• Tidak ada hasil yang ditemukan

materi-kuliah-kimia-dasar (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "materi-kuliah-kimia-dasar (1)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

MATERI KULIAH KIMIA DASAR

DAFTAR ISI

Bab I. Stoikiometri

A. Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia B. Massa Atom Dan Massa Rumus C. Konsep Mol

D. Persamaan Reaksi

Bab II. Hitungan Kimia Hitungan Kimia Bab III. Termokimia

A. Reaksi Eksoterm Dan Rekasi Endoterm B. Perubahan Entalpi

C. Penentuan Perubahan Entalpi dan Hukum Hess D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

(2)

Bab IV. Sistem Koloid

A. Sistem Dispers Dan Jenis Koloid

B. Sifat-Sifat Koloid

C. Elektroforesis Dan Dialisis

D. Pembuatan Koloid

Bab V. Kecepatan Reaksi

A. Konsentrasi Dan Kecepatan Reaksi

B. Orde Reaksi

C. Teori Tumbukan Dan Keadaan Transisi

D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi

Bab VI. Kesetimbangan Kimia A. Keadaan Kesetimbangan

B. Hukum Kesetimbangan

C. Pergeseran Kesetimbangan

D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara Harga Kc Dengan Kp

E. Kesetimbangan Disosiasi

Bab VII. Larutan A. Larutan

(3)

Bab VIII. Eksponen Hidrogen A. Pendahuluan

B. Menyatakan pH Larutan Asam C. Menyatakan pH Larutan Basa D. Larutan Buffer (penyangga) E. Hidrolisis

F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Kuat

Bab IX. Teori Asam-Basa Dan Stokiometri Larutan A. Teori Asam Basa

B. Stokiometri Larutan

Bab X. Zat Radioaktif

A. Keradioaktifan Alam

B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan

Bab XI. Kimia Lingkungan Kimia Lingkungan

Bab XII. Kimia Terapan Dan Terpakai Kimia Terapan Dan Terpakai

(4)

Bab XIII. Sifat Koligatif Larutan

A. Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit

B. Penurunan Tekanan Uap jenuh Dan Kenaikkan Titik Didih

C. Penurunan Titik Beku Dan Tekanan Osmotik D. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Bab XIV. Hasil Kali Kelarutan A. Pengertian Dasar B. Kelarutan

C. Mengendapkan Elektrolit

Bab XV. Reaksi Redoks Dan Elektrokimia A. Oksidasi - Reduksi

B. Konsep Bilangan Oksidasi

C. Langkah-Langkah Reaksi Redoks

D. Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks E. Elektrokimia F. Sel Volta G. Potensial Elektroda H. Korosi I. Elektrolisis J. Hukum Faraday.

(5)

Bab XVI. Struktur Atom

A. Pengertian Dasar B. Model Atom

C. Bilangan-Bilangan Kuantum D. Konfigurasi Elektron

Bab XVII. Sistem Periodik Unsur-Unsur

Sistem Periodik Unsur-Unsur

Bab XVIII. Ikatan Kimia

A. Peranan Elektron Dalam Ikatan Kimia B. Ikatan ion = Elektrovalen = Heteropolar C. Ikatan Kovalen = Homopolar

D. Ikatan Kovalen Koordinasi = Semipolar E. Ikatan Logam, Hidrogen, Van Der Walls F. Bentuk Molekul

(6)

Bab XIX. Hidrokarbon

A. Hidrokarbon termasuk senyawa karbon B. Kekhasan atom karbon

C. Klasifikasi hidrokarbon D. Alkana

E. Isomer alkana F. Tata nama alkana G. Alkena

H. Alkuna

I. Beberapa hidrokarbon lain

Bab XX. Gas Mulia

Unsur-Unsur Gas Mulia Bab XXI. Unsur-Unsur Halogen A. Sifat Halogen

B. Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Unsur Halogen C. Hidrogen, Klor, Brom Dan Iodium

Bab XXII. Unsur-Unsur Alkali

A. Sifat Golongan Unsur Alkali B. Sifat Fisika Dan Kimia

(7)

Bab XXIII. Unsur-Unsur Alkali Tanah

A. Sifat Golongan Unsur Alkali Tanah

B. Sifat Fisika Dan Kimia Unsur Alkali Tanah C. Kelarutan Unsur Alkali Tanah

D. Pembuatan Logam Alkali Tanah E. Kesadahan.

Bab XXIV. Unsur-Unsur Periode Ketiga

Sifat-Sifat Periodik, Fisika Dan Kimia

Bab XXV. Unsur-Unsur Transisi Periode Keempat

A. Pengertian Unsur Transisi B. Sifat Periodik

C. Sifat Fisika Dan Kimia

D. Sifat Reaksi Dari Senyawa-Senyawa Krom Dan Mangan E. Unsur-Unsur Transisi Dan Ion Kompleks

Bab XXVI. Gas Hidrogen

A. Sifat Fisika Dan Kimia B. Pembuatan

(8)

BAB I

STOIKIOMETRI

STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari

hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.

HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA

1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER

"Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap". Contoh:

hidrogen + oksigen hidrogen oksida (4g) (32g) (36g)

2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST

"Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa adalah tetap"

(9)

Contoh:

a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H = 1 Ar . N : 3 Ar . H

= 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3

b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0 = 1 Ar . S : 3 Ar . O

= 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3

Keuntungan dari hukum Proust:

bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya dapat diketahui.

Contoh:

Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40)

Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3 = 12/100 x 50 gram = 6 gram

Kadar C = massa C / massa CaCO3 x 100% = 6/50 x 100 % = 12%

(10)

3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON

"Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa salah satu unsur yang sama banyaknya maka

perbandingan massa unsur kedua akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana".

Contoh:

Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk, NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8

NO2 dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16

Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan massa Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2

4. HUKUM-HUKUM GAS

Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT dimana:

P = tekanan gas (atmosfir) V = volume gas (liter)

n = mol gas

R = tetapan gas universal = 0.082 lt.atm/mol Kelvin T = suhu mutlak (Kelvin)

(11)

Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:

a. HUKUM BOYLE

Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2

Contoh:

Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den

tekanan 2 atmosfir ? Jawab:

P1 V1 = P2 V2

2.5 = P2 . 10 P2 = 1 atmosfir

b. HUKUM GAY-LUSSAC

"Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile

diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat den sederhana".

(12)

Contoh:

Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi tersebut 1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g.

Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14 Jawab:

V1/V2 = n1/n2 10/1 = (x/28) / (0.1/2) x = 14 gram Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.

c. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC

Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu den diturukan dengan keadaan harga n = n2 sehingga diperoleh persamaan:

P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2 d. HUKUM AVOGADRO

"Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama mengandung jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan bahwa pada keadaan STP (0o C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4 liter volume ini disebut sebagai volume molar gas.

Contoh:

Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27o C dan tekanan 1 atm ?

(13)

Jawab:

85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol

Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:

P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

1 x 112.1 / 273 = 1 x V2 / (273 + 27) V2 = 12.31 liter

B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS

1. Massa Atom Relatif (Ar)

merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa 1 atom karbon 12

2. Massa Molekul Relatif (Mr)

merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa dengan

1/12 massa 1 atom karbon 12.

Massa molekul relatif (Mr) suatu senyawa merupakan penjumlahan

dari massa atom unsur-unsur penyusunnya.

Contoh:

Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X2Y4 ?

Jawab:

(14)

C. KONSEP MOL

1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau molekul-molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = Mr senyawa itu.

Jika bilangan Avogadro = L maka :

L = 6.023 x 1023

1 mol atom = L buah atom, massanya = Ar atom tersebut.

1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersehut. Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat

Contoh:

Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ?

Jawab:

Mr NaOH = 23 + 16 + 1 = 40

mol NaOH = massa / Mr = 20 / 40 = 0.5 mol Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L

= 0.5 x 6.023 x 1023 = 3.01 x 1023 molekul.

(15)

D. PERSAMAAN REAKSI

PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT

1. Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama 2. Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama

3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol (khusus yang berwujud gas perbandingan koefisien juga

menyatakan perbandingan volume asalkan suhu den tekanannya sama)

Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari

HNO3 (aq) + H2S (g) NO (g) + S (s) + H2O (l)

Cara yang termudah untuk menentukan koefisien reaksinya adalah dengan memisalkan koefisiennya masing-masing a, b, c, d dan e sehingga:

a HNO3 + b H2S c NO + d S + e H2O

Berdasarkan reaksi di atas maka

atom N : a = c (sebelum dan sesudah reaksi) atom O : 3a = c + e 3a = a + e e = 2a

atom H : a + 2b = 2e = 2(2a) = 4a ; 2b = 3a ; b = 3/2 a atom S : b = d = 3/2 a

Maka agar terselesaikan kita ambil sembarang harga misalnya a = 2 berarti: b = d = 3, dan e = 4 sehingga persamaan reaksinya :

(16)

BAB II

HITUNGAN KIMIA

Hitungan kimia adalah cara-cara perhitungan yang berorientasi pada hukum-hukum dasar ilmu kimia.

Dalam hal ini akan diberikan bermacam-macam contoh soal hitungan kimia beserta pembahasanya.

Contoh-contoh soal :

1. Berapa persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat ? (Ar: C = 12 ; O= 16 ; Ca=40)

Jawab :

1 mol CaCO3, mengandung 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O Mr CaCO3 = 40 + 12 + 48 = 100

Jadi kadar kalsium dalam CaCO3 = 40/100 x 100% = 40%

2. Sebanyak 5.4 gram logam alumunium (Ar = 27) direaksikan dengan asam klorida encer berlebih sesuai reaksi :

2 Al (s) + 6 HCl (aq) 2 AlCl3 (aq) + 3 H2 (g)

Berapa gram aluminium klorida dan berapa liter gas hidrogen yang dihasilkan pada kondisi standar ?

(17)

Jawab:

Dari persamaan reaksi dapat dinyatakan 2 mol Al x 2 mol AlCl3 3 mol H2 5.4 gram Al = 5.4/27 = 0.2 mol

Jadi:

AlCl3 yang terbentuk = 0.2 x Mr AlCl3 = 0.2 x 133.5 = 26.7 gram Volume gas H2 yang dihasilkan (0o C, 1 atm) = 3/2 x 0.2 x 2 =

0,6 liter

3. Suatu bijih besi mengandung 80% Fe2O3 (Ar: Fe=56; O=16). Oksida ini direduksi dengan gas CO sehingga dihasilkan besi.

Berapa ton bijih besi diperlukan untuk membuat 224 ton besi ? Jawab:

1 mol Fe2O3 mengandung 2 mol Fe

maka : massa Fe2O3 = ( Mr Fe2O3/2 Ar Fe ) x massa Fe = (160/112) x 224 = 320 ton

Jadi bijih besi yang diperlukan = (100 / 80) x 320 ton = 400 ton 4. Untuk menentukan air kristal tembaga sulfat 24.95 gram garam

tersebut dipanaskan sampai semua air kristalnya menguap. Setelah pemanasan massa garam tersebut menjadi 15.95 gram. Berapa

(18)

Jawab :

misalkan rumus garamnya adalah CuSO4 . xH2O CuSO4 . xH2O CuSO4 + xH2O

24.95 gram CuSO4 . xH2O = 15.95 + x mol 15.95 gram CuSO4 = 15.95 mol = 1 mol

menurut persamaan reaksi di atas dapat dinyatakan bahwa:

banyaknya mol CuS04 . xH2O = mol CuSO4; sehingga persamaannya 24.95/ (15.95 + x) = 1 x = 9

Jadi rumus garamnya adalah CuS04 . 9H2O Rumus Empiris dan Rumus Molekul

Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa.

Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang terdapat dalam molekul.

Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu:

- massa dan Ar masing-masing unsurnya - % massa dan Ar masing-masing unsurnya

- perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya

Rumus molekul: bila rumus empirisnya sudah diketahui dan Mr juga diketahui maka rumus molekulnya dapat ditentukan

(19)

Contoh 1:

Suatu senyawa C den H mengandung 6 gram C dan 1 gram H.

Tentukanlah rumus empiris dan rumus molekul senyawa tersebut bila diketahui Mr nya = 28 !

Jawab:

mol C : mol H = 6/12 : 1/1 = 1/2 : 1 = 1 : 2 Jadi rumus empirisnya: (CH2)n

Bila Mr senyawa tersebut = 28 maka: 12n + 2n = 28 14n = 28 n = 2

Jadi rumus molekulnya : (CH2)2 = C2H4

Contoh 2:

Untuk mengoksidasi 20 ml suatu hidrokarbon (CxHy) dalam keadaan gas diperlukan oksigen sebanyak 100 ml dan dihasilkan CO2 sebanyak 60 ml. Tentukan rumus molekul hidrokarbon tersebut !

Jawab:

Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon secara umum

CxHy (g) + (x + 1/4 y) O2 (g) x CO2 (g) + 1/2 y H2O (l)

Koefisien reaksi menunjukkan perbandingan mol zat-zat yang terlibat dalam reaksi.

Menurut Gay Lussac gas-gas pada p, t yang sama, jumlah mol berbanding lurus dengan volumenya

(20)

Maka:

atau:

1 : 3 = 1 : x x = 3

1 : 5 = 1 : (x + 1/4y) y = 8

Jadi rumus hidrokarbon tersebut adalah : C3H8

mol CxHy

mol O2

: mol CO2

= 1

(x + 1/4y)

: x

20 100 60 =1 (x + 1/4y) : x

(21)

BAB III

TERMOKIMIA

A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm

1. Reaksi Eksoterm

Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke

lingkungan atau pada reaksi tersebut dikeluarkan panas. Pada reaksi eksoterm harga ΔH = ( - )

Contoh : C(s) + O2(g) CO2(g) + 393.5 kJ ; ΔH = -393.5 kJ

2. Reaksi Endoterm

Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem atau pada reaksi tersebut dibutuhkan panas.

Pada reaksi endoterm harga ΔH = ( + )

(22)

B. Perubahan Entalpi

Entalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp

Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa perubahan kimia pada tekanan tetap.

a. Pemutusan ikatan membutuhkan energi (= endoterm) Contoh: H2 2H - a kJ ; ∆H= +akJ

b. Pembentukan ikatan memberikan energi (= eksoterm) Contoh: 2H H2 + a kJ ; ∆H = -a kJ

Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi :

1. Entalpi Pembentakan Standar (∆Hf ):

∆H untak membentuk 1 mol persenyawaan langsung dari unsur- unsurnya yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.

Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g) H20 (l) ; ∆Hf = -285.85 kJ 2. Entalpi Penguraian:

∆H dari penguraian 1 mol persenyawaan langsung menjadi unsur-unsurnya (= Kebalikan dari ∆H pembentukan).

(23)

3. Entalpi Pembakaran Standar (∆Hc ):

∆H untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O2 dari udara yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm.

Contoh: CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l) ; ∆Hc = -802 kJ 4. Entalpi Reaksi:

∆H dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat dalam persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan mol dan

koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat sederhana.

Contoh: 2Al + 3H2SO4 Al2(SO4)3 + 3H2 ; ∆H = -1468 kJ 5. Entalpi Netralisasi:

∆H yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan asam atau basa.

Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l) ; ∆H = -890.4 kJ/mol

(24)

6. Hukum Lavoisier-Laplace

"Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari

unsur-unsurya = jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan zat tersebut menjadi unsur-unsur pembentuknya."

Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga dibalik dari positif menjadi negatif atau sebaliknya

Contoh:

N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) ; ∆H = - 112 kJ 2NH3(g) N2(g) + 3H2(g) ; ∆H = + 112 kJ

C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum Hess

1. Penentuan Perubahan Entalpi

Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia biasanya digunakan alat seperti kalorimeter, termometer dan sebagainya yang mungkin lebih sensitif.

Perhitungan : ∆H reaksi = ∆ ; ∆Hfo produk - ∆ = ∆Hfo reaktan 2. Hukum Hess

"Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi kimia tidak tergantung pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir."

(25)

Contoh:

+

Menurut Hukum Hess : x = y + z

D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia

Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu disertai perubahan energi. Energi yang

dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga membentuk radikal-radikal bebas disebut energi ikatan. Untuk molekul

kompleks, energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul itu sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi atomisasi.

C(s) + O2(g)

∆ CO2(g) ; ∆ H = x kJ ∆ 1 tahap C(s) + 1/2 02(g)

∆ CO(g) ; ∆ H = y kJ ∆ 2 tahap CO(g) + 1/2 O2(g) ∆ CO2(g) ; ∆ H = z kJ ∆ 2 tahap C(s) + O2(g) CO2(g) ; H = y + z kJ

(26)

Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom dalam molekul tersebut. Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H2, 02, N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka energi atomisasi sama dengan energi ikatan Energi atomisasi suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi

pembentukan senyawa tersebut. Secara matematis hal tersebut dapat dijabarkan dengan persamaan :

Contoh: Diketahui : energi ikatan C - H = 414,5 kJ/Mol C = C = 612,4 kJ/mol C - C = 346,9 kJ/mol H - H = 436,8 kJ/mol Ditanya: ∆H reaksi = C2H4(g) + H2(g) C2H6(g)

∆H reaksi = ∆ energi pemutusan ikatan - ∆ energi pembentukan ikatan = ∆ energi ikatan di kiri - ∆ energi ikatan di kanan

(27)

Jawab:

∆H reaksi

= Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi pembentukan ikatan

= (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C)) = ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))

= (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9) = - 126,7 kJ

(28)

BAB IV

SISTEM KOLOID

A. SISTEM DISPERS DAN SISTEM KOLOID

1. SISTEM DISPERS

a. Dispersi kasar (suspensi) :

partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar dari 100 nm.

b. Dispersi koloid: partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1

nm - 100 nm.

c. Dispersi molekuler (larutan sejati) :

partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecil dari 1 nm. Sistem koloid pada hakekatnya terdiri atas dua fase, yaitu fase terdispersi dan medium pendispersi.

Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi.

2. JENIS KOLOID

Sistem koloid digolongkan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan medium pendispersinya.

- koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol. - koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi. - koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih.

(29)

B. SIFAT-SIFAT KOLOID

Sifat-sifat khas koloid meliputi :

1. Efek Tyndall

Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. 2.

2. Gerak Brown

Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel

koloid.

Koloid Fe(OH)3 bermuatan Koloid As2S3 bermuatan negatif positif karena permukaannya karena permukaannya menyerap menyerap ion H+ ion S2-

(30)

3. Adsorbsi

Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain.

Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan). Contoh :

(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.

(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2.

4. Koagulasi

Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk

endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.

Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.

5. Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan

(31)

Koloid Liofil: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya

besar terhadap medium pendispersinya.

Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat

Koloid Liofob: sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya

kecil terhadap medium pendispersinya.

Contoh: sol belerang, sol emas.

C. ELEKTROFERISIS DAN DIALISIS

1. ELEKTROFERESIS

Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu elektroda.

Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel

koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda

negatif berarti koloid bermuatan positif.

Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam suatu industri dengan alat Cottrell.

2. DIALISIS

Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada permukaannya.

(32)

D. PEMBUATAN KOLOID 1. Cara Kondensasi

Cara kondensasi termasuk cara kimia. Kondensasi

Prinsip : Partikel Molekular ---> Partikel Koloid Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi :

a. Reaksi Redoks

2 H2S(g) + SO2(aq) 3 S(s) + 2 H2O(l)

b. Reaksi Hidrolisis

FeCl3(aq) + 3 H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq)

c. ReaksiSubstitusi

2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g) As2S3(s) + 6 H2O(l)

d. Reaksi Penggaraman

Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat membentuk partikel koloid dengan pereaksi yang encer.

AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer) AgCl(s) + NaNO3(aq)

(33)

2. Cara Dispersi

Prinsip : Partikel Besar ---> Partikel Koloid

Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia:

a. Cara Mekanik

Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau penggilingan.

b. Cara Busur Bredig

Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam.

c. Cara Peptisasi

Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).

Contoh:

- Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin.

- Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh AlCl3

(34)

BAB V

KECEPATAN REAKSI

A. KONSENTRASI DAN KECEPATAN REAKSI

Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu. Untuk reaksi: aA + bB mM + nN

maka kecepatan reaksinya adalah:

1 (dA) 1 d(B) 1 d(M) 1 d(N) V = - --- - --- = + --- + --- a dt b dt m dt n dt

dimana:

-1/a . d(A) /dt= rA= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi

zat A per satuan wakru.

-1/b . d(B) /dt= rB= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi

zat B per satuan waktu.

-1/m . d(M) /dt= rM= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi

zat M per satuan waktu.

-1/n . d(N) /dt= rN= kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi

(35)

Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya.

Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut: V = k(A) x (B) y

dimana:

V = kecepatan reaksi k = tetapan laju reaksi

x = orde reaksi terhadap zat A y = orde reaksi terhadap zat B

(x + y) adalah orde reaksi keseluruhan

(A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi.

B. Orde Reaksi

Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi.

Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan.

Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi

(36)

Contoh soal:

Dari reaksi 2NO(g) + Br2(g) 2NOBr(g)

dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut:

No. (NO) mol/l (Br2) mol/l Kecepatan Reaksi mol / 1 / detik 1. 0.1 0.1 12 2. 0.1 0.2 24 3. 0.1 0.3 36 4. 0.2 0.1 48 5. 0.3 0.1 108 Pertanyaan:

a. Tentukan orde reaksinya !

(37)

Jawab:

a Pertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V = k(NO)x(Br

2)y : jadi kita harus mencari nilai x den y.

Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4).

Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan reaksinya naik 4 kali maka :

2x = 4 x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO)

Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br2 naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali, maka :

2y = 2 y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br 2)

Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO)2(Br

2) (reaksi orde 3)

b Untuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan saja misalnya data (1), maka:

V = k(NO)2(Br 2)

12 = k(0.1)2(0.1)

(38)

C. Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi

Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama

dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah

tumbukan yang terjadi.

TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA KELEMAHAN, ANTARA LAIN :

- tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi

pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (Ea).

- molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang

(39)

Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori laju reaksi absolut. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan

yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut

dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut:

A + B ; T* --> C + D

dimana:

- A dan B adalah molekul-molekul pereaksi - T* adalah molekul dalam keadaan transisi - C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi

SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN SESUAI KURVA BERIKUT

(40)

Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal

tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai

keadaan transisi (T*) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D). Catatan :

energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum

yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan reaksi.

D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi

Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi.

Contoh: 4 HBr(g) + O2(g) 2 H2O(g) + 2 Br2(g)

Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali

kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan

(41)

Tahap 1: HBr + O2 HOOBr (lambat)

Tahap 2: HBr + HOOBr 2HOBr (cepat)

Tahap 3: (HBr + HOBr H2O + Br2) x 2 (cepat)

--- +

4 HBr + O2 --> 2H2O + 2 Br2

Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan

berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling

lambat.

Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut "mekanisme reaksi" dan kecepatan berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam

mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu

kecepatan reaksi.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi, sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.

(42)

1. KONSENTRASI

Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.

2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI

Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi.

Secara umum dinyatakan bahwa:

- Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.

Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang muatannya berlawanan.

Contoh: Ca2+(aq) + CO

32+(aq) CaCO3(s)

Reaksi ini berlangsung dengan cepat.

- Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.

Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut

dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul zat yang bereaksi.

Contoh: CH4(g) + Cl2(g) CH3Cl(g) + HCl(g)

Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi misalnya cahaya matahari.

(43)

3. SUHU

Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang

memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu dinyatakan oleh

formulasi ARRHENIUS:

k = A . e

-E/RT

dimana:

k : tetapan laju reaksi

A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi E : energi pengaktifan

R : tetapan gas universal = 0.0821.atm/moloK = 8.314 joule/moloK

T : suhu reaksi (oK) 4. KATALISATOR

Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan

maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

(44)

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat

reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat

(45)

BAB VI

KESETIMBANGAN KIMIA

A. Keadaan Kesetimbangan

Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik. Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat

dinyatakan sebagai:

A + B C + D

ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU :

1. Kesetimbangan dalam sistem homogen

a.

Kesetimbangan dalam sistem gas-gas

Contoh: 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)

b

Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan

(46)

2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen

a. Kesetimbangan dalam sistem padat gas Contoh: CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) b. Kesetimbangan sistem padat larutan

Contoh: BaSO4(s) Ba2+(aq) + SO

42- (aq) c. Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas

Contoh: Ca(HCO3)2(aq) CaCO

3(s) + H2O(l) + CO2(g)

B. Hukum Kesetimbangan

Hukum Guldberg dan Wange:

Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap,

maka hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa

dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalah tetap.

Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan. Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B c C + d D maka:

Kc = (C)c x (D)d / (A)a x (B)b

(47)

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

- Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap dan nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu.

Contoh: C(s) + CO2(g) 2CO(g) Kc = (CO)2 / (CO

2)

- Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam perhitungan Kc hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja.

Contoh: Zn(s) + Cu2+(aq) Zn2+(aq) + Cu(s)

Kc = (Zn2+) / (CO2+)

- Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam perhitungan Kc.

Contoh: CH3COO-(aq) + H

2O(l) CH3COOH(aq) + OH-(aq) Kc = (CH3COOH) x (OH-) / (CH

(48)

Contoh soal:

1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi:

AB(g) + CD(g) AD(g) + BC(g)

Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk reaksi ini !

Jawab:

Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi) sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya sama).

Dalam keadaan kesetimbangan: (AD) = (BC) = 3/4 mol/l

(AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l

Kc = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9

2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi:

A(g) + 2B(g) 4C(g)

sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi:

(49)

Jawab:

- Untuk reaksi pertama: K1 = (C)4/[(A) x (B)2] = 0.25

- Untuk reaksi kedua : K2 = [(A)1/2 x (B)]/(C)2

- Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai: K1 = 1 / (K2)2 K

2 = 2

C. Pergeseran Kesetimbangan

Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan

diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya.

Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan

kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.

Bagi reaksi:

A + B C + D

KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN

a.

Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D, sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah.

b. Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B.

(50)

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK KESETIMBANGAN ADALAH :

a. Perubahan konsentrasi salah satu zat b. Perubahan volume atau tekanan

c. Perubahan suhu

1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT

Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang

berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.

Contoh: 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)

- Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.

- Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN

Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang

menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan berupa pergeseran kesetimbangan.

(51)

Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil.

Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien reaksi besar.

Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan

tekanan/volume tidak menggeser letak kesetimbangan.

Contoh:

N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) Koefisien reaksi di kanan = 2

Koefisien reaksi di kiri = 4

- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil), maka kesetimbangan akan

bergeser ke kanan.

- Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar), maka kesetimbangan akan

(52)

PERUBAHAN SUHU Menurut Van't Hoff:

- Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka

kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan

kalor (ke arah reaksi endoterm).

- Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka

kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membebaskan

kalor (ke arah reaksi eksoterm). Contoh:

2NO(g) + O

2(g) 2NO2(g) ; ΔH = -216 kJ

- Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri. - Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke

(53)

D.

Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan

Hubungan Antara Harga Kc Dan Kp

PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN

Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Kc tetap), hal ini disebabkan

katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar.

HUBUNGAN ANTARA HARGA Kc DENGAN Kp

Untuk reaksi umum:

a A(g) + b B(g) c C(g) + d D(g) Harga tetapan kesetimbangan:

Kc = [(C)c . (D)d] / [(A)a . (B)b]

Kp = (PCc x P

Dd) / (PAa x PBb)

dimana: PA, PB, PC dan PD merupakan tekanan parsial masing-masing gas A, B. C dan D.

Secara matematis, hubungan antara Kc dan Kp dapat diturunkan sebagai:

Kp = Kc (RT) n

dimana n adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah koefisien gas kiri).

(54)

Contoh:

Jika diketahui reaksi kesetimbangan: CO2(g) + C(s) 2CO(g)

Pada suhu 300o C, harga K

p= 16. Hitunglah tekanan parsial CO2, jika

tekanan total dalaun ruang 5 atm!

Jawab:

Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO2 = (5 - x) atm.

Kp = (PCO)2 / PCO

2 = x2 / (5 - x) = 16 ; x = 4

Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm

E. Kesetimbangan Disosiasi

Disosiasi adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain yang lebih sederhana.

Derajat disosiasi adalah perbandingan antara jumlah mol yang terurai dengan jumlah mol mula-mula.

(55)

Contoh:

2NH3(g) N2(g) + 3H2(g)

besarnya nilai derajat disosiasi (µ):

µ = mol NH3 yang terurai / mol NH3 mula-mula

Harga derajat disosiasi terletak antara 0 dan 1, jika: a = 0 berarti tidak terjadi penguraian

a = 1 berarti terjadi penguraian sempurna

0 < µ < 1 berarti disosiasi pada reaksi setimbang (disosiasi sebagian).

Contoh:

Dalam reaksi disosiasi N2O4 berdasarkan persamaan N2O4(g) 2NO2(g)

banyaknya mol N2O4 dan NO2 pada keadaan setimbang adalah sama. Pada keadaan ini berapakah harga derajat disosiasinya ?

Jawab:

Misalkan mol N2O4 mula-mula = a mol

mol N2O4 yang terurai = a mol ; mol N2O4 sisa = a (1 - µ) mol mol NO2 yang terbentuk = 2 x mol N2O4 yang terurai = 2 a mol

Pada keadaan setimbang:

mol N2O4 sisa = mol NO2 yang terbentuk a(1 - µ) = 2a ; 1 - µ = 2 ; µ = 1/3

(56)

BAB VII

LARUTAN

A. Pendahuluan

LARUTAN adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling

melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.

Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut.

Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan

dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit.

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.

(57)

1. ELEKTROLIT KUAT

Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1).

Yang tergolong elektrolit kuat adalah:

a. Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl03, H2SO4, HNO3 dan lain-lain.

b. Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti: NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2 dan lain-lain. c. Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3

dan lain-lain

2. ELEKTROLIT LEMAH

Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah dengan harga derajat ionisasi sebesar: O < alpha < 1.

Yang tergolong elektrolit lemah:

a. Asam-asam lemah, seperti : CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S dan lain-lain

b. Basa-basa lemah seperti : NH4OH, Ni(OH)2 dan lain-lain

c. Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2 dan lain-lain

(58)

Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat

menghantarkan arus listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak mengion).

Tergolong ke dalam jenis ini misalnya:

- Larutan urea

- Larutan sukrosa - Larutan glukosa

- Larutan alkohol dan lain-lain

B. Konsentrasi Larutan

Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut.

(59)

1. FRAKSI MOL

Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu

komponen dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.

Fraksi mol dilambangkan dengan X.

Contoh:

Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat terlarut B. maka:

XA = nA / (nA + nB) = 3 / (3 + 7) = 0.3 XB = nB /(nA + nB) = 7 / (3 + 7) = 0.7 * XA + XB = 1

2. PERSEN BERAT

Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.

Contoh:

Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan terdapat :

- gula = 5/100 x 100 = 5 gram - air = 100 - 5 = 95 gram

(60)

3. MOLALITAS (m)

Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.

Contoh:

Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air ! - molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000 gram air = 0,2 m

4. MOLARITAS (M)

Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.

Contoh:

Berapakah molaritas 9.8 gram H2SO4 (Mr= 98) dalam 250 ml larutan ?

- molaritas H2SO4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter = 0.4 M

5. NORMALITAS (N)

Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan.

Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+.

Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-.

Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan : N = M x valensi

(61)

BAB VIII

EKSPONEN HIDROGEN

A. Pendahuluan

Besarnya konsentrasi ion H

+

dalam larutan disebut derajat

keasaman.

Untuk menyatakan derajat keasaman suatu larutan dipakai

pengertian pH.

pH = - log [H

+

]

Untuk air murni (25

o

C): [H

+

] = [OH

-

] = 10

-7

mol/l

pH = - log 10

-7

= 7

Atas dasar pengertian ini, ditentukan:

- Jika nilai pH = pOH = 7, maka larutan bersifat netral

- Jika nilai pH < 7, maka larutan bersifat asam

- Jika nilai pH > 7, maka larutan bersifat basa

- Pada suhu kamar: pK

w

= pH + pOH = 14

(62)

1.

pH Asam Kuat

Bagi asam-asam kuat ( = 1), maka menyatakan nilai pH larutannya dapat

dihitung langsung dari konsentrasi asamnya (dengan melihat valensinya).

Contoh:

1. Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.01 M HCl !

Jawab:

HCl(aq) H

+

(aq) + Cl

-

(aq)

[H

+

] = [HCl] = 0.01 = 10

-2

M

pH = - log 10

-2

= 2

2. Hitunglah pH dari 2 liter larutan 0.1 mol asam sulfat !

Jawab:

H

2

SO

4

(aq) 2 H

+

(aq) + SO

42-

(aq)

[H

+

] = 2[H

2

SO

4

] = 2 x 0.1 mol/2.0 liter = 2 x 0.05 = 10

-1

M

pH = - log 10

-1

= 1

B. Menyatakan pH Larutan Asam

Untuk menyatakan nilai pH suatu larutan asam, maka yang paling

(63)

2.

pH Asam Lemah

Bagi asam-asam lemah, karena harga derajat ionisasinya 1 (0 < φ < 1)

maka besarnya konsentrasi ion H

+

tidak dapat dinyatakan secara

langsung dari konsentrasi asamnya (seperti halnya asam kuat).

Langkah awal yang harus ditempuh adalah menghitung besarnya [H

+

]

dengan rumus

[H

+

] = C

a

. K

a

)

dimana:

C

a

= konsentrasi asam lemah

K

a

= tetapan ionisasi asam lemah

Contoh:

Hitunglah pH dari 0.025 mol CH

3

COOH dalam 250 ml larutannya, jika

diketahui Ka = 10

-5

Jawab:

Ca = 0.025 mol/0.025 liter = 0.1 M = 10

-1

M

[H

+

] = C

a

. K

a

) = 10

-1

. 10

-5

= 10

-3

M

pH = -log 10

-3

= 3

(64)

1.

pH Basa Kuat

Untuk menentukan pH basa-basa kuat (= 1), maka terlebih dahulu dihitung nilai

pOH larutan dari konsentrasi basanya.

Contoh:

a. Tentukan pH dari 100 ml larutan KOH 0.1 M !

b. Hitunglah pH dari 500 ml larutan Ca(OH)

2

0.01 M !

Jawab:

a. KOH(aq) K

+

(aq) + (aq)

[] = [KOH] = 0.1 = 10

-1

M

pOH = - log 10

-1

= 1

pH = 14 - pOH = 14 - 1 = 13

b. Ca(OH)

2

(aq) Ca

2+

(aq) + 2 (aq)

[OH

-1

] = 2[Ca(OH)

2

] = 2 x 0.01 = 2.10

-2

M

pOH = - log 2.10

-2

= 2 - log 2

pH = 14 - pOH = 14 - (2 - log 2) = 12 + log 2

C. Menyatakan pH Larutan Basa

Prinsip penentuan pH suatu larutan basa sama dengan penentuan pH

larutam asam, yaitu dibedakan untuk basa kuat dan basa lemah.

(65)

[] = Cb . Kb)

2. pH Basa Lemah

Bagi basa-basa lemah, karena harga derajat ionisasinya 1, maka untuk

menyatakan konsentrasi ion OH- digunakan rumus:

[OH

-

] = C

b

. K

b

)

dimana:

C

b

= konsentrasi basa lemah

K

b

= tetapan ionisasi basa lemah

Contoh:

Hitunglah pH dari 100 ml 0.001 M larutan NH

4

OH, jika diketahui tetapan

ionisasinya = 10

-5

!

Jawab:

[OH

-

] = C

b

. K

b

) = 10

-3

. 10

-5

= 10

-4

M

pOH = - log 10

-4

= 4

pH = 14 - pOH = 14 - 4 = 10

(66)

a. Campuran asam lemah dengan garam dari asam lemah tersebut.

Contoh:

- CH

3

COOH dengan CH

3

COONa

- H

3

PO

4

dengan NaH

2

PO

4

b.

Campuran basa lemah dengan garam dari basa lemah tersebut.

Contoh:

- NH

4

OH dengan NH

4

Cl

D. Larutan Buffer

Larutan buffer adalah:

Sifat larutan buffer:

- pH larutan tidak berubah jika diencerkan.

- pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam atau

basa.

(67)

1.

Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran asam lemah dengan garamnya

(larutannya akan selalu mempunyai pH < 7) digunakan rumus:

[

H

+

] = K

a

. C

a

/C

g

pH = pK

a

+ log C

a

/C

g

dimana:

C

a

= konsentrasi asam lemah

C

g

= konsentrasi garamnya

K

a

= tetapan ionisasi asam lemah

Contoh:

Hitunglah pH larutan yang terdiri atas campuran 0.01 mol asam asetat dengan

0.1 mol natrium Asetat dalam 1 1iter larutan !

K

a

bagi asam asetat = 10

-5

Jawab:

C

a

= 0.01 mol/liter = 10

-2

M

C

g

= 0.10 mol/liter = 10

-1

M

pH= pK

a

+ log C

g

/C

a

= -log 10

-5

+ log

-1

/log

-2

= 5 + 1 = 6

(68)

2.

Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran basa lemah dengan garamnya

(larutannya akan selalu mempunyai pH > 7), digunakan rumus:

[

OH

-

] = K

b

. C

b

/C

g

pOH = pK

b

+ log C

g

/C

b

dimana:

C

b

= konsentrasi base lemah, C

g

= konsentrasi garamnya

K

b

= tetapan ionisasi basa lemah

Contoh:

Hitunglah pH campuran 1 liter larutan yang terdiri atas 0.2 mol NH

4

OH dengan 0.1

mol HCl ! (K

b

= 10-5)

Jawab:

NH

4

OH(aq) + HCl(aq) NH

4

Cl(aq) + H

2

O(l)

mol NH

4

OH yang bereaksi = mol HCl yang tersedia = 0.1 mol

mol NH

4

OH sisa = 0.2 - 0.1 = 0.1 mol

mol NH

4

Cl yang terbentuk = mol NH40H yang bereaksi = 0.1 mol

Karena basa lemahnya bersisa dan terbentuk garam (NH

4

Cl) maka campurannya

akan membentuk larutan buffer.

C

b

(sisa) = 0.1 mol/liter = 10

-1

M, C

g

(yang terbentuk) = 0.1 mol/liter = 10

-1

M

pOH = pK

b

+ log C

g

/C

b

= -log 10

-5

+ log 10

-1

/10

-1

= 5 + log 1 = 5

(69)

1.

Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa kuat (misalnya NaCl,

K

2

SO

4

dan lain-lain) tidak mengalami hidrolisis. Untuk jenis garam yang

demikian nilai pH = 7 (bersifat netral).

2.

Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa lemah (misalnya

NH

4

Cl, AgNO

3

dan lain-lain) hanya kationnya yang terhidrolisis (mengalami

hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH < 7 (bersifat

asam).

3.

Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa kuat (misalnya

CH

3

COOK, NaCN dan lain-lain) hanya anionnya yang terhidrolisis

(mengalami hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH > 7

(bersifat basa).

4.

Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa lemah (misalnya

CH

3

COONH

4

, Al

2

S

3

dan lain-lain) mengalami hidrolisis total (sempurna).

Untuk jenis garam yang demikian nilai pH-nya tergantung harga K

a

den K

b

.

E. Hidrolisis

Hidrolisis adalah terurainya garam dalam air yang menghasilkan asam atau

basa.

(70)

[H

+

] = K

h

. C

g

K

h

= K

w

/K

b

pH = 1/2 (pK

W

- pK

b

- log C

g

)

pH = 1/2 (pK

w

- pK

b

- log C

g

)

= 1/2 (-log 10

-14

+ log 10

-5

- log 10

-1

)

= 1/2 (14 - 5 + 1)

= 1/2 x 10

= 5

F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah

Karena untuk jenis ini garamnya selalu bersifat asam (pH < 7) digunakan

persamaan:

dimana :

Kh =konstanta hidrolisis

Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan:

Contoh:

Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.1 M NH4Cl ! (Kb = 10-5)

Jawab:

NH4Cl adalah garam yang bersifat asam, sehingga pH-nya kita hitung secara langsung.

(71)

G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Lemah

Untuk jenis garam ini larutannya selalu bersifat basa (pH > 7), dan dalam

perhitungan digunakan persamaan:

[OH

-

] = K

h

. C

g

dimana:

K

h

= K

w

/K

a

Kh = konstanta hidrolisis

Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan:

pH = 1/2 (pK

w

+ pK

a

+ log C

g

)

Contoh:

Hitunglah pH larutan dari 100 ml 0.02 M NaOH dengan 100 ml 0.02 M asam

asetat ! (K

a

= 10

-5

).

(72)

NaOH + CH

3

COOH CH

3

COONa + H

2

O

-

mol NaOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol

- mol CH

3

COOH = 100/1000 x 0.02 = 0.002 mol

Karena mol basa yang direaksikannya sama dengan mol asam yang direaksikan, maka tidak ada yang tersisa, yang ada hanya mol garam (CH3COONa) yang terbentuk.

-mol CH3COONa = 0.002 mol (lihat reaksi)

- Cg = 0.002 mol/200 ml = 0.002 mol/0.2 liter = 0.01 M = 10-2 M - Nilai pH-nya akan bersifat basa (karena garamnya terbentuk dari asam lemah dengan basa kuat), besarnya:

pH = 1/2 (pKw + pKa + log Cg) = 1/2 (14 + 5 + log 10-2)

= 1/2 (19 - 2) = 8.5

(73)

BAB IX

TEORI ASAM BASA DAN STOKIOMETRI LARUTAN

A. Teori Asam Basa

1.

MENURUT ARRHENIUS

Asam ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H

+

.

Basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH

-

.

Contoh:

1) HCl(aq) H

+

(aq) + Cl

-

(aq)

2) NaOH(aq) Na

+

(aq) + OH

-

(aq)

2.

MENURUT BRONSTED-LOWRY

(74)

Contoh:

1) HAc(aq) + H

2

O(l) H

3

O+(aq) + Ac

-

(aq)

asam-1 basa-2 asam-2 basa-1

HAc dengan Ac

-

merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

H

3

O+ dengan H

2

O merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

2

) H

2

O(l) + NH

3

(aq) NH

4+

(aq) + OH

-

(aq)

asam-1 basa-2 asam-2 basa-1

H

2

O dengan OH

-

merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

NH

4+

dengan NH

3

merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

Pada contoh di atas terlihat bahwa air dapat bersifat sebagai asam (proton

donor) dan sebagai basa (proton akseptor). Zat atau ion atau spesi seperti

ini bersifat ampiprotik (amfoter).

(75)

B. Stokiometri Larutan

Pada stoikiometri larutan, di antara zat-zat yang terlibat reaksi, sebagian atau

seluruhnya berada dalam bentuk larutan.

1. Stoikiometri dengan Hitungan Kimia Sederhana

Soal-soal yang menyangkut bagian ini dapat diselesaikan dengan cara

hitungan kimia sederhana yang menyangkut hubungan kuantitas antara

suatu komponen dengan komponen lain dalam suatu reaksi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:

a. menulis persamann reaksi

b. menyetarakan koefisien reaksi

c. memahami bahwa perbandingan koefisien reaksi menyatakan

perbandingan mol

Karena zat yang terlibat dalam reaksi berada dalam bentuk larutan, maka

mol larutan dapat dinyatakan sebagai:

(76)

n = V . M

dimana:

n = jumlah mol

V = volume (liter)

M = molaritas larutan

Contoh:

Hitunglah volume larutan 0.05 M HCl yang diperlukan untuk melarutkan 2.4

gram logam magnesium (Ar = 24).

Jawab:

Mg(s) + 2HCl(aq) MgCl

2

(aq) + H

2

(g)

24 gram Mg = 2.4/24 = 0.1 mol

mol HCl = 2 x mol Mg = 0.2 mol

Referensi

Dokumen terkait

Dasar utama dari teori ikatan valensi adalah jika dua atom membentuk ikatan kovalen, makaorbital atom, atom yang satu bertumpang tindih (overlapping) dengan orbital atom, atom

Klasifikasi senyawa organik pada umumnya didasarkan atas ikatan kovalen yang terdapat diantara atom karbon, keistimewaan dalam struktur molekul dan radikal atau gugus fungsi

Ikatan hidrogen merupakan gaya tarik menarik antara atom H dengan atom lain yang mempunyai keelektronegatifan besar pada satu molekul dari senyawa yang sama.. Ikatan

Jika atom yang terdapat dalam molekul ikatan kovalen disebut jari-jari kovalen. kovalen disebut

Ikatan hidrogen merupakan gaya tarik menarik antara atom H dengan atom lain yang mempunyai keelektronegatifan besar pada satu molekul dari senyawa yang sama.. Ikatan

Selain dapat berikatan dengan atom-atom lain, atom karbon dapat juga berikatan kovalen dengan atom karbon lain, baik ikatan kovalen tunggal maupun rangkap dua dan

Senyawa alkohol dengan rumus kimia C2H5OH tersusun dari 2 atom Carbon, 6 atom hidrogen, dan 1 atom oksigen. Senyawa ini membentuk 8 ikatan kovalen tunggal dan tidak memiliki

Ikatan hidrogen merupakan gaya tarik menarik antara atom H dengan atom lain yang mempunyai keelektronegatifan besar pada satu molekul dari senyawa yang sama.. Ikatan hidrogen