BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual menunjukkan hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen. Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian yang telah
dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka dapat dibuat kerangka konseptual yang
sebelumnya telah dilakukan uji faktor. Hasil uji faktor menunjukkan variabel yang lolos dan
selanjutnya menjadi variabel dalam penelitian ini adalah variabel NPM, NPL, BOPO, CRR,
ROA, ROE dan GPM. Maka kerangka konseptual dan rangkaian hipotesis dapat digambarkan
dan dijelaskan pada Gambar 3.1 sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen dan variable
moderating dapat diuraikan sebagai berikut:
Net Interest Margin/NIM (Z)
Non Performing Loan (X2)
Perubahan Laba
(Y)
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional /
BOPO (X3)
Credit Risk Ratio/CRR (X4)
Return On Equity/ROE (X6) Gross Profit Margin/GPM (X7)
Net Profit Margin/NPM (X1)
Return On Asset/ROA (X5)
3.1.1 Hubungan Net Profit Margin/NPM terhadap Perubahan laba
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar
persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Rasio ini menginterpretasikan
tingkat efisiensi perusahaan, yakni sejauh mana kemampuan perusahaan menekan
biaya-biaya operasionalnya pada periode tertentu. Semakin besar rasio ini semakin baik karena
kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui penjualan cukup tinggi serta
kemampuan perusahaan dalam menekan biaya-biayanya cukup baik.
NPM dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan
perusahaan yang akan datang dalam memprediksi pertumbuhan laba. Menurut Slamet (2003)
menyatakan bahwa ukuran NPM yang tinggi menandakan adanya kemampuan perusahaan
yang tinggi dalam menghasilkan laba bersih pada penjualan terterntu. Bukti empiris pada
hubungan NPM dengan perubahan laba yang ditunjukkan oleh Meity, (2005), Hapsari (2007)
menganalisis bahwa NPM berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan laba. Demikian
juga hasil yang sama oleh Asyik dan Soelistyo (2000) dan Suwarno (2004) yang dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa NPM juga berpengaruh positif signifikan terhadap
perubahan laba. Sedangkan oleh Syamsudin (2009) menunjukkan bahwa NPM berpengaruh
negatif namun tidak signifikan terhadap perubahan laba. Penelitian lain oleh Usman (2003)
dan Juliana (2003) bahwa tidak ada pengaruh NPM terhadap perubahan laba. Walaupun bukti
empiris memunjukkan hasil yang bertentangan, namun secara teoritis NPM mempengaruhi
perubahan laba.
3.1.2 Hubungan Non Performing Loan /NPL terhadap Perubahan laba
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menyanggah resiko kegagalan kredit oleh debitur. Semakin kecil
NPL semakin kecil pula resiko yang ditanggung pihak bank. Demikian sebaliknya, semakin
menurunkan pendapatan bunga serta menurunkan laba. Oleh karena itu, semakin besar NPL
suatu bank, mengakibatkan semakin rendah perubahan laba, sehingga NPL berpengaruh
negatif terhadap perubahan laba.
Penelitian yang ditunjukan oleh Bahtiar Usman (2003) menunjukan bahwa NPL
berpengaruh negatif terhadap perubahan laba, semakin tinggi NPL maka semakin besar
resiko kredit yang disalurkan oleh bank sehingga mengakibatkan semakin rendahnya
pendapatan yang akan mengakibatkan turunnya laba.
3.1.3 Hubungan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional/BOPO terhadap Perubahan laba
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) merupakan rasio antara
biaya operasi terhadap pendapatan operasi. Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan
oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitasnya, sedangkan pendapatan operasi adalah
segala bentuk pendapatan yang diperoleh dari aktivitas bank. Semakin kecil BOPO
menunjukan semakin efisien bank dalam menjalankan aktifitas usahanya.
Rasio BOPO menunjukan efisiensi dalam menjalankan usaha pokoknya terutama
kredit berdasarkan jumlah dana yang berhasil dikumpulkan. Dalam pengumpulan dana
terutama dalam masyarakat diperlukan biaya selain biaya bunga. Bahtiar Usman (2003)
mengemukakan dimana BOPO menunjukan pengaruh yang negatif, semakin kecil BOPO
menunjukan semakin efisien bank dalam mengelola kegiatannya sehingga laba akan
meningkat.
3.1.4 Hubungan Credit Risk Ratio/CRR terhadap Perubahan laba
Credit Risk Ratio (CRR) digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
menyanggah risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur yang semakin besar semakin
dengan jalan memenuhi permintaan kredit lainnya. Semakin tinggi rasio ini akan
menunjukkan bahwa banyak kredit macet, dan bank akan mengalami kesulitan finansial,
sehingga resiko kreditnya menjadi lebih besar yang mengakibatkan terjadi penurunanan
dalam perubahan laba.
3.1.5 Hubungan Return On Asset/ROA terhadap Perubahan laba
Return On Asset (ROA) merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan ke
dalam seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. ROA menggunakan laba
sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam
menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, hal
itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan. Bank dengan total asset relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih baik
karena mempunyai total revenue yang relatif besar sebagai akibat penjualan produk yang
meningkat. Dengan meningkatnya total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba
perusahaan sehingga kinerja keuangan akan lebih baik.
ROA merupakan alat ukur yang digunakan untuk melihat keefektifan perbankan
dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. ROA
merupakan rasio antara laba setelah pajak (earning after tax) terhadap total aset yang dimiliki
oleh bank. Semakin tinggi ROA suatu bank maka semakin bagus pula kinerja keuangan bank
tersebut. ROA yang tinggi menunjukan bahwa bank tersebut memiliki kemampuan yang
besar dalam meningkatkan laba operasi dan prospek masa depan. Semakin besar ROA bank
akan semakin besar pula perubahan laba bank, sehingga ROA berpengaruh positif terhadap
perubahan laba bank. Pengaruh ROA terhadap perubahan laba dikemukakan oleh Suhardito,
et al (1999) dimana dalam penelitianya menunjukkan ROA berpengaruh positif terhadap
3.1.6 Hubungan Return On Equity/ROE terhadap Perubahan laba
Return On Equity (ROE) termasuk dalam rasio keuangan yang berhubungan dengan
profitabilitas. ROE digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba berdasarkan dari modal sendiri. Menurut Brigham dan Houstom (2006) menyatakan
bahwa ROE merupakan rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa, untuk mengukur
tingkat pengembalian atas investasi dari pemegang saham biasa. Apabila semakin tinggi rasio
ini, maka akan semakin besar tingkat pengembalian dana yang diberikan kepada pemegang
saham.
Kenaikan Return on Equity biasanya diikuti oleh kenaikan harga saham perusahaan
tersebut. Semakin tinggi ROE berarti semakin baik kinerja perusahaan dalam mengelola
modalnya untuk menghasilkan keutungan bagi pemegang saham. Menurut Mardiyanto (2009:
196) ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam
menghasilkan laba bagi para pemegang saham. ROE dianggap sebagai representasi dari
kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan.
Return On Equity (ROE) adalah perbandingan antara laba bersih dengan modal
(modal inti) perusahaan. Rasio ini menunjukkan tingkat persentase yang dapat dihasilkan.
ROE sangat penting bagi para pemegang saham dan calon investor, karena ROE yang tinggi
berarti para pemegang saham akan memperoleh dividen yang tinggi pula dan kenaikan ROE
akan menyebabkan kenaikan saham. Rasio laba bersih setelah pajak terhadap modal sendiri
digunakan untuk mengukur tingkat hasil pengembalian dari investasi para pemegang saham”.
Fred dan Brigham (2001: 101) berpendapat bahwa ”Return On Equity (ROE) is the ratio of
net income to common equity: measures the ratio of return on common stockholders
investment”.
Bukti empiris pada hubungan antara ROE dengan perubahan laba ditunjukkan oleh
positif terhadap perubahan laba. Sedangkan penelitian oleh Herawati (2004) bahwa ROE
signifikan dan bertanda negatif. Penelitian oleh Sitorus (2005) menemukan bahwa ROE tidak
berpengaruh terhadap perubahan laba. Walaupun bukti empiris memunjukkan hasil yang
bertentangan, namun secara teoritis ROE mempengaruhi perubahan laba.
3.1.7 Hubungan Gross Profit Margin/GPM terhadap Perubahan laba
Gross Profit Margin (GPM) merupakan rasio antara laba kotor (yaitu penjualan bersih
dikurangi dengan harga pokok penjualan) terhadap penjualan bersih. GPM yang meningkat
menunjukkan semakin besar tingkat kembalian keuntungan kotor yang diperoleh perusahaan
terhadap penjualan bersihnya. Ini berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk menunjang kegiatan penjualan sehingga pendapatan yang diperoleh menjadi
meningkat.
Hasil penelitian Juliana dan Sulardi (2003) menunjukkan bahwa GPM berpengaruh
positif signifikan terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan. Sedangkan hasil penelitian
Meythi (2005) dan Usman (2003) menunjukkan bahwa GPM tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan laba satu tahun ke depan.
3.1.8 Hubungan Net Interest Margin (NIM) terhadap Perubahan laba
Net Interest Margin (NIM) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan
bunga bersih. NIM diperoleh dari rasio antara pendapatan bunga bank terhadap jumlah kredit
yang diberikan (outstanding credit). Pendapatan diperoleh dari bunga yang diterima dari
pinjaman yang diberikan dikurangi dengan biaya bunga dari sumber dana yang dikumpulkan.
NIM suatu bank sehat bila memiliki NIM diatas 2 %.
Untuk mengukur efisiensi atau tidaknya perbankan tersebut, atau melalui NIM,
pendapatan bunga yang menjadi salah satu komponen penghasilan bank berhasil secara
Semakin tinggi NIM suatu bank, maka berarti semakin baik kinerja bank dari sudut
pendapatan bunganya, yang akan mempengaruhi perubahan laba yang diperoleh.
3.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu penelitian yang akan dilakukan, yang
selanjutnya akan diuji kebenarannya melalui serangkaian penelitian yang akan dilakukan
pada objek penelitian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Net Profit Margin, Non Performing Loan, Rasio Biaya Operasional/Pendapatan
Operasional, Credit Risk Ratio, Return On Asset, Return On Equity, dan Gross Profit
Margin secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap perubahan laba pada bank
umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Net Profit Margin, Non Performing Loan, Rasio Biaya Operasional/Pendapatan
Operasional, Credit Risk Ratio, Return On Asset, Return On Equity, dan Gross Profit
Margin secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap perubahan laba dengan Net
Interest Margin sebagai variabel moderating pada bank umum yang terdaftar di Bursa
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal yang bertujuan untuk menganalisis
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu Net Profit Margin, Non Performing
Loan, Rasio Biaya Operasional/Pendapatan Operasional, Credit Risk Ratio, Return On Asset,
Return On Equity, dan Gross Profit Margin secara simultan dan parsial terhadap perubahan
laba dengan Net Interest Margin sebagai variabel moderating pada bank umum yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia. Dalam hal ini peneliti dapat mengetahui berapa besar kontribusi
variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependennya.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Bursa Efek Indonesia dengan tahun pengamatan mulai
dari tahun 2010 sampai 2014. Ruang lingkup penelitian ini adalah laporan keuangan yang
memenuhi kriteria variabel penelitian dan tetap dipublikasikan selama tahun pengamatan.
Waktu yang direncanakan untuk melakukan penelitian adalah bulan Desember 2015 sampai
dengan bulan Mei 2016.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian
Sugiyono, (2004:72) mengungkapkan “populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bank umum yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada periode 2010- 2014 yaitu sebanyak 42 bank.
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Berdasarkan kriteria pemilihan sampel dari
Tahun 2010 sampai dengan 2014 diperoleh total sampel sebanyak 26 perusahaan perbankan
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sampel untuk perusahaan yang mengalami laba bersih
dipilih berdasarkan kriteria-kriteria berikut dan dikategorikan dalam kelompok, yaitu :
1. Perusahaan yang menghasilkan laba bersih secara terus menerus dari tahun 2010 hingga
tahun 2014
2. Laporan keuangan yang disajikan secara terus menerus terpublikasi dari tahun
2010-2014 pada perusahaan perbankan yang tercatat di BEI.
Jumlah daftar populasi dan sampel penelitian yang memenuhi kriteria dapat dilihat
pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Daftar Populasi dan Sampel Perusahaan Perbankan
No Kode Perusahaan Perbankan
15 BCIC Bank J Trust Indonesia √ √ S1
35 MCOR Bank Windu Kentjana Internasional √ √ S24
36 MEGA Bank Mega √ √ S25
Sumber : www.idx.co.id. (Data diolah, 2016)
4.4.Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan terutama dengan cara studi dokumenter
Laporan Keuangan Bank Umum di Indonesia sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4.5. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap variabel sebagai berikut:
Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi oleh
variabel independen (Husein, 2003). Variabel dependen (Y) yang digunakan dalam penelitian
yaitu perubahan laba.
2. Variabel Moderating
Variabel moderating digunakan untuk memperkuat atau memperlemah hubungan
antara variabel independen terhadap variabel dependen, yang menjadi variabel moderating
dalam penelitian ini adalah Net Interest Margin (NIM) (Z).
3. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel
yang lain (Husein, 2003). Variabel independen (X) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Net Profit Margin, Non Performing Loan, Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional, Credit Risk Ratio,Return On Asse, Return On Equity, dan Gross Profit Margin.
Secara garis besar definisi operasional digambarkan pada Tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2
Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Parameter
4 CRR
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear
berganda dengan menggunakan bantuan software SPSS (Statistik Product and Service
Solution). Metode dan teknik analisis dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
4.6.1 Uji Faktor
Uji faktor dimaksud untuk menguji apakah suatu konstruk mempunyai
unidimensionalitas atau apakah indikator-indikator yang digunakan dapat
indikator pengukur konstruk maka akan memiliki nilai loading faktor yang tinggi. (Ghozali,
2005). Uji faktor dilakukan dengan melihat berapa jumlah dari component matrix yang
terbentuk. Jika component matrix yang terbentuk lebih dari satu komponen, maka ada
indikator yang memiliki component matrix terkecil harus dikeluarkan dari model dan
dilakukan pengujian ulang sampai component matrix yang terbentuk adalah satu komponen.
Selanjutnya, untuk melihat korelasi antarvariabel independen dapat diperhatikan tabel
Anti-Image Matrices. Nilai yang diperhatikan adalah MSA (Measure of Sampling
Adequacy). Nilai MSA berkisar antara 0 hingga 1, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. MSA = 1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain.
2. MSA > 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
3. MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau
dikeluarkan dari variabel lainnya.
4.6.2 Uji Statistik Deskriptif
Deskriptif merupakan proses pengumpulan dan peringkasan data, serta upaya untuk
menggambarkan berbagai karakteristik yang penting pada data yang telah diorganisasikan
sedemikian rupa (Santoso, 2003). Uji statistik deskriptif digunakan untuk memberikan
gambaran profil dari data yang digunakan dalam penelitian ini. Output uji statistik deskriptif,
sekurang-kurangnya, berisi informasi mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai
rata-rata dan nilai standar deviasi dari sekumpulan data.
4.6.3 Pengujian Asumsi Klasik
Uji Asumsi Klasik harus dilakukan karena dalam analisis regresi linier berganda perlu
menghindari penyimpangan asumsi klasik, supaya tidak timbul masalah dalam penggunaan
analisis regresi berganda. Uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji model dari sebuah
hipotesis. Pengujian asumsi klasik meliputi pengujian: (a) Normalitas, (b) Multikolinieritas,
a. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk menunjukkan simetris tidaknya distribusi data. Cara untuk
melihat normalitas residual adalah melalui grafik Normal P-Plot dan analisis statistik
sebagai berikut:
1. Analisis grafik, yaitu dengan melihat grafik normal P-Plot yang membandingkan
distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dasar pengambilan keputusannya adalah:
a) Jika data menyebar disekitar garis normal dan mengikuti arah garis diagonal atau
grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan garis miring atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2. Analisis statistik, yakni dengan melihat uji statistik Non-Parametrik
Kolmogrov-Smirnov (K-S). Apabila hasil atau nilai Kolmogrov-Kolmogrov-Smirnov (K-S) dan nilai
Asymp.sig (2-tailed) atau probabilitasnya di atas 0,05, maka data telah memenuhi
asumsi normalitas.
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi diantara variabel
bebas (independent variabel). Jika terjadi korelasi maka terdapat masalah
multikolinieritas. Pada model regresi yang baik tidak terjadi korelasi di antara variabel
bebasnya. Gejala ini dapat di deteksi dengan nilai Tolerance dan nilai Variance Inflation
Factor (VIF). Nilai Tolerance rendah sama dengan nilai VIF tinggi (VIF = 1/Tolerance).
Nilai Cutoff atau batas yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas
adalah nilai Tolerance≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10 (Ghozali, 2008).
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah variabel model
regresi terjadi ketidaksamaan dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika varians dari residual tetap, maka disebut homoskedatisitas dan jika varians berbeda
disebut heteroskedatisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas yang dapat dilakukan dengan melihat grafik plot, dan uji Glejser.
Cara menguji terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat scatter
plot, analisis data sebagai berikut:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik meyebar di atas dan dibawah angka 0
(nol) pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Uji Glejser dapat dilihat jika variabel independen singnifikan dibawah 5% secara
statistik, maka di indikasikan terjadinya heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikannya
diatas tingkat kepercayaan 5% maka model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,
2008).
d. Uji Autokorelasi
Salah satu pengujian umum yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi
adalah dengan memakai uji statistik Durbin-Watson yang dikembangkan oleh J. Durbin dan
G. Watson pada tahun 1951.
Santoso (2000) menyatakan secara umum dengan menggunakan angka
Durbin-Watson bisa diambil patokan :
1. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
2. Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
4.6.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui jawaban dari dugaan awal penulis
terhadap pengaruh masing-masing variabel dalam penelitian ini. Pengujian ini dilakukan
setelah data memenuhi seluruh ketentuan hasil uji asumsi klasik. Uji hipotesis pertama dalam
penelitian ini menggunakan model regresi berganda. Persamaan model regresi yang akan
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :
Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + e
dimana :
Y = perubahan laba
α = intercept
b1, ...b7 = koefisien regresi X1 = net profit margin
X2 = non performing loan
X3 = biaya operasional terhadap pendapatan operasional
X4 = credit risk ratio
X5 = return on asset
X6 = return on equity
X7 = gross profit margin
e = eror
Parameter persamaan regresi linier berganda tersebut dapat menunjukkan tanda
koefisien regresi atas setiap variabel independen (b1–b7), positif atau negatif. b1–b7 akan
bernilai positif jika menunjukkan hubungan searah antara variabel independen dengan
variabel dependen. Artinya kenaikan variabel independen akan mengakibatkan kenaikan
variabel dependen dan sebaliknya, penurunan variabel independen akan menurunkan variabel
dependen.
b1–b7 akan bernilai negatif jika menunjukkan hubungan yang berlawanan arah antara
variabel independen dengan variabel dependen. Artinya kenaikan variabel independen akan
mengakibatkan penurunan variabel dependen dan sebaliknya, penurunan variabel independen
4.6.4.1 Uji Koefisien Determinasi
Salah satu ukuran dari kontribusi variabel independen dalam model adalah koefisien
determinasi (coefficient of determination), yang dinotasikan dengan R2 . (R Square). R2
merupakan kuadrat dari korelasi product moment antara X (variabel independen) dan variabel
Y (variabel dependen). Dalam model regresi, R2 dijadikan sebagai pengukuran seberapa baik
garis regresi mendekati nilai data asli yang dibuat model. Jika R2 sama dengan 1, maka
angka tersebut menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna. Uji koefisien
determinasi (Uji R2 ) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan semua variabel
independen yang secara serempak dimasukkan dalam model mampu menjelaskan variasi
dalam variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Jika R2 = 0,
menunjukkan bahwa variasi dalam variabel dependen sama sekali tidak mampu dijelaskan
oleh hubungan liniernya dengan variabel independen. Jika R2 = 1, menunjukkan bahwa
100% variasi dalam variabel dependen mampu dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan
variabel independen. Sebagai pedoman umum, suatu model dinyatakan baik dalam
memprediksi variabel dependen jika nilai R2 di atas 0,5 atau 50%. Adjusted R Square (R2
adj) merupakan R2 yang telah disesuaikan dengan jumlah variabel independen yang
dimasukkan ke dalam model regresi. Tidak seperti R2 , R2 adj tidak selalu meningkat apabila
dilakukan penambahan variabel dalam model. Nilai R2 adj selalu lebih kecil dari R2 dan bisa
memiliki nilai negatif. Jika R2 adj bernilai negatif, nilai tersebut dianggap 0, atau dengan kata
lain variabel independen sama sekali tidak mampu menjelaskan variasi dalam variabel
independennya. Penginterpretasian R2 adj tidak sama seperti R2 sehingga diperlukan
kehatihatian dalam menginterpretasi dan melaporkan statistik ini. R2 adj akan lebih berguna
hanya jika R2 dihitung berdasarkan sampel, bukan dari keseluruhan populasi. Oleh karena itu
dalam penelitian ini, interpretasi hasil uji koefisien determinasi akan didasarkan kepada nilai
Analisis Koefisien Determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan software SPPS melalui analisis regresi linier dan hasilnya dapat dilihat pada
tabel Model Summary. Nilai R dan R Square pada tabel Model Summary menunjukan
besarnya pengaruh X terhadap Y, dan seberapa besar kontribusi variabel X dalam
mempengaruhi variabel Y. (Ghozali, 2005).
4.6.4.2 Uji F‐statistik
Pengujian ini bertujuan untuk menguji signifikansi pengaruh semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model secara simultan terhadap variabel dependen.
Pengujian ini menggunakan Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (H1) yang
masing-masing secara statistik dinyatakan sebagai berikut:
H0: b1 = b2 = ... = bk = 0
H1: b1 ≠ b2 ≠ ... = bk ≠ 0
H0 menyatakan semua parameter dalam model secara simultan sama dengan nol, artinya
semua variabel independen yang dimasukkan dalam model secara simultan tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. H1 menyatakan tidak semua parameter dalam model
secara simultan sama dengan nol, artinya semua variabel independen yang dimasukkan dalam
model secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian ini
menggunakan tingkat keyakinan 95% atau pada taraf signifikansi (α) 5%.
Dalam pengujian ini, statistik F akan digunakan sebagai dasar untuk menerima atau
menolak hipotesis dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
1. Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak dan pada α=5%, H1 dapat diterima. Artinya
variabel independen yang dimasukkan dalam model secara simultan berpengaruh
2. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 gagal ditolak pada α=5%. Artinya variabel independen
yang dimasukkan dalam model secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen.
Untuk mengetahui tingkat determinasi antar variabel maka dilakukan analisis
Koefisien Determinasi (R2) yaitu untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel
independen mempengaruhi variabel dependen. Nilai R menunjukan besarnya pengaruh,
sedangkan nilai R Square menunjukan seberapa besar kontribusi variabel X dalam
mempengaruhi variabel Y. Untuk melihat pengaruh variabel X terhadap variabel Y secara
simultan maka akan digunakan uji F. Selanjutnya, untuk melihat pengaruh variabel X secara
parsial terhadap variabel Y dengan menggunakan uji t.
4.6.4.3 Uji t‐statistik
Pengujian ini bertujuan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen
secara individual dalam menjelaskan variasi dalam variabel dependen. Pengujian ini
menggunakan Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (H1) yang masing-masing secara
statistik dinyatakan sebagai berikut:
H0: bi = 0
H1: bi ≠ 0
H0 menyatakan parameter suatu variabel independen sama dengan nol, artinya suatu variabel
independen tidak berpengaruh signifikan dalam menjelaskan variasi dalam variabel
dependen. H1 menyatakan parameter suatu variabel independen tidak sama dengan nol,
artinya suatu variabel independen berpengaruh signifikan dalam menjelaskan variasi dalam
variabel dependen. Pengujian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau pada taraf
signifikansi (α) 5%.
Dalam pengujian ini, statistik t akan digunakan sebagai dasar untuk menerima atau
1. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan pada α=5%, H1 dapat diterima. Artinya suatu
variabel independen berpengaruh signifikan dalam menjelaskan variasi dalam variabel
dependen.
2. Jika thitung < ttabel maka H0 gagal ditolak pada α=5%.
Artinya suatu variabel independen tidak berpengaruh signifikan dalam menjelaskan
variasi dalam variabel dependen.
4.6.4.4 Uji Variabel Moderating
Pengujian variabel moderating bertujuan untuk mengetahui apakah suatu variabel
independen merupakan variabel moderating yang dapat memperkuat atau memperlemah
hubungan antara variabel independen lainnya dengan variabel dependen. Dalam analisis
regresi, pengujian ini dapat dilakukan menggunakan (1) uji interaksi, (2) uji selisih mutlak
dan (3) uji residual. Penggunaan uji interaksi maupun uji selisih mutlak untuk menguji
variabel moderating memiliki kecenderungan akan terjadi multikolinieritas yang tinggi antar
variabel independen (Ghozali, 2006). Hal ini tentu akan menyalahi asumsi klasik dalam
regresi Ordinary Least Square (OLS). Untuk mengatasi multikolonieritas maka pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan metode uji residual (Ghozali, 2005:207). Seluruh variabel
independen harus diregresikan dengan variabel moderating. Untuk mengetahui pengaruhnya,
dapat dilakukan persamaan regresi dengan model berikut ini:
Z = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + │e│
Setelah menghasilkan persamaan diatas, maka akan menghasilkan nilai residual,
selanjutnya akan ditransformasikan yang akan menghasilkan nilai absolut residual yang akan
diregresikan dengan variabel Net Interest Margin, sehingga akan menghasilkan persamaan
dengan model berikut:
dimana:
Y = perubahan laba Z = net interest margin a = konstanta
b1-b7 = koefisien regresi variable
b8 = koefisien regresi variable moderating
X1-X7 =variabel independen e = error
Analisis moderasi yang digunakan adalah berfungsi untuk melihat kemampuan
variabel moderasi dalam memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel
independen terhadap variabel dependen. Fokusnya adalah ketidakcocokan (lack of fit) yang
dihasilkan dari deviasi hubungan linier antar variabel independen. Dalam hal ini jika terjadi
kecocokan antara variabel independen dan variabel moderating (nilai residual kecil atau nol)
yaitu variabel independen tinggi dan variabel moderating juga tinggi, maka variabel
dependen juga tinggi. Sebaliknya jika terjadi ketidakcocokan atau lack of fit antara variabel
independen dan variabel moderating maka variabel dependen akan rendah. Pada persamaan
(2) menggambarkan suatu variabel dikatakan variabel moderating apabila nilai koefisien b1
variabel dependen signifikan dan negatif hasilnya (yang berarti adanya lack of fit antara
variabel independen dan variabel moderating mengakibatkan variabel dependen turun atau
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskriptif Data
5.1.1 Deskripsi Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat keterkaitan antar pengaruh Net Profit Margin,
Non Performing Loan, Rasio Biaya Operasional/Pendapatan Operasional, Credit Risk Ratio,
Return On Asset, Return On Equity dan Gross Profit Margin terhadap perubahan laba dengan
Net Interest Margin sebagai variabel moderating pada Bank Umum yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia, sehingga nantinya diketahui faktor mana yang paling signifikan dalam
mempengaruhi perubahan laba. Lokasi penelitian adalah di Bursa Efek Indonesia dengan
tahun pengamatan mulai dari tahun 2010 sampai 2014. Ruang lingkup penelitian ini adalah
laporan keuangan yang memenuhi kriteria variabel penelitian dan tetap dipublikasikan selama
tahun pengamatan.
Data variabel Net Profit Margin (X1), Non Performing Loan (X2), Biaya
Operasional/Pendapatan Operasional (X3), Credit Risk Ratio (X4), Return On Asset (X5),
Return On Equity (X6) dan Gross Profit Margin (X7) yang diperoleh dari hasil analis
deskriptif menunjukkan nilai tertinggi (maximum), nilai terendah (minimum), rata-rata (mean)
dan standar deviasi dari masing-masing variabel yang diteliti. Hasil analisis deskriptif dapat
dilihat Pada Tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1 Deskriptif Data Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
X1 130 -1.90 3.78 2.4554 1.01952
X2 130 .00 2.97 1.1900 .54881
X3 130 -2.12 4.11 1.4674 .86934
X4 130 -.09 2.66 .3588 .27218
X6 130 -1.90 3.44 2.1770 1.01065
X7 130 -4.61 .50 -1.6648 .89149
Y 130 -2.30 6.21 2.6250 1.66714
Z 130 .02 2.81 1.6976 .40041
Valid N (listwise)
130
Sumber : Hasil Penelitian, 2016 (Data diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan tabel 5.1 variabel NPM (X1) mempunyai nilai
minimum -1,90 dan maksimum 3,78 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 2,45 dan standar
deviasi (SD) sebesar 1,01. Nilai SD lebih kecil daripada rata-rata, mengindikasikan variabel
NPM terdistribusi secara normal.
Variabel NPL (X2) mempunyai nilai minimum 0,00; nilai maksimum 2,97; nilai mean
sebesar 1,19; dan nilai SD sebesar 0,55. Nilai SD lebih kecil dari nilai rata-rata,
mengindikasikan variabel NPL terdistribusi secara normal dan menunjukkan penyimpangan
data NPL kecil.
Variabel BOPO (X3) mempunyai nilai minimum -2,12; nilai maksimum 4,11; nilai
mean sebesar 1,46; dan nilai SD sebesar 0,87. Nilai SD lebih kecil dari nilai rata-rata,
mengindikasikan variabel NPL terdistribusi secara normal dan menunjukkan penyimpangan
data BOPO pada tahun penelitian kecil.
Variabel CRR (X4) mempunyai nilai minimum -0,9; nilai maksimum 2,66; nilai mean
sebesar 0,35; dan nilai SD sebesar 0,27. Nilai SD lebih kecil dari nilai rata-rata,
mengindikasikan variabel NPL terdistribusi secara normal dan menunjukkan penyimpangan
data CRR pada tahun penelitian kecil.
Variabel ROA (X5) mempunyai nilai minimum -2,66; nilai maksimum 2,23; nilai
mean sebesar 0,52; dan nilai SD sebesar 0,73. Nilai SD lebih kecil dari nilai rata-rata,
mengindikasikan variabel NPL terdistribusi secara normal dan menunjukkan penyimpangan
Variabel ROE (X6) mempunyai nilai minimum -1,90; nilai maksimum 3,44; nilai
mean sebesar 2,17; dan nilai SD sebesar 1,01. Nilai SD lebih kecil dari nilai rata-rata,
mengindikasikan variabel NPL terdistribusi secara normal dan menunjukkan penyimpangan
data ROE pada tahun penelitian kecil.
Variabel GPM (X7) mempunyai nilai minimum -4,61; nilai maksimum 0,50; nilai
mean sebesar -1,66; dan nilai SD sebesar 0,89. Nilai SD lebih kecil dari nilai rata-rata,
mengindikasikan variabel NPL terdistribusi secara normal dan menunjukkan penyimpangan
data GPM pada tahun penelitian kecil.
Perubahan Laba (Y) mempunyai nilai minimum -2,30; nilai maksimum 6,21; nilai
mean sebesar 2,62; dan nilai SD sebesar 1,66. Nilai SD lebih kecil dari nilai rata-rata,
mengindikasikan variabel dependen Perubahan Laba terdistribusi secara normal.
Variabel Net Interest Margin (Z) mempunyai nilai minimum 0,02; nilai maksimum
2,81; nilai mean sebesar 1,69; dan nilai SD sebesar 0,40. Nilai SD lebih kecil dari nilai
rata-rata, mengindikasikan variabel NIM terdistribusi secara normal.
Dari hasil proses pengumpulan data diperoleh sebanyak 26 perusahaan perbankan
dengan jumlah data sebanyak 130 yang dijadikan sampel dalam penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel yang diuji berdistribusi normal.
5.1.2 Hasil uji Faktor
Hasil uji faktor antara variabel independen dapat dilihat pada output KMO dan
Bartlett’s Test pada Tabel 5.2 sebagai berikut:
Tabel 5.2
KMO and Bartlett’s Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .668
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 564.037
Df 45
Sig. .000
Pada Tabel 5.2 Nilai KMO and Bartlett’s Test untuk korelasi antar variabel yang
diinginkan adalah > 0,5. Hasil penelitian menunjukkan nilai KMO sebesar 0,00 lebih kecil
dari 0,5 maka variabel indpenden yang digunakan memungkinkan untuk dilakukan analisis
lebih lanjut. Selanjutnya, untuk melihat korelasi antar variabel independen dapat diperhatikan
tabel Anti-Image Matrices. Nilai yang diperhatikan adalah MSA (Measure of Sampling
Adequacy). Nilai MSA berkisar antara 0 hingga 1, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. MSA = 1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain.
2. MSA > 0,5 variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
3. MSA < 0,5 variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau
dikeluarkan dari variabel lainnya. Hasil uji korelasi antar variabel independen dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan Tabel Lampiran 1 hasil MSA, nilai dari variabel Net Profit Margin(X1),
Non Performing Loan(X2), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional(X3), Credit Risk Ratio
(X4), Return On Asset(X5), Return On Equity(X6) dan Gross Profit Margin(X7) dapat
dianalisis lebih lanjut lagi sedangkan CAR, LDR dan QR tidak dapat dianalisis lebih lanjut
lagi karena nilainya lebih kecil dari variabel independen lainnya dan nilai MSAnya < 0,5.
5.2. Analisis Data
5.2.1 Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik digunakan untuk mengetahui model regresi linear berganda
dapat digunakan atau tidak. Apabila uji ini terpenuhi maka alat uji dimaksud dapat
dipergunakan untuk menguji model yang terdiri dari :
5.2.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebuah regresi telah berdistribusi normal
Pada diagram pencar hasil olah data SPSS dengan dasar pengambilan keputusan yakni
jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada Gambar
5.1:
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Gambar 5.1 Diagram Pencar Hasil SPSS
Pada Gambar 5.1 dapat dilihat data menyebar disekitar garis diagonal dan
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Pada Gambar 5.2 pola distribusi merata di sisi kiri dan sisi kanan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dilihat dari garis diagonal membagi
dua sama rata kiri dan kanan, untuk analisis statistik, yakni dengan melihat uji statistik
Non-Parametrik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Apabila hasil atau nilai Kolmogrov-Smirnov (K-S)
dan nilai Asymp.sig (2-tailed) atau probabilitasnya di atas 0,05, maka data telah memenuhi
asumsi normalitas. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada Tabel 5.3 sebagai berikut:
Tabel 5.3
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 130
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.53580824
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Pada Tabel 5.3 menunjukkan nilai Kolmogrov-Smirnov (K-S) dengan Asy p.sig
(2-tailed) sebesar 0,990 di atas 0,05 maka model yang telah diuji dalam penelitian ini
berdistribusi normal.
5.2.1.2 Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas digunakan untuk mengetahui korelasi antar variabel independent
dan ini dapat dilihat dari Variance Inflation Factor (VIF) dengan catatan apabila VIF > 10
maka diduga mempunyai persoalan multikolinieritas dan apabila VIF < 10 maka tidak terjadi
Tabel 5.4
Hasil Uji Multikolinieritas
Model
95.0% Confidence Interval
for B Collinearity Statistics
Lower Bound Upper Bound Tolerance VIF
1 (Constant) -.987 3.061
X1 -.279 .964 .189 5.299
X2 -.372 .816 .714 1.401
X3 -.207 .592 .629 1.590
X4 -1.115 1.002 .913 1.096
X5 -1.371 -.050 .321 3.111
X6 .107 1.093 .305 3.281
X7 .061 .799 .700 1.428
a. Dependent Variable: Y
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Pada Tabel 5.4 hasil variabel independen nilai VIF lebih kecil dari 10 dan nilai
tolerance mendekati 1. Hal ini menunjukkan variabel Net Profit Margin(X1), Non Performing
Loan(X2), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional(X3) Credit Risk Ratio(X4), Return On
Asset(X5), Return On Equity (X6) dan Gross Profit Margin(X7) tidak terjadi gejala
multikolonieritas.
5.2.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui dalam sebuah regressi terjadi
kesamaan varians residual, jika varians pengamatan tetap maka disebut homokedasitas, dan
jika berbeda disebut heteroskedastisitas dan model yang baik tentunya tidak terjadi
heteroskedastisitas. Dari hasil pengolahan data penelitian untuk scatter plot dengan
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Gambar 5.3 Uji Heteroskedastisitas
Pada Gambar 5.3 terlihat titik menyebar dan tidak membentuk pola-pola tertentu dan
tersebar baik diatas angka 0 pada sumbu Regression Studentized Residual (y) maka tidak
terjadi heteroskedastisitas sehingga model regressi layak dipakai untuk memprediksi
perubahan laba berdasarkan variabel independen.
Pada uji Glejser dapat dilihat jika variabel independen singnifikan dibawah 5% secara
statistik, maka di indikasikan terjadinya heteroskedastisitas. Jika probabilitas signifikannya
diatas tingkat kepercayaan 5% maka model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas.
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 5.5:
Tabel 5.5 Hasil Uji Glejser
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .485 .584 .831 .408
X1 .152 .179 .168 .847 .399
X2 .317 .171 .189 1.853 .066
X3 .174 .115 .164 1.507 .134
X5 .009 .190 .007 .048 .962
X6 -.214 .142 -.235 -1.505 .135
X7 -.145 .106 -.140 -1.364 .175
a. Dependent Variable: Absut
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Beradasarkan pada Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa tingkat signifikansi pada uji-glejser
diatas 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Net Profit Margin(X1), Non
Performing Loan(X2), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional(X3), Credit Risk
Ratio(X4), Return On Asset (X5), Return On Equity(X6) dan Gross Profit Margin(X7) tidak
terjadi heteroskesdastisitas.
5.2.1.4 Uji Autokorelasi
Dalam mendeteksi terjadinya autokorelasi dilakukan perbandingan nilai
Durbin-Watson (DW)-statistik dengan nilai DW-tabel. Nilai DW statistik dalam penelitian ini dapat
diketahui dengan melihat koefisien korelasi DW-statistik (DW-test) melalui uji
Durbin-Watson pada Tabel 5.6 berikut ini :
Tabel 5.6
a. Predictors: (Constant), X7, X2, X3, X4, X6, X5, X1
b. Dependent Variable: Y
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Berdasarkan pada Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa nilai dari Durbin-Watson
menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi yang berada pada kisaran angka 1 sampai
5.3. Pengujian Hipotesis
5.3.1 Analisis Persamaan Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji hipotesis tentang pengaruh
Net Profit Margin (X1), Non Performing Loan (X2), Biaya Operasional/Pendapatan
Operasional (X3), Credit Risk Ratio (X4), Return On Asset (X5), Return On Equity (X6) dan
Gross Profit Margin (X7) terhadap variabel perubahan laba. Berdasarkan hasil persamaan
regresi linear berganda diperoleh hasil seperti Tabel 5.7:
Tabel 5.7
Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Model
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 5.7 maka persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini
sebagai berikut:
Y = 1,037 + 0,343X1 + 0,222X2 + 0,192X3 - 0,057X4 - 0,710X5 + 0,600X6 + 0,430X7
1. Nilai konstanta (a) hasil nilai regresi sebesar 1,037 artinya jika Net Profit Margin(X1),
Non Performing Loan(X2), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional(X3), Credit
Risk Ratio(X4), Return On Asset (X5), Return On Equity(X6) dan Gross Profit
1,037. Artinya kenaikan perubahan laba hanya diukur dari nilai konstanta yang
diperoleh.
2. Koefisien regresi X1 untuk variabel Net Profit Margin sebesar 0,343 bertanda positif,
artinya menyatakan bahwa setiap penambahan 1% Net Profit Margin/NPM akan
menyebabkan terjadinya peningkatan perubahan laba sebesar 0,343. Hal ini
menunjukkan bahwa Net Profit Margin/NPM sejalan dengan peningkatan perubahan
laba.
3. Koefisien regresi X2 untuk variabel Non Performing Loan sebesar 0,222 bertanda
positif, artinya menyatakan bahwa setiap penambahan 1% Non Performing Loan
akan menyebabkan terjadinya peningkatan perubahan laba sebesar 0,222. Hal ini
menunjukkan bahwa Non Performing Loan sejalan dengan peningkatan perubahan
laba.
4. Koefisien regresi X3 untuk variabel Biaya Operasional/Pendapatan Operasional
sebesar 0,192 bertanda positif, artinya menyatakan bahwa setiap penambahan 1%
Biaya Operasional/Pendapatan Operasional akan menyebabkan terjadinya
peningkatan perubahan laba sebesar 0,192. Hal ini menunjukkan bahwa Biaya
Operasional/ Pendapatan Operasional/BOPO sejalan dengan peningkatan perubahan
laba.
5. Koefisien regresi X4 untuk variabel Credit Risk Ratio sebesar - 0,057bertanda negatif,
artinya menyatakan bahwa setiap penambahan 1% Credit Risk Ratio akan
menyebabkan terjadinya penurunan perubahan laba sebesar -0,057. Hal ini
menunjukkan bahwa Credit Risk Ratio tidak sejalan dengan peningkatan perubahan
laba.
6. Koefisien regresi X5 untuk variabel Return On Asset sebesar - 0,710 bertanda negatif,
menyebabkan terjadinya penurunan perubahan laba sebesar -0,710. Hal ini
menunjukkan bahwa Return On Asset tidak sejalan dengan peningkatan perubahan
laba.
7. Koefisien regresi X6 untuk variabel Return On Equity sebesar 0,600 bertanda positif,
artinya menyatakan bahwa setiap penambahan 1% Return On Equity akan
menyebabkan terjadinya peningkatan perubahan laba sebesar 0,600. Hal ini
menunjukkan bahwa Return On Equity sejalan dengan peningkatan perubahan laba.
8. Koefisien regresi X7 untuk variabel Gross Profit Margin sebesar 0,430 bertanda
positif, artinya menyatakan bahwa setiap penambahan 1% Gross Profit Margin akan
menyebabkan terjadinya peningkatan perubahan laba sebesar 0,430%. Hal ini
menunjukkan bahwa Gross Profit Margin sejalan dengan peningkatan perubahan
laba.
5.3.2 Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi merupakan besaran yang menunjukkan besarnya variasi
variabel dependen (Perubahan laba) yang dapat dijelaskan oleh variabel independen (Net
Profit Margin (X1), Non Performing Loan (X2), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional
(X3), Credit Risk Ratio (X4), Return On Asset (X5), Return On Equity (X6) dan Gross Profit
Margin (X7)). Nilai koefisien determinasi ditentukan dengan nilai R square, dapat dilihat
pada Tabel 5.8:
Tabel 5.8
Nilai Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .389a .151 .103 1.57925
a. Predictors: (Constant), X7, X2, X3, X4, X6, X5, X1
b. Dependent Variable: Y
Berdasarkan Tabel 5.8 di atas nilai adjusted R Square adalah 0,103 artinya bahwa
kemampuan variabel Net Profit Margin/NPM (X1), Non Performing Loan/NPL (X2), Biaya
Operasional/Pendapatan Operasional/BOPO (X3) Credit Risk Ratio/CRR (X4), Return On
Asset/ROA (X5), Return On Equity/ROE (X6) dan Gross Profit Margin/GPM (X7) dapat
menjelaskan variasi dari perubahan laba adalah sebesar 10,3% sedangkan sisanya sebesar
89,7%. Hal ini menunjukkan bahwa Net Profit Margin/NPM (X1), Non Performing
Loan/NPL (X2), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional/BOPO (X3) Credit Risk
Ratio/CRR (X4), Return On Asset/ROA (X5), Return On Equity/ROE (X6) dan Gross Profit
Margin/GPM (X7) cukup lemah dalam menjelaskan variasinya terhadap perubahan laba
karena nilai yang diperoleh dibawah 50%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh
variabel-variabel independen yang belum diteliti.
5.3.3 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Simultan
Uji simultan / uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat positif dan
signifikansi dari variabel Net Profit Margin/NPM (X1), Non Performing Loan/NPL (X2),
Biaya Operasional/Pendapatan Operasional/BOPO (X3), Credit Risk Ratio/CRR (X4), Return
On Asset/ROA (X5), Return On Equity/ROE (X6) dan Gross Profit Margin/GPM (X7)
terhadap perubahan laba dapat dilihat pada Tabel 5.9:
Tabel 5.9 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Simultan / Uji F
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 54.265 7 7.752 3.108 .005a
Residual 304.273 122 2.494
Total 358.538 129
a. Predictors: (Constant), X7, X2, X3, X4, X6, X5, X1
b. Dependent Variable: Y
Pada Tabel 5.9 diperoleh hasil F Hitung 3,108 sedangkan F Tabel pada α = 0,05 dengan
derajat pembilang 7 dan derajat penyebut 122 diperoleh F tabel 2,10 dari hasil ini diketahui F
hitung > F tabel, dan signifikansi 0,005 atau lebih kecil dari α = 0,05 jadi posisi titik uji
signifikansi berada pada wilayah menerima H1 dan menolak H0 artinya bahwa secara
simultan Net Profit Margin (X1), Non Performing Loan (X2), Biaya Operasional/Pendapatan
Operasional (X3), Credit Risk Ratio (X4), Return On Asset (X5), Return On Equity (X6) dan
Gross Profit Margin (X7) berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan laba.
Artinya bahwa secara bersama-sama menunjukkan Net Profit Margin (X1), Non Performing
Loan (X2), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (X3), Credit Risk Ratio (X4), Return
On Asset (X5), Return On Equity (X6) dan Gross Profit Margin (X7) dapat berpengaruh dalam
meningkatkan perubahan laba.
5.3.4 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial
Hasil pengujian hipotesis secara parsial Net Profit Margin (X1), Non Performing Loan
(X2), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (X3), Credit Risk Ratio (X4), Return On
Asset (X5), Return On Equity (X6) dan Gross Profit Margin (X7) terhadap perubahan laba
dapat dilihat pada Tabel 5.10:
Tabel 5.10 Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial / Uji t
Model
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Pada Tabel 5.10 Hasil uji parsial diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Nilai t hitung untuk Net Profit Margin (X1) sebesar 1,091 lebih kecil dibandingkan
dengan nilai t tabel (1,65), atau nilai sig t untuk variabel Net Profit Margin (X1) sebesar
0,277 lebih besar dari alpha 0,05. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menerima H0
dan menolak H1 untuk variabel Net Profit Margin (X1). Dengan demikian, secara parsial
Net Profit Margin (X1) tidak berpengaruh tidak signifikan terhadap perubahan laba.
2. Nilai t hitung untuk Non Performing Loan (X2) sebesar 0,740 lebih kecil dibandingkan
dengan nilai t tabel (1,65), atau nilai sig t untuk variabel Non Performing Loan (X2)
sebesar 0,461 lebih besar dari alpha 0,05. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka
menerima H0 dan menolak H1 untuk variabel Non Performing Loan (X2). Dengan
demikian, secara parsial Non Performing Loan (X2) berpengaruh tidak signifikan
terhadap perubahan laba.
3. Nilai t hitung untuk Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (X3) sebesar 0,954 lebih
kecil dibandingkan dengan nilai t tabel (1,65), atau nilai sig t untuk variabel Biaya
Operasional/Pendapatan Operasional (X3) sebesar 0,42 lebih besar dari alpha 0,05.
Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (X3). Dengan demikian, secara parsial Biaya
Operasional/Pendapatan Operasional (X3) berpengaruh tidak signifikan terhadap
perubahan laba.
4. Nilai t hitung untuk Credit Risk Ratio (X4) sebesar -0,106 lebih kecil dibandingkan
dengan nilai t tabel (1,65), atau nilai sig t untuk variabel Credit Risk Ratio (X4) sebesar
0,915 lebih besar dari alpha 0,05. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menerima H0
dan menolak H1 untuk variabel Credit Risk Ratio (X4). Dengan demikian, secara parsial
Credit Risk Ratio (X4) berpengaruh tidak signifikan terhadap perubahan laba.
5. Nilai t hitung untuk Return On Asset (X5) sebesar -2,128 lebih kecil dibandingkan
dengan nilai t tabel (1,65), atau nilai sig t untuk variabel Return On Asset (X5) sebesar
0,035 lebih kecil dari alpha 0,05. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menerima H0
dan menolak H1 untuk variabel Return On Asset (X5). Dengan demikian, secara parsial
Return On Asset (X5) berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba.
6. Nilai t hitung untuk Return On Equity (X6) sebesar 2,407 lebih besar dibandingkan
dengan nilai t tabel (1,65), atau nilai sig t untuk variabel Return On Equity (X6) sebesar
0,018 lebih kecil dari alpha 0,05. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka menerima H1
dan menolak H0 untuk variabel Return On Equity (X6). Dengan demikian, secara parsial
Return On Equity (X6) berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Hal ini terbukti
bahwa Return On Equity (X6) berpengaruh nyata dalam meningkatkan perubahan laba.
7. Nilai t hitung untuk dan Gross Profit Margin (X7) sebesar 2,305 lebih besar
dibandingkan dengan nilai t tabel (1,65), atau nilai sig t untuk variabel Gross Profit
Margin (X7) sebesar 0,023 lebih kecil dari alpha 0,05. Berdasarkan hasil yang diperoleh
maka menerima H1 dan menolak H0 untuk variabel Gross Profit Margin (X7). Dengan
demikian, secara parsial Gross Profit Margin (X7) berpengaruh signifikan terhadap
5.3.5 Uji Moderating
Menurut Ghozali (2008), variabel moderating adalah variabel independen yang
memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen lainnya terhadap
variabel dependen. Jika tingkat signifikan moderator lebih besar dari α 0,05 maka Net Interest
Margin/NIM bukan variabel moderator, sebaliknya jika tingkat signifikan lebih kecil dari
Coefficientsa
Sumber: Hasil Penelitian, 2016 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 5.12 maka persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini
sebagai berikut:
| e | = 1,719 - 0,018Y
1. Nilai konstanta (a) hasil nilai regresi sebesar 1,719 artinya jika Net Interest Margin/NIM
= 0 atau konstan maka nilai perubahan laba dapat meningkat sebesar 1,719. Artinya
kenaikan perubahan laba hanya diukur dari nilai konstanta yang diperoleh.
2. Koefisien regresi Y untuk variabel Perubahan Laba sebesar -0,018 bertanda negatif,
artinya menyatakan bahwa setiap penambahan 1% perubahan laba akan menyebabkan
terjadinya penurunan Net Interest Margin/NIM sebesar 0,018. Hal ini menunjukkan
bahwa Net Interest Margin/NIM sebagai variabel moderatingsejalan dengan perubahan
laba.
Hasil uji statistik t diketahui bahwa nilai t hitung sebesar -0,467 dan nilai signifikan
moderating sebesar 0,641 lebih besar dari α =0,05 Berdasarkan hasil yang diperoleh maka
Net Interest Margin/NIM bukan sebagai variabel moderasi yang dapat memperkuat pengaruh
Profit Margin (NPM), Non Performing Loan (NPL), Rasio Biaya Operasional/Pendapatan
Operasional (BOPO), Credit Risk Ratio (CRR), Return On Asset (ROA), Return On Equity
(ROE), dan Gross Profit Margin (GPM) terhadap perubahan laba pada bank umum yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia, artinya Net Interest Margin/NIM tidak menunjukkan
5.4 Pembahasan
5.4.1 Pengaruh Secara Simultan (Uji F)
Secara simultan Net Profit Margin (X1), Non Performing Loan (X2), Biaya
Operasional/Pendapatan Operasional (X3), Credit Risk Ratio (X4), Return On Asset (X5),
Return On Equity (X6) dan Gross Profit Margin (X7) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap perubahan laba. Artinya bahwa secara bersama-sama menunjukkan Net Profit
Margin (X1), Non Performing Loan (X2), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (X3),
Credit Risk Ratio (X4), Return On Asset (X5), Return On Equity (X6) dan Gross Profit
Margin (X7) dapat berpengaruh dalam meningkatkan perubahan laba.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zainudin dan Jogiyanto (1999) hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa keempet variabel independen tersebut (CAR, NPL, ROA
dan LDR) mampu memprediksi perubahan laba satu tahun mendatang sementara pada
perubahan laba dua tahun mendatang, keempat variabel tersebut tidak berpengaruh
signifikan.
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Penelitian Bahtiar Usman (2003)
yang menunjukkan Quick Ratio, Loan to Deposit Ratio (LDR), Gross Profit Margin (GPM),
Net Profit Margin (NPM), Net Interest Margin (NIM), Biaya Operasi terhadap Pendapatan
Operasi (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR), Leverage Multiplier, Non Performing
Loan (NPL) dan Deposit Risk Ratio (DRR) atau semua variabel independen tidak
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap laba bank satu tahun mendatang kecuali
quick ratio.
Net Profit Margin (NPM) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
pendapatan perusahaan yang akan datang dalam memprediksi pertumbuhan laba. Menurut
Slamet (2003) menyatakan bahwa ukuran NPM yang tinggi menandakan adanya kemampuan
perusahaan yang tinggi dalam menghasilkan laba bersih pada penjualan terterntu. Bukti
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menyanggah resiko kegagalan kredit oleh debitur. Semakin kecil
NPL semakin kecil pula resiko yang ditanggug pihak bank. Demikian sebaliknya, semakin
besar NPL maka semakin besar resiko kegagalan kredit yang disalurkan, yang berpotensi
menurunkan pendapatan bunga serta menurunkan laba.
Rasio BOPO menunjukan efisiensi dalam menjalankan usaha pokoknya terutama
kredit berdasarkan jumlah dana yang berhasil dikumpulkan. Dalam pengumpulan dana
terutama dalam masyarakat diperlukan biaya selain biaya bunga. Bahtiar Usman (2003)
mengemukakan dimana BOPO menunjukan pengaruh yang negatif, semakin kecil BOPO
menunjukan semakin efisien bank dalam mengelola kegiatannya sehingga laba akan
meningkat.
Credit Risk Ratio (CRR) digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
menyanggah risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur yang semakin besar semakin
bagus. Rasio ini juga menggambarkan kemampuan bank dalam memenuhi likuiditasnya
dengan jalan memenuhi permintaan kredit lainnya. Semakin tinggi rasio ini akan
menunjukkan bahwa banyak kredit macet, dan bank akan mengalami kesulitan finansial,
sehingga resiko kreditnya menjadi lebih besar yang mengakibatkan terjadi penurunanan
dalam perubahan laba.
Return On Asset (ROA) merupakan alat ukur yang digunakan untuk melihat
keefektifan perbankan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
dimiliki. ROA merupakan rasio antara laba setelah pajak (earning after tax) terhadap total
aset yang dimiliki oleh bank. Semakin tinggi ROA suatu bank maka semakin bagus pula
kinerja keuangan bank tersebut. ROA yang tinggi menunjukan bahwa bank tersebut memiliki
kemampuan yang besar dalam meningkatkan laba operasi dan prospek masa depan. Semakin
positif terhadap perubahan laba bank. Pengaruh ROA terhadap perubahan laba dikemukakan
oleh Suhardito, et al (1999) dimana dalam penelitianya menunjukkan ROA berpengaruh
positif terhadap perubahan laba.
Return On Equity (ROE) termasuk dalam rasio keuangan yang berhubungan dengan
profitabilitas. ROE digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba berdasarkan dari modal sendiri. Menurut Brigham dan Houstom (2006) menyatakan
bahwa ROE merupakan rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa, untuk mengukur
tingkat pengembalian atas investasi dari pemegang saham biasa. Apabila semakin tinggi rasio
ini, maka akan semakin besar tingkat pengembalian dana yang diberikan kepada pemegang
saham.
Gross Profit Margin (GPM) merupakan rasio antara laba kotor (yaitu penjualan bersih
dikurangi dengan harga pokok penjualan) terhadap penjualan bersih. GPM yang meningkat
menunjukkan semakin besar tingkat kembalian keuntungan kotor yang diperoleh perusahaan
terhadap penjualan bersihnya. Ini berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk menunjang kegiatan penjualan sehingga pendapatan yang diperoleh menjadi
meningkat.
Net Interest Margin (NIM) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan
bunga bersih. NIM diperoleh dari rasio antara pendapatan bunga bank terhadap jumlah kredit
yang diberikan (outstanding credit). Untuk mengukur efisiensi atau tidaknya perbankan
tersebut, atau melalui NIM, pendapatan bunga yang menjadi salah satu komponen
penghasilan bank berhasil secara optimal atau tidak. Rasio NIM mempunyai pengaruh yang
positif terhadap perubahan laba. Semakin tinggi NIM suatu bank, maka berarti semakin baik
kinerja bank dari sudut pendapatan bunganya, yang akan mempengaruhi perubahan laba yang
5.4.2 Pengaruh Secara Parsial (Uji t)
1. Secara parsial Net Profit Margin (X1) berpengaruh tidak signifikan terhadap perubahan
laba. Hal ini menunjukkan bahwa Net Profit Margin (X1) berpengaruh tidak signifikan
dalam meningkatkan perubahan laba. Menurut Slamet (2003) menyatakan bahwa ukuran
NPM yang tinggi menandakan adanya kemampuan perusahaan yang tinggi dalam
menghasilkan laba bersih pada penjualan terterntu. Bukti empiris pada hubungan NPM
dengan perubahan laba yang ditunjukkan oleh Meity, (2005).
2. Secara parsial Non Performing Loan (X2) berpengaruh tidak signifikan terhadap
perubahan laba. Hal ini menunjukkan bahwa Non Performing Loan (X2) berpengaruh
tidak signifikan dalam meningkatkan perubahan laba. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Lilis Erna Ariyanti (2010) meneliti pengaruh CAR,
NIM, NPL, BOPO, ROA dan Kualitas Aktiva Produktif terhadap perubahan laba. Dan
hasil penelitiannya menunjukkan hanya variabel LDR saja yang mempunyai pengaruh
terhadap perubahan laba. Semakin kecil NPL semakin kecil pula resiko yang ditanggug
pihak bank. Demikian sebaliknya, semakin besar NPL maka semakin besar resiko
kegagalan kredit yang disalurkan, yang berpotensi menurunkan pendapatan bunga serta
menurunkan laba.
3. Secara parsial Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (X3) berpengaruh tidak
signifikan terhadap perubahan laba. Hal ini menunjukkan bahwa Biaya
Operasional/Pendapatan Operasional (X3) berpengaruh tidak signifikan dalam
meningkatkan perubahan laba. Rasio BOPO menunjukan efisiensi dalam menjalankan
usaha pokoknya terutama kredit berdasarkan jumlah dana yang berhasil dikumpulkan.
Dalam pengumpulan dana terutama dalam masyarakat diperlukan biaya selain biaya