• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

23

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya. Sedangkan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi et al. 1985). Menurut Mosher (1968) diacu dalam Mubyarto (1994), usahatani adalah suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi, dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup (a way of life) atau sebagai bagian dari perusahaan (farm business).

Tujuan setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa melalui peredaran uang disebut subsistence farm sedangkan apabila dorongannya untuk mencari keuntungan disebut commercial farm (Hernanto 1996). Sedangkan menurut Soekartawi dkk (1985), tujuan usahatani terbagi dua, memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya.

Menurut Hernanto (1996), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain : (1) petani pengelola; (2) tanah usahatani, (3) tenaga kerja, (4) modal, (5) tingkat teknologi, (6) jumlah keluarga, dan (7) kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani yaitu : (1) tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, (2) aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain), (3) fasilitas kredit, dan (4) sarana penyuluhan bagi petani.

(2)

24 Hernanto (1996), menyatakan terdapat empat unsur pokok yang selalu ada dalam usahatani dan disebut sebagai faktor-faktor produksi yaitu :

1) Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibandingkan faktor produksi usahatani lainnya dan distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata. Oleh karena itu, tanah memiliki sifat-sifat khusus yaitu : (1) luasnya relatif tetap atau dianggap tetap; (2) tidak dapat dipindah-pindahkan; (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan; (4) tidak ada penyusutan (tahan lama); dan (5) bunga atas lahan dipengaruhi oleh produktivitas lahan. Tanah yang dimiliki petani atau yang dikelola dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf. Terdapat hubungan antara tanah dengan pengolahnya yang dinamakan dengan status tanah. Status tanah ini akan memberikan kontribusi bagi pengolahnya. Beberapa status tanah yang dikenal yaitu, tanah milik atau tanah hak milik, tanah sewa, tanah sakap, tanah gadai, dan tanah pinjaman.

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam usahatani ada tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani. Untuk mengukur tenaga kerja, satuan ukuran yang umum digunakan yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung keseluruhan pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan kerja total (HK total). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0,7 HKP; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. Tenaga kerja dapat diperoleh dari dalam maupun luar kelurga.

(3)

25 3) Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/keluarga/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa. Modal usahatani dapat berupa biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya pengelolaan. Ada beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk menilai keuangan dan jalannya usahatani, ukuran-ukuran itu antara lain dalam bentuk ratio atau perbandingan seperti current ratio (kemampuan bayar dari modal), intermidiet ratio, net capital ratio, debt equity ratio, dan lain-lain.

4) Manajemen

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomis menjadi syarat bagi seorang pengelola. Pengenalan dan pemahaman prinsip teknik meliputi : (1) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (2) perkembangan teknologi; (3) tingkat teknologi yang dikuasai; (4) daya dukung faktor yang dikuasai; (5) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang lain. Sedangkan, prinsip ekonomis antara lain : (1) penentuan perkembangan harga; (2) kombinasi cabang usaha; (3) pemasaran hasil; (4) pembiayaan usahatani; (5) penggolongan modal dan pendapatan; dan (5) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim.

(4)

26 Soeharjo (1978), diacu dalam Hernanto (1996) mengklasifikasikan usahatani tanaman pangan menurut pola, tipe, corak dan bentuk. Berikut penjelasan mengenai pengklasifikasian tersebut :

1) Pola usahatani

Klasifikasi usahatani menurut pola digolongkan berdasarkan jenis lahannya yaitu pola usahatani lahan basah dan pola usahatani lahan kering.

2) Tipe usahatani

Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan kepada macam dan atau cara penyusunan tanaman yang diusahakan seperti misalnya usahatani padi, usahatani palawija, usahatani campuran, usahatani khusus, usahatani tidak khusus, usahatani tanaman ganda dan lain-lain.

3) Corak usahatani

Corak usahatani dimaksudkan sebagai tingkatan dari hasil pengelolaan usahatani yang ditentukan oleh berbagai ukuran.

4) Bentuk usahatani

Bentuk atau struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan. Cara pengusahaan itu dapat secara khusus, tidak khusus dan campuran. Menurut Hernanto (1996), terdapat beberapa istilah dalam usahatani campuran, antara lain :

a) Pergiliran tanaman (crop rotation)

Usaha ini menunjukkan adanya dua atau lebih tanaman yang diusahakan pada lahan yang sama tetapi dalam masa yang berbeda. Misalnya tanaman A pada musim pertama kemudian tanaman B pada musim berikutnya.

b) Tumpangsari (intercropping)

Tumpangsari yaitu adanya dua atau lebih tanaman yang diusahakan dalam masa yang sama. Misal tanaman C dan D diusahakan sekaligus. Pilihan pergiliran tanaman dan tumpangsari karena kesadaran petani yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan, utamanya bagi petani tradisional. Alasan lain yaitu karena risiko, yang besar kemungkinan akan terjadi baik itu disebabkan oleh alam maupun oleh pasar terutama harga produk maupun sarana.

(5)

27 3.1.2. Konsep Fungsi Produksi

Menurut Soekartawi (1994), fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa input seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya yang mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Misalnya Y adalah produksi dan Xi adalah masukan i, maka besar-kecilnya Y juga

tergantung dari besar-kecilnya X1, X2, X3, …, Xm yang digunakan. Hubungan Y

dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3, …, Xm)

Dimana :

Y = Produksi atau output

X1, X2, X3, …, Xm = Input

Produksi yang dihasilkan dapat diduga dengan mengetahui jumlah masukan/input yang digunakan. Selanjutnya fungsi produksi dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik terhadap suatu proses produksi. Namun demikian, hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan mengingat informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tidak sempurna. Soekartawi (1994) menjelaskan penyebab terdapatnya kesulitan dalam menentukan kombinasi input yang terbaik tersebut antara lain karena :

1) Adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman. 2) Data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin

tidak benar.

3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan.

4) Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti.

5) Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus.

Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah : (1) terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan; dan (2) parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi.

(6)

28 Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Produk Rata-rata (PR) dengan Produk Marjinal (PM) yang disebut dengan kurva Produk Total (PT) (Soekartawi 1994). PR didefinisikan sebagai perbandingan antara PT per jumlah input atau menunjukkan kuantitas output produk yang dihasilkan.

PR = Dimana :

PR = Produk Rata-rata Y = Output

X = Input

PM adalah tambahan satu satuan input (X) yang dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan satu satuan output (Y).

PM = Dimana : PM = Produk Marjinal dy = Perubahan output dx = Perubahan input

Persentase perubahan output sebagai akibat dari persentase perubahan input dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi (Ep). Besarnya elastisitas

bergantung pada besar kecilnya PM suatu input. Ep =

=

.

Hubungan antara PT, PR, PM dan Ep dapat digambarkan dalam kurva pada

Gambar 3. Kurva tersebut menunjukkan tiga daerah produksi dalam suatu fungsi produksi yaitu peningkatan PR, penurunan PR ketika PM positif, dan penurunan PR ketika PM negatif. Daerah-daerah tersebut mewakili daerah I, II, dan III, yaitu suatu daerah yang menunjukkan elastisitas produksi yang besarnya berbeda-beda (Soekartawi 1994).

Daerah I terletak diantara 0 dan X2 dengan nilai elastisitas yang lebih dari

satu (Ep > 1), terjadi ketika PM lebih besar dari PR yang berarti bahwa setiap

penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, akan menyebabkan penambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Pada kondisi ini keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan penambahan faktor produksi. Daerah I disebut daerah irrasional atau inefisien.

(7)

29 Daerah II terletak antara X2 dan X3 dengan nilai elastisitas produksi yang

berkisar antara nol dan satu (0 < Ep < 1), terjadi ketika PM lebih kecil dari PR

yang berarti bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor produksi lebih optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.

Daerah III merupakan daerah dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari satu (Ep < 1), terjadi ketika PM bernilai negatif yang berarti bahwa setiap

penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Pada daerah ini PT dan PR dalam keadaan menurun. Dalam situasi ini upaya penambahan faktor produksi tetap akan merugikan petani, sehingga di daerah ini sudah tidak efisien atau disebut daerah irrasional.

Gambar 3. Kurva Fungsi Produksi

Sumber : Soekartawi (1994) Input Output Input X1 X2 X3 Output Total Produk (TP) Produk Rata-rata (PR) Produk Marjinal (PM) I II III

(8)

30 3.1.3. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Fungsi produksi stochastic frontier adalah fungsi produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi frontiernya (Soekartawi 1994). Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara faktor produksi dan produksi, maka fungsi produksi frontier adalah hubungan fisik faktor-produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada garis isokuan yang merupakan garis tempat titik-titk yang menunjukkan titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal (Soekartawi 1994).

Aigner et al. (1997) dan Broeck dan Meeusen (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998), menyatakan bahwa dalam model fungsi produksi stochastic frontier terdapat penambahan random error, vi, serta non negatif variabel acak, ui, yang

secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

yi = xiβ + vi - ui i = 1, 2, 3, …., N

Dimana :

yi = Produksi yang dihasilkan petani pada waktu ke-t

xi = Vektor masukan yang digunakan petani pada waktu ke-t

β = Vektor parameter yang akan diestimasi

vi = Variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama)

sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N (0, σv2))

ui = Variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat

inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor internal dengan sebaran bersifat setengah normal (ui ~ │N (0, σv2) │)

Random error, vi, dihitung untuk mengukur error dan faktor random lain

seperti efek cuaca, kesalahan, keberuntungan, dan lain-lain, di dalam nilai variabel output, yang secara bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi dalam suatu fungsi produksi. Aigner et al. (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998), vis merupakan variabel normal acak yang terdistribusi secara

bebas dan identik (independent and identically distributed, i.i.d) dengan rataan nol dan ragamnya konstan, σv2, variabel bebas, uis, diasumsikan sebagai i.i.d

eksponensial atau variabel acak setengah normal. Variabel ui berfungsi untuk

menangkap inefisiensi teknis.

Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic) yaitu nilai harapan dari xiβ + vi atau exp (xiβ + vi). Random error bisa

(9)

31 bernilai positif dan negatif dan begitu juga output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp (xiβ).

Struktur dasar model stochastic frontier digambarkan seperti Gambar 4. Sumbu x mewakili input sedangkan sumbu y mewakili output. Komponen deterministik dari model frontier, Y = exp (xiβ), digambarkan dengan asumsi

bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Penjelasan Gambar 4 adalah terdapat dua petani yaitu petani i dan petani j. Petani i menggunakan input sebesar xi dan menghasilkan output yi. Nilai dari output stochastic frontier adalah yi,

melampaui nilai fungsi produksi yaitu f(xi;β). Hal ini dapat terjadi karena aktivitas

produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel vi bernilai positif.

Gambar 4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli, Rao, Battase (1998)

Sementara itu, petani ke-j menggunakan input sebesar xj dan memproduksi

yj berada di bawah fungsi produksi karena aktivitas produksi petani j dipengaruhi

oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana vj bernilai negatif. Output

stochastic frontier tidak dapat diamati karena nilai random error tidak teramati. Bagian deterministik dari model stochastic frontier terlihat diantara output stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar dari bagian

y yi yi xi xi x X X X X Fungsi produksi, y = exp (xβ) Frontier output (yj*), exp (xjβ + vj), jika vj < 0 Frontier output (yi*), exp (xjβ + vj), jika vi > 0 Input Output

(10)

32 deterministik dari frontier apabila random error yang sesuai lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya yi > exp (xjβ) jika vj > uj) (Coelli et al. 1998).

Model stochastic frontier juga memiliki kelemahan. Kritikan utama terhadap model ini adalah secara umum tidak ada sebuah pengakuan terhadap bentuk penyebaran yang pasti dari variabel-variabel ui. Bentuk distribusi setengah

normal dan eksponensial adalah bentuk distribusi yang selama ini dipilih. Akan tetapi, menurut Coelli et al. (1998) kedua bentuk distribusi ini cenderung bernilai nol sehingga kemungkinan besar efek efisiensi yang dicari juga mendekati nol.

Sejumlah peneliti menanggapi kritikan ini dengan membuat bentuk penyebarannya yang lebih umum seperti terpotong normal (truncated-normal) dan dua parameter gamma untuk menangkap efek inefisiensi teknis. Kedua distribusi tersebut memiliki bentuk distribusi yang lebih luas.

Model pemotongan terhadap penyebaran normal lebih mudah dibandingkan model gamma. Penyebaran pemotongan normal adalah generalisasi dari penyebaran setengah normal. Penyebaran ini diperoleh dari pemotongan pada nilai nol dari penyebaran normal dengan nilai harapan variasinya µ dan σ2

. Jika nilai µ adalah nol maka distribusinya adalah setengah normal.

3.1.4. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi

Soekartawi (1994), tujuan dari produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan melainkan juga efisien dari sisi penggunaan input untuk memaksimumkan keuntungan. Seorang pengusaha atau petani akan selalu berfikir bagaimana mengalokasikan sarana produksi (input) yang dimiliki seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Dalam ilmu ekonomi cara berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan atau profit maximization.

Di lain pihak, manakala petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, maka mereka juga tetap mencoba meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala biaya usahatani yang dimilikinya dalam jumlah terbatas. Pendekatan seperti ini dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimization, yaitu tindakan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya (Soekartawi 1994).

(11)

33 Soekartawi (1994), mengartikan efisiensi sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Daniel (2004), menjelaskan bahwa terdapat berbagai konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency) dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis akan tercapai apabila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya. Misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Cara seperti ini dapat ditempuh misalnya dengan membeli faktor produksi pada harga yang murah, menjual hasil pada harga yang relatif tinggi. Selanjutnya, apabila petani meningkatkan hasilnya dengan menekan harga faktor produksi, dan menjual hasilnya dengan harga yang tinggi, maka petani tersebut telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga secara bersamaan. Situasi yang demikian disebut dengan istilah efisiensi ekonomi. Farrel (1957), diacu dalam Coelli et al. (1998) mengemukakan bahwa efisiensi sebuah usahatani terdiri dari dua konsep yaitu : (1) efisiensi teknis (technical efficiency/TE), yang menggambarkan kemampuan suatu usahatani untuk memaksimalkan output dari sejumlah penggunaan input tertentu, dan (2) efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE), menggambarkan kemampuan suatu usahatani dalam menggunakan input dengan proporsi yang optimal untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Kedua pengukuran efisiensi ini bila digabungkan menghasilkan ukuran efisiensi ekonomi (economic efficiency).

Efisiensi secara umum didekati dari dua sisi pendekatan yaitu pendekatan alokasi penggunaan input dan alokasi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan

(12)

34 untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan.

Gambar 5 merupakan gambar kondisi pendekatan berorientasi input, isoquant yang menunjukkan kondisi yang efisien penuh (fully efficient) yang digambarkan oleh kurva SS’. Jika suatu usahatani menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi 1 unit output, maka nilai inefisiensi teknis dicerminkan oleh jarak QP. Pada ruas garis QP jumlah input yang digunakan dapat dikurangi tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan.

Keterangan :

P = Input

Q = Efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q’ = Efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA’ = Kurva rasio harga input

SS’ = Isoquant fully efficient

Gambar 5. Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Input)

Sumber : Collie et al. (1998)

Metode pendekatan yang didasarkan pada orientasi output (Gambar 5) dengan menggunakan kurva kemungkinan produki ZZ’, sementara titik A menunjukkan petani berada dalam kondisi inefisien. Pada gambar yang sama, ruas garis AB menggambarkan kondisi yang inefisien secara teknis dengan ditunjukkan adanya tambahan output tanpa membutuhkan input tambahan. Secara matematis, pendekatan output rasio efisiensi teknis ditulis sebagai berikut :

TE0 = 0A/0B S P Q Q’ S’ A’ R A 0 x1/q x2/q

(13)

35 Notasi 0 digunakan untuk menunjukkan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi input. Dengan adanya informasi harga output yang digambarkan oleh garis isorevenue DD’, maka efisiensi alokatif ditulis sebagai berikut :

AE0 = 0B/0C

Sedangkan kondisi efisien secara ekonomis yaitu :

EE0 = TE0 x AE0 = (0A/0B) x (0B/0C) = 0A/0C

Rasio dari ketiga nilai efisiensi tersebut berkisar antara 0 dan 1.

Keterangan :

ZZ’ = Kurva Kemungkinan Produksi DD’ = Isorevenue

Gambar 6. Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Output)

Sumber : Collie et al. (1998)

Model inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model Coelli et al. (1998). Untuk mengukur inefisiensi teknis digunakan variabel ui yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N

(µ, σ2

). Penentuan nilai parameter distribusi (µ) efek inefisiensi teknis digunakan rumus sebagai berikut :

µ = δ0 + Zitδ + wit

dimana Zit adalah variabel penjelas yang merupakan vektor dengan ukuran (1 x

M) yang nilainnya konstan, δ adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran (1 x M). Z’ 0 q2/x1 q1/x1 C B D’ B’ Z D

(14)

36 3.1.5. Konsep Pendapatan Usahatani

Ukuran penampilan usahatani yaitu ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani dinyatakan dalam beberapa istilah, antara lain (Soekartawi 1985) : 1) Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah nilai produk total

usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun, dan mencakup semua produk yang : (1) djual; (2) dikonsumsi rumah tangga petani; (3) digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak; (4) digunakan untuk pembayaran; dan (5) disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun. Pendapatan kotor usahatani mencakup pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai.

2) Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani dan tidak mencakup yang berbentuk benda.

3) Penerimaan tidak tunai adalah penerimaan usahatani yang bukan dalam bentuk uang seperti hasil panen yang dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.

4) Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.

5) Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua masukan (input) yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Pengeluaran total usahatani mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai.

6) Pengeluaran tunai usahatani (farm payment) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak termasuk pengeluaran tunai.

7) Pengeluaran tidak tunai (diperhitungkan) adalah nilai semua input yang digunakan untuk usahatani bukan dalam bentuk uang misalnya nilai barang atau jasa yang untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau kredit.

(15)

37 8) Pendapatan bersih usahatani (net farm income) adalah selisih pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi.

3.1.6. Analisis Penerimaan Atas Biaya (R/C rasio)

Menurut Soekartawi (2002), penampilan usahatani juga dapat dinyatakan oleh analisis R/C rasio. Analisis R/C rasio atau return cost ratio adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Rasio penerimaan atas biaya juga menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak.

Analisis R/C rasio dibagi menjadi dua yaitu analisis R/C rasio menggunakan data pengeluaran/biaya produksi yang secara rill dikeluarkan oleh petani (R/C rasio atas biaya tunai) dan analisis R/C rasio yang memperhitungkan nilai tenaga kerja keluarga, serta bibit yang disiapkan sendiri dan sebagiannya sebagai biaya diperhitungkan (R/C rasio atas biaya total).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian ini didasari dengan melihat fakta bahwa seiring meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan bawang merah juga semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan bawang merah dibutuhkan oleh hampir semua kalangan masyarakat sebagai bumbu masakan atau obat tradisional. Selain itu, sifat bawang merah yang merupakan tanaman rempah-rempah yang tidak bersubstitusi mengakibatkan tidak bisa digantikan oleh komoditas lain. Berkembangnya industri olahan bawang merah serta pengembangan pasar ekspor mengakibatkan permintaan bawang merah meningkat.

Kecamatan Argapura merupakan kecamatan penyumbang produksi bawang merah terbesar di Kabupaten Majalengka. Akan tetapi, tingkat produktivitas bawang merah di Kecamatan Argapura masih rendah dibandingkan

(16)

38 kecamatan-kecamatan lainnya. Salah satu sentra produksi bawang merah di Kecamatan Argapura terdapat di Desa Sukasari Kaler.

Rendahnya produktivitas yang terjadi di lokasi penelitian diduga terjadi karena penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien. Selain itu, teknik budidaya dan penggunaan faktor-faktor produksi antara satu petani dengan petani lainnya pun berbeda. Adanya perbedaan tersebut diduga akan berpengaruh terhadap produksi bawang merah yang dihasilkan. Petani yang dalam teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan faktor-faktor produksi (input) untuk mencapai hasil produksi (output) yang maksimum, maka dapat dikatakan efisien.

Permasalahan lain yang dihadapi petani yaitu harga pupuk yang tinggi karena adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk. Harga pupuk yang tinggi mengakibatkan biaya produksi usahatani semakin tinggi, sehingga dapat berakibat terhadap pendapatan petani apalagi tanpa diimbangi dengan harga produk yang dihasilkan.

Selain itu, penggunaan varietas bibit di daerah penelitian juga diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah. Terdapat dua jenis varietas bibit yang digunakan di Desa Sukasari Kaler yaitu varietas Sumenep dan varietas Balikaret. Kedua varietas ini memiliki karakteristik yang cukup berbeda dari sisi harga. Harga bawang merah varietas Sumenep biasanya lebih tinggi dibandingkan harga bawang merah varietas Balikaret. Selain itu, produktivitas kedua varietas ini pun berbeda.

Produktivitas yang rendah yang terjadi akibat penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien diduga dapat berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis petani, sedangkan biaya pupuk yang tinggi akibat adanya kenaikan harga dan penggunaan varietas yang berbeda diduga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh petani. Hal tersebut mengakibatkan petani harus berusaha untuk mengefisienkan kegiatan usahatani bawang merah yang dilakukan.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka perlu dilakukan analisis efisiensi teknis bawang merah untuk mengetahui efisiensi teknis petani dan analisis usahatani untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani, sehingga dapat memberikan rekomendasi bagi petani dalam melakukan kegiatan usahatani secara efisien. Kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

(17)

39 Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis dan

Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler  Rendahnya produktivitas.

 Penggunaan faktor produksi diduga belum efisien.

Analisis Efisiensi Teknis

Efisiensi usahatani  Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Produksi

Frontier : Lahan, Tenaga Kerja, Bibit, Pupuk N, Pupuk P, Pupuk K, Pestisida Cair, Pestisida Padat, dan Pupuk Kandang  Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Inefisiensi Usahatani : Umur, Pengalaman, Pendidikan Formal,

Penyuluhan, Status

Kepemilikan Lahan dan Jenis Bibit

Analisis Pendapatan Usahatani  Keragaan usahatani

 Pendapatan usahatani

Rekomendasi Usahatani Bawang Merah yang Efisien secara Teknis

Output Produksi Input Produksi

Efisiensi Teknis Pendapatan Usahatani

 Kebijakan pemerintah mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk.

 Jenis varietas yang digunakan. 

Gambar

Gambar 3.  Kurva Fungsi Produksi           Sumber : Soekartawi (1994)  Input Output  Input X1X2X3Output  Total Produk (TP) Produk Rata-rata (PR) Produk Marjinal (PM) I II III
Gambar  5  merupakan  gambar  kondisi  pendekatan  berorientasi  input,  isoquant  yang  menunjukkan  kondisi  yang  efisien  penuh  (fully  efficient)  yang  digambarkan oleh kurva SS’

Referensi

Dokumen terkait

1) Tingkat produktivitas rata-rata lahan tambak Ikan Bandeng yang tertinggi di Zona Tirtayasa, adalah di Kecamatan Pontang yaitu sebesar 400 Kg per Ha per siklus produksi dan

Penggunaan sistem informasi peraturan perundang- undangan harus memberikan nilai lebih bagi seorang perancang karena sarana tersebut dapat mempermudah dalam pencarian data

Analisis rasio keuangan adalah hubungan antara angka-angka di dalam laporan laba rugi dan neraca yang dapat dijadikan alat untuk menggambarkan kondisi keuangan

Menurut Darwanto (1995:66-67), media massa milik pemerintah, di dalam melaksanakan tugasnya tidak terlepas dari kebijaksanaan pemerintah, meskipun demikian tidak

Kelompok kedua terdiri dari Eonycteris spelaea betina dan Macroglossus minimus jantan yang dipengaruhi kuat memakan tiga jenis tipe polen yaitu prolate, prolate

Nilailah produk flat wafer secara keseluruhan berdasarkan atribut sensori di bawah ini dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom tersedia. Netralkan lidah anda

Jumlah Malai dan Panjang Malai pada Percobaan Pengaruh Pemupukan Majemuk terhadap Pertumbuhan dan Hasil berbagai Varietas padi gogo. Keterangan: Angka-angka dalam kolom

Sumber-sumber data dalam ATDR menjadi penting untuk mendeskripsi kan jenis-jenis data yang disimpan didalam sistem repository, Klasifikasi data pada sistem ATDR