• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep Kota Kompak (Compact City) dan Transit- Oriented Development (TOD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui Penerapan Konsep Kota Kompak (Compact City) dan Transit- Oriented Development (TOD)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Page 1 of 18

Penangangan Masalah Permukiman Perkotaan melalui

Penerapan Konsep Kota Kompak (

Compact City

) dan

Transit-Oriented Development

(TOD)

Oleh:

Tim Peneliti Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Gadjah Mada

Kontak: s1pwk_ugm@yahoo.co.id, pramono_wid@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Menurut data dari United Nations (2014), saat ini sekitar 54% dari total jumlah penduduk bumi bertempat tinggal di perkotaan. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai sekitar 66% pada tahun 2050. Dari jumlah tersebut, negara-negara Asia akan menjadi tempat tinggal bagi sekitar 53% populasi penduduk perkotaan di dunia. Terlepas dari fakta yang menunjukkan bahwa tingkat urbanisasi di negara-negara Asia masih relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara di belahan bumi lainnya, misalnya Afrika, sejumlah kota besar di negara-negara Asia akan muncul sebagai kota raksasa (megacities). Beberapa kota di negara Asia, seperti Tokyo, New Delhi, Shanghai, dan Mumbai telah memiliki populasi melebihi sepuluh juta jiwa. Adapun kota-kota lainnya, seperti Manila dan Jakarta, juga tengah dalam proses untuk tumbuh menjadi kota raksasa.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk perkotaan, negara-negara di dunia akan menghadapi sejumlah tantangan di dalam penyediaan kebutuhan penduduknya, termasuk kebutuhan terhadap perumahan, infrastruktur, transportasi, energi, pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan lapangan pekerjaan. Kebutuhan akan ruang di perkotaan tentunya juga akan mengalami peningkatan. Di negara maju, fakta ini telah mendorong munculnya sejumlah konsep pembangunan perkotaan yang menekankan pada efisiensi penggunaan ruang dan energi di perkotaan.

Di antara konsep-konsep yang berkembang dan telah banyak didiskusikan, bahkan diimplementasikan adalah konsep Kota Kompak (Compact City) dan

Transit-Oriented Development (TOD). Kedua konsep ini menekankan pada

(2)

Page 2 of 18

perkotaan di negara berkembang masih membutuhkan kajian lebih lanjut. Meskipun bentuk permasalahan perkotaan yang dihadapi hampir sama, perbedaan magnitude permasalahan; perbedaan seting fisik, ekonomi, dan sosial perkotaan; dan perbedaan efektivitas instrumen penataan ruang menjadikan penerapan konsep Kota Kompak dan TOD di negara berkembang masih membutuhkan penyesuaian dengan konteks di negara berkembang.

Gambaran Situasi mengenai Populasi Perkotaan Indonesia

Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang di Asia dan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, juga tengah menghadapi tantangan perkotaan yang sama akibat pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk perkotaan Indonesia telah mencapai sekitar 49% dari total jumlah penduduk seluruhnya. Jumlah ini akan segera melampaui jumlah penduduk perdesaan. Proporsi penduduk perkotaan Indonesia telah melampaui rata-rata proporsi penduduk perkotaan di kawasan Asia Tenggara bahkan benua Asia. Selain itu, trend pertumbuhan kota-kota kecil juga menunjukkan bahwa kota-kota kecil di Indonesia juga tumbuh dengan begitu cepat. Hal ini merupakan peringatan dini bagi kota-kota di Indonesia untuk mengantisipasi tantangan dan permasalahan akibat bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan. Konsep Kota Kompak dan TOD dapat dilihat sebagai alternatif solusi manajemen pembangunan perkotaan di Indonesia untuk mengantisipasi tantangan dan permasalahan tersebut.

(3)

Page 3 of 18

beberapa kabupaten di sekitarnya, dan ditambah dengan arus masuk pelajar dan mahasiswa telah mendorong pertumbuhan fisik kota. Di satu sisi, fenomena ini memberikan keuntungan secara ekonomi bagi perkotaan Yogyakarta. Namun di sisi yang lain, kehadiran para pendatang juga berarti bertambahnya kebutuhan akan ruang tinggal dan beraktivitas. Akibatnya. fisik perkotaan Yogyakarta tumbuh semakin melebar ke arah luar tanpa mampu dikendalikan (fenomena

urban sprawl).

Fenomena urban sprawl

Fenomena urban sprawl di perkotaan Yogyakarta mulai jelas teramati sejak periode 1990an. Pembangunan universitas di bagian utara Kota Yogyakarta dan pembangunan jalan lingkar telah menarik penduduk untuk menghuni dan memadati kawasan di sekitarnya. Akibatnya, kecamatan-kecamatan di sekitar proyek pembangunan baru, seperti Depok, Mlati, Ngaglik, dan Ngemplak, mengalami pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup signifikan.

Lebih lanjut, proyek-proyek pembangunan baru di wilayah Kabupaten Sleman telah memacu pertumbuhan lahan terbangun. Pengamatan pertumbuhan lahan terbangun sejak tahun 1980 hingga 1996 menunjukkan adanya lompatan pertumbuhan lahan terbangun di Sleman bagian utara (di sekitar Universitas Islam Indonesia). Permukiman baru ini muncul sebagai kutub pertumbuhan baru bagi wilayah perkotaan Yogyakarta yang akhirnya menarik pertumbuhan lahan terbangun di Yogyakarta ke arah utara.

Perbandingan Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman Tahun 1990 dan 2000

(4)

-Page 4 of 18

Pertumbuhan lahan terbangun di Perkotaan Yogyakarta

(5)

Page 5 of 18

pertanian telah terjadi secara signifikan di Kabupaten Sleman, terutama di bagian barat dan utara. Akibatnya, lahan-lahan pertanian dan resapan air di Kabupaten Sleman perlahan mulai digantikan oleh penampakan fungsi perkotaan yang bersambung dengan Kota Yogyakarta membentuk sebuah aglomerasi besar perkotaan.

Sumber: Pusat Studi Pembangunan Regional (PSPPR) UGM

Pasar tanah yang liberal

(6)

Page 6 of 18 PERMASALAHAN PERKOTAAN YANG MUNCUL

Fenomena urban sprawl dan liberalisasi pasar tanah yang terjadi di pinggiran perkotaan Yogyakarta telah menimbulkan sejumlah permasalahan perkotaan, di antaranya:

Kemacetan

Dengan bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan Yogyakarta dan semakin meluasnya jangkauan perkotaan Yogyakarta, kebutuhan akan sarana transportasi untuk melayani pergerakan barang dan jasa dari daerah pinggiran menuju pusat kota menjadi meningkat. Diperkirakan jumlah kendaraan di Yogyakarta mengalami pertambahan sebesar 8.900 unit kendaraan setiap bulannya (Kedaulatan Rakyat, 2012). Tingkat kemacetan di perkotaan di Yogyakarta yang saat ini berada pada angka 7% perhari diperkirakan akan naik hingga 45% pada tahun 2023.

Berkurangnya kenyamanan kawasan perkotaan

Tingkat kenyamanan kawasan perkotaan Yogyakarta dirasakan semakin berkurang. Bertambahnya jumlah penggunaan kendaraan bermotor, tumbuhnya perumahan-perumahan baru akibat pertumbuhan jumlah penduduk, dan berkurangnya penyediaan ruang terbuka hijau di perkotaan telah berkontribusi pada menurunnya kualitas hidup di perkotaan Yogyakarta. Munculnya kebisingan dan polusi, berkurangnya ruang publik, dan marjinalisasi pejalan kaki juga menjadi indikator menurunnya kualitas lingkungan perkotaan Yogyakarta. Yogyakarta yang biasa muncul sebagai Kota Ternyaman (most livable city) versi Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) pada tahun 2014 tidak lagi muncul sebagai peringkat pertama.

KENYAMANAN/KUALITAS HIDUP

RTH PENDUDUK PERRUMAHAN LALU LINTAS

WAKTU

(7)

Page 7 of 18

Inefisiensi penggunaan energi

Dengan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor untuk memfasilitasi pergerakan dari kawasan pinggiran ke pusat kota, tingkat penggunaan bahan bakar tentunya juga akan meningkat. Selain itu, zona-zona kegiatan perkotaan yang terpisah-pisah juga menyebabkan bertambahnya jarak tempuh untuk melakukan pergerakan dari satu zona ke zona lainnya. Berkurangnya lahan hijau di perkotaan juga berakibat pada meningkatnya suhu udara di kawasan perkotaan yang dapat memicu peningkatan penggunaan pendingin.

Ketidakadilan akses perumahan

Tidak terkendalinya pasar tanah di perkotaan Yogyakarta juga telah menyebabkan ketidakadilan dalam mengakses perumahan. Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta terhadap asset capability supporting index masyarakat menunjukkan adanya ketimpangan di dalam mengakses sumberdaya perumahan. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa penduduk pendatang mempersepsikan rendahnya kemampuan mereka untuk mengakses sumber daya perumahan.

-1.00 YOG YAKARTA’S (PUBLIC) ASSETS CAPABILITY SUPPORTING INDEX

SAGAN’S COMMUNITY’S (PUBLIC) ASSETS CAPABILITY SUPPORTING INDEX (WARGA ASLI)

(8)

Page 8 of 18

KONSEP KOTA KOMPAK DAN TRANSIT-ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) SEBAGAI SEBUAH SOLUSI

Melihat fenomena perkembangan perkotaan di Yogyakarta dan permasalahan yang muncul, konsep Kota Kompak dan TOD dapat dilihat sebagai sebuah solusi. Melalui penerapan konsep Kota Kompak dan TOD, lahan-lahan di perkotaan akan dimanfaatkan seefisien mungkin menjadi permukiman berkepadatan tinggi dengan berbagai macam fungsi perkotaan yang diwadahi pada beberapa pusat kegiatan. Pusat kota akan dibagi menjadi pusat-pusat kecil yang mandiri yang dapat mengakomodasi fungsi wisma, karya, suka, dan marga yang berdekatan, sehingga akan dengan memperpendek jarak tempuh perjalanan dari satu fungsi ke fungsi lainnya.

Karakteristik Kunci Kota Kompak

Sementara itu, kota-kota satelit di sekitar kota inti akan diintegrasikan dengan simpul-simpul transit pergerakan, seperti kemungkinan pengembangan

rail-based development. Hal yang sama juga diterapkan pada penentuan pusat-pusat

(9)

Page 9 of 18

Melalui penerapan konsep Kota Kompak dan TOD, upaya pembangunan perkotaan diharapkan dapat berkontribusi positif untuk mencapai kota yang berkelanjutan.

Kontribusi Kota Kompak bagi Kota yang Berkelanjutan

Pengalaman kebijakan Kota Kompak dan TOD di berbagai negara

(10)

Page 10 of 18

Kebijakan perencanaan kota terus berevolusi untuk merespon permasalahan-permasalahan perkotaan. Berbagai gerakan, seperti New Urbanism, akhir-akhir ini muncul dengan mengusung gagasan yang hampir sama, yaitu perwujudan bentuk ruang kota yang kompak, guna lahan campuran yang berdekatan, simpul-simpul transportasi yang terkoneksi dengan baik, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial, dan pelestarian lingkungan.

Evolusi Kebijakan Kota Kompak

Beberapa negara telah menerapkan kebijakan Kota Kompak dalam pembangunan kotanya, di antaranya:

Australia:

Pemerintah Australia telah merilis kebijakan nasional perkotaan Our Cities, Our Future – A National Urban Policy for a Productive, Sustainable, and

Liveable Future. Kebijakan ini menetapkan 14 target bagi kota-kota besar di

Australia, di antaranya adalah mengintegrasikan guna lahan dan infrastruktur, menjaga keseimbangan alam dan lingkungan terbangun, dan meningkatkan aksesibilitas dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi;

Republik Ceko:

Pada tahun 2010, Pemerintah Republik Ceko mengeluarkan kebijakan nasional perkotaan, the National Principles of Urban Policy, untuk mendorong permukiman yang kompak dengan guna lahan campuran.

Perancis:

Perancis telah memperbaharui pendekatan perencanaan kotanya untuk mengikutsertakan konsep Kota Kompak dengan mengeluarkan the Grenelle

de l’Environnement pada tahun 2007. Kebijakan ini memungkinkan

(11)

Page 11 of 18

Jepang:

Pemerintah Jepang telah memasukkan konsep Kota Kompak sebagai prioritas utama dalam kebijakan perkotaannya. Konsep Kota Kompak juga didorong sebagai alat untuk menciptakan kota dan wilayah dengan kadar gas karbon yang rendah dalam rangka mencapai target Kyoto Protocol.

Korea:

Pada tahun 2011, konsep Kota Kompak secara eksplisit telah dimasukkan ke dalam strategi perkotaan the National Comprehensive Development Plan. Dalam penerapannya, konsep Kota Kompak tersebut diimplementasikan pada level intervensi yang berbeda di berbagai negara.

(12)

Page 12 of 18

Hasil studi mengenai peluang penerapan Kota Kompak dan TOD di Indonesia

Terkait dengan kemungkinan penerapan Kota Kompak dan TOD di perkotaan Indonesia, beberapa hasil studi dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Gadjah Mada, menunjukkan bukti adanya peluang untuk menerapkan konsep Kota Kompak dan TOD dalam konteks perkotaan di Indonesia. Misalnya, hasil studi Roychansyah (2010) menunjukkan bahwa struktur ruang permukiman di perkotaan Yogyakarta yang berwujud kampung dapat dianggap sebagai representasi dari Kota Kompak. Karakter kampung yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan guna lahan campuran merupakan

starting point yang baik untuk pembangunan kota kompak. Selain itu, lay out

keruangan kampung juga memungkinkan untuk dibagi menjadi unit-unit kecil sebagai pusat kegiatan.

(13)

Page 13 of 18

Sumber: Al Karim, 2012

Dengan menggunakan metode analisis konten, studi dari Sofoewan (2012) juga menunjukkan adanya sejumlah faktor kunci keberhasilan penerapan TOD di Bogota dan Curitiba yang telah dimiliki oleh Yogyakarta. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah adanya inisiatif untuk mengintegrasikan rencanan transportasi umum dengan rencana tata ruang, penyediaan angkutan umum massal, dan penerapan skema Public Private Partnership (PPP) dalam penyediaan transportasi publik.

Selanjutnya, struktur ruang perkotaan yang kompak juga telah dibuktikan oleh Atianta (2014) dapat mereduksi jumlah perjalanan penduduk ke luar kecamatan. Dengan membandingkan kawasan dengan indeks urban compactness tertinggi dan terendah, studi ini menunjukkan bahwa kawasan dengan struktur ruang yang lebih kompak dapat mereduksi 10,25% perjalanan keluar kecamatan, yang tentunya akan mengurangi emisi gas buang dari kendaraan bermotor.

Beberapa bentuk usulan penerapan dan simulasi konsep Kota Kompak dan TOD juga telah dikembangkan. Misalnya, usulan Virdyana (2014) untuk mengembangkan TOD di sekitar Stasiun Monorel Bekasi Timur. Absari (2014) juga mengajukan usulan pengembangan kawasan Seturan untuk menjadi kawasan permukiman kota yang kompak yang terintegrasi dengan penyediaan fasilitas pelayanan publik, ruang terbuka hijau, dan sirkulasi pejalan kaki.

Beberapa hasil studi dan usulan pengembangan ini menunjukkan bahwa konsep Kota Kompak dan TOD berpotensi untuk diterapkan ke dalam konteks perkotaan di Indonesia. Konsep ini tentunya perlu didukung oleh strategi implementasi yang efektif agar dapat disesuaikan dengan seting perkotaan di Indonesia.

(14)

Page 14 of 18 STRATEGI IMPLEMENTASI YANG EFEKTIF

Agar dapat menerapkan konsep Kota Kompak danTOD secara efektif untuk merespon permasalahan perkembangan perkotaan di Indonesia, beberapa strategi perlu untuk dilakukan, yaitu:

Intervensi Pasar Tanah

Intervensi pasar tanah dilakukan untuk menjamin keadilan akses terhadap sumber daya tanah bagi masyarakat. Secara teori, pada skala makro, harga tanah dipengaruhi oleh faktor kedekatan terhadap pusat kota. Pada skala sub makro, harga lahan akan dipengaruhi oleh developibility dan constraints dari suatu zona. Adapun pada skala mikro, harga tanah akan dipengaruhi oleh kualitas ruang, mobilitas, aksesibilitas, dan sosial.

Mekanisme pasar pada pasar tanah akan bekerja dengan menggunakan prinsip-prinsip ekonomi, yang tidak memperhitungkan fungsi-fungsi non ekonomi dan tidak memperhitungkan eksternalitas. Untuk menghindari hal tersebut, pasar tanah harus diintervensi. Intervensi pasar tanah oleh pemerintah akan mengantisipasi absennya penyediaan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau, memudahkan akses perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di pusat kota, dan mengurangi dampak negatif pembangunan, seperti kemacetan, ketidaknyamanan, dan mahalnya biaya transportasi.

1) Zona makro kota = fungsi dari radius dari pusat kota

2) sub zona makro/level mezo = fungsi dari developability/ constraints

(15)

Page 15 of 18

Sementara itu, intervensi pasar tanah juga memerlukan justifikasi dari sisi hukum. Landasan hukum yang dapat digunakan untuk melakukan intervensi pasar tanah yaitu:

• Permendagri No. 5/1974, yang mengatur tata cara penyediaan / pemberian tanah dalam jumlah besar ke pengembang, untuk keperluan pembangunan rumah murah;

• PP No. 8/53 Jis Permen Agraria No. 9/65 dan Permendagri No. 5/74, Permendagri No. 1 /77 tentang Pemberian Hak pengelolaan ke BUMN & BUMD dan atas usulnya dapat diberikan Hak pakai atau HGB diatas hak pengelolaan. Ketentuan ini diperkuat oleh UU No. 16/85 tentang rumah susun;

• Permendagri No. 2/84 tentang penyediaan dan pemberian hak atas tanah untuk keperluan Pembangunan Perumahan Sederhana yang pembangunannya dengan fasilitas KPR BTN, di mana pembebasan tanah harus dilakukan dengan bantuan Panitia Pembebasan Tanah, seperti diatur di dalam Permendagri No. 15/1975 yo2/76.

Fokus skala intervensi yang tepat: Optimalisasi fungsi RDTR dan Peraturan Zoning

Selain intervensi pada pasar tanah, penerapan skala intervensi yang tepat melalui mekanisme perizinan juga menjadi strategi yang perlu didorong. Selanjutnya, mekanisme ini perlu diinternalisasikan ke dalam RDTR dan peraturan zoning.

a. Sistem Perizinan Pemanfaatan Ruang di Indonesia (IPR)

Prinsip usulan mekanisme perizinan yang perlu didorong dalam rangka mengelola pertumbuhan wilayah (Growth Management), yaitu:

a. Mengembangkan penyelenggaraan kegiatan pemanfaatan ruang yang tertib berdasarkan rencata tata ruang.

b. Meningkatkan penyelenggaraan kegiatan perencanaan tata ruang yang efektif, transparan dan partisipatif.

c. Tujuan: menghasilkan Kualitas Tatanan Ruang Pada Berbagai Skala 1. Makro (wilayah-kota)

2. Mezo (kawasan)

3. Mikro (kompleks/ketetanggan/tempat)

(16)

Page 16 of 18

1. Ijin Prinsip (IP) 2. Ijin Lokasi (IL)

3. Ijin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) 4. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

5. Ijin lain yang diperlukan

Izin-izin tersebut diberlakukan pada skala dan unit perencanaan yang berbeda, seperti yang digambarkan pada bagan berikut.

(17)

Page 17 of 18

Ruang Kota (RDTR) dan Peraturan Zoning. Sementara itu, RDTR dapat diterapkan pada skala fungsional kawasan kota yang nantinya berfungsi sebagai pusat-pusat permukiman baru dengan guna lahan campuran di dalamnya.

Dokumen Pertimbangan Perizinan

(18)

Page 18 of 18 PENUTUP

Gambar

Grafik Pertumbuhan Perumahan Infill Desa Condongcatur

Referensi

Dokumen terkait

Setelah didapatkan bobot kepentingan untuk masing-masing subkriteria maka tahapan selanjutnya adalah meranking prioritas untuk alternatif supplier yang dianggap

.BOBKFSJBM ,FQBMB 4FLPMBI NFSVQBLBO IBM ZBOH IBSVT EJMBLVLBO TFDBSB UFSFODBOB EBO LPOUJOZV TFIJOHHB EBQBU NFOJOHLBULBO LPNQFUFOTJ EBO LFUFSBNQJMBOOZB EBMBN NFMBLTBOBLBOUVHBT

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang didasarkan pada strategi bisnis yang dilakukan oleh CV PLAN>net Desain dan merupakan strategi awal dalam

Bagi siswa, penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II dengan Model Pembelajaran Search Solve Create and Share (SSCS) dalam kegiatan belajar mengajar yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pemasaran dalam pencapaian target dan mengetahui perspektif Ekonomi Islam tentang pemasaran produk

roditeljima koji su ovo sve omogućili. Ovaj rad posvećujem svom bratu, Stjepanu.. SADRŽAJ POPIS SLIKA ... II POPIS TABLICA ... IV POPIS OZNAKA ... VII SUMMARY ... Polimerni

dengan Judul “ Rancang Bangun Alat Pengering Tipe Tray Dengan Media Udara Panas Ditinjau Dari Lama Waktu Pengeringan Terhadap Exergi Pada Alat Heat..

3HQHOLWLDQ LQL EHUWXMXDQ XQWXN PHPSHODMDUL PDUND PROHNXOHU \DQJ WHUSDXW GHQJDQ VLIDW WROHUDQVL WDQDPDQ SDGL JRJR KDVLO SHUVLODQJDQ 6LWX 3DWHQJJDQJ [ % ) - 7% WHUKDGDS $O