, ratusan rumah mengalami kerusakan, fasilitas umum dan luka ringan maupun luka berat pada penduduk. Tiga provinsi yang paling sering mengalami bencana tanah longsor satu tahun terakhir ini adalah Provinsi Jawa Barat mencapai 31% dari total bencana tanah longsor, kemudian disusul Provinsi Jawa Tengah mencapai 18% dan selanjutnya Provinsi Sumatera Selatan mencapai 9% (Gambar 9). Secara rinci jumlah kejadian bencana tanah longsor 1 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini dan Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukkan situasi dari bencana tanah longsor di Indonesia.

(38)

23

Tabel 6: Bencana tanah longsor di Indonesia 1 tahun terakhir (13-8-2011 sampai 16-7-2012)

No Tanggal Provinsi Korban Kerugian

1 16/07/2012 Maluku 2 jiwa meninggal dunia 2 rumah rusak 2 08/07/2012 Sulawesi Tengah 3 jiwa meninggal dan beberapa

terluka

8 rumah rusak berat

3 19/06/2012 Maluku 5 jiwa meninggal dan beberapa terluka

2 rumah rusak berat

4 01/06/2012 Jawa Barat 1 jiwa meninggal dan 1 jiwa terluka

Nihil

5 26/05/2012 Maluku 9 jiwa meninggal dan beberapa jiwa terluka, 87 jiwa mengungsi

8 rumah rusak total, 33 rumah rusak berat, 88 rumah rusak ringan, 2 sekolah tergenang, 24 titik bahu jalan longsor

6 24/05/2012 Jawa Barat 16 jiwa tertimbun (8 jiwa meninggal, 8 selamat)

Nihil

7 08/05/2012 Jawa Tengah 70 KK mengungsi Dalam pendataan 8 05/05/2012 Jawa Tengah Nihil 2 rumah rusah sedang 9 02/05/2012 Bengkulu Nihil Jalan rusak 100 m 10 02/05/2012 Jawa Barat 1 jiwa meninggal dan beberapa

jiwa terluka

11 30/04/2012 Jawa Tengah Nihil 7 rumah rusak dan beberapa fasilitas umum rusak 12 23/04/2012 Sulawesi Barat 1 jiwa meninggal dunia dan 2

jiwa terluka

4 mobil RB, 2 motor RB

13 20/04/2012 Jawa Barat Nihil 2 rumah rusak berat, 2 rumah rusak ringan

14 18/04/2012 Jawa Barat 12 rumah rusak

15 14/04/2012 Jawa Barat Nihil Puluhan rumah rusak dan puluhan KK mengungsi

16 09/04/2012 Jawa Barat Nihil, 9 jiwa terdampak 2 rumah rusak berat 17 05/04/2012 Jawa Barat Merusak fasilitas umum berupa

jalan 200 m

18 04/04/2012 Jawa Barat Nihil 5 rumah ruak berat, 6 rumah rusak ringan

19 02/04/2012 Jawa Barat Bebera KK terkena dampak 3 rumah rusak berat, 2 rumah rusak ringan, 3 rumah rusak sedang

(39)

24

Tabel 6 (lanjutan)

No Tanggal Provinsi Korban Kerugian

26 26/02/2012 Sumetera Selatan Nihil Jalan utama longsor sepanjang 4

meter

27 21/02/2012 Jawa tengah 2 jiwa meninggal dunia 8 rumah roboh

28 19/02/2012 Jawa Barat Nihil 2 rumah rusak berat, 3 rumah

terancam longsor

29 15/02/2012 Jawa Barat Nihil 2 rumah rusak berat

30 14/02/2012 Jawa Barat Nihil 1 rumah rusak berat, 4 rumah

terancam longsor

31 10/02/2012 Jawa Barat 1 jiwa meninggal dunia, 1 luka

ringan

1 rumah rusak ringan

32 04/02/2012 Bali Nihil 1 rumah rusak berat

33 01/02/2012 Banten Nihil 21 rumah rusak ringan

34 20/01/2012 Sumatera Selatan 1 jiwa meninggal dunia Nihil

35 19/01/2012 Jawa tengah Nihil 2 rumah Roboh, 1 terancam roboh

36 18/01/2012 Sumetera Selatan 2 jiwa meninggal dunia Nihil

37 11/01/2012 Jawa tengah Nihil Akses jalan kecamatan tertimbun

material

38 09/01/2012 Sumatera Barat Nihil Menimbun jalur aliran sungai

39 08/01/2012 Jawa Barat 2 Jiwa meninggal dunia, 2 jiwa

luka berat

1 ruas jalan putus 10 meter

40 07/01/2012 Sumatera Barat 1 jiwa meninggal dunia dan 1

jiwa terluka

41 05/01/2012 Sumatera Selatan Jalan sepanjang 25 meter,

mengalami penurunan sekitar 1,5 meter

42 01/01/2012 Jawa Tengah 16 jiwa / 5 KK mengungsi 3 rumah rusak berat dan 7 rusak

ringan

43 01/01/2012 Jawa Tengah Nihil 12 rumah rusak berat, 6 desa

terisolir

44 01/01/2012 Jawa Timur Nihil 1 rumah rusak berat

45 30/12/2011 Banten 1 jiwa meninggal dan beberapa

jiwa terluka

Tidak ada data

46 20/12/2011 Sumatera Utara 3 jiwa meninggal dunia dan

puluhan terluka

Badan jalan ambles, 1 minibus

47 19/12/2011 Sumatera Barat Nihil 3 rumah hancur, 2 mobil, jalan

lintas sumatera terputus

48 14/12/2011 Lampung Nihil Badan jalan menonjol 1,5 m

sepanjang 100 meter, sehingga akses ke 25 dusun di 12 desa terputus

49 06/12/2011 Jawa Barat 57 KK/223 jiwa mengungsi 12 rumah rusak berat dan 29 rusak

ringan

(40)

25

Tabel 6 (lanjutan)

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana, PNPB, 2012.

No Tanggal Provinsi Korban Kerugian

51 01/12/2011 Sumatera Selatan Nihil 2 rumah roboh, 1 terancam roboh 52 30/11/2011 Sumatera Utara 6 jiwa meninggal dunai, 30

hilang

37 rumah tertimbun, 28 sepeda motor, 4 mobil, 1 jembatan. 53 27/11/2011 Bengkulu 22 jiwa mengungsi 6 rumah roboh

54 25/11/2011 Jawa Timur Nihil 20 meter tanggul longsor, dengan kedalaman 4 meter

55 24/11/2011 Jawa Barat 2 jiwa meninggal dunia, 2 jiwa luka ringan, 28 mengungsi

5 rumah rusak berat

56 24/11/2011 Sumatera Barat 2 jiwa meninggal dunai, 1 hilang

1 rumah tertimbun, dan material longsor menutup badan jalan 57 13/11/2011 Jawa Barat 3 jiwa meninggal dunia, 2 luka

berat

1 rumah rusak berat

58 04/11/2011 Jawa Tengah 2 jiwa meninggal dunia 6 rumah rusak berat dan 6 rusak ringan

59 04/11/2011 Jawa Tengah Nihil beberapa rumah dan jalan rusak terkena longsor

60 03/11/2011 Jawa tengah Nihil Puluhan rumah rusak 61 01/11/2011 Jawa Barat 16 jiwa mengungsi 3 rumah rusak berat 62 20/09/2011 Jawa tengah 4 jiwa meninggal dunia dan 2

terluka

Nihil

63 20/09/2011 Sumatera Selatan Nihil 1 rumah rusak berat 64 10/09/2011 Sumatera Barat 4 jiwa meninggal dunia 1 rumah rubuh 65 06/09/2011 Sulawesi Utara 1 jiwa tertimbun 3 motor

66 13/08/2011 Kalimantan Selatan 17 jiwa terluka ringan 5 rumah ambruk, 1 rumah rusak berat

(41)

26

Gambar 10: Situasi tanah longsor di sertai aliran debris di Kaldera Bawakaraeng, Provinsi Sulawesi Selatan, 26 Maret 2004, mengakibatkan 32jiwa meninggal dunia.

Gambar 11: Situasi tanah longsor di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, 24 Mei 2012, mengakibatkan 8 jiwa meninggal dunia.

Kawasan hutan

Sungai Jeneberang

(42)

27

3. MITIGASI BENCANA SEDIMEN

3.1 Konsep Mitigasi Bencana Sedimen

Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.Dalam Undang-undang RI No.24 tahun 2007 menyebutkan bahwa mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko yang terkait dengan bahaya-bahaya karena ulah manusia dan bahaya alam yang sudah diketahui, dan proses perencanaan untuk respon yang efektif terhadap bencana-bencana yang benar-benar terjadi (Coburn et al., 1994).

Konsep mitigasi bencana adalah bahwa seorang yang bijaksana tidak akan mendekati daerah bahaya dan mengevakuasi diri dari bahaya. Konsep ini memiliki arti yang sangat penting dalam rangka mencengah

(43)

28

Gambar 12: Ilustrasi suatu tindakan yang bijaksana sebagai implementasi konsep mitigasi bencana.

Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu :1) tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuktiap jenis bencana, 2) sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana, 3) mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan 4)pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.

3.2Strategi Mitigasi Bencana Sedimen

Beberapa strategi dalam mitigasi bencana dapat dilaksanakan sebagai suatu kebijakan sebagai berikut:

Pemetaan

(44)

29

peta ini belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah : 1) Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan, 2) Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik, 3) Peta bencana belum terintegrasi, 4)Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda beda sehingga menyulitkan dalam proses integrasinya.

Pemantauan

Dengan mengetahui tingkat kerawanan secaradini, maka dapat dilakukan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan mudah melakukan penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan strategis secara jasa dan ekonomi dilakukan di beberapa kawasan rawan bencana.

Penyebaran informasi

Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara: memberikan poster dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi seluruh Indonesia yang rawan bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan penanganan bencana. Memberikan informasi ke media cetak dan elektronik tentang kebencanaan adalah salah satu cara penyebaran informasi dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di suatu kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah dalam hal penyebaran informasi diperlukan mengingat Indonesia sangat luas.

Sosialisasi dan Penyuluhan

(45)

30

rawan bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi bencana.

Pelatihan/Pendidikan

Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan jika terjadi bencana. Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi daripetugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB,SATLAK PB dan masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana. Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi bencana akan terbentuk.

Peringatan Dini

Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil pengamatan secara kontinyu disuatu daerah rawan dengan tujuan agar persiapan secara dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran masyarakat dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini secara teknis dapat lakukan antara lain dengan pengalihan jalur jalan (sementara atau seterusnya), pengungsian dan atau relokasi.

Sedangkan tindakan yang dapat dilakukan selama dan sesudah kejadian bencana sedimen antara lain:

Tanggap darurat: yang dilakukan dalam tahap tanggap darurat

adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: kondisi medan, kondisi bencana, peralatan dan informasi bencana.

Rehabilitasi: upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi

(46)

31

berkembang. Penentuan relokasi korban perlu ditetapkan jika bencana sedimen sulit dikendalikan.

Rekonstruksi: penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di

daerah rawan bencana sedimen tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh sedimen seperti tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.

3.3 Langkah Pengendalian BencanaSedimen

Dalam kasusbencanasedimen, sangat sulit untuk melakukan tindakan secara menyeluruh terhadap pengendalian disetiap lokasi yang rawan. Ini di sebabkan karenalokasi kejadian hampirtak terhitung jumlahnya. Oleh karena itu, penting untuk mengurangi kerusakan dengan mendirikan peringatan yang efektif dan sistem evakuasi, yang mencakup jangkauan wilayah bahaya, prediksi fenomena berbahaya yang mengarah ke bencana, dan penunjukan wilayah bahaya bencana sedimen. Sebenarnya, banyak kasus telah dilaporkan dimana orang tidak terkena dalam bencana sedimen karena mereka dievakuasi tepat pada waktunya dengan mendeteksi tanda-tanda bencana dengan cepat .Ini jelas menunjukkan bahwa masyarakat setempat memiliki pengetahuan tentang potensi bencana di daerah mereka.

(47)

32

baru dikembangkan seringkali tidak memiliki pengetahuan tentang bencana sedimen.

Ada dua pendekatan untuk mengendalikan bencana sedimen yaitu dengan pendekatan struktur dan non struktur. Pendekatan dengan stuktur dapat dilakukan dengan cara membangun bangunan pengendali sedimen. Sedangkan pendekatan dengan non struktur dapat dilakukan mempertimbangkan metode seperti: (i) pengembangan sistem peringatan dan evakuasi (ii) membatasi penggunaan lahan pada daerah beresiko bencana sedimen (iii) mempersiapkan peta bahaya bencana dengan melibatkan masyarakat.

Mencegah terjadinya bencana dengan pengendalian faktor mekanis dan faktor pendorong dengan pendekatan struktur merupakan pendekatan yang paling dasar untuk pencegahan bencana. Pendekatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk merealisasikannya. Harus dipahami bahwa bencana kadang-kadang menyerang kita di luar kemampuan dan prediksi kita. Oleh karena bencana kadang sangat sulit untuk mengidentifikasi lokasi dan waktu kejadian sebelumnya. Pencegahan sempurna dari bencana sedimen hampir mustahil dilakukan meskipun dengan perkembangan teknologi yang maju saat ini, dengan demikian secara bersama upaya yang terus menerus untuk mencegah terjadinya bencana sedimen. Aspek lain yang penting menjadi fokus adalah untuk mencegah dampak lebih besar kerusakan jika bencana terjadi dan hal ini dapat dilakukan dengan sistem evakuasi yang efektif.

3.3.1 Pendekatanstruktur terhadap aliran debris

(48)

33

Tindakan pengendalian terhadap aliran debris harus ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi topografi, subjek konservasi, penyebab aliran debris, daerah kejadian, daerah yang dialiri dan daerah sedimentasi.

Langkah-langkah pencegahan utama dengan pendekatan struktur yang dapat dilakukan berdasarkan daerah kejadian dijelaskan sebagai berikut:

- Daerah kejadian(on site):soil retaining works dangroundsill (Gambar 13).

- Daerah transportasi atau sepanjang daerahaliran: sabo dam dan sand

pocket (Gambar 14).

(49)

34

b)

a)

Gambar 13: Soil retaining works di Kathmanhu, Nepal (a) dan

(50)

35

Gambar 14: Sabo dam(a) dan sand pocket(b) di Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan.

a)

(51)

36

a)

b)

(52)

37

3.3.2 Pendekatan struktur terhadap pencegahan

kegagalanlereng

Secara umum, pencegahan bencana terkait kegagalan lereng dengan menggunakan pendekatan struktural diklasifikasikan menjadi dua jenis pekerjaan yaitu: pekerjaan pengawasan dan pekerjaan pengendalian. Pekerjaan pengawasan digunakan untuk mengurangi faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan lereng, sedangkan pekerjaan pengendalian dimaksudkan untuk mencegah kegagalan lereng dengan instalasi struktur. Secara sederhana dijelaskan dalam Tabel 7 dan ditunjukkan dalam Gambar 16.

Tabel7: Pendekatan struktural terhadap pencegahan kegagalanlereng.

Tipe Tujuan utama Tipe pekerjaan

(53)

38

Gambar 16: Tindakan pencegahanterhadap kegagalan lereng. Pekerjaan jangkar

pada tanah Pekerjaan beton boks

(54)

39

4.

PENGEMBANGAN SISTEM

PERINGATAN DAN EVAKUASI

Sistem peringatan (warning system) merupakan serangkaian sistem untuk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam lainnya. Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Kesigapan dan kecepatan reaksi masyarakat diperlukan karena waktu yang sempit dari saat dikeluarkannya informasi dengan saat (dugaan) datangnya bencana. Kondisi kritis, waktu sempit, bencana besar dan penyelamatan penduduk merupakan faktor-faktor yang membutuhkan peringatan dini. Semakin dini informasi yang disampaikan, semakin longgar waktu bagi penduduk untuk meresponnya.

Keluarnya informasi tentang kondisi bahaya merupakan muara dari suatu alur proses analisis data mentah tentang sumber bencana dan sintesis dari berbagai pertimbangan. Ketepatan informasi hanya dapat dicapai apabila kualitas analisis menuju pada keluarnya informasi mempunyai ketepatan yang tinggi. Dengan demikian dalam hal ini terdapat dua bagian utama dalam peringatan dini yaitu bagian hulu yang berupa usaha-usaha untuk mengemas data menjadi informasi yang tepat dan bagian hilir berupa usaha agar infomasi cepat sampai di masyarakat.

(55)

40

peringatan dini bencana alam mutlak sangat diperlukan dalam tahap kesiagaan, sistem peringatan dini untuk setiap jenis data, metode pendekatan maupun instrumentasinya. Tujuan akhir dari peringatan dini ini adalah masyarakat dapat tinggal dan beraktivitas dengan aman pada suatu daerah serta tertatanya suatu kawasan. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut maka sebelumnya perlu dicapai beberapa hal sebagai berikut: (a) diketahuinya daerah-daerah rawan bencana di Indonesia, (b) meningkatkan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude)dan praktik

(practice)dari masyarakat dan aparat terhadap fenomena bencana,

gejala-gejala awal dan mitigasinya, (c) tertatanya suatu kawasan dengan mempertimbangkan potensi bencana, (d) secara umum perlu pemahaman terhadap sumber bencana.

Evakuasi adalah perpindahan langsung dan cepat bagi orang-orang untuk menjauh dari ancaman atau kejadian yang membahayakan. Evakuasi merupakan bagian dari manajemenbencana.Rencana evakuasi dikembangkan untuk memastikan waktu evakuasi yang paling aman dan efisien bagi penduduk dari ancaman suatu bangunan, kota atau wilayah. Urutan evakuasi dapat dibagi ke dalam tahap-tahap berikut:

 deteksi

 keputusan

 alarm

 reaksi

 perpindahan ke area perlindungan

 transportasi

(56)

41

Gambar 17: Sistem peringatan dan evakuasi yang dapat diadopsi di Indonesia.

4.1 Aplikasi Ambang Batas Curah Hujan untuk Peringatan Dini

Penggunaan sistem peringatan berbasis ambang batas curah hujan telah banyak digunakan pada berbagai tipe bencana di dunia. Secara umum, ada dua jenis ambang batas curah hujan yaitu; ambang batas empiris (emperical thresholds) dan ambang batas fisik (physical

thresholds). Ambang batas empiris adalah nilai relasional berdasarkan

(57)

42

Sistem peringatan berbasis ambang batas empiris menggunakan komponen terkait dengan prakiraan curah hujan, real-time pengamatan curah hujan dan ambang batas curah hujan dengan tanah longsor atau aliran debris. Sistem peringatan ini pertama kali dikembangkan oleh USGS di San Francisco (Keefer et al., 1987; Wilson danWieczorek, 1995). Sistem peringatan ini didasarkan pada perkiraan kuantitatifcurah hujan (6 jam curah hujan mendatang) dari kantor pelayanan cuaca nasional dalam sebuah sistem jaringan alat pengukur curah hujan real-time lebih dari 40 buah secara terus menerus dan ambang batas curah hujan yang menginisiasi tanah longsor (Cannon dan Ellen, 1985).

Sistem serupa juga dikembangkan di Hong Kong (Brand et al., 1984.), Italia (Sirangelo dan Braca, 2001), Jepang (Onodera et al., 1974), Selandia Baru (Crozier, 1999), Afrika Selatan (Gardland dan Olivier, 1993) dan Virginia (Wieczorek dan Guzzetti, 1999). Di Hong Kong telah menerapkan sistem komputer secara otomatis untuk sistem peringatan tanah longsor dan ini merupakan sistem yang pertama kali di dunia untuk pendugaan tanah longsor (Premchitt, 1997). Sistem peringatan tanah longsor ini berdasarkan perkiraan curah hujan jangka pendek dan sistem ini dilengkapi alat pengukur curah hujan sebanyak 86 buah. Peringatan akan tanah longsor umumnya dikeluarkan jika dalam 24 jam hujan diperkirakan akan melebihi 175 mm atau dalam satu jam curah hujan diperkirakan akan melebihi 70 mm. Dalam situasi seperti ini radio lokal dan stasiun televisi diminta untuk menyiarkan peringatan kepada publik secara berkala.

(58)

43

(yaitu waktu minimum yang diperlukan untuk mengevakuasi penduduk dari bahaya), bersifat konstan tidak terpengaruh dari jalur hujan dari curah hujan kritis, ∆tc1= ∆tc2 (kurva B pada Gambar18). Sedangkan

diagram alir proses pengeluaran peringatan dini terhadap tanah longsor dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 18: Kurva peringatan bencana sedimen berdasarkan ambang batas curah hujan. Kurva peringatan didefinisikan sebagai batas di mana jika terlampaui maka prosedur keadaan

darurat segera dilakukan (modifikasi dari Aleotti, 2004).

(59)

44

Gambar 19: Diagram alir proses pengeluaran peringatan dini terhadap tanah longsor (dimodifikasi dari Aleotti, 2004).

KEADAAN KRITIS Melebihi KEADAAN BIASA Ambang? berjalan (MAP, kala ulang dll)

Identifikasi awal kumulatif dari Gambar lintasan hujan pada

(60)

45

Suatu penelitian dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan tentang ambang batas curah hujan terhadap tanah longsor khususnya tanah longsor dangkal. Penelitian ini menunjukkan bahwa durasi hujan pendek dengan intensitas curah hujan tinggi memicu tanah longsor dangkal di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menunjukkan pula bahwa intensitas curah hujan di atas 50 mm/jam dapat menyebabkan tanah longsor dangkal yang dapat mengakibatkan kerusakan harta benda dan kehilangan jiwa manusia (Gambar 20, 21 dan Gambar 22).

Gambar 20:Tanah longsor dangkal di Provinsi Sulawesi Selatan.

(61)

46

Gambar 22: Distribusi tanah longsor dangkal dengan kondisi: a) curah hujan, b) elevasi, c) geologi dan d) tipe tanah di Sulawesi Selatan.

a)

b)

(62)

47

Beberapa kendala yang dihadapi di Indonesia terutama pada daerah-daerah pengunungan dalam menerapkan sistem peringatan dini terhadap bencana sedimen salah satunya adalah ketersediaan dan keterbatasan informasi curah hujan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan alat penakar curah hujan yang tersedia. Secara sederhana untuk memonitoring curah hujan dapat menggunakan botol plastik ataupun desain sederhana seperti terlihat pada Gambar 23 di bawah ini. Selain itu dapat pula mengaplikasikan suatu alat sensor peringatan terhadap tanah longsor, aliran debris ataupun kegagalan lereng jarak jauh hasil rekayasa alat dari Balai Penelitian Kehutanan Makassar seperti ditunjukkan pada Gambar 24.

Gambar 23: Penakar curah hujan sederhana dengan botol plastik dan desain alat sederhana penakar hujan hasil rekayasa Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang dapat digunakan untuk aplikasi peringatan bencana sedimen.

Bagian saluran hujan

(63)

48

Gambar 24: Alat sensor peringatan tanah longsor hasil rekayasa Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Alat ini mendeteksi tanah longsor yang ditempatkan pada daerah yang berisiko tinggi untuk runtuh.

(64)

49 4.2 Kasus-Kasus Evakuasi

Hampir setiap hari orang mengungsi dari rumah, kantor, tempat umum, bahkan kapal, dalam menanggapi ancaman aktual atau diprediksi suatu bahaya atau bencana. Evakuasi adalah aksi utama dari perlindungan atas bencana seperti banjir, tsunami, letusan gunung berapi dan tanah longsor atau aliran debris.

(65)

50

Tabel 8: Evakuasi dari aliran debris di Misugi, Jepang pada tanggal 1-8-1982 (Omura, 2002)

Tabel 9: Evakuasi dari tanah longsor di Nagasaki, Jepang pada bulan Juli 1997 (Omura, 2002)

Waktu Fenomena Mengatasi Tanah Longsor

12:45 Peringatan akan hujan lebat

Menetapkan ukuran peringatan dari kantor pusat

15:00 Gema kuat pada radar Evakuasi garis pertama

16:00 Evakuasi garis kedua

17:13 Evakuasi garis ketiga

Persiapan darurat dari grup pemadam kebakaran

20:00 Curah hujan maksimum

Resesi level air Signal tanda aliran debris

Batu-batu bergulir

21:00 Aliran debris

Tanggal Waktu Fenomena Mengatasi Tanah Longsor

15 rembesan dari celah baru Pemberitahuan yang melihat gejala kepada masyarakat Menetapkan ukuran peringatan dari kantor pusat

16 Batu-batu kecil jatuh

18 18:20 Tanah longsor skala kecil Pemberitahuan kepada pemerintah kota

19:30 Memulai evakuasi secara spontan

21:00 Meminta 25 keluarga untuk mengungsi

19 1:10 Spontan sebanyak 29 keluarga mengungsi

2:00 Tanah longsor skala kecil

2:18 Tanah longsor skala sedang Formal peringatan bencana di kota 3:00

(66)

51

5. PENUTUP

Bencana sedimen adalah fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan harta benda, ketidaknyamanan bagi kehidupan masyarakat, dan atau kerusakan lingkungan, melalui suatu skala besar pergerakan tanah dan batuan. Bencana sedimen khususnya tanah longsor merupakan salah satu tipe bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Mitigasi bencana diperlukan sebagai tindakan untuk mengurangi dampak bencana sedimen yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.

(67)

52

Daftar Pustaka

Aleotti, P. (2004): A warning system of rainfall-induced shallow failure. Engineering Geology, Vol.73, pp.247–265.

Brand, E.W., Premchitt, J. and Phillipson, H.B. (1984): Relationship between rainfall and landslides in Hong Kong. Proc. of theIV International Symposium on Landslides, Toronto, vol. 1, pp. 377–384.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB(2012) : Data Informasi Bencana Indonesia, Jakarta.

Cannon, S.H. and Ellen, S.D. (1985): Rainfall conditions for abundant debris avalanches, San Francisco Bay region, California. Geology, Vol.38, pp.267–272.

Coburn, A.W, Spences, R.J.S.and Pomonis, A. (1994) Disaster Mitigation. Cambridge Architectural Research Limited, United Kingdom. Crozier, M.J. (1999): Prediction of rainfall-triggered landslides: a test of

the antecedent water status model. Earth Surface Processes and Landforms, Vol.24, pp.825–833.

Gardland, G.G. and Olivier, M.J. (1993): Predicting landslides from rainfall in a humid, subtropical region. Geomorphology, Vol. 8, pp.165– 173.

Hasnawir, Kubota T. and Castillo L.S. (2012): Rainfall-induced shallow landslides in South Sulawesi, Indonesia. International Session of Sabo meeting, 23-25 May 2012, Kochi,Japan.

Highland, L.M. and Bobrowsky, P. (2008): The Landslide Handbook-A Guide to Understanding Landslides. Reston, Virginia, U.S. Geological Survey Circular 1325, 129 p.

(68)

53

Keefer, D.K.,Wilson, R.C., Mark, R.K., Brabb, E.E., Brown,W.M.,Ellen, S.D., Harp, E.L., Wieczorek, G.F., Alger, C.S. and Zatkin, R.S. (1987): Real time landslide warning system during heavy rainfall. Science, Vol. 238, pp.921–925.

Ministry of Land, Infrastructure and Transport-Japan (2004): Development of warning and evacuation system against sediment disasters in developing countries.

Omura, H. (2002): Evolution of mitigation strategy of debris flow disaster in Japan. First International Conference on Debris Flow Disaster Mitigation Strategy, 3-4 December 2002, Taipe, Taiwan.

Onodera, T., Yoshinaka, R. and Kazama, H. (1974): Slope failures caused by heavy rainfall in Japan. Proc. of the II International Congress International Association of Engineering Geology, Sao Paulo, Brasil, Vol. 11, pp.1–10.

Premchitt, J. (1997): Warning system based on 24-hour rainfall in Hong Kong. Manual for zonation on areas susceptible to raininduced slope failure. Asian Technical Committee on Geotechnology for Natural Hazards in International Society of Soil Mechanics and Foundation Engineering, pp.72– 81.

Sirangelo, B. and Braca, G. (2001): L‟individuazione delle condizioni dipericolo di innesco elle colate rapide di fango. Applicazione del modello FlaIR al caso di Sarno. Atti del Convegno: „„Il dissesto idrogeologico: inventario e prospettive‟‟, Roma.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun2007 tentang Penanggulangan Bencana (2007) : Presiden Republik Indonesia, Jakarta.

(69)

54

(70)

55 Singkatan-Singkatan

BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana BPK : Balai Penelitian Kehutanan

P3KR : Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi

SATKOR-LAK PB : Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana

SATLAK PB : Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana UN-ISDR : United Nations International Strategy for

Disaster Reduction

UNESCO : United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

Gambar

Tabel 1: Fenomena yang dapat menyebabkan bencana langsung:
Gambar 1: Proses kejadian bencana.
Gambar 2:Proses kejadian bencana sedimen.
Tabel 3: Tipe aliran debris berdasarkan penyebabnya.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terdapat hasil yang masih tidak sama atau berbeda-beda, maka penelitian ini akan membahas bagaimana dampak Struktur

(1) Peran lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, menyediakan sarana dan pelayanan untuk melengkapi kegiatan penanggulangan bencana yang dilaksanakan

Pengaruh Penerapan Model Pembelaja- ran Student Teams Achievement Division (STAD) Dan Number Heads Together (NHT) Ter- hadap Prestasi Belajar Akuntansi Ditinjau Dari Aktivitas

Suku Baduy Dalam adalah salah satu masyarakat asli (indigenous people) Indonesia. Masyarakat ini mempunyai pengalaman berabad-abad dalam mengontrol lingkungan hidupnya dengan

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa citra hasil temu kembali dengan menggunakan SVM lebih baik Hal ini dikarenakan sistem mempunyai model klasifikasi untuk memprediksi baik

Seksi Perumahan, Tata Ruang dan Pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e angka 2 mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan

Pada sisi lain, tenaga kerja Indonesia mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan Pasal 8 dan pasal 9, bahwa Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak dan

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Satuan Pendidikan Non Formal (SPNF) Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Cerme – Gresik, untuk selanjutnya ditulis SKB Cerme merupakan