• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Fungsi Produksi - Globalisasi Ekonomi dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Fungsi Produksi - Globalisasi Ekonomi dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Fungsi Produksi

Teori produksi merupakan analisa mengenai bagaimana seharusnya seorang pengusaha atau produsen, dalam teknologi tertentu memilih dan mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu dengan seefisien mungkin. Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output, sehingga nilai barang tersebut menjadi bertambah. Penentuan kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi sangatlah penting agar proses produksi yang dilaksanakan dapat efisien dan hasil produksi yang didapat menjadi optimal.

Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian adalah dimiliki oleh seseorang. Pemiliknya menjual faktor produksi tersebut kepada pengusaha dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Tenaga kerja mendapat gaji dan upah, tanah memperoleh sewa, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Pendapatan yang diperoleh masing-masing jenis faktor produksi tersebut tergantung kepada harga dan jumlah masing-masing faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan yang diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu barang adalah sama dengan harga dari barang tersebut (Sukirno, 2002).

(2)

menjadi keluaran (output). Pyndick (Salvatore, 2006) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = f{K, L} (2.1)

Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni modal dan tenaga kerja. Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labor). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = ALK (2.2)

(3)

hasil yang meningkat atas skala produksi dan jika α + β < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore, 2006).

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat dirumuskan bahwa faktor -faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti Industri Kecil dan Menengah. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi Industri Kecil dan Menengah dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.

2.2. Produksi dan Penawaran Total

Penawaran CPO di Sumatera Utara berasal dari produksi hasil perkebunan rakyat yang ada di wilayah Sumatera Utara dan hasil produksi perkebunan kelapa sawit negara. Dalam rangka penyederhanaan maka penawaran CPO Sumatera Utara digabungkan. Jadi fungsi produksi dapat diformulasikan ke dalam rumus:

QS = f (K,L) (2.3)

dimana:

QS = Penawaran (produksi CPO) K = Kapital

(4)

Persamaan tersebut berasal dari turunan dari fungsi keuntungan (profit

Oleh sebab itu permintaan K dan L pada laba maksimum masing-masing adalah:

K = K (P,W, R) (2.5.A)

L = L (P,W, R) (2.5.B)

Fungsi produksi di atas dapat berubah sesuai dengan fungsi permintaan input K dan L, sehingga fungsi produksi dirumuskan sebagai berikut:

Q = Q (P, W, R) (2.6)

Total produksi didistribusikan untuk permintaan domestik dan permintaan ekspor, sehingga total produksi (QT) sama dengan penawaran domestik (QD) ditambah dengan penawaran ekspor (QE), sehingga:

QT = QD + QE (2.7)

Menurut hukum penawaran, peningkatan harga jual [P] akan meningkatkan produksi [Q], sebaliknya peningkatan tingkat bunga [R] dan biaya tenaga kerja [W] akan menurunkan penawaran produksi [Q], oleh sebab itu fungsi penawaran domestik dan penawaran ekspor masing-masing adalah:

QD = QD (P, W, R) (2.7.A)

(5)

2.3. Ekspor

Ditinjau dari sudut pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor terpenting dari Gross Nasional Product (GNP), sehingga dengan berubahnya nilai ekspor maka pendapatan masyarakat secara langsung juga akan mengalami perubahan. Di lain pihak, tingginya ekspor suatu negara akan menyebabkan perekonomian tersebut akan sangat sensitif terhadap keguncangan-keguncangan atau fluktuasi yang terjadi di pasaran internasional maupun di perekonomian dunia.

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu. Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi, lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2006).

(6)

menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi alias produktivitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam menganbil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro dan Smith, 2004).

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, setiap negara perlu merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan internasional yang berorientasi ke luar. Dalam semua kasus, kemandirian yang didasarkan pada isolasi, baik yang penuh maupun yang hanya sebagian, tetap saja secara ekonomi akan lebih rendah nilainya daripada partisipasi kedalam perdagangan dunia yang benar-benar bebas tanpa batasan atau hambatan apapun (Todaro & Smith, 2004).

Dari definisi di atas dapat dilihat peranan ekspor, yaitu:

1. Pasar di seberang lautan memperluas pasar bagi barang-barang tertentu sebagaimana ditekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industri dapat tumbuh dengan cepat jika industri itu dapat menjual hasilnya di seberang lautan daripada hanya di pasar dalam negeri yang lebih sempit.

2. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru, akibatnya permintaan akan barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri-industri dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk menaikkan produktivitas.

(7)

yang dibutuhkannya seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.

Selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim ke luar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri, sehingga secara langsung ekspor memperbesar output industri-industri itu sendiri, dan secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri untuk mempergunakan faktor produksinya, misalnya modal, dan juga menggunakan metode-metode produksi yang lebih murah dan efisien sehingga harga dan mutu dapat bersaing di pasar perdagangan internasional.

2.4. Karakteristik Ekspor

Ekspor memiliki ciri sebagai pemindahan barang dari negara satu dengan negara lainnya. Menurut Hutauruk (2005), ekspor berarti: Membawa barang ke dalam kapal laut atau kapal terbang unuk diangkut ke luar Indonesia, kecuali perbuatan ini berhubungan dengan daya pengangkutan lanjutan. Pengertian ekspor menurut Hutauruk (2005) adalah sepanjang mengenai daerah pabean Indonesia yaitu mengeluarkan dari peredaran bebas. Sepanjang mengenai daerah pabean Indonesia di luar daerah pabean, yaitu membawa barang ke dalam kapal laut atau ke dalam kapal terbang untuk diangkut ke luar negeri. Yang termasuk ke dalam komponen-komponen ekspor adalah:

1. Melaporkan barang untuk diekspor kepada pegawai pabean yang bersangkutan. 2. Menyerahkan barang kepada seorang pengusaha pengangkutan atau diangkat

(8)

3. Memasukkan barang ke dalam alat pengangkutan atau memasangnya pada sebuah alat pengangkutan yang langsung atau tidak langsung diberangkatkan ke luar negeri, jikalau tidak dapat dianggap bahwa bauran itu dimaksudkan untuk tinggal di dalam negeri.

4. Tidak membongkar barang di tempat yang telah ditentukan yang mungkin diperpanjang dalam hal barang itu memuat dokumen-dokumen yang telah diserahkan kepada pabean atau yang telah dibuat berdasarkan keterangan lisan yang diangkat ke tempat tujuan yang lain di wilayah Indonesia. Pengertian ekspor menurut Hutauruk di atas tampak bahwa ekspor itu ditentukan pada kegiatan perdagangan luar negeri atau dengan perkataan lain adalah aktivitas pengiriman barang ke luar negeri.

2.5. Keseimbangan Penawaran Total, Domestik dan Ekspor

Total produksi [Q] terdiri dari penawaran domestik [QD] dan penawaran ekspor [QE] yaitu Q = QD + QE. Dari persamaan (2.7A) dan (2.7B) diketahui bahwa penawaran domestik dan penawaran ekspor ditentukan harga domestik, tingkat bunga pinjaman dan tingkat upah domestik. Keseimbangan parsial antara penawaran total, penawaran domestik dan penawaran ekspor ditentukan oleh keseimbangan nilai tukar dan harga ekspor, yaitu:

P = PE . E (2.8)

dimana:

PE = Harga ekspor dalam bentuk mata uang luar negeri

(9)

Substitusi purchasing power parity ke fungsi penawaran akan menghasilkan penawaran ekspor, yaitu:

QE = QE (PE, E, R, W) (2.9)

Peningkatan harga ekspor [PE] dan depresiasi nilai tukar mata uang domestik [E] akan meningkatkan harga domestik [P], sebaliknya peningkatan produksi total [Q] akan menurunkan harga jual domestik [P].

Keseimbangan antara penawaran total, domestik dan penawaran ekspor adalah:

QT = QD + QE

QT = QD (P, W, R) + QE (PE. E, W, R) QT = QT (P , PE. E, W, R)

P = P (PE. E, W, R, QT)

2.6. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,2008).

(10)

barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Mankiw (2006).

Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin,1995).

Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar ngeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan,2008).

(11)

harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain.

Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank central terhadap pasar uang jika diperlukan. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak yang berlebihan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2006).

(12)

relatif yaitu harga-harga didalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :

* tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.

Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).

2.7. Tingkat Suku Bunga

2.7.1. Definisi Tingkat Suku Bunga

(13)

(disesuaikan dengan perkiraan inflasi) mempengaruhi kemudahan masyarakat kepada institusi-institusi keuangan (penyedia jasa keuangan) dan selanjutnya membawa pengaruh signifikan pada tingkat deposito. Oleh sebab itu, tingkat suku bunga yang semakin tinggi akan meningkatkan mobilisasi dana dalam masyarakat (Fry, 1988); (Kidwell et al, 1997) dan (Mishkin, 2004).

2.7.2. Teori Suku Bunga

Menrurut pandangan Keynesian, salah satu kunci terpenting yang menentukan efektifitas kebijaksanaan moneter adalah tingkat bunga. Kebijakan moneter tidak berjalan apabila kenaikan likuiditas (yang diakibatkan oleh ekspansi money supply) tidak menurunkan tingkat bunga atau penurunan likuiditas tidak menaikkan tingkat bunga. Wealth effect dari kebijakan moneter yang dikemukakan oleh Keynesian Modern juga bekerja melalui tingkat bunga (secara tidak langsung) dimana semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah harga-harga surat berharga-harga dan sebaliknya. Perubahan-perubahan kesejahteraan atau wealth sendiri belum tentu mempunyai pengaruh berarti terhadap pengeluaran. Tetapi jika suatu ekspansi kebijakan moneter (peningkatan jumlah uang beredar) disertai oleh wealth effect maka tingkat bunga dipastikan turun.

(14)

Sementara itu Milton Friedman berpendapat bahwa suatu kebijakan moneter yang ekspansif (menaikkan jumlah uang beredar) akan menaikkan tingkat bunga, dan sebaliknya kebijakan moneter yang kontraktif (mengurangi jumlah uang beredar) akan menurunkan tingkat bunga. Dalam hal ini Friedman menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan money suply maka pertama-tama akan menurunkan tingkat bunga, jika kenaikan likuiditas itu dibelanjakan untuk assets keuanganl. Tetapi penurunan tingkat suku bunga itu hanya pada awalnya saja dan selanjutnya apabila GNP merespon money supply (yang seharusnya terjadi menurut kaum monetaris), maka permintaan akan uang (money demand) untuk keperluan transaksi juga akan meningkat dan kemudian akan menaikkan tingkat bunga (Iswara dan Nopirin, 1986)

Namun demikian sebagian kaum monetaris dan keynesian sepakat bahwa, kebijakan moneter yang ekspansif (menambah jumlah uang beredar) akan menurunkan tingkat bunga. Masalahnya adalah berapa lama jangka waktu awal tersebut. Tingkat bunga akan naik melampui tingkat ekuilibriumnya (keseimbangan) semula, apabila real spending itu sangat sensitive terhadap penurunan tingkat bunga dan inlationary expectation itu sangat luas berdasarkan atas kenaikan money sipply. Dengan demikian, tingkat bunga itu bisa naik atau bisa juga turun pada beberapa waktu setelah adanya suatu kebijakn moneter yang ekspansif.

(15)

fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang).

2.8. Peneliti Terdahulu

(16)

serius oleh kedua pihak untuk meningkatkan kerjasama kemitraan dalam rangka mendapatkan harga TBS yang lebih adil.

Munadi (2007) meneliti tentang permintaan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke India dengan menggunakan model ECM dimana variabelnya terdiri dari harga CPO dunia, harga minyak kedelai dan nilai tukar (Rp/USD). Hasil analisis regresi terhadap persamaan permintaan ekspor dengan menggunakan pendekatan ECM mengindikasikan permintaan ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia ke India tidak terdapat hubungan dalam jangka panjang yang diindikasikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari Faktor Error Correction Model (ECM). Dalam jangka pendek permintaan ekspor kelapa sawit oleh India sangat dipengaruhi oleh rasio antara harga minyak kedelai dan harga minyak kelapa sawit dunia dengan variabel sebesar 2,74, Indeks produksi dengan elastisitas sebesar 2,69 dan koefisien penyesuaian yang direfleksikan dengan permintaan ekspor ke India tahun lalu sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan diikuti oleh meningkatnya jumlah minyak sawit yang diekspor. Penurunan pajak ekspor sebesar 10% akan meningkatkan harga minyak sawit dalam negeri sebesar 14.83%.

(17)

sawit (CPO) Indonesia, sedangkan nilai tukar rupiah secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia.

Wulantoro (2009) meneliti tentang kebijakan dan pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda. Variabel yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap USD, harga ekspor minyak sawit Indonesia, harga pesaing Malaysia, dan produksi minyak sawit. Metode analisis yang digunakan adalah pengujian koefisien regresi yaitu autokorelasi dan multikolinearitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap USD tidak signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda. Dan harga ekspor minyak sawit Indonesia, harga pesaing Malaysia, dan produksi minyak sawit signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Negara Belanda.

(18)

parameternya kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa penawaran CPO Indonesia kurang responsif terhadap perubahan yang terjadi pada variabel -variabel bebasnya, sehingga apabila terjadi perubahan pada -variabel --variabel tersebut tidak akan menimbulkan gejolak yang besar terhadap tingkat penawaran CPO.

(19)

terhadap ekspor CPO Indonesia. Penawaran minyak goreng sawit Indonesia berasal dari minyak goreng sawit yang diimpor dan minyak goreng sawit produksi Indonesia. Impor minyak goreng sawit Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh harga riil impor minyak goreng sawit, permintaan minyak goreng domestik dan pendapatan nasional Indonesia, sedangkan nilai tukar riil dan lag impor minyak goreng tidak berpengaruh nyata. Produksi minyak goreng sawit Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh luas areal kelapa sawit, produksi CPO domestik, dummy krisis ekonomi Indonesia dan lag produksi minyak goreng sawit. Sedangkan harga riil minyak goreng sawit domestik dan upah riil tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi minyak goreng sawit Indonesia.

(20)
(21)

2.9. Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarakan kerangka konseptual yang digunakan dalam peneltian ini sebagai berikut

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Globalisasi Penawaran dan Produksi Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara

2.10. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh harga jual domestik, upah riil dan tingkat bunga pinjaman terhadap penawaran domestik CPO Sumatera Utara.

(22)

2. Terdapat pengaruh harga jual ekspor, harga jual domestik dan kurs terhadap penawaran ekspor CPO di Sumatera Utara.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Globalisasi Penawaran dan Produksi                        Crude Palm Oil (CPO) di Sumatera Utara

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan analisis data studi kasus tentang kebiasaan belajar siswa SMP Negeri 1 Rantau Pandan Kabupaten Bungo Propinsi Jambi sesuai dengan analisis

Metode Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari arus kas usaha pada masa yang akan datang yang didiskontokan dengan biaya modal rata-rata yang digunakan

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Penelitian dan menyusun Laporan

4 Tahun 2015 beserta petunjuk teknisnya dan atas dasar Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor: 602.1/92/PBJ/P-W/III/426.109/2016, tanggal 21 April 2016 pada

Penawaran yang diberikan Long Tail Strategy adalah sebuah bisnis yang mengutamakan Match Making dan menyediakan Platform untuk produk-produk yang tidak begitu populer/tidak

Dengan metode deskriptif analitis ini akan dikaji mengenai konsistensi Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Penerapan

Morinda citrifolia L dapat menurunkan kadar gula darah karena aktivitas antioksidan yang dimilikinya yang terdapat dalam.. Morinda citrifolia L

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti maka disimpulkan secara umum bahwa: Guru menanamkan perilaku disiplin dengan cara menetapkan