BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Harmonisa
Beban-beban dalam sistem tenaga listrik terdiri dari dua jenis yaitu beban linier dan beban tidak linier. Beban linier adalah beban yang memberikan bentuk gelombang keluaran yang linier artinya arus yang mengalir sebanding dengan impedansi dan perubahan tegangan, sehingga gelombangnya bersih dan tidak terdistorsi. Sedangkan beban tidak linier adalah beban yang menghasilkan gelombang keluaran yang terdistorsi karena arus yang mengalir tidak berbanding lurus dengan kenaikan tegangan. Pada kenyataannya saat ini kebanyakan beban yang terpasang pada sistem ketenagalistrikan adalah beban tidak linier. Pada beban tidak linier antara arus dan tegangan tidak lagi menggambarkan bentuk gelombang yang proporsional. Pemakaian beban-beban tidak linier akan menghasilkan bentuk gelombang arus dan tegangan yang tidak sinusoidal, akibatnya akan terbentuk gelombang terdistorsi atau cacat yang secara analisa terdiri dari gelombang-gelombang yang mempunyai nilai frekuensi lebih tinggi dari frekuensi dasarnya. Gelombang yang dihasilkan beban linier dan tidak linier dapat dilihat pada Gambar 2.1 (a) dan (b).
(a)
(b)
Harmonisa dapat dinyatakan sebagai suatu penyebaran komponen dari gelombang periodik yang mempunyai suatu frekuensi yang merupakan kelipatan dari frekuensi dasarnya. Sedangkan interharmonisa adalah penyebaran komponen pada frekuensi yang bukan kelipatan bilangan bulat dari frekuensi dasar sistem. Gambar 2.2 adalah ilustrasi dari bentuk gelombang fundamental, gelombang harmonik dan gelombang yang terdistorsi. Misalnya bila frekuensi fundamentalnya (h1) 50 Hz maka harmonisa ke-3 (h3) adalah gelombang sinusoidal dengan frekuensi 150 Hz, harmonisa ke-5 (h5) gelombang sinusoidal dengan frekuensi 250 Hz, harmonisa ke-7 (h7) gelombang sinusoidal dengan frekuensi 350 Hz dan seterusnya.
2.2. Sumber-sumber Harmonisa
IEEE 519-1992 (standar Internasional yang menentukan keberadaan harmonisa pada kualitas daya) mengidentifikasi sumber utama dari harmonisa pada sistem tenaga. Sumber harmonisa yang diuraikan pada standar IEEE ini meliputi konverter (alat pengubah tegangan ac ke dc), statik VAR kompensator, inverter (alat pengubah tegangan dc ke ac), cycloconverters, power suplai DC dan PWM. Dokumen IEEE tersebut menggambarkan bentuk gelombang yang terdistorsi, dimana jumlah harmonisa dan besar harmonisa setiap komponennya yang terjadi disebabkan oleh peralatan elektronika daya (beban tidak linier) [8].
Umumnya sumber yang menyebabkan terdistorsinya bentuk gelombang arus dan tegangan dapat dibagi menjadi tiga kelompok [9]:
b. Sistem tenaga itu sendiri (seperti HVDC, SVC, FACTS, dan lain lain). c. Pembangkit (generator sinkron).
Dari ketiga kelompok sumber harmonisa di atas, kelompok beban merupakan kelompok yang paling dominan sebagai penghasil harmonisa, khususnya beban tidak linier. Beban-beban semikonduktor elektronika daya yang dipakai untuk penyearah tegangan menghasilkan harmonisa arus yang disebabkan oleh proses switching peralatan tersebut. Diantara komponen elektronika daya yang dipergunakan pada rangkaian penyearah PWM adalah IGBTs (Insulation Gate Bipolar Transistors) atau lebih sering disebut IGBT.
Sebuah IGBT menggabungkan kelebihan-kelebihan dari BJT (Bipolar Junction Transistors) dan MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field-Effect Transistors). Sebuah IGBT mempunyai impedansi input yang tinggi, seperti MOSFET dan rugi-rugi konduksi on-state yang rendah sebagaimana BJT dan tidak ada permasalahan breakdown seperti halnya BJT. Dengan rancangan chip dan struktur, tahanan equivalen drain ke sumber RDS dikontrol seperti halnya BJT.
Struktur dasar yang membangun sebuah IGBT diperlihatkan oleh Gambar 2.3:
Gambar 2.3 memperlihatkan penampang struktur bangunan sebuah IGBT yang mana identik dengan sebuah MOSFET kecuali adanya substrate p+yang merupakan kelebihan dari sebuah IGBT dibandingkan dengan BJT dan MOSFET. Hal ini terjadi karena adanya substrate p+ yang bertanggungjawab menginjeksikan pembawa minoritas ke daerah n_. Untuk rangkaian ekuivalen IGBT dapat dilihat pada Gambar 2.4:
Gambar 2.4. Rangkaian ekuivalen IGBT [10]
Dari Gambar 2.4 struktur dasar dari sebuah IGBT yang terdiri dari transistor MOSFET, RMOD, NPN dan NPN. Kolektor PNP dihubungkan dengan basis dari NPN
dan kolektor dari NPN dihubungkan dengan basis dari PNP melalui RMOD atau sering
dinyatakan dengan JFET. Transistor NPN dan PNP mewakili thiristor parasitic yang merupakan sebuah loop umpan balik turunan. Resistor RBE menyatakan tahanan basis
1. Mempunyai kendali gate yang mudah, yaitu tegangan gate untuk menghidupkan dan mematikan arus mempunyai impedansi gate yang tinggi. 2. Mempunyai rugi konduksi yang rendah, yaitu injeksi pembawa minoritas ke
dalam layer N-epitaxial akan memperkecil resistansi dan sekaligus mengurangi rugi konduksi. Pengaruhnya juga terhadap kemampuan menghendle arus yang diperlihatkan dengan kenaikan kerapatan arus. Sebagai contoh IGBT mempunyai kerapatan arus sebesar 20 kali dari MOSFET dan 5 kali dari BJT.
3. Mempunyai koofesien temperature positif, struktur IGBT memungkinkan untuk memiliki koofesien temperatur positif yaitu resistansi akan naik dengan kenaikan temperature [11].
Secara umum simbol untuk sebuah IGBT diperlihatkan oleh Gambar 2.5 berikut ini:
G
C
E
Bentuk gelombang ini tidak menentu dan dapat berubah menurut pengaturan pada parameter komponen semikonduktor dalam peralatan elektronik. Perubahan bentuk gelombang ini tidak terkait dengan sumber tegangannya.
2.3. Penyearah SPWM
Penyearah dioda dan penyearah thyristor yang dikendalikan sudut fasanya masih banyak digunakan dalam aplikasi tertentu karena faktor kesederhanaan dan biaya yang rendah, tetapi penyearah jenis ini akan mengurangi kualitas daya pada sisi ac masukan yang disebabkan adanya kandungan harmonisa yang masih besar serta faktor daya yang relatif rendah. Teknik modulasi lebar pulsa pada PWM banyak diterapkan pada aplikasi penyearah [1]. Konverter ac-dc yang menggunakan penyearah SPWM beroperasi dengan menjaga frekuensi konstan dan waktu divariasikan, dengan demikian lebar pulsa bervariasi. Dengan teknik ini, penyearah akan memiliki unjuk kerja yang lebih baik, diantaranya adalah distorsi arus masukan yang rendah, faktor daya yang tinggi, filter masukan relatif lebih kecil.
2.3.1. Prinsip kerja penyearah PWM
terbuka, arus akan mengalir melalui S1 melewati beban dan mengalir lagi melalui S2 menuju trafo. Pada setengah siklus berikutnya S1 dan S2 akan terbuka, pada saat yang sama S3 dan S4 akan tertutup arus mengalir melalui S4 kemudian mengalir ke beban selanjutnya melewati S3 dan kembali lagi menuju trafo.
Penyearah dikontrol dengan cara mengatur lebar pulsa konduksi IGBT yang merupakan sudut penyalaan gate. Sudut penyalaan gate ini dapat diartikan waktu tunda untuk menutup S1 dan S2 atau S3 dan S4 menggunakan bentuk arus yang diperlukan. PWM akan menarik arus dari sumber hampir mendekati bentuk gelombang sinusoidal. PWM tipe kontrol yang sangat baik digunakan untuk meningkatkan faktor kerja penyearah dan mengurangi harmonisa arus masukan, karena tipe kontrol PWM dapat dinyalakan dan dimatikan beberapa kali setiap setengah siklus, sehingga dapat meredam harmonisa yang timbul pada arus masukan.
Rangkaian daya penyearah PWM satu fasa jembatan penuh ditunjukkan pada Gambar 2.7. Berdasarkan bentuk gelombang tegangan antar lengan penyearah, VAB, ada dua macam pola penyakelaran PWM, yaitu: PWM satu kutub (Unipolar PWM), dan PWM dua kutub (Bipolar PWM) [1].
Dengan pola penyakelaran PWM dua kutub, saklar yang berpasangan secara diagonal (S1 dan S2 atau S3 dan S4) dinyalakan secara serentak dan saklar-saklar dalam setiap lengan dinyalakan secara berlawanan (complementary) sehingga tegangan antar lengan penyearah VAB bernilai +Vo dan –Vo. Keempat saklar dioperasikan pada frekuensi penyakelaran konstan, fs. Jika perioda pensaklaran dinyatakan dengan Ts (Ts = 1/fs), siklus kerja saklar S1 dan S2 dinyatakan dengan d, dan siklus kerja saklar S3 dan S4 adalah (1-d) dimana:
V
sGambar 2.7. Rangkaian ekuivalen penyearah jembatan PWM satu fasa [10]
Adapun prinsip kerja dari keempat saklar pada rangkaian ekuivalen penyearah SPWM Gambar 2.7 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Selama 0 ≤ t ≤ dTs, Saklar S3 dan S4 terhubung (ON), arus Is mengalir dari
Persamaan arus yang mengalir pada rangkaian ditunjukkan dalam Persamaan dari induktor dipindahkan ke beban. Pada saat yang sama, arus dari kapasitor C mengalir juga ke beban. Rangkaian ekuivalen untuk moda operasi ini
Persamaan arus yang mengalir adalah:
Bentuk gelombang tegangan dan arus dari penyearah pada setengah siklus positif jala-jala ditunjukkan pada Gambar 2.10:
Untuk operasi frekuensi konstan, tegangan rata-rata dari induktor selama satu siklus pensaklaran dalam kondisi setengah mantap (quasi steady-state) adalah seimbang, yaitu [11]:
atau:
sehingga:
dimana:
d = siklus kerja saklar S2 dan S3 Is = arus masukan
Vs = tegangan masukan Vo = tegangan keluaran VL= tegangan inductor
tON = waktu terhubung saklar S2 dan S3
tOFF = waktu padam saklar S2 dan S3.
2.3.2. Pengaturan pulsa gate IGBT
Pengontrol
Gambar 2.11. Skema rangkaian kontrol penyearah PWM jembatan [26]
Peralatan kontrol penyearah PWM ini termasuk di dalamnya adalah sebuah pengontrol tegangan, pengontrol proportional integral (PI) yang mengatur jumlah daya yang yang diperlukan untuk memperbaiki tegangan dc keluaran agar nilainya tetap. Pengontrol tegangan menyalurkan besar amplitude arus masukan, oleh sebab itu untuk mendapatkan arus referensi isref maka keluaran dari pengontrol tegangan dikalikan dengan sinyal sinusoidal yang fasanya sama dengan tegangan sesaat sumber. Setelah itu isref dikurangi derngan arus input sesaat untuk mendapatkan pengontrol arus dan memperoleh sinyal gate masing-masing lengan IGBT.
0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11 0.12
FFT window: 5 of 20.43 cycles of selected sig
Time (s)
Gambar 2.12. Modulasi gelombang referensi dengan gelombang carier segitiga [27]
Pada Gambar 2.12, sebagai gelombang referensi adalah gelombang sinusoidal sehingga disebut Sinusoidal Pulse Width Modulation (SPWM) yang menggunakan carier berupa gelombang segitiga untuk menghasilkan sinyal gate SPWM. Hasil dari modulasi tersebut adalah gelombang persegi yang bervariasi lebar pulsanya sesuai dengan fungsi waktu gelombang referensi seperti ditunjukkan Gambar 2.13 berikut ini.
FFT window: 5 of 20.43 cycles of selected sig
Time (s)
Untuk membuat penyearah SPWM bekerja dengan baik sesuai fungsi penyearahan yang dihasilkannya, maka referensi SPWM harus menggunakan tegangan yang frekuensi fundamentalnya sama dengan frekuensi tegangan sumber vs. Perubahan terhadap amplitude gelombang fundamental referensi ini dan dengan mengatur sudut fasanya sesuai dengan amplitude dan fasa sumber, akan membuat fungsi penyearahan beroperasi pada empat kuadran, yaitu: penyearah faktor daya leading, penyearah faktor daya lagging, dan inverter faktor daya leading dan inverter faktor daya lagging. Dengan merubah keluaran dari modulasi akan mempengaruhi perubahan amplitude carier dan SPWM membuat pebaikan faktor daya atau sudut fasa. Fungsi SPWM seperti ini dapat menjadi pengatur faktor daya sistem yaitu aktif, reaktif dan nol.
2.3.3. Pengaturan tagangan DC keluaran
Pengaturan tegangan DC keluaran bertujuan mengatur agar tegangan DC keluaran sesuai dengan keinginan dan beban yang terpasang. Dengan menggabungkan efek semua pulsa yaitu jika pulsa m mulai dari sudut t = m,
sepanjang Ts dimana lebar pulsa diumpamakan m, nilai rata-rata tegangan keluaran
bergantung pada jumlah pulsa p, yang didapatkan dari Persamaan (2.9):
Pengaturan tegangan keluaran dc dapat dilakukan dengan cara membuat umpan balik dari tegangan keluaran kepada tegangan fundamental referensi Vo,ref dan selisih sinyal yang diperoleh dari perbandingan kedua sinyal tersebut digunakan untuk menghasilkan pulsa gate yang tepat untuk konduksi IGBT. Gelombang referensinya adalah gelombang sinusoidal yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi tegangan sumber.
2.4. Perhitungan Harmonisa
Harmonisa diproduksi oleh beberapa beban tidak linier atau alat yang mengakibatkan arus tidak sinusoidal. Untuk menentukan besar harmonisa dari perumusan analisa deret Fourier untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu yaitu [12]:
dimana: Vo = komponen DC dari gelombang tegangan (V)
dimana: Io= arus dc (A)
Jika arus beban dengan nilai rata-rata Ia selalu kontinyu dan ripple diabaikan, arus
Karena bentuk gelombang arus input simetris, maka tidak terdapat harmonisa genap dan A0 akan menjadi nol dan koefisien dari Persamaan (2.12) adalah:
Persamaan (2.12) dapat ditulis kembali seperti
Pada umumnya untuk mengukur besar harmonisa yang disebut dengan total harmonic distortion (THD). Untuk tegangan dan arus THD didefinisikan sebagai nilai RMS harmonisa diatas frekuensi fundamental dibagi dengan nilai RMS fundamentalnya, dengan tegangan DC nya diabaikan. Total Distorsi Harmonisa atau Total Harmonic Distortion (THD) tegangan [12]:
dimana:
Dengan mengganti harga pada Persamaan (2.15) yaitu: dengan
dan
menggantikan nilai dengan Persamaan (2.16) serta mengabaikan tegangan dc (Vo) Persamaan (2.16), maka THD dapat dituliskan dalam Persamaan (2.17) sebagai berikut:
Sedangkan Total Harmonic Distortion arus (THDi) adalah sebagai berikut:
Dengan mengganti harga pada Persamaan (2.18) yaitu: dengan
dan
menggantikan nilai dengan Persamaan (2.19) serta mengabaikan arus dc (Io) pada Persamaan (2.19), maka THD dapat dituliskan dalam Persamaan (2.20) sebagai berikut:
2.5. Batasan Harmonisa
Pada standar IEC 61000-3-2, beban beban kecil tersebut diklasifikasikan dalam kelas A, B, C, dan D, dimana masing-masing kelas mempunyai batasan harmonisa yang berbeda beda yang dijelaskan sebagai berikut [13,14]:
a. Kelas A
Kelas ini merupakan semua kategori beban termasuk didalamnya peralatan penggerak motor dan semua peralatan 3 fasa yang arusnya tidak lebih dari 16 A per fasanya. Semua peralatan yang tidak termasuk dalam kelas B, C dan D dimasukkan dalam kategori kelas A. Batasan harmonisa kelas A hanya didefinisikan untuk peralatan satu fasa (tegangan kerja 230V) dan tiga fasa (230/400V) dimana batasan arus harmonisanya seperti yang diperlihatkan Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas A [15]
b. Kelas B
Kelas ini meliputi semua peralatan portabel tool yang batasan arus harmonisanya merupakan harga absolut maksimum dengan waktu kerja yang singkat. Batasan arus harmonisanya diperlihatkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas B [15] Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A)
Harmonisa Ganjil
3 3,45
5 1,71
7 1,155
9 0,60
11 0,495
13 0,315
15≤n≤39 3,375/n Harmonisa Genap
2 1,62
4 0,645
6 0,45
8≤n≤40 2,76/n
c. Kelas C
Tabel 2.3. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas C [15] Harmonisa ke-n Arus harmonisa maksimum yang diizinkan
(% fundamental)
Termasuk semua jenis peralatan yang dayanya dibawah 600 watt khususnya personal komputer, monitor, TV. Batasan arusnya diekspresikan dalam bentuk mA/W dan dibatasi pada harga absolut yang nilainya diperlihatkan oleh Tabel 2.4:
Seperti diketahui bahwa hampir semua peralatan elektronik bekerja dengan sumber tegangan arus searah sehingga dalam operasinya dibutuhkan peralatan penyearah dan dihubungkan langsung ke sumber tegangan bolak-balik. Untuk penyearah yang gelombang arusnya terdistorsi cukup tinggi dan banyak dipakai secara bersamaan dimasukkan dalam kategori kelas D. Sementara untuk penyearah dengan arus yang terdistorsi cukup rendah dapat dimasukkan dalam kategori kelas A. Tabel 2.5 memperlihatkan batas harmonisa untuk kelas D dan penyearah dengan daya 100 watt.
Tabel 2.5. Batas arus harmonisa untuk kelas D [16] Harmonisa ke-n Batas Kelas D untuk input 100W (A)
3 0,34
5 0,19
7 0,10
9 0,05
11 0,035
13≤n≤39 0,386/n
2.6. Filter Harmonisa
sistem. Banyak sekali cara yang digunakan untuk memperbaiki sistem khususnya meredam harmonisa yang sudah dikembangkan saat ini. Secara garis besar ada beberapa cara untuk meredam harmonisa yang di timbulkan oleh beban tidak linier yaitu diantaranya:
1. Penggunaan filter pasif pada tempat yang tepat, terutama pada daerah yang dekat dengan sumber pembangkit harmonisa sehingga arus harmonisa terjerat di sumbernya dan mengurangi peyebaran arusnya.
2. Penggunaan filter aktif.
3. Kombinasi filter aktif dan pasif.
4. Konverter dengan reaktor antar fasa, dan lain-lain.
Disamping sistem di atas dapat bertindak sebagai peredam harmonisa, tetapi juga dapat memperbaiki faktor daya yang rendah pada sistem. Jika perbaikan faktor daya langsung dipasang kapasitor terhadap sistem yang mengandung harmonisa, maka akan menyebabkan amplitudo pada harmonisa tertentu akan membesar, proses ini mengakibatkan terjadinya resonansi antara kapasitor yang dipasang dengan induktor sistem.
2.6.1. Filter pasif
Dalam beberapa kasus, reaktor saja tidak akan mampu mengurangi distorsi harmonisa arus ke tingkat yang diinginkan. Dalam kasus ini sangat diperlukan filter yang lebih baik [17].
L
C
Vo R
Gambar 2.14 Rangakain filter pasif [18]
alami pada sistem tenaga. Jika frekuensi baru ini di dekat frekuensi harmonisa, maka kemungkinan untuk mengalami suatu kondisi resonansi yang merugikan yang dapat mengakibatkan amplifikasi harmonisa dan kegagalan kapasitor atau induktor.
2.6.2. Filter single tune
Filter single tune (ST) adalah rangkaian R, L dan C yang dihubungkan secara seri yang ditala untuk meredam satu frekuensi harmonisa saja, umumnya memiliki karakteristik impedansi harmonisa yang rendah. Total impedansi yang diberikan adalah [19,20]:
Gambar filter single tune ditunjukkan oleh Gambar 2.15 berikut ini:
Ln
Gambar 2.15. Rangkaian filter single tune dan kurva impedansi vs frekuensi [19]
Zc
Beban motor equivalen
Zm
Trafo Zt
Impedansi sumber
Zu
Filter pasif
single tune
Beban non linier
Sumber tenaga listrik
Gambar 2.16. Filter singletune pada saluran sistem tenaga [20]
Gambar 2.16 memperlihatkan contoh penempatan filter single tune pada jaringan distribusi tenaga listrik. Filter dipasang paralel dengan beban motor untuk mereduksi harmonisa yang dihasilkan oleh motor tersebut agar tidak masuk ke sumber.
Dimana = arus harmonisa yang diinjeksikan ke sistem, = arus yang melalui filter dan = arus yang melalui impedansi sistem.
Tegangan harmonisa yang melalui impedansi filter sama dengan tegangan harmonisa yang melalui impedansi sistem tenaga equivalen ( ) seperti dinyatakan oleh Persamaan (2.24) dan (2.25) [20]:
dan adalah nilai kompleks yang terdistribusi dari arus harmonisa pada filter dan impedansi sistem atau dapat ditulis sebagai admitansi. Rancangan filter yang baik mempunyai mendekati satu, biasanya 0,095 dan pada sistem adalah 0,05. Sudut impedansi dari dan adalah -81O dan -2,6O.
Tegangan harmonisa diusahakan nilainya serendah mungkin. Rangkaian ekuivalen pada Gambar 2.16 memperlihatkan impedansi mempunyai peranan yang penting dalam mendistribusikan arus harmonisa. Pada impedansi sistem yang tidak terbatas, maka filterisasi akan menjadi sangat baik, sehingga arus harmonisa tidak masuk ke impedansi sistem.
dibelokkan melalui filter. Dari Gambar 2.15 besarnya impedansi filter single tune pada frekuensi fundamental dapat dilihat pada Persmaan (2.26) berikut ini [21]:
Sedangkan besarnya impedansi filter single tune pada frekuensi resonansi dari Persamaan (2.26) menjadi:
Jika frekuensi sudut pada saat resonansi dirumuskan dengan Persamaan (2.28),
maka Persamaan (2.27) atau impedansi filter menjadi sebagai berikut:
Nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif saat resonansi sama besar maka impedansi filter adalah:
Dari Persamaan (2.30) terlihat bahawa pada frekuensi resonansi filter akan mempunyai impedansi yang sangat kecil, lebih kecil daripada impedansi beban yaitu sama dengan tahanan induktor R, sehingga arus harmonisa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi resonansi yang akan dialirkan atau dibelokkan melalui filter dan tidak mengalir ke sistem. Pada dasarnya sebuah filter single tune dipasang untuk semua orde harmonisa yang akan dihilangkan. Filter ini dihubungkan pada busbar dimana pengurangan tegangan harmonisa ditentukan.
Besarnya tahanan induktor R biasanya ditentukan oleh quality faktor (Q) atau faktor kualitas. Faktor kualitas adalah kualitas listrik dari suatu induktor, dimana secara matematis Q adalah perbandingan nilai reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif pada frekuensi resonansi dengan tahanan R. Jika nilai Q yang dipilih besar maka nilai R kecil dan kualitas filter semakin bagus karena energi yang dipakai oleh filter semakin kecil yang artinya rugi-rugi panas filter semakin kecil [20]:
Pada frekuensi tuning reaktansi ( adalah:
Quality faktor (Q):
Tahanan induktor akan diperoleh berdasarkan Persamaan (2.33):
2.6.3. Faktor detuning
Faktor detuning atau relative frequency deviation (δ) menyatakan perubahan frekuensi dari frekuensi nominal penyetelannya. Faktor detuning berkisar antara 3-10% dari resonansi harmonisa [22,23]. Faktor detuning dapat dinyatakan sebagai berikut:
Bila temperatur menyebabkan perubahan induktansi dari induktor dan perubahan kapasitansi dari kapasitor maka faktor detuning menjadi Persamaan (2.35) dan (2.36) [24]:
Dari Persamaan (2.35) maka diperoleh frekuensi tuning:
Dimana:
2.6.4. Perancangan filter single tune
Perancangan filter single tune untuk menentukan besarnya komponen-komponen dari filter single tune tersebut, dimana filter single tune terdiri dari hubungan seri komponen-komponen pasif induktor, kapasitor dan tahanan [16,17,19]. Adapun langkah-langkah dalam merancang filter single tune untuk orde harmonisa ke-h:
a. Menentukan ukuran kapasitor Q, berdasarkan kebutuhan daya reaktif untuk perbaikan faktor daya, dimana daya reaktif kapasitor Qc dapat
ditentukan dengan Persamaan (2.38) [17].
Dimana: P= beban (kW)
,
b. Menentukan reaktansi kapasitor (Xc):
Dimana, V: tegangan terminal filter c. Menentukan kapasitansi dari kapasitor (C):
d. Menentukan reaktansi induktif dari induktor ( ) pada saat resonansi seri:
dimana : orde harmonisa yang dituning.
e. Menentukan induktansi dari induktor (Ln):
f. Menentukan reaktansi karakteristik dari filter pada orde tuning:
g. Menentukan tahanan (R) dari inductor
2.6.5. Filter double tune
Rankaian dari sebuah filter double tune ditunjukkan oleh Gambar 2.17 berikut ini:
Gambar 2.17 Rangkaian dasar filter double tune [20]
Penggambaran karakteristik filter berupa hubungan antara impedansi filter (Z) versus frekuensi sudut (ω) antara dua buah filter single tune dan satu buah filter double tune ekuivalennya terlihat pada Gambar 2.19 berikut ini:
Gambar 2.19. Grafik hubungan impedansi (Z) vs frekuensi (ω) filter single tune paralel dan filter double-tune ekuivalen [20]
Dari grafik Z versus ω pada Gambar 2.19 dapat kita terlihat bahwa pemasangan 2 buah single tune secara parallel identik dengan pemasangan satu buah filter double tune dengan mengkonversikan nilai-nilai dari filter single tune menjadi double tune, namun demikian filter single tune lebih tepat karena mempunyai impedansi yang mendekati nol tepat pada frekuensi harmonisa tuning-nya. Dalam grafik tersebut juga terlihat kecuraman kurva pada kedua jenis kombinasi filter tersebut adalah sama.
Dimana:
Adapun yang menjadi keuntungan daripada dua filter single tune adalah rugi-rugi daya pada frekuensi fundamental lebih kecil dan satu induktor dari dua yang ada diberikan tegangan impulse penuh. Ketahanan isolasi filter pada reaktor L2 adalah berkurang pada saat reaktor L1 menerima tegangan impulse penuh.
2.6.6. Resonansi
Keadaan dimana reaktansi induktif XL dari sistem dan reaktansi kapasitif XC
dari kapasitor untuk perbaikan faktor daya sama besar pada suatu frekuensi harmonisa tertentu disebut resonansi. Rangkaian sistem distribusi pada umumnya adalah elemen induktif, maka adanya kapasitor yang digunakan untuk perbaikan faktor daya dapat menyebabkan siklus transfer energi antara elemen induktif dan kapasitif pada frekuensi resonansi, dimana pada frekuensi resonansi ini besarnya reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif sama besar. Kombinasi elemen induktif (L) dan kapasitif (C) dilihat dari suatu rel dimana arus harmonisa diinjeksikan oleh beban tidak linier, interaksi antara arus harmonisa dengan impedansi sistem yang terdiri dari L dan C dapat menghasilkan resonansi seri akan menghasilkan arus harmonisa yang besar melalui elemen tertentu dari rangkaian. Selain menghasilkan resonansi seri bisa juga menghasilkan resonansi paralel. Resonansi paralel ini menghasilkan tegangan yang besar pada elemen tertentu pada rangkaian.
kecil jika dilihat dari rel dimana arus harmonisa diinjeksikan sehingga menyebabkan arus harmonisa mengalir menuju sumber tegangan seperti terlihat pada Gambar 2.20.
Generator Transformator
Beban non linier 1
Beban non linier 2
Gambar 2.20. Arus harmonisa beban yang mengalir menuju sumber tegangan [17] Untuk memperbaiki faktor daya dapat mengubah pola aliran arus harmonisa dapat digunakan kapasitor [17], sebab arus harmonisa akan mengalir menuju impedansi terkecil dan karena pada frekuensi harmonisa reaktansi kapasitor adalah kecil dan dapat lebih kecil daripada impedansi sistem, sehingga sebagian aliran arus harmonisa akan menuju kapasitor seperti Gambar 2.21.
Generator Transformator
Beban non linier 1
Beban non linier 2 Arah arus harmonisa
secara normal
Arus harmonisa berubah arah menuju C
C
Arus harmonisa yang sebagian mengalir menuju kapasitor seperti Gambar 2.21 akan menyebabkan terjadinya panas berlebihan pada kapasitor dan dapat merusak isolasi kapasitor tersebut.
2.6.7. Resonansi seri
Rangkaian resonansi seri terdiri dari elemen-elemen R, L dan C yang terhubung secara seri seperti Gambar 2.22 [25].
jX
LR
V
+
-jX
CGambar 2.22. Rangkaian resonansi seri [25]
Dari rangkaian yang diperlihatkan Gambar 2.19, dapat ditentukan impedansi seri seperti pada Persamaan 2.43, berikut ini:
Arus dalam rangkaian:
Jika reaktansi , maka rangkaian dikatakan mengalami resonansi, sehingga Persamaan (2.44) menjadi:
Pada saat resonansi:
Persamaan (2.51) menjadi:
Persamaan (2.54), memperlihatkan bahwa impedansi total rangkaian hanya terdiri dari R saja yang relatif kecil, sehingga arus yang mengalir menjadi besar pada kondisi resonansi seri ini. Dari persamaan (2.55) diperoleh frekuensi resonansi adalah:
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
10
10,05
9,95
x 10
-4Impedansi Vs Frekuensi
Im
pe
da
ns
i (
ohm
)
Frekuensi (Hz)
fr
= 650
Gambar 2.23. Impedansi vs frekuensi untuk resonansi seri [25]
2.6.8. Resonansi paralel
Rangkaian resonansi paralel terdiri dari elemen resistor dan induktor yang terhubung secara paralel dengan kapasitor, seperti yang terlihat pada Gambar 2.24.
jX
LR
+
-jX
CDari Gambar 2.24, besarnya impedansi total rangkaian adalah:
Dalam keadaan resonansi:
Tegangan adalah:
Pada Persamaan (2.60), jika impedansi Z>> atau , maka tegangan V akan menjadi sangat besar. Untuk menentukan frekuensi resonansi paralel sama dengan menentukan harga dari frekuensi resonansi seri:
Gambar 2.25, memperlihatkan respon frekuensi atau impedansi total rangkaian terhadap frekuensi. Dari grafik tersebut dapat dilihat impedansi terbesar rangkaian terdapat pada frekuensi resonansi , artinya terjadi peningkatan tegangan dari frekuensi resonansi paralel .
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0,2
0,3
0,1
x 10
-4Impedansi Vs Frekuensi
Im
pe
da
ns
i
(
ohm
)