• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL II.1.1. Definisi - Hubungan Terapi Manitol 20 % Dengan Fungsi Ginjal Pada Penderita Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL II.1.1. Definisi - Hubungan Terapi Manitol 20 % Dengan Fungsi Ginjal Pada Penderita Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL II.1.1. Definisi

Stroke adalah suatu episode dari disfungsi neurologis yang

disebabkan oleh iskemia atau hemoragik, berlangsung selama > 24 jam

atau meninggal, tetapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk

diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).

Stroke perdarahan intraserebral adalah tanda klinik disfungsi

neurologis yang berkembang cepat akibat perdarahan dalam parenkim

otak yang tidak disebabkan oleh trauma (Sacco dkk, 2013).

II.1.2. Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan

terdapat 100 – 200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun

(Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000

insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian

per tahun, dengan 4,8 juta penderita stroke yang bertahan hidup

(Goldstein dkk, 2006).

Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat

dengan bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita usia

(2)

64 tahun adalah 1,25; pada umur 65 – 74 tahun adalah 1,50; 75 – 84

tahun adalah 1,07; dan pada umur >85 tahun adalah 0,76 (Lloyd dkk,

2009).

Dari survei ASNA di 28 RS seluruh Indonesia, diperoleh gambaran

bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil

usia 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas

usia 65 tahun sekitar 33,5%. Data-data lain dari ASNA Stroke

Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5% (Misbach dkk, 2011).

Insiden stroke perdarahan intraserebral di belahan bumi Barat

selama era CT umumnya berkisar dari 10 sampai 30 kasus per 100.000

orang. Tingkat insiden perdarahan intraserebral lebih tinggi di Asia Timur,

di mana perdarahan intraserebral tersebut memiliki persentase yang lebih

besar dari semua stroke dibandingkan pada populasi Barat (Flaherty dkk,

2010).

Insiden perdarahan intraserebral menurun antara 1950-an dan

1980-an. Studi sebelumnya mendapatkan bahwa ada kecenderungan

penurunan kejadian perdarahan intraserebral di Oxfordshire, Inggris

antara tahun 1981 dan 2006. Kejadian perdarahan intraserebral juga

menurun selama tahun 1990-an di beberapa kota di Cina. Namun,

penurunan yang serupa belum terlihat dalam penelitian lain. Stabilisasi

(3)

setidaknya sebagian disebabkan oleh deteksi dan klasifikasi yang tepat

dari perdarahan kecil dengan neuroimaging modern (Flaherty dkk, 2010). Risiko perdarahan intraserebral tampaknya sedikit lebih besar pada

pria dibandingkan pada wanita. Di Amerika Serikat kulit hitam dan

Hispanik memiliki insidensi jauh lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Di

antara orang kulit hitam dan Hispanik, risiko perdarahan intraserebral

paling sering pada orang muda dan setengah baya. Lokasi dominan

perdarahan intraserebral dalam otak juga bervariasi dalam populasi yang

berbeda. Di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia, perdarahan yang

berasal dari periventrikular, nukleus kaudatus, kapsula interna, putamen,

globus pallidus, atau talamus adalah yang paling umum, diikuti oleh

perdarahan lobar pada gray matter atau white matter subkortikal. Sedangkan dalam sebuah studi berbasis populasi yang besar di Jepang,

perdarahan lobar hanya terjadi 15% dari keseluruhan perdarahan

intraserebral (Flaherty dkk, 2010).

II.1.3. Faktor Risiko

Faktor-faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan

sebagai berikut : (Sjahrir, 2003)

1. Non modifiable risk factors

a. Usia

b. Jenis kelamin

(4)

2. Modifiable risk factors

a. Behavioral risk factors

1. Merokok

2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet

3. Alkoholik

4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, anti platelet,

obat kontrasepsi

b. Physiological risk factors

1. Penyakit hipertensi

2. Penyakit jantung

3. Diabetes mellitus

4. Infeksi / lues, arthritis, traumatik, AIDS, lupus 5. Gangguan ginjal

6. Kegemukan (obesitas)

7. Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan

8. Kelainan anatomi pembuluh darah

9. Dan lain-lain

II.1.4. Klasifikasi

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas

patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah)

(5)

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

1. Stroke iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosis serebri

c. Emboli serebri

2. Stroke hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Perdarahan subaraknoid

II. Berdasarkan stadium :

1. TIA

2. Stroke in evolution

3. Completed stroke

III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah) :

1. Tipe karotis

2. Tipe vertebrobasiler

II.1.5. Patofisiologi

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan

perdarahan subaraknoid. Insiden perdarahan intrakranial kurang lebih

20% adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah

perdarahan subaraknoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya

(6)

sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriol berdiameter 100 – 400

mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah

tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma

tipe Bouchard. Pada kebanyakan penderita, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan

pada arteriol dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini

pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar

(Caplan, 2000).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik

akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di

daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala

neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang

menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).

Perdarahan intraserebral sekunder (sekitar 12 sampai 22% dari

seluruh kejadian perdarahan intraserebral) disebabkan oleh penyebab lain

selain pecahnya pembuluh darah kecil, misalnya, aneurisma, malformasi

arteri-vena, transformasi hemoragik stroke iskemik, dan neoplasma

(7)

II.1.6. Penanganan

Stroke perdarahan dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi

dan morbiditas yang berat. Pengobatan pilihan masih kontroversial,

mengingat bahwa data dari beberapa uji klinis belum memberikan bukti

yang meyakinkan untuk mendukung efektivitas surgical clot removal. Oleh karena itu, penanganan dilakukan terutama terhadap edema serebri

sebagai target potensial untuk terapi intervensi pada penderita stroke

hemoragik (Thiex dkk, 2007).

Beberapa hal yang berperan besar untuk menjaga agar TIK tidak

meninggi pada stroke, antara lain (Misbach, 2011) :

1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15 – 300

2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal.

dengan tujuan

memperbaiki venous return.

Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema

serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan

mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan

edema dan peninggian TIK.

3. Mengatasi kejang, menghilangkan rasa cemas, mengatasi rasa

nyeri dan menjaga suhu tubuh normal < 37,50

Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat

metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme serebral,

(8)

terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya

akan mengakibatkan peninggian TIK.

4. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit.

Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma

sehingga akan terjadi edema sitotoksik sedangkan hipernatremia

akan menyebabkan lisisnya sel-sel neuron.

5. Mengatasi hipoksia.

Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme

anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang

menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian

asam laktat di otak akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat

dan selanjutnya menyebabkan edema otak dan peninggian TIK.

6. Menghindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan

abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir

pernafasan yang berlebihan.

7. Pemberian larutan manitol 20 – 25% dengan dosis 0,75 – 1 mg /

kgBB bolus, diikuti 0,25 – 0,5 mg / kgBB setiap 3 – 5 jam

tergantung pada respon klinis. Komplikasi penggunaan manitol

adalah hipotensi, hipokalemia, gangguan fungsi ginjal karena

hiperosmolaritas, gangguan jantung kongestif dan hemolisis.

Terdapat beberapa pedoman untuk mengendalikan pembengkakan

(9)

sederhana, seperti obat penenang, ventilasi, dan posisi kepala yang

ditinggikan, gagal untuk mengontrol pembengkakan otak, perawatan

medis lebih lanjut dapat diterapkan, termasuk inotropik, salin hipertonik,

manitol, dan hipotermia. Perfusi otak dan tekanan intrakranial merupakan

target terapi dalam mencegah hipoperfusi otak yang berpotensi

mengancam nyawa. Pedoman baru-baru ini merekomendasikan target

tekanan intrakranial adalah kurang dari 25 mmHg dan CPP lebih besar

(10)

Gambar 1. Algoritma penanganan perdarahan intraserebral

Dikutip dari : Qureshi, A.I., Tuhrim, S., Broderick, J.P., Batjer, H.H., Hondo, H.,

Hanley, D.F. 2001. Spontaneous intracerebral hemorrhage. N Engl J Med.

(11)

II.1.7. Terapi Osmotik

Efek terapi osmotik terhadap TIK diduga dengan menyebabkan

penyusutan otak setelah pergeseran air keluar dari substansi otak.

Berbagai zat yang digunakan sebagai terapi osmotik, antara lain urea,

gliserol, sorbitol, manitol, dan salin hipertonik (White dkk, 2006).

Sodium Content and Osmolality of Solutions

Administered to Patients after Neurotrauma

Sodium

*The osmolality of a solution is the number osmoles of solute per kilogram solvent. Osmolality can be measured by determining a change in the solution’s colligative properties or calculated as the sum of the concentration of the solutes present in the solution.

Tabel 1. Kandungan natrium dan osmolalitas cairan infus

Dikutip dari : White, H., Cook, D., Venkatesh, B. 2006. The use of hypertonic

(12)

Meskipun efektif, urea tidak lagi digunakan karena memiliki

berbagai efek samping termasuk mual, muntah, diare, hemoglobinuria,

koagulopati, dan rebound hipertensi intrakranial. Gliserol dan sorbitol dapat menurunkan TIK akan tetapi dapat menyebabkan hiperglikemia

yang signifikan. Manitol cukup efektif dan aman serta direkomendasikan

oleh Brain Trauma Foundation dan European Brain Injury Consortium

sebagai terapi osmotik pilihan (White dkk, 2006).

II.2. MANITOL II.2.1. Farmakologi

Manitol adalah polialkohol nonmetabolik C-6 dengan berat molekul

182, dan merupakan agen diuretik tertua serta paling banyak digunakan

sebagai osmotik. Selain menjadi agen hiperosmotik, manitol juga telah

terbukti sebagai scavenger efektif radikal hidroksil bebas dalam berbagai sistem biologis termasuk ekstraselular (Better dkk, 1997).

Gambar 2. Struktur manitol

Dikutip dari : Shawkat, H., Westwood, M., Mortimer, A. 2012. Mannitol : a review

(13)

Manitol memiliki struktur kimia 1,2,3,4,5,6-hexanehexol (C6H8 (OH)6) dan merupakan poliol (alkohol gula) yang banyak digunakan dalam

industri makanan dan farmasi. Manitol adalah zat alami yang ditemukan

dalam ganggang laut, jamur segar, dan dalam eksudat dari pohon. Serta

merupakan isomer dari sorbitol, yang biasanya disintesis oleh hidrogenasi

glukosa. Manitol juga tersedia secara komersial dalam berbagai bubuk

kristal putih dan bentuk granular, yang semuanya larut dalam air. Infus

manitol bersifat asam (pH 6.3) dan dapat mengkristal jika disimpan pada

suhu kamar, tetapi dapat dibuat larut lagi dengan pemanasan (Shawkat

dkk, 2012).

Manitol hipertonik intravena (iv) merupakan agen farmakologis

pertama yang digunakan untuk profilaksis terhadap GGA, diperkenalkan

oleh Homer Smith pada tahun 1940 untuk memperkirakan laju filtrasi

glomerulus (GFR) pada manusia dan anjing. Smith mencatat efek diuretik

osmotik manitol tersebut. Hal ini diikuti oleh Selkurt tahun 1945 yang

menunjukkan bahwa manitol memperbaiki GGA iskemik pada anjing.

Sejak saat itu, profilaksis manitol terhadap GGA pada manusia digunakan

secara luas tetapi tidak secara universal (Better dkk, 1997).

II.2.2. Farmakokinetik

Manitol harus diberikan secara parenteral karena pemberian secara

oral tidak diserap. Manitol didistribusikan hampir seluruhnya dalam cairan

(14)

hasilnya, hanya 7% hingga 10% yang dimetabolisme, mungkin di hati,

sedangkan sisanya secara bebas disaring oleh glomerulus dan

diekskresikan utuh dalam urin. Sekitar 7 persen diserap kembali oleh

tubulus ginjal. Dengan fungsi ginjal normal, setelah dosis tunggal manitol

intravena, half life manitol dalam sirkulasi plasma adalah sekitar 15 menit. Dari dosis yang diberikan, 90% ditemukan dalam urin setelah 24 jam.

Namun, pada insufisiensi ginjal yang berat maka tingkat ekskresi manitol

sangat berkurang sehingga manitol dalam tubuh dapat meningkatkan

tonisitas ekstraselular menyebabkan pergeseran air keluar dari sel,

memperbanyak cairan ekstraselular dan menyebabkan terjadinya

hiponatremia serta osmolalitas serum yang meningkat. Oleh karena itu,

manitol harus digunakan dengan hati-hati pada kondisi insufisiensi ginjal

(Nissenson dkk, 1979).

Karena berat molekulnya yang rendah (182), manitol secara bebas

disaring melalui tubulus ginjal. Namun, karena tidak diserap, terus menjadi

osmotik aktif dalam tubulus, hal inilah yang menyebabkan aksinya sebagai

diuretik osmotik. Manitol juga menyebabkan pelepasan prostaglandin

ginjal yang menyebabkan vasodilatasi ginjal dan peningkatan aliran urin

tubular yang dipercaya untuk melindungi terhadap cedera ginjal dengan

mengurangi obstruksi tubular. Hal ini juga bertindak sebagai scavenger

radikal bebas dan mengurangi efek berbahaya dari radikal bebas selama

(15)

II.2.3. Farmakodinamik

Diuretik osmotik terutama bekerja pada tubulus proksimal dan pars

desendens lengkung Henle. Melalui efek osmotik, diuretik juga

menghambat efek ADH pada collecting tubule. Manitol mencegah

penyerapan normal air dengan kekuatan osmotik, sehingga volume urin

meningkat. Peningkatan laju aliran urin mengurangi waktu kontak antara

cairan dan epitel tubular, sehingga mengurangi Na+ serta reabsorpsi air

(Tavakkoli, 2011).

Gambar 3. Efek manitol pada tubulus proksimal renal

Dikutip dari : Lullmann, H., Ziegler, A., Mohr, K., Bieger, D. 2000. Color atlas of

(16)

II.2.4. Dosis

Manitol biasanya diberikan dalam larutan 20% dalam dosis bolus,

dibandingkan sebagai infus kontinyu. Tekanan intrakranial akan menurun

dalam 5 – 10 menit. Efek maksimum terjadi dalam waktu sekitar 60 menit

dan total efek dapat berlangsung 3 – 4 jam. Pemberian bolus

meminimalkan hemokonsentrasi dan memperpanjang efek. Bolus 0,25 –

0,5 g / kg (diberikan selama 10 – 20 menit) dapat digunakan dan diulang

tergantung pada respon. Dosis 0,25 g / kg tampaknya seefektif dosis 1 g /

kg dalam mengurangi TIK tetapi tidak memiliki lama efek yang sama

(Reilly, 1997).

II.2.5. Efek Fisiologis

Selain penggunaannya dalam industri makanan dan farmasi,

manitol juga banyak digunakan dalam praktek medis untuk berbagai

indikasi (Tabel 2), terutama karena sifat osmotiknya. Untuk penggunaan

klinis, manitol diberikan sebagai cairan steril 10% dan 20% dalam 500 mL

(17)

Indikasi manitol

Menurunkan peningkatan tekanan intrakranial

Menjaga fungsi ginjal perioperasi pada pasien rencana operasi jantung

dan pasien jaundice

Diuresis dan mengurangi resiko gagal ginjal akut setelah transplantasi

ginjal

Menjaga fungsi ginjal pada rhabdomyolysis akibat trauma dan compartment syndrome

Persiapan kolon sebelum operasi kolorektal, kolonoskopi,dan

enema barium

Meningkatkan ekskresi zat toksik pada urin

Tabel 2. Kegunaan medis manitol

Dikutip dari : Shawkat, H., Westwood, M., Mortimer, A.2012. Mannitol : a review

of its clinical uses. Contin Educ Anaesth Crit Care Pain. 12:82-85.

II.2.5.1. Efek Penurunan TIK

Edema serebral terlibat dalam berbagai macam penyakit saraf

seperti iskemia otak, perdarahan otak, trauma otak dan tumor otak atau

abses otak. Edema serebral yang parah harus dikelola segera untuk

mencegah herniasi otak (Zeng dkk, 2010).

Osmoterapi telah digunakan sejak awal abad 20 untuk mengobati

TIK yang meningkat. Dasar fisiologis dan konsep osmoterapi pertama kali

diterbitkan pada 1919. Infus intravena manitol dianggap sebagai 'standar

emas' untuk penanganan TIK yang meningkat (Harutjunyan dkk, 2005).

Pemantauan terus menerus TIK menunjukkan bahwa edema otak

(18)

dapat menyebabkan peningkatan TIK, yang membutuhkan perawatan.

Kortikosteroid, meskipun sering digunakan untuk mengobati edema otak,

tidak meningkatkan kelangsungan hidup setelah stroke. Diuretik osmotik,

terutama manitol, adalah salah satu agen yang banyak digunakan dalam

penanganan edema serebral. Manitol diperkirakan menurunkan TIK

dengan cara mengurangi kadar air keseluruhan dan volume cairan

serebrospinal serta dengan mengurangi volume darah melalui

vasokonstriksi. Manitol juga dapat meningkatkan perfusi otak dengan

mengurangi viskositas (Bereczki dkk, 2000).

Situasi di mana penurunan tekanan intrakranial yang sangat cepat

diperlukan merupakan indikasi untuk terapi dengan agen osmotik seperti

manitol. Infus larutan hipertonik manitol dapat dengan cepat mengurangi

cairan otak dengan menciptakan gradien osmotik antara otak dan plasma.

Ketika manitol (1 g / kg) diberikan selama 10 sampai 15 menit (misalnya,

250 mL larutan 20% pada orang dewasa), penurunan tekanan intrakranial

dari 30 sampai 60% dapat diharapkan dalam 2 sampai 4 jam. Manitol

tampaknya meningkatkan sirkulasi dengan mengurangi tekanan

intrakranial serta dengan menciptakan efek langsung pada perfusi

serebral dalam mikrosirkulasi. Selain itu, manitol bertindak sebagai

scavenger radikal bebas. Karena manitol secara bertahap berdifusi dari kompartemen vaskular ke dalam sistem saraf pusat, tindakan ini dapat

(19)

II.2.5.2. Efek Proteksi Ginjal

Manitol telah digunakan sebagai agen pelindung ginjal pada

penderita berisiko tinggi terkena gagal ginjal, seperti yang menjalani

operasi jantung dan pembuluh darah, transplantasi ginjal, dan pada

penderita jaundice dan rhabdomyolysis. Namun, studi-studi

menunjukkan bahwa meskipun manitol meningkatkan output urin, hal tersebut tidak mengurangi risiko terjadinya GGA (Shawkat dkk, 2012).

II.2.5.3. Efek Pada Sirkulasi Darah

Manitol dapat menginduksi peningkatan cardiac output dan tekanan pengisian, serta peningkatan sementara tekanan arterial dan tekanan

perfusi serebral. Cardiac output dapat meningkat hingga 30% sehingga menyebabkan aliran darah otak juga meningkat. Beberapa studi

menunjukkan bahwa manitol sangat mempengaruhi resistensi vaskular

sistemik karena efek reologinya. Hal ini juga meningkatkan transportasi

oksigen sistemik maupun serebral (Castillo dkk, 2009).

II.2.5.4. Efek Mikrosirkulasi

Manitol merupakan scavenger radikal bebas dan memiliki efek mikrosirkulasi yang kuat dengan cara meningkatkan aliran darah kapiler.

Efek ini bersifat sementara dan berdasarkan kenaikan volaemia kapiler,

(20)

urea dan gliserol, yang tidak lagi digunakan secara klinis (Castillo dkk,

2009).

II.2.6. Efek Samping

Manitol memiliki banyak efek samping, antara lain ekspansi volume

awal (meningkatkan risiko gagal jantung), hipovolemia dan hipotensi,

asidosis metabolik, dan ketidakseimbangan elektrolit, termasuk

hipernatremia dan hipokalemia (Shawkat dkk, 2012).

Efek samping manitol

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Asidosis metabolik

Gagal jantung Kongesti paru Hipovolemia Hipotensi Tromboplebitis

Nekrosis kulit pada lokasi ekstravasasi Reaksi alergi, termasuk anafilaksis Peningkatan rebound TIK

Tabel 3. Efek samping manitol

Dikutip dari : Shawkat, H., Westwood, M., Mortimer, A. 2012. Mannitol : a review

of its clinical uses. Contin Educ Anaesth Crit Care Pain. 12:82-85.

Dalam dosis besar, juga dapat menyebabkan gagal ginjal karena

(21)

dapat mengakibatkan osmolalitas serum sangat tinggi (>320 mOsm / liter)

dan komplikasi neurologis berikutnya. Efek samping yang dapat terjadi

akibat pemberian manitol dapat dilihat dalam Tabel 3 (Shawkat dkk,

2012).

II.3. PENGARUH MANITOL TERHADAP FUNGSI GINJAL

Komplikasi yang paling umum dari terapi manitol adalah

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, edema kardiopulmoner, dan

rebound edema serebral. Manitol juga dapat menyebabkan gagal ginjal dalam dosis terapi, dan reaksi hipersensitivitas juga dapat terjadi.

Mekanisme patogenesa manitol terkait cedera ginjal akut melibatkan

dehidrasi, tubuloglomerular feedback, cedera osmotik dan vasokonstriksi (Bereczki dkk, 2000).

Penggunaan manitol di bawah dosis 200 g / hari jarang

menyebabkan terjadinya GGA. Pada dosis rendah manitol memberikan

efek vasodilator ginjal, sedangkan pada dosis tinggi menyebabkan

vasokonstriktor ginjal yang dapat mempengaruhi terjadinya GGA (Better

dkk, 1997). Gagal ginjal akut tersebut biasanya berupa oliguria dengan

ekskresi sodium fraksi rendah. Mekanisme terjadinya gagal ginjal diduga

karena efek tubuloglomerular feedback akibat keluarnya air dan garam setelah penggunaan dosis tinggi manitol (Schwartz, 1997). Selain itu,

diuresis manitol juga dapat meningkatkan penggunaan energi di ginjal

(22)

menyebabkan lebih mudahnya terjadi GGA. Akan tetapi, komplikasi

tersebut jarang terjadi dan umumnya terjadi akibat penggunaan dosis

tinggi manitol 400 hingga 900 g / hari (Better dkk, 1997).

Nefrotoksisitas manitol

1. Terjadi setelah dosis tinggi manitol (>200 g/hari)

2. Resembles vasomotor ARF

3. Pulih setelah dilakukan hemodialisis

4. Umumnya berhubungan dengan dekompresi peningkatan tekanan intrakranial atau intraokular

Data are from Gadallah et al, Am J Med Sci 309:219-222, 1995 (case report and review; N=10). Used with permission.

Tabel 4. Nefrotoksisitas manitol

Dikutip dari : Visweswaran, P., Massin, E.K., Dubose, T.D. 1997.

Mannitol-Induced Acute Renal Failure. J Am Soc Nephrol. 8:1028-1033.

Pada gambar 4 dapat dilihat skema klasifikasi untuk GGA. Sistem

klasifikasi termasuk kriteria terpisah untuk kreatinin dan output urin. Seorang penderita dapat memenuhi kriteria perubahan kreatinin serum

(23)

Gambar 4. Kriteria gagal ginjal akut

Dikutip dari : Bellomo, R., Ronco, C., Kellum, J.A., Mehta, R.L., Palevsky, P.,

ADQI workgroup. 2004. Acute renal failure – definition, outcome measures,

animal models, fluid therapy and information technology needs: the Second

International Consensus Conference of the Acute Dialysis Quality Initiative

(ADQI) Group. Critical Care. 8:R204-R212.

Penderita dengan gangguan ginjal, usia tua dan menggunakan

agen nefrotoksik merupakan faktor risiko untuk terjadinya GGA akibat

manitol. Jadi penderita harus diskrining untuk fungsi ginjal sebelum

dipertimbangkan menggunakan manitol (Tsai dkk, 2010).

Ketika merawat penderita dengan dosis tinggi manitol, penting

untuk memantau secara rutin konsentrasi serum natrium, kalium, kalsium,

(24)

osmolal gap serum melebihi 55 mOsmol / kg H2

[Mannitol] = Osmolal gap X 182 / 10

O atau jika konsentrasi

serum manitol melebihi 1000 mg / L, maka manitol harus dihentikan.

Konsentrasi serum manitol dapat diperkirakan dengan menggunakan

rumus:

(182 merupakan berat molekul manitol)

Dosis tinggi terapi manitol harus digunakan dengan teliti,

khususnya dalam menghadapi insufisiensi ginjal. Pencegahan GGA akibat

manitol dapat dilakukan dengan menghindari dosis yang besar dan terapi

terus–menerus pada penderita berisiko. Namun, ketika toksisitas manitol

terjadi dapat ditangani dengan menghentikan manitol dan dengan

mengembalikan volume cairan ekstraselular. Pemulihan dapat terjadi

secara spontan. Jika diuresis tidak terjadi, hemodialisis mungkin

(25)

II.4. KERANGKA TEORI

Stroke Perdarahan Intraserebral

Peningkatan Tekanan Intrakranial

Manajemen Tekanan Intrakranial

Manitol 20%

Mortazavi dkk, 2012: Penanganan peningkatan TIK merupakan hal yang penting dan selalu menjadi permasalahan utama di fasilitas rawat neuro intensif. Manitol telah menjadi salah satu pilihan utama dalam penanganan peningkatan TIK yang cepat.

Dziedzic dkk, 2003: Terjadi peningkatan sementara kadar ureum dan kreatinin serum pada 51 penderita stroke hemoragik yang diterapi dengan manitol menurut pedoman American Heart Association.

Perez dkk, 2002: Melaporkan 4 kasus yang mengalami gagal ginjal akut (3 anuria, 1 nonoliguria) setelah menerima manitol 1,172±439 g (rata-rata±SD) selama jangka waktu 58±28 jam dengan tingkat infus adalah 0,25±0,02 g/kg/jam. Terjadinya gagal ginjal akut terdeteksi 48±22 jam setelah infus.

Du dkk, 1996: Melaporkan 14 kasus GGA yang diinduksi manitol dengan serum Na+, HCO3- menurun,

K+ dan BUN serta osmolal gap meningkat secara

signifikan.

Dorman dkk, 1990: Melaporkan 8 kasus GGA diinduksi manitol. Oliguria terjadi dalam waktu 3,5+1,1 (rata-rata+SD) hari setelah menerima dosis manitol harian 189+64g dan total 626+270g, selama >3,5+1,5 hari. Puncak serum kreatinin 5,7+2,7 mg/dL. Puncak osmolal gap 74+39 mOsm/kgH2O. Dijumpai sel epitel

tubular mengandung vakuola dalam sedimen urin. Thiex dkk, 2007: Terdapat beberapa pedoman untuk mengendalikan pembengkakan otak dan peningkatan TIK. Perfusi otak dan TIK merupakan target terapi dalam mencegah hipoperfusi otak yang mengancam nyawa. Rekomendasi target TIK < 25 mmHg dan CPP > 60–70 mmHg.

Harutjunyan dkk, 2005: Manitol dianggap sebagai 'standar emas' untuk pengobatan peningkatan TIK.

Bereckzi dkk, 2000: Manitol menurunkan TIK dengan cara mengurangi kadar air keseluruhan, volume CSS, volume darah dan meningkatkan perfusi otak dengan mengurangi viskositas.

Broderick dkk, 1999: Peningkatan TIK dianggap penyebab utama kematian pada PIS.

Brouwers dkk, 2012: PIS menyebabkan terbentuknya edema di sekeliling hematoma (perihematomal edema) setelah beberapa jam onset PIS dan semakin lama semakin berkembang.

Brouwers dkk, 2012: Peningkatan TIK berhubungan dengan outcome yang buruk. Penderita PIS dengan gejala klinik dan gambaran radiologis peningkatan TIK harus dilakukan tindakan preventif untuk menurunkan TIK.

(26)

II.5. KERANGKA KONSEP

Stroke Perdarahan Intraserebral

Dengan Peningkatan TIK

Manitol 20%

Fungsi Ginjal

Hari 0 dan Hari 3

Kreatinin Serum

Ureum Serum

Osmolalitas Serum

Output

Urin

Gambar

Gambar 1. Algoritma penanganan perdarahan intraserebral
Tabel 1. Kandungan natrium dan osmolalitas cairan infus
Gambar 2. Struktur manitol
Gambar 3. Efek manitol pada tubulus proksimal renal
+5

Referensi

Dokumen terkait

orang lain, pembentukan kepribadian, serta melaksanakan peran, fungsi, dan tanggung jawab sebagai anggota keluarga,dan lain-lain. Penanaman kesadaran atas kewajiban,

Semua data yang di proses berasal dari wawancara, observasi, dan dokumentasi tentang implementasi kegiatan keagamaan dalam membentuk perilaku siswa di SMK Islam 1

Sampel ditentukan dengan teknik sampling jenuh (total) yaitu 177 skripsi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen dan wawancara. Penelitian ini

Karena dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan judul “ KAJIAN FENOMENOLOGI PERAN GANDA WANITA

Kematangan psikologis adalah hasil proses pertumbuhan dan perkembangan yang terlaksana dengan baik sehingga mencapai tingkat kepribadian yang lebih tinggi dalam

Jumlah keseluruhan remaja putri (santriwati) di kelas VIII SMP IT Ibnu Abbas adalah 99 orang, yang mengalami dismenorea primer adalah 69 santriwati dan yang

Dari be- berapa komunitas yang diteliti, hanya komunitas petani suku Melayu di Kali- mantan Barat yang mengembangkan ke- arifan lokal yang berhubungan dengan fenomena alam, yaitu:

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa strukturmikro hasil proses solution treatment dan aging adala fasa α yang merupakan paduan larut