Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP
KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore)
Replin Amrin Saidi 1, Abdul Hafidz Olii 2,Yuniarti Koniyo 2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kadar histamin pada yellowfin tuna
(Thunnus albacore). Percobaan yang dipakai menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
tiga kali ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah lama penyimpanan 0 hari, 3 hari dan 6
hari dan bagian ikan Yellowfin Tuna (Thunnus albacore) yang digunakan adalah bagian perut
dan bagian ekor dengan suhu 4ºC. Metode yang digunakan yaitu metode eksperimen. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar histamin pada bagian perut dengan lama penyimpanan 0
hari diperoleh rata-rata 4,99 mg/100 g, penyimpanan 3 hari diperoleh 40,76 mg/100 g, dan lama
penyimpana 6 hari diperoleh 59,87 mg/100 g, sedangkan kadar histamin pada bagian ekor degan
lama penyimpanan 0 hari diperoleh rata-rata 7,49 mg/100 g, penyimpanan 3 hari diperoleh 38,29
mg/100 g, dan lama penyimpana 6 hari diperoleh 41,64 mg/100 g. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semakin bertambah lama penyimpanan maka semakin tinggi kadar histamin yang
dihasilkan.
Kata kunci : Lama Penyimpanan, Histamin, yellowfin tuna.
Pengembangan produk yang efisien dan produktif dari pengembangan produk bernilai
tambah adalah dengan mengolah produk primer menjadi produk sekunder atau produk akhir
yang berbeda, ini sejalan dengan kebijakan dalam penanganan pasca panen hasil perikanan yaitu
peningkatan mutu dan pengembangan produk bernilai tambah. Salah satu bentuk diversifikasi
atau pengembangan nilai tambah produk tuna adalah pengolahan tuna.
Lama penyimpanan merupakan salah satu variabel utama dalam menentukan produk
yang dapat dikonsumsi sebelum terjadi kontaminasi bakteri. Dalam proses penyimpanan ada
beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam pengolahan ikan diantaranya adalah histamin.
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
Histamin dapat terakumulasi didalam daging ikan karena adanya kesalahan penanganan
bahan baku sebelum dan sesudah pembekuan. Hal ini disebabkan karena ada salah satu enzim
yang terdapat pada ikan sebelum pembekuan, yang dapat membentuk histamin di dalam daging
ikan tanpa memperhatikan sel bakteri selama proses penyimpanan. Kadar histamin yang tinggi
dalam produk tuna dapat menyebabkan efek keracunan pada manusia, sehingga kadar histamin
merupakan salah satu syarat mutu produk tuna.
Widiastuty (2007) menyatakan bahwa produksi histamin pada ikan tergantung dari kadar
histidin pada ikan, jumlah histamin yang dihasilkan sangat di pengaruhi oleh suhu, waktu dan
lama penyimpanan. Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang dominan adalah belum
adanya pengetahuan yang cukup tentang keamanan produk. Dari fenomena tersebut, maka
penulis melakukan penelitian tentang “ Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Histamin
Pada Yellowfin Tuna (Thunnus albacore)”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kadar histamin pada yellowfin tuna
(Thunnus albacore) selama penyimpanan.
1. Ho = Lama penyimpanan produk yellowfin tuna (T. albacore) tidak memberikan
pengaruh pada kadar histamin.
2. H1 = Lama penyimpanan produk yellowfin tuna (T.albacore) memberikan pengaruh
pada kadar histamin.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama ± 2 bulan dimulai bulan November hingga Desember
2013, di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi
Gorontalo.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen yang
meliputi preparasi sampel, penyimpanan sampel dan analisis kadar histamin. Adapun sampel
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
penangkapan ikan tuna, teknik preparasi yang dilakukan meliputi penerimaan, pencucian,
penyimpanan sementara, dan pemotongan daging pada bagian perut dan ekor, adapun proses
preparasi sampel dilakukan dengan memperhatikan sanitasi peralatan dan higienis manusia
sampai menganalisa kandungan kadar histamin pada daging yellowfin tuna (T. albacore),
pengkodean dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan ketentuan yang dtunjukan pada
gambar ini.
Untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar histamin maka digunakan
rancangan percobaan yaitu rancangan acak lengkap (RAL). Penggunaan RAL disebabkan karena
sampel yang digunakan pada setiap ulangan berasal dari ikan tuna dari hasil tangkapan yang
sama. Faktor yang digunakan meliputi lokasi daging, suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.
Pengujian dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali. Secara matematis, RAL dirumuskan
dengan persamaan (Daha, 2002).
Keterangan
: adalah nilai hasil pengamatan pada perlakuan ke i ulangan ke j
: adalah rata-rata nilai perlakuan
: adalah pengaruh lama penyimpanan
ε : adalah faktor kesalahan (galat)
Apabila terjadi berbeda nyata, maka selanjutnya diuji lanjut menggunakan Beda Nyata
Terkecil (BNT) dimana nilai tengah dihitung dengan rumus
BNT =
Keterangan
t : adalah galat
db : adalah hasil galat
KT galat : adalah kuadrat tengah galat
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
Adapun untuk menghitung kadar histamin pada sampel, terlebih dahulu harus
menghitung konsentrasi contoh ke dalam persamaan regresi standar, dimana koefisien garis lurus
nilai y harus berada pada angka 1 sehingga akan mendapatkan rumus (Laboratorium pengujian
BPPMHP, 2001).
Keterangan:
y : fluoresensi contoh
a : intersep
b : kemiringan
x : konsentrasi contoh
Selanjutnya dapat menghitung kandungan histamin pada masing-masing sampel yang di
ukur dengan spektroflorometri. Prosedur kerja analisis pengujian sampel pada penelitian ini
adalah analisis kadar histamin dilakukan dengan menggunakan spektroflorometri, yang
didasarkan pada pengukuran fluorosensi. (SNI 2354.10.2009) yang di rumuskan sebagai berikut :
Kandungan Histamin (mg/g) = W
Keterangan :
Ac : Area contoh
ABPr : Area Blanko Pereaksi
As : Area baku
AABs : Area blanko baku
Cstd : Konsentrasi baku
VA : Volume akhir
W : Berat contoh
y = a + bx
(Ac-ABPr) xCstd x
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan pengambilan sampel pada ikan yellowfin tuna (T. albacore)
Sampel yang digunakan dalam pengujian histamin adalah daging yellowfin tuna pada
bagian ekor dan bagian perut. Adapun sampel yellowfin tuna yang digunakan dalam penelitian
ini berasal dari usaha loin tuna di desa Dulupi Kabupaten Boalemo dengan menggunakan
transportasi darat selama 3 jam perjalanan menuju Balai penelitian yang bertempat di
Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo.
Sebelum diambil sampel daging yellowfin tuna pertama-tama daging tuna dilakukan tahap
penerimaan, pencucian, penyimpanan sementara, pemotongan perut dan ekor, dan terakhir
penyimpanan.
Sampel daging yellowfin tuna segar yang dibawa ke laboratorium menggunakan
sterofoam, sampel dalam sterofoam diberikan es curah dengan perbandingan 2 : 1 setelah sampel
tiba selanjutnya sampel dipisahkan dari bagian ekor dan bagian perut yang masing-masing diberi
label sebagai penanda pengambilan data dengan perlakuan tiga kali ulangan setiap bagian
sampel, dengan lama penyimpanan 0 hari, 3 hari dan 6 hari. Selanjutnya sampel yellowfin tuna di
analisis dengan pengujian kadar histamin, dan rumus yang dipakai menggunakan rancangan
percobaan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penggunaan RAL disebabkan karena sampel
yang digunakan pada setiap ulangan berasal dari ikan tuna dari hasil tangkapan yang sama.
Perhitungan kadar histamin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengujian kadarhistamin dengan menggunakan spektroflorometri
Lama
Penyimpanan
(hari)
Hasil Flourometer (mg/100g) Hasil perhitungan (mg/100g)
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
penelitian yang dilakukan oleh Widiastuty (2007), Histamin di dalam daging diproduksi oleh
enzim yang menyebabkan meningkatnya pemecahan histidin melalui proses dekarboksilase,
sehingga sebagian besar enzim pemecah tersebut dapat dihasilkan oleh mikroba yang terdapat
dalam saluran pencernaan ikan serta mikroba lain yang mengkontaminasi ikan dari luar.
Menurut Affiano (2011), bahwa bagian perut ikan tuna merupakan bagian yang paling
rentan terhadap penurunan mutu akibat bakteri sehingga dibutuhkan penanganan khsusus untuk
menjaga kualitas agar tetap aman untuk dikonsumsi. Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan
dengan penambahan perlakuan lama waktu penyimpanan sehingga didapatkan data yang dapat
menggambarkan perubahan mutu ikan tuna dalam masa penyimpanan saat transportasi
berlangsung, sehingga sampel ikan tersebut terhindar dari kontaminasi bakteri yang berbahaya.
Bagian daging yellowfin tuna (T.albacore) A. Perut
Hasil pengujian kadar histamin pada tubuh ikan yellowfin tuna yang disimpan pada waktu
0, 3 dan 6 hari pada perhitungan flourometri pada bagian perut pada tiga kali ulangan
menunjukkan rata-rata pada ulangan pertama 0 hari 4,99 mg/100 g, ulangan kedua 40,76
mg/100 g dan ulangan ketiga menunjukan 59,87 mg/100 g, sehingga dapat di simpulkan bahwa
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
Galat
Total
6
8
455,89
4994,32
75,98
Sumber : Data olahan (2013)
Dari tabel ANSIRA diatas dapat diketahui dalam uji hipotesis bahwa F tabel pada taraf
5% adalah 5,14, sedangkan nilai F hitungnya adalah 29,87 maka F hitung lebih besar dari F tabel
sehingga pengaruhnya berbeda nyata pada hasilnya, selanjutnya dilakukan uji lanjut BNT pada
taraf 5% dan 1% pada F tabel yang artinya lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar
histamin ikan yellowfin tuna. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa suhu penyimpanan
berpengaruh terhadap peningkatan kadar histamin pada ikan yellowfin tuna dimana F hitung > F
tabel maka waktu penyimpanan kadar histamin pada ikan yellowfin tuna terdapat interaksi antara
suhu dan waktu penyimpanan terhadap peningkatan kadar histamin. Grafik kadar histamin pada
perut dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. kadar histamin pada perut
Peningkatan kadar histamin seiring dengan lamanya penyimpanan. Sehingga hasil analisis
sidik ragam menunjukan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata pada kadar histamin,
untuk itu perlu adanya penanganan ikan segar dan memperhatikan sanitasi dan higienis dari
mulai ikan di tangkap sampai pada proses pengolahannya.
Hasil analisa sidik ragam menunjukan perlakuan waktu penyimpanan berpengaruh sangat
nyata terhadap kadar histamin, dan interaksi antar waktu penyimpanan memperlihatkan kadar
histamin pada hari ke -0 adalah 4,99 mg/100 g, hari ke-3 adalah 40,76 mg/100 g dan hari ke-6
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
semakin lama ikan yellowfin tuna disimpan, maka kadar histamin akan semakin meningkat dan
peningkatan kadar histamin ini sangat singnifikan dengan bertambahnya waktu simpan.
B. Ekor
Hasil pengujian kadar histamin telah terlihat pada tabel 1 diatas kadar histamin pada lama
penyimpanan 0, 3 dan 6 hari pada bagian ekor menunjukkan pada ulangan pertama 0 hari adalah
7,49 mg/100 g, ulangan kedua 38,29 mg/100 g, dan ulangan ketiga 41,64 mg/100 g.dan telah
terlihat kandungan histaminnya karena sudah terdeteksi bahayanya sehingga berpengaruh nyata
pada hasil uji penelitian histamin (ANSIRA), setelah dilakukan uji lanjut BNT.
Tabel 3. Analisis sidik ragam (ANSIRA)
Dari tabel ANSIRA diatas dapat diketahui dalam uji hipotesis bahwa F tabel pada taraf
5% adalah 5,14 sedangkan nilai F hitungnya adalah 111,54 sehingga lebih besar F hitungnya dari
F tabel, maka berbeda nyata pada hasilnya, sehingga dilakukan uji lanjut agar mendapatkan F
hitung lebih besar dari F tabel yang artinya lama penyimpanan berpengaruh nyata pada setiap
perlakuan.
Pada bagian ekor kadar histaminnya paling rendah karena ekor tidak berdekatan dengan
jeroan karena daging pada bagian jeroan memiliki kadar histamin paling tinggi dan mudah
terkontaminasi dengan bakteri baik itu dari mulai penanganan sampai pengangkutan baik sudah
diolah atau belum dibandingkan dengan bagian ekor.
Kandungan histamin pada bagian perut hampir sama dengan bagian ekor tetapi keduanya
menunjukkan pengaruh sangat nyata pada waktu lama penyimpanan. Salah satu masalah yang
sering timbul pada pengujian seperti ini adalah mempertahankan mutu, mutu ikan dapat
dipertahankan jika ikan tersebut ditangani dengan hati-hati, bersih dan disimpan pada suhu yang
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
Gambar 6. kadar histamin pada ekor
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata pada
kadar histamin, untuk itu perlu adanya penanganan ikan segar dan memperhatikan sanitasi dan
higienis dari mulai ikan di tangkap sampai pada proses pengolahannya.
Hasil analisa sidik ragam menunjukan perlakuan waktu penyimpanan berpengaruh sangat
nyata terhadap kadar histamin dan waktu penyimpanan memperlihatkan kadar histamin pada hari
ke -0 adalah 7,49 mg/100g, hari ke-3 adalah 38,29 mg/100g dan hari ke-6 adalah 41,64 mg/100g.
Uji lanjut BNT menunjukan bahwa lama penyimpanan hari ke-0 berbeda dengan hari ke-3 dan
hari ke-6. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan, maka kadar histamin
semakin meningkat disebabkan oleh bakteri histamin pada ikan yellowfin tuna terkontaminasi
akibat adanya kontak dengan permukaan yang tidak bersih dan penanganan yang kurang baik
sehingga potensi pembentukan histamin meningkat ketika daging ikan secara langsung
terkontaminasi dengan bakteri.
Nuzul, (2011) menyatakan bahwa pembentuk histamin ini terjadi ketika ikan diproses
pada saat pemotongan. Sehingga histamin di dalam daging diproduksi oleh enzim yang
menyebabkan meningkatnya pemecahan histidin melalui proses dekarboksilase. Pembentuk
histamin berbeda beda untuk setiap jenis dan biasanya tergantung pada jumlah histidin.
Keberadaan histamin dalam jumlah besar pada ikan yang mengalami pembusukan dapat
menyebabkan keracunan atau kematian khususnya untuk ikan golongan scombroid.
Di Amerika Serikat, khususnya oleh US-FDA telah dikeluarkan pedoman kadar histamin
dalam tuna, yaitu: 20 mg/100 g menunjukkan indikasi penanganan yang tidak higienis pada
beberapa tahap penanganan pasca tangkap dan 50 mg/100 g menunjukkan bahwa ikan tuna
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa semakin lama masa penyimpanan pada
ikan maka semakin banyak histamin yang terkandung di dalamnya, untuk itu perlu adanya
pengetahuan tentang bahaya histamin. Salah satu bahaya dari histamin yang sudah mencapai
lebih dari 100 mg/100 g yaitu mengalami keracunan ikan sehingga harus mendapatkan
perawatan khusus.
PENUTUP Kesimpulan
Lama penyimpanan mempengaruhi terjadinya peningkatan kadar histamin pada ikan yellowfin
tuna (T. albacore). Untuk lama penyimpanan 3 sampai 6 hari kadar histaminnya berkisar antara
20 mg/100 g – 60 mg/100 g sehingga sudah layak masuk kedalam indikasi keracunan histamin,
serta menunjukkan bahwa ikan yellowfin tuna tersebut telah membahayakan konsumen apabila
dikonsumsi, selain itu disebabkan oleh penanganan yang tidak higienis pada waktu penyimpanan
pada saat pengangkutan.
Saran
Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang lama penyimpanan dengan waktu yang lebih lama.
2. Perlu ada penelitian tentang pengaruh kadar histamin pada jenis ikan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Affiano, I. 2011. Analisis Histamin Tuna (Thunnus sp) dan Bakteri Pembentuknya pada
Beberapa Setting Standar Suhu Penyimpanan.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/54251. [23 Oktober 2013]
Badan Standarisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia Cara Uji Kimia Bagian 10 Penentuan Kadar Histamin. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Daha, La. 2002. Rancangan Percobaan Untuk Bidang Biologi dan Pertanian Teori dan Aplikasinya. Masagena Pers. Makasar.
Replin Amrin Saidi Jurusan Teknologi Perikanan, Pembimbing Dr. Abd. Hafidz Olii, S.Pi, M.Si dan Ir. Yuniarti Koniyo, MP
Hadiwiyoto. 1993. Keracunan Histamin. Artikel. Ilmu pangan.blogspot-com/keracunan histamin-dr-ikan.html.[10 Desember 2011]
Junianto. 2003. Bakteri pada daging tuna. Penebar swadaya. Jakarta.
Laboratorium pengujian BPPMHP. 2001. Intruksi Kerja Analisa Kadar Histamin. Jurnal. Jakarta.
Murniyati dan Sunarman. 2000. Komposisi kimia daging tuna. Penebar swadaya. Jakarta.