• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERILAKU PEMBELIAN PRODUK BATIK TULIS BANYUMAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PERILAKU PEMBELIAN PRODUK BATIK TULIS BANYUMAS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1037

terutama UMKM batik tradisional menghadapi tantangan yang sangat berat. Tantangan ini bisa dihadapi dengan mengetahui perilaku konsumen dalam pembelian batik. Berkaitan dengan hal itu maka penelitian ini dilakukan dengan maksud mengetahui pola perilaku konsumen dalam membeli Batik Tulis Banyumas. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif guna memahami perilaku konsumen batik tulis Banyumas. Lokasi penelitian adalah di Purwokerto dan sekitarnya, dengan menggunakan data primer berupa tanggapan responden dan data sekunder lainnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok usia yang mendominasi pembelian batik adalah usia diatas 40 tahun. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan untuk mengenakan batik, baik untuk bekerja maupun untuk keperluan lain. Responden mengemukakan bahwa cara yang paling mudah untuk mendapatkan batik tulis adalah dengan mengunjungi toko, dimana mereka memiliki beberapa pertimbangan khusus ketika membeli batik tulis. Pertimbangan tersebut antara lain dalam hal motif, kualitas batik dan harga

Kata Kunci : Batik, Perilaku Konsumen

ABSTRACT

Competition in the batik industry is increasingly tight, this causes the business of batik, especially traditional batik SMEs face a very tough challenge. This challenge can be faced by knowing consumer behavior in purchasing batik. Related to it, the purpose of this research is to find out the pattern of consumer behavior in buying Batik Tulis Banyumas. This research uses descriptive and quantitative analysis to understand the behavior of Banyumas batik consumer.

The results showed

that the age group that dominates the purchase of batik is over 40 years old. This is due to

the need to wear batik, both for work and for other purposes. Respondents point out that

the easiest way to get batik is to visit a shop, where they have some special considerations

when buying batik. Considerations include, in terms of motives, batik quality and price.

Keywords : Batik, Consumer Behavior

PENDAHULUAN

Industri batik saat ini merupakan salah satu bagian dari kluster industri tekstil sekaligus

warisan budaya yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan UMKM di

Indonesia. Permintaan akan produk batik dalam berbagai bentuk baik kain maupun non kain

semakin meningkat, terlebih lagi semenjak UNESCO meresmikan batik sebagai world cultural

(2)

1038

Permintaan akan produk batik yang terus meningkat tersebut menjadi daya tarik tersendiri

bagi para pelaku bisnis, sehingga meningkatkan persaingan yang cukup ketat. Dalam era ekonomi

global ini, dimana sistem perdagangan antar negara semakin terbuka luas dan bebas, menyebabkan

persaingan yang semakin berat. Persaingan dalam industri batik tidak hanya di sebabkan pemain

yang sama di dalam negeri saja, namun juga mengundang minat asing terutama dari negara lain.

Beberapa tahun terakhir, produk tekstil bermotif batik yang diimpor dari Cina, Malaysia, Thailand,

Singapura, Afrika Selatan dan Polandia banyak masuk ke pasaran Indonesia

(http://www.mediacenterkopukm.com). Hal ini menyebabkan pelaku bisnis batik, terutama

UMKM batik tradisional yang masih berskala mikro dan kecil menghadapi tantangan yang sangat

berat terkait dengan pemasaran produk batik cap dan batik tulis yang mereka produksi.

Tekstil bermotif batik sebenarnya bukanlah batik seperti yang dikenal oleh bangsa Indonesia

semenjak dahulu, karena proses pembuatannya yang tidak sama dengan batik tulis ataupun batik cap yang

telah dipatenkan oleh Indonesia. Namun, animo masyarakat; khususnya masyarakat menegah ke bawah;

terhadap tekstil bermotif batik ini sangat tinggi karena harganya yang murah dan ketersediaanya dalam

jumlah yang melimpah sehingga lebih mudah diperoleh (Novandari, 2013). Kondisi ini mendorong para

pengusaha batik untuk terus berupaya agar masyarakat menyadari dan memahami bahwa tekstil bermotif

batik yang dibuat oleh pabrikan, berbeda dengan produk batik tradisional yang dibuat oleh para pengrajin.

Upaya para pelaku bisnis batik ini terus dilakukan agar keberadaan batik tradisional yang

berupa batik cap dan batik tulis dapat terus berkembang. Sentra-sentra batik banyak tersebar dan

terus berkembang di seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya di Solo, Pekalongan dan Yogyakarta

yang selama ini di anggap sebagi pusat industri batik. Kabupaten Banyumas yang dahulu pernah

berjaya sebagai salah satu pusat batik di Jawa Tengah, saat ini juga terus bergiat dalam

menghidupkan kembali industri batiknya. Hasil penelitian Rahab, Istiqomah dan Najmudin (2013)

menyebutkan bahwa Batik merupakan salah satu industri lokal inti yang paling potensial di

Kabupaten Banyumas. Keunggulan bersaing batik sebagai kompetensi industri inti dapat diraih

apabila dilakukan tiga tahap pengembangan, yaitu : (1) initial stage (tahap awal) dengan

pengembangan infrastruktur, keuangan dan dukungan pemerintah (2) main stage (tahap utama)

melalui pengembangan SDM, manajemen, pemasaran, branding dan penciptaan batik yang khas

atau unik dan (3) final stage (tahap akhir) dengan meningkatkan produktivitas dan inisisasi

terhadap industri yang mendukung dan terkait.

Salah satu upaya agar produk yang dihasilkannya disukai oleh konsumen, pemasar harus

memahami perilaku konsumennya, khususnya terkait dengan keputusan pembelian yang dilakukan

serta alasan yang mendasarinya. Demikian juga dalam memasarkan produk batik, para pengusaha

batik harus mampu memahami apa yang menjadi dasar keputusan pembelian konsumen terhadap

produk batik. Hal ini diperlukan agar pemasar mampu memprediksi pola perilaku konsumen dan

(3)

1039

memahami perilaku konsumen maka dia akan mampu mempengaruhi konsumen untuk membeli

produk batiknya. Pemahaman yang baik terhadap perilaku konsumen akan meningkatkan

kemampuan pemasar dalam meningkatkan penjualan dan sekaligus bersaing dengan produk

lainnya.

Perilaku konsumen tidak hanya berupa aktivitas fisik yang dapat diamati atau jelas terlihat saja

(over act), namun juga melibatkan proses-proses yang tidak dapat diamati secara fisik (Dharmmesta

dan Handoko, 2000). Memahami perilaku konsumen merupakan suatu hal yang penting bagi

pemasar agar lebih memahami mengenai apa yang dibeli oleh konsumen, mengapa, dimana, kapan,

dan bagaimana konsumen melakukan pembelian. Dengan demikian, pemasar akan dapat

menentukan cara terbaik untuk memenuhi serta memuaskan kebutuhan konsumen, yang

selanjutnya dapat meningkatkan kinerja pemasaran perusahaan.

Dalam konteks manajemen pemasaran, perilaku konsumen telah berkembang cukup

lama. Meskipun konsep perilaku secara umum sering dipandang sebagai bagian dari kajian

psikologis, namun dalam perilaku konsumen terdapat tiga pendekatan yang bersifat lebih holistik

atau menyeluruh. Menurut Prasetijo dan Ihalauw (2004) terdapat tiga pendekatan dalam

mempelajari perilaku konsumen sebagai disiplin ilmu, yaitu :

a. Pandangan Biologic, memandang bahwa siapa dan apa yang dilakuakan oleh individu

dikendalikan dari kegiatan elektrik dan kimiawi yang ada dalam otak dan tubuh manusia

(tubuh yang mengendalikan pikiran dan perasaan manusia).

b. Pandangan Intra Physic, memandang bahwa apa yang dilakukan manusia merupakan bagian

dari proses mental (pikiran mendominasi apa yang dilakukan tubuh manusia).

c. Pandangan Socio-Behavioral, memandang bahwa tindakan atau emosi seseorang dapat

dipahami melalui pengetahuan tentang apa yang telah dipelajari dari lingkungan sosialnya.

Melengkapi pandangan tesebut, Dharmmesta dan Handoko (2000) juga menyatakan bahwa analisa

terhadap perilaku konsumen yang realistis tidak hanya mengamati kegiatan-kegiatan yan tampak jelas namun

juga menganalisa proses-proses yang tidak dapat atau sulit diamati, yang selalu menyertai setiap pembelian.

Sehingga dalam mempelajari perilaku konsumen, hendaknya meliputi seluruh proses, seperti : apa yang

dibeli atau di konsumsi, dimana, bagaimana kebiasannya dan dalam kondisi apa. Dharmmesta dan Handoko

(2000) menjelaskan bahwa analisa terhadap perilaku konsumen yang realistis tidak hanya mengamati

kegiatan-kegiatan yan tampak jelas

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui perilaku pembelian secara umum dari

konsumen dalam membeli produk Batik Tulis Banyumas. Pengukuran perilaku pembelian ini dapat

menjadi salah satu cara untuk memprediksi perilaku pembelian konsumen di waktu yang akan

datang. Dengan demikian, pemasar dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat dalam

(4)

1040

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk

menggambarkan karakteristik dari suatu kemlompok tertentu, dalam hal ini adalah perilaku

pembelian konsumen batik tulis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

survey.

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode, yaitu dengan menggunakan

kuisioner, wawancara dan observasi. Data diperoleh melalui beberapa pertanyaan yang diajukan

kepada responden dalam bentuk angket berupa pertanyaan terbuka dan tertutup, dilengkapi dengan

wawancara terhadap beberapa responden dan narasumber yang dipandang relevan, dan dengan

melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti.

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data pimer dan data sekunder.

Data Primer, yaitu data yang diperoleh dilapangan melalui kuesioner dan wawancara langsung

dengan responden terpilih. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang

relevan dengan topik penelitian, seperti dari studi pustaka, berupa literatur, jurnal, surat kabar dan

dari internet.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Banyumas, dengan pemilihan area terbatas, yaitu di

sekitar kota Purwokerto. Populasi yang menjadi target dalam penelitian adalah konsumen yang

membutuhkan produk batik yang ada di kota Purwokerto. Sampel dalam penelitian ini ditentukan

dengan teknik non probability sampling, yaitu dengan metode purposive sampling, dimana sampel

penelitian dipilih secara subyektif berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu yang relevan

dengan penelitian. Pertimbangan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu responden

merupakan konsumen pengguna produk batik, yang berada di lokasi tempat penjualan batik di

wilayah sekitar Purwokerto, pernah membeli produk batik tulis minimal satu kali pembelian dan

mampu melakukan keputusan pembelian secara mandiri (berusia 15 tahun keatas).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Frekuensi pembeli batik tulis Banyumas berdasarkan Usia

Usia Jumlah Konsumen Presentase

< 20 tahun 0 0%

20 – 30 tahun 17 17%

31 – 40 tahun 23 23%

41 – 50 tahun 31 31%

> 50 tahun 29 29%

(5)

1041

Berdasarkan usia, pembeli batik tulis Banyumas didominasi oleh kalangan usia 40 tahun ke

atas. Konsumen pada kelompok usia ini kebanyakan merupakan para pekerja kantor senior yang

memang membutuhkan batik tulis untuk berbagai keperluan. Saat ini memang ada anjuran dari

pemerintah untuk menggunakan produk batik lokal untuk bekerja, tetapi pada kelompok umur ini

batik tidak hanya digunakan untuk bekerja tetapi juga untuk keperluan bersosialisasi. Sudah sangat

biasa ketika acara-acara resmi yang diadakan individu ataupun lembaga menganjurkan

pengunjungnya untuk mengenakan pakaian nasional, hal inilah yang sedikit banyak mendasari

tingginya minat pembelian batik tulis di kelompok usia diatas 40 tahun.

Individu di kelompok usia antara 20 – 30 tahun memiliki perilaku yang berbeda dalam

pembelian batik tulis, hanya 17% yang menyatakan pernah membeli batik tulis. Pada kelompok

usia ini, rata-rata berstatus mahasiswa, fresh graduate atau para karyawan yang masa kerjanya

belum lama. Beberapa dari mereka beralasan bahwa membeli batik tulis bukan untuk dipakai

sendiri, melainkan untuk diberikan sebagai hadiah atau kalaupun mereka membeli untuk diri

sendiri mereka menyampaikan bahwa perilaku tersebut bukan atas dasar kemauan sendiri. Menurut

mereka, dari segi pendapatan mereka merasa belum terlalu mampu untuk membeli batik tulis yang

harganya relatif tinggi bagi mereka. Konsumen pada usia 20-30 tahun lebih memilih batik cap yang

lebih murah dan bisa didapatkan dengan mudah.

Tabel 2. Lokasi pembelian batik tulis Banyumas

Lokasi Jumlah Konsumen Presentase

Toko/Butik/Showroom 67 67%

Teman/Kenalan 26 26%

Pembatik 7 7%

Jumlah 100 100%

Sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka membeli batik tulis di

toko/butik/showroom batik yang ada disekitar responden. Saat ini di Purwokerto sudah banyak

toko yang menyediakan bermacam jenis batik dengan tingkat harga yang bervariasi. Di beberapa

daerah pun sudah berkembang sentra-sentra batik yang semakin memudahkan konsumen untuk

membelinya. Pusat penjualan batik yang saat ini cukup berkembang adalah di Sokaraja dan

Banyumas, sehingga bagi para responden yang cukup jauh dari Purwokerto mereka bisa

mendatangi pusat penjualan batik di dua daerah tersebut.

Membeli melalui kenalan pun menjadi salah satu cara para konsumen untuk memperoleh

batik tulis dengan mudah. Mudahnya akses pemasok batik menjadi daya tarik bagi para pebisnis

kecilan yang ingin memanfaatkan tingginya permintaan batik. Para penjual batik

(6)

1042

pada teman sejawat di kantor atau lingkungan terdekatnya. Hal ini dinilai mempermudah konsumen

dalam mendapatkan batik tulis yang cenderung lebih jarang beredar dipasar.

Cara yang paling kurang diminati oleh konsumen dalam mendapatkan batik tulis adalah

dengan mendatangi langsung pembatiknya. Hal ini dikarenakan pembatik tulis sudah sangat jarang

dan pengrajin yang sampai saat ini masih rutin membatik tulis kebanyakan tinggal di desa dan

cukup sulit untuk ditemui. Oleh karena itu konsumen merasa lebih mudah apabila mereka membeli

ke teman atau ke toko dari pada harus memesan langsung ke pembatiknya.

Pembelian batik tulis diakui responden memerlukan pertimbangan yang lebih matang.

Pasalnya dengan harga yang relatif tinggi konsumen berharap apa yang didapatkan juga sepadan

dengan biaya yang dikeluarkan. Beberapa pertimbangan konsumen dalam membeli batik tulis

adalah motif. Motif batik tulis lebih unik dibandingkan dengan batik non tulis. Batik tulis dibuat

oleh tangan manusia, sehingga corak tidak akan sama persis antara bagian satu dan bagian lainnya.

Ada bagian yang coraknya lebih besar dan ada yang lebih kecil, hal ini dikarenakan batik tulis

dikerjakan secara manual. Berbeda dengan kain dengan motif batik, pola dan motif nya tampil

dengan sangat sempurna dan hampir tidak ada cacat dikarenakan pengerjaan dilakukan oleh mesin.

Selain itu menurut responden, kain batik tulis terasa lebih halus dan teksturnya lebih lembut,

sedangkan kain batik cap cenderung lebih kaku. Hal ini dikarenakan oleh zat warna yang

menempel pada kain tersebut yang tidak terserap dengan baik pada kain seperti pada kain batik

tulis yang asli. Harga juga menjadi salah satu pertimbangan utama dalam pembelian batik tulis.

Responden menyadari bahwa harga batik tulis cukup tinggi, tapi menurut responden harga tersebut

cukup layak apabila ditukarkan dengan kain batik tulis yang unik.

KESIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perilaku pembelian batik tulis Banyumas.

Hasil wawancara dengan responden menunjukan bahwa pembeli batik tulis Banyumas didominasi

oleh kalangan usia 40 tahun ke atas. Konsumen pada kelompok usia ini kebanyakan merupakan

para pekerja kantor senior yang memang membutuhkan batik tulis untuk berbagai keperluan.

Sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka membeli batik tulis di toko/butik/showroom

batik yang ada disekitar responden. Hal ini dinilai merupakan cara yang paling mudah daripada

responden harus mencari pengrajin batik secara langsung. Dalam melakukan pembelian konsumen

memiliki beberapa pertimbangan, yaitu dari segi motif, kualitas kain dan harga

DAFTAR PUSTAKA

Budiharto, S. 2015. AFTA 2015: Batik Impor akan “Menjajah” Indonesia?.

(7)

1043

Rahab, Najmudin & Istiqomah. Local Economic Development Strategy Based on Localindustrial Core Competence 2013. International Journal of Business and Management; Vol. 8, No. 16; 2013 ISSN 1833-3850 E-ISSN 1833-8119 Published by Canadian Center of Science and Education

Novandari, Weni. 2013. Pemetaan Dan Analisis Kompetensi Inti Ukm Batik Di Kabupaten Purbalingga Dengan Pendekatan Value Chain. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis. 12(1). 2013

Dharmmesta, Basu Swastha dan hani Handoko 2000. Manajemen Pemasaran, Analisa Perilaku Konsumen. Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Liberty. Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1. Frekuensi pembeli batik tulis Banyumas berdasarkan Usia

Referensi

Dokumen terkait

audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual, namun jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material. terhadap

Setelah selesai pelatihan, peserta mampu melakukan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran mula dengan menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan Alat Pemadam

Hasil penelitian pada 132 orang mahasiswa jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara Jakarta yang terdiri dari 108 perempuan dan 24 laki-laki, dengan rentang

BAB IV merupakan analisis data dari hasil penelitian yang membahas antara lain tentang analisis sumber dana dan syarat pada akad Qardhul Hasan di BMT UGT Sidogiri serta sumber

Dari hasil analisis kimia kerupuk daging lidah buaya mentah yang dibandingkan dengan SNI kerupuk udang dapat diperoleh hasil, untuk kadar air kerupuk lidah buya mentah

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di titik sarang tarsius menunjukkan terdapat total 152 jenis tumbuhan yang berada di hutan lambusango dengan jumlah

usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani mencakup pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak