• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATERI KULIAH KIMIA DASAR DAFTAR ISI - MATERI KULIAH KIMIA DASAR baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MATERI KULIAH KIMIA DASAR DAFTAR ISI - MATERI KULIAH KIMIA DASAR baru"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

MATERI KULIAH KIMIA DASAR

DAFTAR ISI

Bab I. Stoikiometri

A. Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia

B. Massa Atom Dan Massa Rumus

C. Konsep Mol

D. Persamaan Reaksi

Bab II. Hitungan Kimia

Hitungan Kimia

Bab III. Termokimia

A. Reaksi Eksoterm Dan Rekasi Endoterm

B. Perubahan Entalpi

C. Penentuan Perubahan Entalpi dan Hukum Hess

D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

Bab IV. Sistem Koloid

A. Sistem Dispers Dan Jenis Koloid

B. Sifat-Sifat Koloid

C. Elektroforesis Dan Dialisis

D. Pembuatan Koloid

Bab V. Kecepatan Reaksi

A. Konsentrasi Dan Kecepatan Reaksi

B. Orde Reaksi

C. Teori Tumbukan Dan Keadaan Transisi

D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi

Bab VI. Kesetimbangan Kimia

A. Keadaan Kesetimbangan

B. Hukum Kesetimbangan

C. Pergeseran Kesetimbangan

D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara Harga

Kc Dengan Kp

E. Kesetimbangan Disosiasi

Bab VII. Larutan

A. Larutan

B. Konsentrasi Larutan

Bab VIII. Eksponen Hidrogen

A. Pendahuluan

(2)

F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah

G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Kuat

Bab IX. Teori Asam-Basa Dan Stokiometri Larutan

A. Teori Asam Basa

B. Stokiometri Larutan

Bab X. Zat Radioaktif

A. Keradioaktifan Alam

B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan

Bab XI. Kimia Lingkungan

Kimia Lingkungan

Bab XII. Kimia Terapan Dan Terpakai

Kimia Terapan Dan Terpakai

Bab XIII

.

Sifat Koligatif Larutan

A. Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit

B. Penurunan Tekanan Uap jenuh Dan Kenaikkan Titik Didih

C. Penurunan Titik Beku Dan Tekanan Osmotik

D. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Bab XIV. Hasil Kali Kelarutan

A. Pengertian Dasar

B. Kelarutan

C. Mengendapkan Elektrolit

Bab XV. Reaksi Redoks Dan Elektrokimia

A. Oksidasi - Reduksi

B. Konsep Bilangan Oksidasi

C. Langkah-Langkah Reaksi Redoks

D. Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks

E. Elektrokimia

F. Sel Volta

G. Potensial Elektroda

H. Korosi

I. Elektrolisis

J. Hukum Faraday.

Bab XVI. Struktur Atom

A. Pengertian Dasar

B. Model Atom

C. Bilangan-Bilangan Kuantum

D. Konfigurasi Elektron

Bab XVII. Sistem Periodik Unsur-Unsur

Sistem Periodik Unsur-Unsur

Bab XVIII. Ikatan Kimia

(3)

C. Ikatan Kovalen = Homopolar

D. Ikatan Kovalen Koordinasi = Semipolar

E. Ikatan Logam, Hidrogen, Van Der Walls

F. Bentuk Molekul

Bab XIX. Hidrokarbon

A. Hidrokarbon termasuk senyawa karbon

B. Kekhasan atom karbon

C. Klasifikasi hidrokarbon

D. Alkana

E. Isomer alkana

F. Tata nama alkana

G. Alkena

H. Alkuna

I. Beberapa hidrokarbon lain

Bab XX. Gas Mulia

Unsur-Unsur Gas Mulia

Bab XXI. Unsur-Unsur Halogen

A. Sifat Halogen

B. Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Unsur Halogen

C. Hidrogen, Klor, Brom Dan Iodium

Bab XXII. Unsur-Unsur Alkali

A. Sifat Golongan Unsur Alkali

B. Sifat Fisika Dan Kimia

C. Pembuatan Logam Alkali

Bab XXIII. Unsur-Unsur Alkali Tanah

A. Sifat Golongan Unsur Alkali Tanah

B. Sifat Fisika Dan Kimia Unsur Alkali Tanah

C. Kelarutan Unsur Alkali Tanah

D. Pembuatan Logam Alkali Tanah

E. Kesadahan.

Bab XXIV. Unsur-Unsur Periode Ketiga

Sifat-Sifat Periodik, Fisika Dan Kimia

Bab XXV. Unsur-Unsur Transisi Periode Keempat

A. Pengertian Unsur Transisi

B. Sifat Periodik

C. Sifat Fisika Dan Kimia

D. Sifat Reaksi Dari Senyawa-Senyawa Krom Dan Mangan

E. Unsur-Unsur Transisi Dan Ion Kompleks

Bab XXVI. Gas Hidrogen

(4)

BAB I

STOIKIOMETRI

STOIKIOMETRI

adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif dari

komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.

A. HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA

1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER

"Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap".

Contoh:

hidrogen + oksigen hidrogen oksida

(4g) (32g) (36g)

2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST

"Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa adalah tetap"

Contoh:

a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H

= 1 Ar . N : 3 Ar . H

= 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3

b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0

= 1 Ar . S : 3 Ar . O

= 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3

Keuntungan dari hukum Proust:

bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang membentuk senyawa

tersebut make massa unsur lainnya dapat diketahui.

Contoh:

Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40)

Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3

= 12/100 x 50 gram = 6 gram

massa C

Kadar C = massa C / massa CaCO3 x 100%

= 6/50 x 100 % = 12%

3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON

"Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa salah satu

unsur yang sama banyaknya maka perbandingan massa unsur kedua akan berbanding

sebagai bilangan bulat dan sederhana".

Contoh:

Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk,

NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8

(5)

Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan massa Oksigen pada

senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2

4. HUKUM-HUKUM GAS

Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT

dimana:

P = tekanan gas (atmosfir)

V = volume gas (liter)

n = mol gas

R = tetapan gas universal = 0.082 lt.atm/mol Kelvin

T = suhu mutlak (Kelvin)

Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan kondisi-kondisi

tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:

a. HUKUM BOYLE

Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan

n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2

Contoh:

Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada temperatur

tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den tekanan 2 atmosfir ?

Jawab:

P1 V1 = P2 V2

2.5 = P2 . 10  P2 = 1 atmosfir

b. HUKUM GAY-LUSSAC

"Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile diukur pada

suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat den

sederhana".

Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku : V1 / V2 = n1 / n2

Contoh:

Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi tersebut 1 liter gas

hidrogen (H2) massanya 0.1 g.

Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14

Jawab:

V1/V2 = n1/n2  10/1 = (x/28) / (0.1/2)  x = 14 gram

Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.

c. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC

(6)

P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

d. HUKUM AVOGADRO

"Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama mengandung

jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan bahwa pada keadaan STP (0

o

C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4 liter volume ini disebut sebagai volume

molar gas.

Contoh:

Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27

o

C dan tekanan 1 atm ?

(Ar: H = 1 ; N = 14)

Jawab:

85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol

Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter

Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:

P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

1 x 112.1 / 273 = 1 x V2 / (273 + 27)  V2 = 12.31 liter

B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS

1. Massa Atom Relatif (A

r

)

merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa 1 atom karbon 12

2. Massa Molekul Relatif (M

r

)

merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa dengan 1/12 massa 1 atom karbon

12.

Massa molekul relatif (Mr) suatu senyawa merupakan penjumlahan dari massa atom

unsur-unsur penyusunnya.

Contoh:

Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X2Y4 ?

Jawab:

Mr X2Y4 = 2 x Ar . X + 4 x Ar . Y = (2 x 10) + (4 x 50) = 220

C. KONSEP MOL

1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau molekul-molekulnya

sebesar bilangan Avogadro dan massanya = Mr senyawa itu.

(7)

L = 6.023 x 10

23

1 mol atom = L buah atom, massanya = Ar atom tersebut.

1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersehut.

Massa 1 mol zat disebut sebagai

massa molar

zat

Contoh:

Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ?

Jawab:

Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40

mol NaOH = massa / Mr = 20 / 40 = 0.5 mol

Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L = 0.5 x 6.023 x 1023 = 3.01 x 10

23

molekul.

D. PERSAMAAN REAKSI

PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT

1.

Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama

2.

Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama

3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol (khusus yang berwujud

gas perbandingan koefisien juga menyatakan perbandingan volume asalkan suhu den

tekanannya sama)

Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari

HNO3 (aq) + H2S (g)  NO (g) + S (s) + H2O (l)

Cara yang termudah untuk menentukan koefisien reaksinya adalah dengan memisalkan

koefisiennya masing-masing a, b, c, d dan e sehingga:

a HNO3 + b H2S



c NO + d S + e H

2O

Berdasarkan reaksi di atas maka

atom N : a = c (sebelum dan sesudah reaksi)

atom O : 3a = c + e



3a = a + e



e = 2a

atom H : a + 2b = 2e = 2(2a) = 4a  2b = 3a



b = 3/2 a

atom S : b = d = 3/2 a

(8)

2 HNO3 + 3 H2S



2 NO + 3 S + 4 H

2O

BAB II

HITUNGAN KIMIA

Hitungan kimia adalah cara-cara perhitungan yang berorientasi pada hukum-hukum dasar ilmu

kimia.

Dalam hal ini akan diberikan bermacam-macam contoh soal hitungan kimia beserta

pembahasanya.

Contoh-contoh soal :

1. Berapa persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat ? (Ar: C = 12 ; O= 16 ; Ca=40)

Jawab :

1 mol CaCO, mengandung 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O

Mr CaCO3 = 40 + 12 + 48 = 100

Jadi kadar kalsium dalam CaCO3 = 40/100 x 100% = 40%

2. Sebanyak 5.4 gram logam alumunium (Ar = 27) direaksikan dengan asam klorida encer

berlebih sesuai reaksi :

2 Al (s) + 6 HCl (aq)



2 AlCl

3 (aq) + 3 H2 (g)

Berapa gram aluminium klorida dan berapa liter gas hidrogen yang dihasilkan pada

kondisi standar ?

Jawab:

Dari persamaan reaksi dapat dinyatakan

2 mol Al x 2 mol AlCl3  3 mol H2

5.4 gram Al = 5.4/27 = 0.2 mol

Jadi:

AlCl3 yang terbentuk = 0.2 x Mr AlCl3 = 0.2 x 133.5 = 26.7 gram

Volume gas H2 yang dihasilkan (0

o

C, 1 atm) = 3/2 x 0.2 x 22.4 = 6.72 liter

3. Suatu bijih besi mengandung 80% Fe2O3 (Ar: Fe=56; O=16). Oksida ini direduksi dengan

gas CO sehingga dihasilkan besi.

(9)

Jawab:

1 mol Fe2O3 mengandung 2 mol Fe

maka : massa Fe2O3 = ( Mr Fe2O3/2 Ar Fe ) x massa Fe = (160/112) x 224 = 320 ton

Jadi bijih besi yang diperlukan = (100 / 80) x 320 ton = 400 ton

4. Untuk menentukan air kristal tembaga sulfat 24.95 gram garam tersebut dipanaskan

sampai semua air kristalnya menguap. Setelah pemanasan massa garam tersebut menjadi

15.95 gram. Berapa banyak air kristal yang terkandung dalam garam tersebut ?

Jawab :

misalkan rumus garamnya adalah CuSO4 . xH2O

CuSO4 . xH2O  CuSO4 + xH2O

24.95 gram CuSO4 . xH2O = 159.5 + 18x mol

15.95 gram CuSO4 = 159.5 mol = 0.1 mol

menurut persamaan reaksi di atas dapat dinyatakan bahwa:

banyaknya mol CuS04 . xH2O = mol CuSO4; sehingga persamaannya

24.95/ (159.5 + 18x) = 0.1  x = 5

Jadi rumus garamnya adalah CuS04 . 5H2O

Rumus Empiris dan Rumus Molekul

Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa.

Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang terdapat dalam molekul.

Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu:

- massa dan Ar masing-masing unsurnya

- % massa dan Ar masing-masing unsurnya

- perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya

Rumus molekul: bila rumus empirisnya sudah diketahui dan Mr juga diketahui maka rumus

molekulnya dapat ditentukan.

Contoh:

Suatu senyawa C den H mengandung 6 gram C dan 1 gram H.

Tentukanlah rumus empiris dan rumus molekul senyawa tersebut bila diketahui Mr

nya = 28 !

Jawab:

mol C : mol H = 6/12 : 1/1 = 1/2 : 1 = 1 : 2

Jadi rumus empirisnya: (CH2)n

(10)

Jadi rumus molekulnya : (CH2)2 = C2H4

Contoh:

Untuk mengoksidasi 20 ml suatu hidrokarbon (CxHy) dalam keadaan gas diperlukan

oksigen sebanyak 100 ml dan dihasilkan CO2 sebanyak 60 ml. Tentukan rumus

molekul hidrokarbon tersebut !

Jawab:

Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon secara umum

CxHy (g) + (x + 1/4 y) O2 (g)



x CO

2 (g) + 1/2 y H2O (l)

Koefisien reaksi menunjukkan perbandingan mol zat-zat yang terlibat dalam reaksi.

Menurut Gay Lussac gas-gas pada p, t yang sama, jumlah mol berbanding lurus

dengan volumenya

Maka:

mol CxHy

: mol O2

: mol CO2

= 1

: (x + 1/4y)

: x

20

: 100

: 60

= 1

: (x + 1/4y)

: x

1

: 5

: 3

= 1

: (x + 1/4y)

: x

atau:

1 : 3 = 1 : x



x = 3

1 : 5 = 1 : (x + 1/4y)



y = 8

(11)

BAB III

TERMOKIMIA

A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm

1. Reaksi Eksoterm

Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan atau pada reaksi

tersebut dikeluarkan panas.

Pada reaksi eksoterm harga H = ( - )

Contoh : C(s) + O2(g)  CO2(g) + 393.5 kJ ; H = -393.5 kJ

2. Reaksi Endoterm

Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem atau pada reaksi

tersebut dibutuhkan panas.

Pada reaksi endoterm harga H = ( + )

Contoh : CaCO3(s)  CaO(s) + CO2(g) - 178.5 kJ ; H = +178.5 kJ

B. Perubahan Entalpi

ntalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp

Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa perubahan kimia pada

tekanan tetap.

a. Pemutusan ikatan membutuhkan energi (= endoterm)

Contoh: H2  2H - a kJ ; H= +akJ

b. Pembentukan ikatan memberikan energi (= eksoterm)

Contoh: 2H  H2 + a kJ ; H = -a kJ

Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi :

1. Entalpi Pembentakan Standar ( Hf ):

H untak membentuk 1 mol persenyawaan langsung dari unsur-unsurnya yang diukur

pada 298 K dan tekanan 1 atm.

Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g)  H20 (l) ; Hf = -285.85 kJ

2. Entalpi Penguraian:

H dari penguraian 1 mol persenyawaan langsung menjadi unsur-unsurnya (=

(12)

Contoh: H2O (l)  H2(g) + 1/2 O2(g) ; H = +285.85 kJ

3. Entalpi Pembakaran Standar ( Hc ):

H untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O

2 dari udara yang diukur pada 298

K dan tekanan 1 atm.

Contoh: CH4(g) + 2O2(g)  CO2(g) + 2H2O(l) ; Hc = -802 kJ

4. Entalpi Reaksi:

H dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat dalam persamaan reaksi

dinyatakan dalam satuan mol dan koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat

sederhana.

Contoh: 2Al + 3H2SO4  Al2(SO4)3 + 3H2 ; H = -1468 kJ

5. Entalpi Netralisasi:

H yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan asam atau basa.

Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l) ; H = -890.4 kJ/mol

6. Hukum Lavoisier-Laplace

"Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari unsur-unsurya =

jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan zat tersebut menjadi unsur-unsur

pembentuknya."

Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga dibalik dari

positif menjadi negatif atau sebaliknya

Contoh:

N2(g) + 3H2(g)  2NH3(g) ; H = - 112 kJ

2NH3(g)  N2(g) + 3H2(g) ; H = + 112 kJ

C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum Hess

PENENTUAN PERUBAHAN ENTALPI

Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia biasanya digunakan alat seperti

kalorimeter, termometer dan sebagainya yang mungkin lebih sensitif.

Perhitungan : H reaksi = H

 

fo

produk - H

 

fo

reaktan

HUKUM HESS

"Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi kimia tidak tergantung pada

jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir."

Contoh:

C(s) + O2(g)

 CO2(g)

; H = x kJ

 1 tahap

C(s) + 1/2 02(g)

 CO(g)

; H = y kJ

 2 tahap

CO(g) + 1/2 O2(g)

 CO2(g)

; H = z kJ

(13)

Menurut Hukum Hess : x = y + z

D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu disertai

perubahan energi. Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga

membentuk radikal-radikal bebas disebut energi ikatan. Untuk molekul kompleks, energi yang

dibutuhkan untuk memecah molekul itu sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi

atomisasi.

Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom dalam molekul tersebut.

Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H2, 02, N2 atau HI yang mempunyai

satu ikatan maka energi atomisasi sama dengan energi ikatan Energi atomisasi suatu senyawa

dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi pembentukan senyawa tersebut. Secara

matematis hal tersebut dapat dijabarkan dengan persamaan :

H reaksi

= energi pemutusan ikatan

- energi pembentukan ikatan

= energi ikatan di kiri

- energi ikatan di kanan

Contoh:

Diketahui :

energi ikatan

C - H = 414,5 kJ/Mol

C = C = 612,4 kJ/mol

C - C = 346,9 kJ/mol

H - H = 436,8 kJ/mol

Ditanya:

H reaksi = C

2H4(g) + H2(g)  C2H6(g)

H reaksi

= Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi pembentukan ikatan

= (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))

= ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))

(14)

BAB IV

SISTEM KOLOID

A. Sistem Dispers Dan Sistem Koloid

SISTEM DISPERS

A.

Dispersi kasar

(suspensi)

: partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar

dari 100 nm.

B.

Dispersi koloid

: partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1 nm -

100 nm.

C. Dispersi molekuler

(larutan sejati)

: partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecil

dari 1 nm.

Sistem koloid pada hakekatnya terdiri atas dua fase, yaitu fase terdispersi dan medium

pendispersi.

Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk

mendispersikan disebut medium pendispersi.

JENIS KOLOID

Sistem koloid digolongkan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan medium pendispersinya.

- koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol.

- koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi.

- koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih.

B. Sifat-Sifat Koloid

Sifat-sifat khas koloid meliputi :

a. Efek Tyndall

Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid.

b. Gerak Brown

(15)

Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena

permukaannya menyerap ion H+

Koloid As2S3 bermuatan negatif karena

permukaannya menyerap ion S

2-c. Adsorbsi

Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau

ion atau senyawa yang lain.

Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang

artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan).

Contoh :

(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H

+

.

(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2.

d. Koagulasi

Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan

terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.

Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan

atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda

muatan.

e. Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium

pendispersinya cairan.

Koloid Liofil:

sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya

besar terhadap medium pendispersinya.

Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat

Koloid Liofob: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya

kecil terhadap medium pendispersinya.

Contoh: sol belerang, sol emas.

C. Elektroferisis Dan Dialisis

ELEKTROFERESIS

Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu

elektroda.

Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloid

berkumpul di elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid

berkumpul di elektroda negatif berarti koloid bermuatan positif.

Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam suatu industri dengan alat

Cottrell.

DIALISIS

(16)

permukaannya.

Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel.

D. Pembuatan Koloid

1. Cara Kondensasi

Cara kondensasi termasuk cara kimia.

kondensasi

Prinsip :

Partikel Molekular

--->

Partikel Koloid

Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :

a.

Reaksi Redoks

2 H2S(g) + SO2(aq)  3 S(s) + 2 H2O(l)

b.

Reaksi Hidrolisis

FeCl3(aq) + 3 H2O(l)  Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)

c. Reaksi Substitusi

2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g)  As2S3(s) + 6 H2O(l)

d.

Reaksi Penggaraman

Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat membentuk

partikel koloid dengan pereaksi yang encer.

AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer)  AgCl(s) + NaNO3(aq) (encer)

2. Cara Dispersi

Prinsip : Partikel Besar ---> Partikel Koloid

Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia:

a. Cara Mekanik

Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau penggilingan.

b. Cara Busur Bredig

Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.

c. Cara Peptisasi

Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).

Contoh:

- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.

(17)

BAB V

KECEPATAN REAKSI

A. KONSENTRASI DAN KECEPATAN REAKSI

Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain

dalam setiap satuan waktu.

Untuk reaksi: aA + bB  mM + nN

maka kecepatan reaksinya adalah:

1 (dA)

1 d(B)

1 d(M)

1 d(N)

V = - --- = - --- = + --- = +

---a dt

b dt

m dt

n dt

dimana:

- 1/a . d(A) /dt

= rA

= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi zat A per

satuan wakru.

- 1/b . d(B) /dt

= rB

= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi zat B per

satuan waktu.

- 1/m . d(M) /dt

= rM

= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi zat M per

satuan waktu.

- 1/n . d(N) /dt

= rN

= kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi zat N per

satuan waktu.

Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan

berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula

kecepatannya.

Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

V = k(A)

x

(B)

y

dimana:

V = kecepatan reaksi

k = tetapan laju reaksi

(18)

(x + y) adalah orde reaksi keseluruhan

(A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.

B. Orde Reaksi

Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan

reaksi.

Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat

ditentukan berdasarkan percobaan.

Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi :

v = k (A) (B)

2

persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan merupakan reaksi

orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah reaksi orde 3.

Contoh soal:

Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g)  2NOBr(g)

dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut:

No.

(NO) mol/l

(Br2) mol/l

Kecepatan Reaksi

mol / 1 / detik

1.

0.1

0.1

12

2.

0.1

0.2

24

3.

0.1

0.3

36

4.

0.2

0.1

48

5.

0.3

0.1

108

Pertanyaan:

a. Tentukan orde reaksinya !

b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) !

Jawab:

a. Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V = k(NO)

x

(Br2)

y

: jadi kita

harus mencari nilai x den y.

Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak

berubah, yaitu data (1) dan (4).

Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan reaksinya naik 4 kali

maka :

2

x

= 4  x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)

(19)

berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br2 naik 2 kali, sedangkan

kecepatan reaksinya naik 2 kali, maka :

2

y

= 2  y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br2)

Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO)

2

(Br2) (reaksi orde 3)

b. Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan saja misalnya data

(1), maka:

V = k(NO)

2

(Br2)

12 = k(0.1)

2

(0.1)

k = 12 x 10

3

mol

-2

1

2

det

-1

C. Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi

Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu

reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A

dan B sama dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul

tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan

konsentrasi B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula

jumlah tumbukan yang terjadi.

TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA KELEMAHAN, ANTARA

LAIN :

- tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus

dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi.

Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi

pengaktifan (Ea).

- molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama

jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya.

Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori laju reaksi absolut.

Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan yang harus dilewati oleh molekul-molekul

yang bereaksi dalam tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut

dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut:

A + B  T

*

--> C + D

dimana:

(20)

SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN SESUAI KURVA

BERIKUT

Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan energi keadaan awal sampai

dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus

memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai keadaan

transisi (T

*

) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D).

Catatan :

energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum yang dibutuhkan oleh

molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan reaksi.

D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi

Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai

keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi.

Contoh: 4 HBr(g) + O2(g)  2 H2O(g) + 2 Br2(g)

Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4 molekul HBr.

Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil antara

molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul-molekul HBr dengan 1 molekul-molekul O2 kecil

sekali kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan

antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal ini berarti reaksi di atas harus

berlangsung dalam beberapa tahap dan diperkirakan tahap-tahapnya adalah :

Tahap 1: HBr + O2

 HOOBr

(lambat)

Tahap 2: HBr + HOOBr

 2HOBr

(cepat)

Tahap 3: (HBr + HOBr

 H2O + Br2) x 2

(cepat)

--- +

4 HBr + O2

--> 2H2O + 2 Br2

(21)

Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut "mekanisme reaksi" dan kecepatan

berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam

mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi, sifat zat yang

bereaksi, suhu dan katalisator.

1. KONSENTRASI

Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi

makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang

bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin

besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.

2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI

Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi.

Secara umum dinyatakan bahwa:

-

Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.

Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang muatannya

berlawanan.

Contoh: Ca

2+

(aq) + CO3

2+

(aq)  CaCO3(s)

Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

-

Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.

Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut dibutuhkan energi

untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul zat yang

bereaksi.

Contoh: CH4(g) + Cl2(g)  CH3Cl(g) + HCl(g)

Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi misalnya

cahaya matahari.

3. SUHU

(22)

k = A . e

-E/RT

dimana:

k : tetapan laju reaksi

A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi

E : energi pengaktifan

R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/mol

o

K = 8.314 joule/mol

o

K

T : suhu reaksi (

o

K)

4. KATALISATOR

Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar

kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan

kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali

dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

(23)

BAB VI

KESETIMBANGAN KIMIA

A. Keadaan Kesetimbangan

Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik. Apabila dalam suatu

reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi

dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan

sebagai:

A + B  C + D

ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU

:

1. Kesetimbangan dalam sistem homogen

a. Kesetimbangan dalam sistem gas-gas

Contoh: 2SO2(g) + O2(g)  2SO3(g)

b. Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan

Contoh: NH4OH(aq)  NH4

+

(aq) + OH

-

(aq)

2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen

a. Kesetimbangan dalam sistem padat gas

Contoh: CaCO3(s)  CaO(s) + CO2(g)

b. Kesetimbangan sistem padat larutan

Contoh: BaSO4(s)  Ba2

+

(aq) + SO4

2-

(aq)

c. Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas

Contoh: Ca(HCO3)

2

(aq)  CaCO3(s) + H2O(l) + CO2(g)

B. Hukum Kesetimbangan

Hukum Guldberg dan

Wange:

Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, maka hasil kali

konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali

konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing-masing

konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalah

tetap.

(24)

Kc = (C)

c

x (D)

d

/ (A)

a

x (B)

b

Kc adalah konstanta kesetimbangan yang

harganya tetap selama suhu tetap

.

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

-

Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang dimasukkan

dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk gas saja sebab

konsentrasi zat padat adalah tetap den nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu.

Contoh: C(s) + CO2(g)  2CO(g)

Kc = (CO)

2

/ (CO2)

- Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam perhitungan Kc

hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja.

Contoh: Zn(s) + Cu

2+

(aq)  Zn

2+

(aq) + Cu(s)

Kc = (Zn

2+

) / (CO

2+

)

- Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong salah satu

reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam

perhitungan Kc.

Contoh: CH3COO

-

(aq) + H2O(l)  CH3COOH(aq) + OH

-

(aq)

Kc = (CH3COOH) x (OH

-

) / (CH3COO

-

)

Contoh soal:

1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi:

AB(g) + CD(g)  AD(g) + BC(g)

Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi AD dan BC.

Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk reaksi ini !

Jawab:

Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi) sebanyak 3/4 mol

maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya sama).

Dalam keadaan kesetimbangan:

(AD) = (BC) = 3/4 mol/l

(AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l

Kc = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9

2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:

(25)

sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi:

2C(g)  1/2A(g) + B(g)

Jawab:

- Untuk reaksi pertama: K1 = (C)

4

/[(A) x (B)

2

] = 0.25

- Untuk reaksi kedua : K2 = [(A)

1/2

x (B)]/(C)

2

- Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai:

K1 = 1 / (K2)

2

 K2 = 2

C. Pergeseran Kesetimbangan

Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem

akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya.

Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat

adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.

Bagi reaksi:

A + B  C + D

KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN

1. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D, sehingga jumlah

mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.

2. Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B. sehingga jumlah mol

C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK KESETIMBANGAN

ADALAH :

a. Perubahan konsentrasi salah satu zat

b. Perubahan volume atau tekanan

c. Perubahan suhu

1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT

Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka

kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika

konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.

Contoh: 2SO2(g) + O2(g)  2SO3(g)

- Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO2, maka kesetimbangan akan bergeser

ke kanan.

(26)

2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN

Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan perubahan volume

(bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan berupa

pergeseran kesetimbangan.

Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan bergeser

ke arah jumlah

Koefisien Reaksi Kecil.

Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan bergeser

ke arah jumlah

Koefisien reaksi besar.

Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri =

jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan tekanan/volume

tidak

menggeser

letak kesetimbangan.

Contoh:

N2(g) + 3H2(g)  2NH3(g)

Koefisien reaksi di kanan = 2

Koefisien reaksi di kiri = 4

- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil), maka

kesetimbangan akan

bergeser ke kanan.

- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar), maka

kesetimbangan akan

bergeser ke kiri.

C. PERUBAHAN SUHU

Menurut Van't Hoff:

- Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser

ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm).

- Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser

ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm).

Contoh:

2NO(g) + O2(g)  2NO2(g) ; H = -216 kJ

(27)

D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara Harga Kc

Dan Kp

PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN

Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan

dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Kc tetap), hal ini

disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar.

HUBUNGAN ANTARA HARGA K

c

DENGAN K

p

Untuk reaksi umum:

a A(g) + b B(g)

c C(g) + d D(g)

Harga tetapan kesetimbangan:

K

c

= [(C)

c

. (D)

d

] / [(A)

a

.

(B)

b

]

K

p

= (P

Cc

x P

Dd

) / (P

Aa

x P

Bb

)

dimana: PA, PB, PC dan PD merupakan tekanan parsial masing-masing gas A, B. C dan D.

Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai:

K

p

= K

c

(RT)

n

dimana n adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah koefisien gas kiri).

Contoh:

Jika diketahui reaksi kesetimbangan:

CO2(g) + C(s)  2CO(g)

Pada suhu 300

o

C, harga Kp= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika tekanan total dalaun

ruang 5 atm!

Jawab:

Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO2 = (5 - x) atm.

Kp = (PCO)

2

/ PCO2 = x

2

/ (5 - x) = 16  x = 4

Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm

E. Kesetimbangan Disosiasi

(28)

Derajat disosiasi adalah perbandingan antara jumlah mol yang terurai dengan jumlah mol

mula-mula.

Contoh:

2NH3(g)  N2(g) + 3H2(g)

besarnya nilai derajat disosiasi ( ):

= mol NH

3

yang terurai / mol NH

3

mula-mula

Harga derajat disosiasi terletak antara 0 dan 1, jika:

a = 0 berarti tidak terjadi penguraian

a = 1 berarti terjadi penguraian sempurna

0 < < 1 berarti disosiasi pada reaksi setimbang (disosiasi sebagian).

Contoh:

Dalam reaksi disosiasi N2O4 berdasarkan persamaan

N2O4(g)  2NO2(g)

banyaknya mol N2O4 dan NO2 pada keadaan setimbang adalah sama.

Pada keadaan ini berapakah harga derajat disosiasinya ?

Jawab:

Misalkan mol N2O4 mula-mula = a mol

mol N2O4 yang terurai = a mol

 mol N2O4 sisa = a (1 - ) mol

mol NO2 yang terbentuk = 2 x mol N2O4 yang terurai = 2 a mol

Pada keadaan setimbang:

(29)

BAB VII

LARUTAN

A. Pendahuluan

LARUTAN adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan

masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.

Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut.

Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan dibedakan dalam dua macam,

yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit.

Larutan elektrolit

adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.

Larutan ini dibedakan atas :

1. ELEKTROLIT KUAT

Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik yang kuat,

karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya berubah menjadi

ion-ion (alpha = 1).

Yang tergolong elektrolit kuat adalah:

a. Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl03, H2SO4, HNO3 dan lain-lain.

b. Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti: NaOH,

KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain.

c. Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3 dan lain-lain

2. ELEKTROLIT LEMAH

Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah dengan harga

derajat ionisasi sebesar: O < alpha < 1.

Yang tergolong elektrolit lemah:

a. Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain

b. Basa-basa lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain

c. Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan lain-lain

Larutan non elektrolit

adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, karena zat

terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak mengion).

(30)

- Larutan urea

- Larutan sukrosa

- Larutan glukosa

- Larutan alkohol dan lain-lain

B. Konsentrasi Larutan

Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan

pelarut.

Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya:

1. FRAKSI MOL

Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen dengan jumlah

mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.

Fraksi mol dilambangkan dengan X.

Contoh:

Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat terlarut B. maka:

XA = nA / (nA + nB) = 3 / (3 + 7) = 0.3

XB = nB /(nA + nB) = 7 / (3 + 7) = 0.7

* XA + XB = 1

2. PERSEN BERAT

Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.

Contoh:

Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan terdapat :

- gula = 5/100 x 100 = 5 gram

- air = 100 - 5 = 95 gram

3. MOLALITAS (m)

Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.

Contoh:

Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air !

- molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000 gram air = 0,2 m

4. MOLARITAS (M)

(31)

Berapakah molaritas 9.8 gram H2SO4 (Mr= 98) dalam 250 ml larutan ?

- molaritas H2SO4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter = 0.4 M

5. NORMALITAS (N)

Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan.

Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H

+

.

Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH

-

.

Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan :

N = M x valensi

BAB VIII

EKSPONEN HIDROGEN

A. Pendahuluan

Besarnya konsentrasi ion H+ dalam larutan disebut derajat keasaman. Untuk menyatakan derajat keasaman suatu larutan dipakai pengertian pH.

pH = - log [H+]

Untuk air murni (25oC): [H+] = [OH-] = 10-7 mol/l

pH = - log 10-7 = 7

Atas dasar pengertian ini, ditentukan:

- Jika nilai pH = pOH = 7, maka larutan bersifat netral - Jika nilai pH < 7, maka larutan bersifat asam

- Jika nilai pH > 7, maka larutan bersifat basa - Pada suhu kamar: pKw = pH + pOH = 14

B. Menyatakan pH Larutan Asam

Untuk menyatakan nilai pH suatu larutan asam, maka yang paling awal harus ditentukan (dibedakan) antara asam kuat dengan asam lemah.

(32)

Bagi asam-asam kuat (

= 1), maka menyatakan nilai pH larutannya dapat dihitung

langsung dari konsentrasi asamnya (dengan melihat valensinya).

Contoh:

1. Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.01 M HCl !

Jawab:

HCl(aq)  H+(aq) + Cl-(aq)

[H+] = [HCl] = 0.01 = 10-2 M

pH = - log 10-2 = 2

2. Hitunglah pH dari 2 liter larutan 0.1 mol asam sulfat !

Jawab:

H2SO4(aq)  2 H+(aq) + SO42-(aq)

[H+] = 2[H

2SO4] = 2 x 0.1 mol/2.0 liter = 2 x 0.05 = 10-1 M

pH = - log 10-1 = 1

2. pH Asam Lemah

Bagi asam-asam lemah, karena harga derajat ionisasinya

1 (0 <

< 1) maka besarnya konsentrasi ion H+ tidak dapat dinyatakan secara langsung dari konsentrasi

asamnya (seperti halnya asam kuat). Langkah awal yang harus ditempuh adalah menghitung besarnya [H+] dengan rumus

[H+] =

Ca . Ka)

dimana:

Ca = konsentrasi asam lemah

Ka = tetapan ionisasi asam lemah

Contoh:

Hitunglah pH dari 0.025 mol CH3COOH dalam 250 ml larutannya, jika diketahui Ka =

10-5

Jawab:

Ca = 0.025 mol/0.025 liter = 0.1 M = 10-1 M

[H+] =

Ca . Ka) = 10-1 . 10-5 = 10-3 M

pH = -log 10-3 = 3

C.

Menyatakan pH Larutan Basa

(33)

1. pH Basa Kuat

Untuk menentukan pH basa-basa kuat (

= 1), maka terlebih dahulu dihitung nilai pOH larutan dari konsentrasi basanya.

Contoh:

a. Tentukan pH dari 100 ml larutan KOH 0.1 M ! b. Hitunglah pH dari 500 ml larutan Ca(OH)2 0.01 M !

Jawab:

a. KOH(aq)  K+(aq) + OH-(aq)

[OH-] = [KOH] = 0.1 = 10-1 M

pOH = - log 10-1 = 1

pH = 14 - pOH = 14 - 1 = 13

b. Ca(OH)2(aq)  Ca2+(aq) + 2 OH-(aq)

[OH-1] = 2[Ca(OH)

2] = 2 x 0.01 = 2.10-2 M

pOH = - log 2.10-2 = 2 - log 2

pH = 14 - pOH = 14 - (2 - log 2) = 12 + log 2

2. pH Basa Lemah

Bagi basa-basa lemah, karena harga derajat ionisasinya

1, maka untuk menyatakan konsentrasi ion OH- digunakan rumus:

[OH-] = C b . Kb)

dimana:

Cb = konsentrasi basa lemah

Kb = tetapan ionisasi basa lemah

Contoh:

Hitunglah pH dari 100 ml 0.001 M larutan NH4OH, jika diketahui tetapan ionisasinya =

10-5 !

Jawab:

[OH-] =

Cb . Kb) = 10-3 . 10-5 = 10-4 M

pOH = - log 10-4 = 4

pH = 14 - pOH = 14 - 4 = 10

D.

Larutan Buffer

Larutan buffer adalah:

a. Campuran asam lemah dengan garam dari asam lemah tersebut.

Contoh:

(34)

- H3PO4 dengan NaH2PO4

b. Campuran basa lemah dengan garam dari basa lemah tersebut.

Contoh:

- NH4OH dengan NH4Cl

Sifat larutan buffer:

- pH larutan tidak berubah jika diencerkan.

- pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam atau basa.

CARA MENGHITUNG LARUTAN BUFFER

1. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran asam lemah dengan garamnya

(larutannya akan selalu mempunyai pH < 7) digunakan rumus:

[H+] = K

a. Ca/Cg

pH = pKa + log Ca/Cg

dimana:

Ca = konsentrasi asam lemah

Cg = konsentrasi garamnya

Ka = tetapan ionisasi asam lemah

Contoh:

Hitunglah pH larutan yang terdiri atas campuran 0.01 mol asam asetat dengan 0.1 mol natrium Asetat dalam 1 1iter larutan !

Ka bagi asam asetat = 10-5

Jawab:

Ca = 0.01 mol/liter = 10-2 M

Cg = 0.10 mol/liter = 10-1 M

pH= pKa + log Cg/Ca = -log 10-5 + log-1/log-2 = 5 + 1 = 6

2. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran basa lemah dengan garamnya

(larutannya akan selalu mempunyai pH > 7), digunakan rumus:

[OH-] = K

b . Cb/Cg

pOH = pKb + log Cg/Cb

dimana:

Cb = konsentrasi base lemah

Cg = konsentrasi garamnya

Kb = tetapan ionisasi basa lemah

Contoh:

Hitunglah pH campuran 1 liter larutan yang terdiri atas 0.2 mol NH4OH dengan 0.1 mol

(35)

Jawab:

NH4OH(aq) + HCl(aq) NH4Cl(aq) + H2O(l)

mol NH4OH yang bereaksi = mol HCl yang tersedia = 0.1 mol

mol NH4OH sisa = 0.2 - 0.1 = 0.1 mol

mol NH4Cl yang terbentuk = mol NH40H yang bereaksi = 0.1 mol

Karena basa lemahnya bersisa dan terbentuk garam (NH4Cl) maka campurannya akan

membentuk Larutan buffer.

Cb (sisa) = 0.1 mol/liter = 10-1 M

Cg (yang terbentuk) = 0.1 mol/liter = 10-1 M

pOH = pKb + log Cg/Cb = -log 10-5 + log 10-1/10-1 = 5 + log 1 = 5

pH = 14 - p0H = 14 - 5 = 9

E.

Hidrolisis

Hidrolisis adalah terurainya garam dalam air yang menghasilkan asam atau basa.

ADA EMPAT JENIS GARAM, YAITU :

1. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa kuat (misalnya NaCl, K2SO4 dan lain-lain) tidak mengalami hidrolisis. Untuk jenis garam yang demikian

nilai pH = 7 (bersifat netral).

2. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa lemah (misalnya NH4Cl, AgNO3 dan lain-lain) hanya kationnya yang terhidrolisis (mengalami

hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH < 7 (bersifat asam).

3. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa kuat (misalnya CH3COOK, NaCN dan lain-lain) hanya anionnya yang terhidrolisis (mengalami

hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH > 7 (bersifat basa).

4. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa lemah (misalnya CH3COONH4, Al2S3 dan lain-lain) mengalami hidrolisis total (sempurna). Untuk

jenis garam yang demikian nilai pH-nya tergantung harga Ka den Kb.

F.

Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah

Karena untuk jenis ini garamnya selalu bersifat asam (pH < 7) digunakan persamaan:

[H+] =

Kh . Cg

dimana :

Kh = Kw/Kb

(36)

Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan:

pH = 1/2 (pKW - pKb - log Cg)

Contoh:

Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.1 M NH4Cl ! (Kb = 10-5)

Jawab:

NH4Cl adalah garam yang bersifat asam, sehingga pH-nya kita hitung secara langsung.

pH = 1/2 (pKw - pKb - log Cg)

= 1/2 (-log 10-14 + log 10-5 - log 10-1)

= 1/2 (14 - 5 + 1) = 1/2 x 10

= 5

G.

Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Lemah

Untuk jenis garam ini larutannya selalu bersifat basa (pH > 7), dan dalam perhitungan digunakan persamaan:

[OH-] =

Kh . Cg

dimana:

Kh = Kw/Ka

Kh = konstanta hidrolisis

Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan:

pH = 1/2 (pKw + pKa +

log Cg)

Contoh:

Hitunglah pH larutan dari 100 ml 0.02 M NaOH dengan 100 ml 0.02 M asam asetat ! (Ka =

10-5).

Jawab:

(37)

- mol NaOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol

- mol CH3COOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol

Karena mol basa yang direaksikannya sama dengan mol asam yang direaksikan, maka tidak ada yang tersisa, yang ada hanya mol garam (CH3COONa) yang terbentuk.

- mol CH3COONa = 0.002 mol (lihat reaksi)

- Cg = 0.002 mol/200 ml = 0.002 mol/0.2 liter = 0.01 M = 10-2 M

- Nilai pH-nya akan bersifat basa (karena garamnya terbentuk dari asam lemah dengan basa kuat), besarnya:

pH = 1/2 (pKw + pKa + log Cg)

= 1/2 (14 + 5 + log 10-2)

= 1/2 (19 - 2) = 8.5

BAB IX

TEORI ASAM BASA DAN STOKIOMETRI LARUTAN

A. Teori Asam Basa

1. MENURUT ARRHENIUS

Asam ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H

+

.

Basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH-.

Contoh:

1) HCl(aq)  H+(aq) + Cl-(aq) 2) NaOH(aq)  Na+(aq) + OH-(aq)

2.

MENURUT BRONSTED-LOWRY

Asam ialah proton donor, sedangkan basa adalah proton akseptor.

Contoh:

1) HAc(aq) + H2O(l)  H3O+(aq) + Ac-(aq)

asam-1 basa-2 asam-2 basa-1

HAc dengan Ac- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

H3O+ dengan H2O merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

2) H2O(l) + NH3(aq)  NH4+(aq) + OH-(aq)

asam-1 basa-2 asam-2 basa-1

H2O dengan OH- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

NH4+ dengan NH3 merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

(38)

B. Stokiometri Larutan

Pada stoikiometri larutan, di antara zat-zat yang terlibat reaksi, sebagian atau seluruhnya berada dalam bentuk larutan.

1. Stoikiometri dengan Hitungan Kimia Sederhana

Soal-soal yang menyangkut bagian ini dapat diselesaikan dengan cara hitungan kimia sederhana yang menyangkut hubungan kuantitas antara suatu komponen dengan komponen lain dalam suatu reaksi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: a. menulis persamann reaksi

b. menyetarakan koefisien reaksi

c. memahami bahwa perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol

Karena zat yang terlibat dalam reaksi berada dalam bentuk larutan, maka mol larutan dapat dinyatakan sebagai:

n = V . M

dimana:

n = jumlah mol V = volume (liter) M = molaritas larutan

Contoh:

Hitunglah volume larutan 0.05 M HCl yang diperlukan untuk melarutkan 2.4 gram logam magnesium (Ar = 24).

Jawab:

Mg(s) + 2HCl(aq)  MgCl2(aq) + H2(g)

24 gram Mg = 2.4/24 = 0.1 mol mol HCl = 2 x mol Mg = 0.2 mol

volume HCl = n/M = 0.2/0.25 = 0.8 liter

2. Titrasi

Titrasi adalah cara penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Motode ini banyak dilakukan di laboratorium. Beberapa jenis titrasi, yaitu:

1. titrasi asam-basa 2. titrasi redoks

3. titrasi pengendapan

Contoh:

1. Untuk menetralkan 50 mL larutan NaOH diperlukan 20 mL larutan 0.25 M HCl. Tentukan kemolaran larutan NaOH !

(39)

NaOH(aq) + HCl(aq)  NaCl(aq) + H2O(l)

mol HCl = 20 x 0.25 = 5 m mol Berdasarkan koefisien reaksi di atas. mol NaOH = mol HCl = 5 m mol M = n/V = 5 m mol/50mL = 0.1 M

2. Sebanyak 0.56 gram kalsium oksida tak murni dilarutkan ke dalam air. Larutan ini tepat dapat dinetralkan dengan 20 mL larutan 0.30 M HCl.Tentukan kemurnian kalsium oksida (Ar: O=16; Ca=56)!

Jawab:

CaO(s) + H2O(l)  Ca(OH)2(aq)

Ca(OH)2(aq) + 2 HCl(aq)  CaCl2(aq) + 2 H2O(l)

mol HCl = 20 x 0.30 = 6 m mol

mol Ca(OH)2 = mol CaO = 1/2 x mol HCl = 1/2 x 6 = 3 m mol

massa CaO = 3 x 56 = 168 mg = 0.168 gram

Kadar kemurnian CaO = 0.168/0.56 x 100% = 30%

BAB X

ZAT RADIOAKTIF

A.

Keradioaktifan Alam

Definisi : Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari unsur-unsur yang bersifat radiokatif

MACAMNYA

KERADIOAKTIFAN ALAM

- Terjadi secara spontan

Misalnya: 92238 U  90224 Th + 24 He

1. Jenis peluruhan a. Radiasi Alfa

- terdiri dari inti 24 He

- merupakan partikel yang massif - kecepatan 0.1 C

- di udara hanya berjalan beberapa cm sebelum menumbuk molekul udara

b. Radiasi Beta

- terdiri dari elektron -10 e atau -10 beta

- terjadi karena perubahan neutron 01 n  1 1 p + -10 e

- di udara kering bergerak sejauh 300 cm

c. Radiasi Gamma

- merupakan radiasi elektromagnetik yang berenergi tinggi - berasal dari inti

- merupakan gejala spontan dari isotop radioaktif

(40)

- terdiri dari partikel yang bermuatan positif dan hampir sama dengan elektron

- terjadi dari proton yang berubah menjadi neutron 1 1 p  01

n +

+10 e e. Emisi Neutron

- tidak menghasilkan isotop unsur lain

2. Kestabilan inti

- Pada umumnya unsur dengan nomor atom lebih besar dari 83 adalah radioaktif.

- Kestabilan inti dipengaruhi oleh perbandingan antara neutron dan proton di dalam inti.

* isotop dengan n/p di atas pita kestabilan menjadi stabil dengan memancarkan partikel beta.

* isotop dengan n/p di bawah pita kestabilan menjadi stabil dengan menangkap elektron.

* emisi positron terjadi pada inti ringan.

* penangkapan elektron terjadi pada inti berat.

3. Deret keradioaktifan

Deret radioaktif ialah suatu kumpulan unsur-unsur hasil peluruhan suatu radioaktif yang berakhir dengan terbentuknya unsur yang stabil.

a. Deret Uranium-Radium

Dimulai dengan 92 238 U dan berakhir dengan 82 206 Pb

b. Deret Thorium

Dimulai oleh peluruhan 90 232 Th dan berakhir dengan 82 208 Pb

c. Deret Aktinium

Dimulai dengan peluruhan 92 235 U dan berakhir dengan 82 207 Pb

d. Deret Neptunium

Dimulai dengan peluruhan 93 237 Np dan berakhir dengan 83 209

Bi

B.

Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan

KERADIOAKTIFAN BUATAN

Perubahan inti yang terjadi karena ditembak oleh partikel.

(41)

o Jumlah nomor atom sebelum penembakan = jumlah nomor atom setelah

penembakan.

o Jumlah nomor massa sebelum penembakan = jumlah nomor massa setelah

penembakan.

Misalnya: 714 N + 24 He  817 O + 11 p

RUMUS

k = (2.3/t) log (No/Nt)

k = 0.693/t1/2

t = 3.32 . t1/2 . log No/Nt

k = tetapan laju peluruhan t = waktu peluruhan

No = jumlah bahan radioaktif mula-mula

Nt = jumlah bahan radioaktif pada saat t

t1/2 = waktu paruh

RINGKASAN

1. Kestabilan inti: umumnya suatu isotop dikatakan tidak stabil bila: a. n/p > (1-1.6)

b. e > 83

e = elektron n = neutron p = proton

2. Peluruhan radioaktif: a. Nt = No . e-1

b. 2.303 log No/Nt = k . t

c. k . t1/2 = 0.693

d. (1/2)n = N t/No

t1/2 x n = t

No = jumiah zat radioaktif mula-mula (sebelum meluruh)

Nt = jumiah zat radioaktif sisa (setelah meluruh)

k = tetapan peluruhan t = waktu peluruhan t1/2 = waktu paruh

n = faktor peluruhan

Contoh:

1. Suatu unsur radioaktif mempunyai waktu paruh 4 jam. Dari sejumlah No unsur tersebut setelah 1 hari berapa yang masih tersisa ?

(42)

t1/2 = 4 jam ; t= 1 hari = 24 jam

t1/2 x n = t  n = t/t1/2 = 24/4 = 6

(1/2)n = N

t/No (1/2)6 = Nt/No  Nt = 1/64 No

2. 400 gram suatu zat radioaktif setelah disimpan selama 72 tahun ternyata masih tersisa sebanyak 6.25 gram. Berapakah waktu paruh unsur radioaktif tersebut ?

Jawab:

n = 6 (n adalah faktor peluruhan)

t = t1/2 x n  t1/2 = t/n = 72/6 = 12 tahun

BAB XI

KIMIA LINGKUNGAN

DEFINISI

Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari pengaruh dari bahan kimia terhadap lingkungan.

KETENTUAN

Kimia lingkungan mempelajari zat-zat kimia yang penggunaannya dapat menguntungkan dibidang kemajuan teknologi tetapi hasil-hasil sampingannya merugikan, serta cara pencegahannya.

- tidak berwarna dan tidak barbau

- bersifat racun karena dapat berikatan dengan hemoglobin CO + Hb  COHb

- kemampuan Hb untuk mengikat CO jauh lebih besar dan O2,

akibatnya darah kurang berfungsi sebagai pengangkut 02 b.

Belerangdioksida (SO2)

- berasal dari: gunung api, industri pulp dengan proses sulfit dan hasil pembakaran bahan bakar yang mengandung belerang (S) - warna gas : coklat

- bersifat racun bagi pernafasan karena dapat mengeringkan udara

c.

Oksida nitrogen (NO dan NO2)

Referensi

Dokumen terkait

Ikatan kovalen tunggal dapat terjadi baik pada senyawa yang terdiri dari atom sejenis maupun dari atom yang berbeda, contoh senyawa ini adalah Cl 2 , H 2 , O 2, HCl, dan CH 4.

Untuk mencapai konfigurasi stabil gas mulia, atom-atom dapat membentuk ikatan dengan penggunaan bersama 2 atau 3 pasang elektron. Ikatan kovalen dengan penggunaan bersama

Klasifikasi senyawa organik pada umumnya didasarkan atas ikatan kovalen yang terdapat diantara atom karbon, keistimewaan dalam struktur molekul dan radikal atau gugus fungsi

• Bentuk molekul untuk senyawa dengan lebih dari satu atom pusat.. Bentuk Molekul dan

Ikatan hidrogen merupakan gaya tarik menarik antara atom H dengan atom lain yang mempunyai keelektronegatifan besar pada satu molekul dari senyawa yang sama.. Ikatan

Selain dapat berikatan dengan atom-atom lain, atom karbon dapat juga berikatan kovalen dengan atom karbon lain, baik ikatan kovalen tunggal maupun rangkap dua dan

Dasar utama dari teori ikatan valensi adalah jika dua atom membentuk ikatan kovalen, makaorbital atom, atom yang satu bertumpang tindih ( overlapping ) dengan orbital atom,

Ikatan kovalen koordinasi terjadi jika pada pembentukan ikatan terdapat pasangan elektron yang hanya berasal dari salah satu atom yang berikatan.. Ikatan kovalen