BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di
desa Candi Rejo dan desa Sidomulyo, Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli
Serdang pada ketinggian ±83 m diatas permukaan laut dan identifikasi serangga
dilakukan diLaboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dimulai pada bulan Juni sampai
dengan bulan September 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kakao yang
telah berbuah, imago serangga yang tertangkap, air bersih, detergen, plastik
transparan, kertas warna kuning, lem perekat tikus, minyak lampu, tali plastik,
formalin dan alkohol 70%.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah triplek, bambu, lampu
badai, stoples, ember, suduk tanah, botol kecil, kain kasa, jaring serangga, cup
plastik, lup/ kaca pembesar, preparat/petridis, selotip, pinset, gunting, toples,
kalkulator, kamera, killing bottle, buku acuan identifikasi yaitu Kalshoven (1981)
dan Borror et al. (1981), dan alat tulis menulis.
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan Lokasi Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada lahan pertanaman kakao milik masyarakat
yang dibudidayakan dengan teknik PHT melalui bimbingan Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan yang berada
lahan kurang lebih 4200 m2. Kemudian diambil lahan yang dijadikan sampel
sebanyak 10% dari keseluruhan lahan (420 m2).Selanjutnya sampel dibagi
menjadi 5 petak pengamatan, sehingga setiap petakan terdiri dari 84 m2 yang
terdiri dari 9-10 pohon kakao.Lahan pertanaman kakao non PHT terletak di Desa
Sidomulyo, Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten deli Serdang.Luas petakan sampel
mengikuti luas petakan lahan kakao PHT.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel yang dilakukan sebanyak 5 kali pengambilan dengan
menangkap serangga yang tertangkap pada pertanaman kakao di lahan
pengamatan.Yang menjadi sampel pengamatan adalah serangga dewasa (imago)
yang didapatkan di pertanaman kakao.
Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan 4 perangkap yaitu:
perangkap jaring (sweep net), perangkap jatuh (fit fall trap), perangkap lampu
(light trap), dan perangkap kuning (yellow trap).
Gambar 9. Perangkap Jaring (Sweep Net)
Perangkap Jaring (Sweep Net)
Perangkap jaring (sweep net) terbuat dari bahan ringan dan kuat dengan
kain kasa yang mudah diayunkan dan serangga yang ditangkap dapat
pengayunan secara diagonal pada lahan pertanaman.Serangga yang tertangkap
kemudian dikumpulkan dan dipisahkan lalu dimasukkan kedalam botol sampel
untuk diidentifikasi.Penangkapan serangga dilakukan pada pagi pukul 09.00 -
10.00 WIB.Penangkapan dilakukan 1 minggu sekali dengan jumlah pengamatan
sebanyak 5 kali.
Gambar 10.Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap)
Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap)
Perangkap jatuh (Pit Fall Trap) digunakan untuk menangkap serangga
yang hidup diatas permukaan tanah.Alat ini dibuat dari cup plastik dengan volume
125 ml, kemudian kedalam cup plastik tersebut dimasukkan air jernih yang telah
dicampur dengan deterjen.Cup tersebut dimasukkan kedalam tanah yang
diletakkan rata dengan permukaan tanah.Cup diletakkan sebanyak 5 buah pada
setiap petak pengamatan dan diberi naungan agar apabila hujan datang air tidak
memenuhi cup yang dapat membuat serangga tertangkap menjadi keluar.Serangga
yang jatuh kedalam cup dikumpulkan, dihitung dan dimasukkan ke dalam toples
untuk diidentifikasi.Peletakan perangkap dilakukan pada pukul 07.00 – 09.00
WIB.Perangkap diletakkan selama 24 jam.Penangkapan dilakukan 1 minggu
Gambar 11.Perangkap Lampu (Light Trap)
Perangkap Lampu (Light Trap)
Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang respon terhadap
cahaya pada malam hari (nocturnal).Perangkap ini menggunakan lampu badai
sebagai sumber cahaya. Lampu diletakkan diatas baskom yang telah dipaku
bambu/ kayu dengan ketinggian + 150 cm dari permukaan tanah, baskom terlebih
dahulu diisi air yang dicampur dengan detergen sehingga serangga yang tertarik
cahaya lampu akan jatuh kedalam ember. Perangkap diletakkan sebanyak 1 buah
pada setiap petak pengamatan.Serangga yang jatuh kedalam ember
dikelompokkan sesuai dengan ordo serangga dan diidentifikasi.Pemasangan alat
ini dilakukan pada pukul 17.00 – 18.00 WIB dan dipasang sepanjang
malam.Penangkapan dilakukan 1 minggu sekali dengan jumlah pengamatan
sebanyak 5 kali.
Perangkap Kuning (Yellow Trap)
Perangkap ini terbuat dari kertas berwarna kuning yang berukuran 30 cm x
30 cm kemudian dilapisi plastik bening yang diolesi dengan lem perekat tikus dan
ditempelkan pada triplek yang dipaku pada bambu setinggi + 150 cm.
Pemasangan perangkap ini dilakukan pada pukul 11.00 – 12.00 WIB. Perangkap
diletakkan sebanyak 1 buah pada setiap petak pengamatan.Penangkapan dilakukan
1 minggu sekali dengan jumlah pengamatan sebanyak 5 kali.
Seluruh serangga yang terdapat dalam perangkap diambil kemudian
diamati (diidentifikasi) secara langsung di lapangan maupun di laboratorium
dengan mengacu pada buku kunci determinasi serangga yaitu Kalshoven (1981)
dan Borror, et al. (1992).
Identifikasi Serangga
Serangga yang didapat di lapangan dikelompokkan sesuai dengan ordonya.
Serangga yang dikenali spesiesnya diindentifikasi langsung dilapangan,
sedangkan serangga yang belum dikenal diidentifikasi di Laboratorium Hama dan
Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
dengan mengacu pada buku kunci determinasi serangga, antara lain Kalshoven
(1981) dan Borroretal. (1992). Identifikasi dilaksanakan maksimal sampai pada
tingkat famili.
Peubah Amatan
1. Jumlah dan Jenis Serangga Tertangkap
Serangga yang tertangkap dari berbagai perangkap dikumpulkan, diamati
dan diidentifikasi dengan menggunakan buku kunci determinasi serangga
pengamatan.
2. Nilai Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif, Kerapatan Mutlak, Kerapatan
Relatif pada setiap pengamatan.
Dengan diketahuinya jumlah populasi serangga tertangkap yang telah
diidentifikasi maka dapat dihitung nilai frekuensi mutlak, frekuensi relatif,
kerapatan mutlak, kerapatan relatif pada setiap pengamatan.
3. Nilai Indeks Keragaman Jenis Serangga
Setelah jumlah serangga yang tertangkap pada setiap pengamatan
diketahui, maka dihitung indeks keragaman pada masing-masing pengamatan
dengan menggunakan rumus indeks Shanon-Weiner (H).
4. Nilai Indeks Kemerataan Jenis Serangga
Untuk menilai kemantapan atau kestabilan suatu serangga dalam suatu
komunitas maka dapat digunakan nilai indeks kemerataan jenis.
Metode Analisa Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yaitu
dengan melakukan pengambilan sampel serangga pada pertanaman kakao yang
dibudidayakan secara PHT dan non PHT di Kecamatan Biru-biru. Serangga yang
diperoleh pada setiap penangkapan setelah dikumpulkan, dikelompokkan dan
diidentifikasi langsung dan juga dilaboratorium, kemudian dianalisis dengan
menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :
- Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga
Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada
habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).
KR = KM x 100% ∑ KM
KR = Jumlah individu suatu jenis dalam setiap penangkapan × 100% Total individu dalam setiap penangkapan
- Frekuensi Mutlak (FM) suatu jenis serangga
Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah keseringhadiran suatu serangga
tertentu yang ditemukan pada habitat tiap pengamatan yang dinyatakan secara
mutlak(Suin, 1997).
- Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga
Frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada
habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut
(Suin, 1997).
FR = FM × 100% ∑ FM
FR = Nilai FM suatu jenis serangga setiap penangkap x 100% Nilai FM semua jenis serangga setiap penangkapan
-Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga
Untuk membandingkan tinggi rendahnya keragaman jenis serangga
digunakan indeks Shanon-Weiner (H) dengan rumus :
s
H = -
Σ
pi ln pii=1
pi = ni N
Dimana :
pi = perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis Pi = ni/N
N = jumlah total individu semua jenis (Price, 1997).
Dengan kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1978) sebagai
berikut :
H > 3 (Tinggi)
1< H < 3 (Sedang)
H < 1 (Rendah)
-Nilai Indeks Kemerataan Jenis Serangga
Untuk menilai kemantapan atau kestabilanjenis serangga dalam suatu
komunitas maka dapat digunakan nilai indeks kemerataan antar jenis dengan
menggunakan rumus :
E’ = H’ / ln(S)
Dimana :
E’ = Indeks kemerataan jenis
H’ = Indeks Shannon
S = Jumlah jenis yang ditemukan
ln = Logaritma natural
Dengan kriteria indeks kemerataan jenis menurut Odum (1996) sebagai
berikut :
E’ < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah
E’ = 0.3 – 0.6 menunjukkan kemerataan jenis tergolong sedang
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap
Tabel 1. Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap
Ordo Famili
Lahan PHT Lahan Non PHT Pengamatan (Ekor)
Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa hasil pengamatan serangga yang
tertangkap pada lahan pertanaman kakao dengan teknik pengendalian hama
terpadu (PHT) terdiri dari 12 ordo dan 44 famili dengan jumlah populasi serangga
sebanyak 2771 ekor, sedangkan pada lahan kakao non PHT serangga yang
tertangkap lebih sedikit yaitu 10 Ordo dan 39 familidengan jumlah populasi
serangga sebanyak3688 ekor. Hal ini disebabkan karena pengendalian hama pada
lahan kakao PHT hanya dilakukan apabila serangan hama sudah melewati batas
ambang ekonomi dan kegiatan pengendalian yang dilakukan diusahakan spesifik
pada hama yang ingin dikendalikan, sementara pada lahan kakao non PHT
pengendalian hama dilakukan menggunakan pestisida kimiawi sehingga ikut
membunuh jenis serangga lainnya yang menjadikan jenis famili serangga menjadi
sedikit dan menyebabkan hama menjadi resisten yang mengakibatkan
meningkatnya jumlah serangga tertentu. Rauf et al.(2000) menyatakan bahwa
penggunaan pestisida kimiawi secara terus menerusakan menimbulkan masalah
yang lebih berat yaitu terbunuhnya musuh alami, terjadinya resistensi, peledakan
hama skunder, dan pencemaran lingkungan.
Hasil pengamatan menunjukkan jumlah serangga yang paling banyak
tertangkap pada pertanaman kakao PHT adalah Formicidae dari ordo
Hymenoptera yang berjumlah 762 ekor yang didominasi oleh spesies semut
hitam. Adanya salah satu konsep PHT yang diterapkan pada lahan kakao PHT
yaitu pembuatan sarang-sarang semut merupakan penyebab utama banyaknya
spesies ini.Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut berhasil mendatangkan
Berdasarkan hasil pengamatan pada lahan kakao dengan teknik PHT
diketahui bahwa jumlah serangga yang paling sedikit tertangkap adalah
Gryllotalpidae dari ordo Orthoptera yaitu sebanyak 2 ekor.Penyebabnya yaitu
habitatnya yang berada di dalam tanah dan sangat jarang keluar kecuali malam
hari (serangga nocturnal). Frank, et. al. (2007) menyatakan bahwa
gryllotalpidae(Anjing tanah) adalah hewan yang agak jarang terlihat karena lebih
suka bersembunyi dalam lubang dan aktif pada malam hari mencari makanan.
Hasil pengamatan pada lahan kakao non PHT menunjukkan jumlah
serangga yang paling banyak tertangkap adalahSciaridae dari ordo Dipterayang
berjumlah 932 ekor.Hal ini dikarenakan lokasi lahan kakao PHT yang dekat
dengan sungai dan lahan yang pada saat penelitian sedang dalam keadaan
semak.Tempat seperti ini merupakan habitat yang disukai oleh serangga
ini.Salmela dan Vilkamaa (2005) menyatakan bahwa Sciaridaeadalah sejenis
serangga yang menyerupai nyamuk tetapi lebih kecil dan biasanya terdapat di tepi
laut, sungai dan kawasan semak.
Pada lahan kakao non PHT menunjukkan jumlah serangga yang paling
sedikit tertangkap adalah Lestidae dari ordo Odonata dengan jumlah yang
tertangkap yaitu 4 ekor.Penyebabnya adalah serangga jenis ini kemampuan
terbangnya lemah dengan wilayah jelajah yang tidak luas. Rahadi et al. (2013)
menyatakan bahwa Lestidae termasuk jenis zygoptera (capung jarum) memiliki
sepasang mata majemuk terpisah, ukuran tubuh relatif kecil, ukuran sayap depan
dan belakang sama besar serta posisi sayap dilipat diatas tubuh saat hinggap,
kemampuan terbang cenderung lemah dengan wilayah jelajah tidak luas.
penangkapan berbeda-beda.Serangga yang paling banyak tertangkap pada
penangkapan pertama yaitu 628 ekor dan berbeda-beda jumlahnya di
penangkapan-penangkapan berikutnya. Hal ini disebabkan karena kondisi fisik
ekosistem yang tidak selalu sama. Menurut Susniahtiet al. (2005) faktor
fisikterbatas kepada suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan dan angin yang
mudah dievaluasi.Setiap serangga mempunyai kisaran fisik tertentu, dimana pada
kisaran terendah ataupun kisaran tertinggi, serangga tersebut masih dapat bertahan
hidup.
Penangkapan serangga pada lahan kakao non PHT juga
berbeda-beda.Jumlah serangga paling sedikit terdapat pada pengamatan ke-3.Hal ini
dipengaruhi oleh adanya penggunaan herbisida kimiawi untuk mengendalikan
gulma yang menyebabkan berkurangnya serangga-serangga yang melakukan
aktivitasnya di permukaan tanah.
Dari empat cara penangkapan yang dilakukan, jumlah serangga yang
paling banyak tertangkap adalah pada perangkap kuning (yellow trap) dan paling
sedikit pada perangkap jaring (sweep net). Hal ini dikarenakan serangga pada
umumnya lebih tertarik pada gelombang cahaya warna kuning yang dipantulkan
dari perangkap kuning sehingga mendekati perangkap kuning yang telah diberi
perekat dan akhirnya melekat di perangkap sedangkan pada perangkap jaring
serangga yang ditangkap relatif sedikit karena saat penangkapan secara langsung
serangga tidak selalu ada dan dipengaruhi daya mobilitas serangga yang tinggi.
Status Fungsi Serangga yang Tertangkap
Setiap spesies mempunyai relung (cara hidup) dan fungsi yang berbeda
melaksanakan fungsinya dan bekerjasama dengan baik maka keteraturanekosistem
akan tetap terjaga. Berikut ini dapat dilihat jenis serangga dan masing-masing
fungsi serangga yang tertangkap pada Tabel 2.
Tabel 2. Status Fungsi Serangga yang Tertangkap
Ordo Famili Status Fungsi Serangga
Eulophidae Parasitoid 27 19
Formicidae Predator/ Dekomposer 762 359
Ichneumonidae Parasitoid 81 65
Pompilidae Parasitoid 88 109
Vespidae Predator 32 30
Diptera
Agromyzidae Hama 35 76
Calliphoridae Dekomposer 43 45
Culicidae Hama 18 64
Muscidae Predator 57 26
Sciaridae Hama 108 932
Stratiomydae Hama 34 37
Tachinidae Parasitoid 142 146
Tephritidae Hama 303 119
Homoptera Cicadellidae Hama 56 152
Delphacidae Hama 11 0
Lepidoptera
Cossidae Hama 22 66
Geometridae Hama 11 13
Noctuidae Hama/ Polinator 19 25
Papilionidae Polinator 13 11
Coleoptera
Anthicidae Tidak Diketahui 12 15
Carabidae Predator 48 52
Cerambycidae Hama/ Dekomposer 9 20
Chrysomelidae Hama 49 56
Coccinellidae Predator 236 103
Curculionidae Hama 32 38
Lampyridae Predator 10 0
Oedemeridae Dekomposer 17 19
Scarabaeidae Hama 56 37
Dermaptera Forficuloidea Predator 7 0
Blatodea Blaberidae Hama/ Dekomposer 8 9
Mantodea Mantidae Predator 10 0
Isoptera Rhinotermitidae Hama/ Dekomposer 149 647
Total 2771 3688
Dari Tabel 2 diketahui bahwa status serangga yang terdapat pada lahan
pertanaman kakao dengan teknik PHT yaitu serangga yang diketahui sebagai
hama terdiri dari 25 famili dari 8 ordo, serangga sebagai predator terdiri dari 11
famili dari 6 ordo. Status serangga sebagai parasitoid berasal dari 4 famili dari
ordo Hymenoptera dan Diptera, serangga yang berstatus sebagai polinator hanya
terdapat pada ordo Lepidoptera yaitu pada famili Noctuidae
danPapilionidae.Status serangga sebagai dekomposer terdiri dari 7 famili dari 5
ordo sedangkan status fungsi serangga yang tidak diketahui yakni Cicadidae dari
ordo hemiptera dan famili Anthicidae dari ordo coleoptera.
Pada lahan pertanaman kakao dengan teknik non PHT diketahui bahwa
status serangga sebagai hama terdiri dari 22 famili dari 8 ordo, serangga sebagai
predator terdiri dari 8 famili dan 4 ordo. Status serangga sebagai parasitoid berasal
dari 4 famili dari ordo Hymenoptera dan Diptera, serangga yang berstatus sebagai
polinator terdapat pada ordo Lepidoptera yaitu pada famili Noctuidae dan
Papilionidae.Status serangga sebagai dekomposer terdiri dari 7 famili dari 5 ordo
sedangkan status fungsi serangga yang tidak diketahui yakni Cicadidae dari ordo
hemiptera dan famili Anthicidae dari ordo coleoptera.
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa jenis family serangga yang
diketahui sebagai hama dan predator lebih banyak terdapat pada lahan kakao PHT
yaitu pada hama 25 famili dari 8 ordo dibandingkan dengan lahan kakao non PHT
yaitu 22 famili dari 8 ordo sedangkan pada predator di lahan kakao PHT yaitu 11
famili dari 6 ordo dibandingkan dengan lahan kakao non PHT yaitu 8 famili dari 4
parasitoid, polinator, dekomposer dan yang tidak diketahui pada kedua tempat
penelitian adalah sama. Hal ini dikarenakan pada lahan kakao non PHT digunakan
pestisida kimiawi secara terus-menerus sehingga menghilangkan berbagai jenis
serangga pada lahan.Rauf et al. (2000) menyatakan bahwa penggunaan pestisida
kimiawi secara terus menerus akan menimbulkan masalah yang lebih berat yaitu
terbunuhnya musuh alami, terjadinya resistensi, peledakan hama skunder, dan
pencemaran lingkungan.
Jumlah jenis famili serangga yang berstatus sebagai hama pada lahan
penelitian umumnya lebih banyak pada lahan kakao non PHT dibandingkan
dengan lahan kakao dengan PHT kecuali pada Tephritidae, Curculionidae,
Scarabaeidae, Acrididae, dan Tenebrionidae. Hal ini dikarenakan adanya berbagai
pengendalian yang dilakukan pada lahan kakao PHT yang menekan jumlah hama.
Pada lahan kakao PHT juga dilakukan sistem tanam tumpang sari dengan nenas,
pepaya, pisang, durian dan lain-lain yang menyebabkan keanekaragaman jenis
serangga pada lahan khususnya kehadiran lalat buah (Tephritidae) yang cukup
banyak. Alyoklin et al. (1991) menyatakan bahwa spesies lalat buah merupakan
hama penting yang berasosiasi dengan berbagai buah-buahan dan sayuran tropika
yang menyebabkan kerusakan langsung terhadap 150 spesies tanaman buah dan
sayuran.
Berdasarkan Tabel 2, tampak bahwa terdapat keseimbangan ekosistem
diantara serangga – serangga pada areal tersebut. Hal ini dapat diketahui karena
pada kedua pertanaman kakao serangga yang didapatkan tidak hanya berstatus
sebagai hama, melainkan terdapat juga parasitoid, predator, dan serangga berguna
khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan populasi.
Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif Pada Lahan
Mantodea Mantidae 10 0.3609 4 2.0202 0 0 0 0 Isoptera Rhinotermitidae 149 5.3771 2 1.0101 647 17.5434 2 1.0811
Total 2771 100 198 100 3688 100 185 100
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan
relatif tertinggi pada lahan kakao PHT terdapat padaFormicidae dengan nilai KM
= 762 dan KR = 27,49% sedangkan yang terendah terdapat pada
Gryllotalpidaedengan nilai KM = 2 dan KR = 0,07%. Hal ini disebabkan karena
Formicidae pada lahan pengamatan adalah famili paling banyak tertangkap dan
yang paling sedikit tertangkap adalah Gryllotalpidae.Michael (1995) menyatakan
bahwa kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada
habitat yang dinyatakan secara mutlak.
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi
relatif tertinggi pada lahan kakao PHT terdapat pada famili Miridae,
Pentatomidae, Formicidae, Ichneumonidae,Pompilidae, Vespidae, Agromyzidae,
Muscidae, Sciaridae, Stratiomydae, Tachinidae, Tephritidae, Delphacidae,
Cossidae, Noctuidae, Cerambycidae, Chrysomelidae, Coccinellidae,
Curculionidae, Oedemeridae, Scarabaeidae, Tenebrioidae, Acrididae, Gryllidae,
Tettigonida, dan Blattellidaedengan nilai FM = 5 dan FR = 2,52%. Nilai tersebut
karena serangga tersebut sering hadir dalam lahan pengamatan dan penyebaran
serangga tersebut luas di daerah lahan pertanaman kakao.Hal ini sesuai dengan
Michael (1995) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan
keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan
penyebaran jenis serangga tersebut.
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan
frekuensi relatif terendah pada lahan kakao PHT terdapat pada famili
yang rendah disebabkan karena serangga tersebut jarang hadir pada lahan
pengamatan dan penyebaran serangga tersebut tidak luas pada lahan
pengamatan.Michael (1995) menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan
keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan
penyebaran jenis serangga tersebut.
Pada pengamatan kakao non PHT diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak
dan kerapatan relatif tertinggi adalahSciaridaedengan nilai KM = 932 dan KR =
25,27% sedangkan nilai yang terendah adalahLestidaedengan nilai KM = 4 dan
KR = 0,10%. Hal ini disebabkan karenaSciaridae adalah famili yang paling
banyak tertangkap dan yang paling sedikit tertangkap adalahLestidae.Berdasarkan
Michael (1995) diketahui bahwa kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga
yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak.
Pada lahan kakao non PHT diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan
frekuensi relatif tertinggi terdapat pada famili Miridae, Formicidae,
Ichneumonidae, Pompilidae, Vespidae, Agromyzidae, Calliphoridae, Culicidae,
Muscidae, Sciaridae, Stratiomydae, Tachinidae, Tephritidae, Cicadellidae,
Delphacidae, Cossidae, Noctuidae, Anthicidae, Cerambycidae, Chrysomelidae,
Coccinellidae, Curculionidae, Oedemeridae, Scarabaeidae, Acrididae, Gryllidae,
Tettigonidae, Ghomphidae, Libellulidae, Blaberidae, dan Blattellidae dengan nilai
FM = 5 dan FR = 2.70%. Nilai tersebut karena serangga tersebut sering hadir
dalam lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas di daerah lahan
pertanaman kakao.Michael (1995) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif
menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat
Dari Tabel hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak
dan frekuensi relatif terendah pada lahan kakao non PHT terdapat pada famili
Rhinotermitidaedengan nilai FM = 2 dan FR = 1,08%. Nilai yang rendah
disebabkan karena serangga tersebut jarang hadir pada lahan pengamatan dan
penyebaran serangga tersebut tidak luas pada lahan pengamatan.Hal ini sesuai
dengan Michael (1995) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan
keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan
penyebaran jenis serangga tersebut.
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga
Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga
Ordo Famili Pentatomidae 0.0061 -5.0938 -0.0313 0.0052 -5.2684 -0.0271
Hymenoptera
Eulophidae 0.0097 -4.6311 -0.0451 0.0052 -5.2684 -0.0271 Formicidae 0.2750 -1.2910 -0.3550 0.0973 -2.3295 -0.2268 Ichneumonidae 0.0292 -3.5325 -0.1033 0.0176 -4.0385 -0.0712 Pompilidae 0.0318 -3.4496 -0.1096 0.0296 -3.5215 -0.1041 Vespidae 0.0115 -4.4612 -0.0515 0.0081 -4.8116 -0.0391
Diptera
Agromyzidae 0.0126 -4.3716 -0.0552 0.0206 -3.8821 -0.0800 Calliphoridae 0.0155 -4.1658 -0.0646 0.0122 -4.4062 -0.0538 Culicidae 0.0065 -5.0366 -0.0327 0.0174 -4.0540 -0.0704 Muscidae 0.0206 -3.8839 -0.0799 0.0070 -4.9547 -0.0349 Sciaridae 0.0390 -3.2448 -0.1265 0.2527 -1.3755 -0.3476 Stratiomydae 0.0123 -4.4006 -0.0540 0.0100 -4.6019 -0.0462 Tachinidae 0.0512 -2.9711 -0.1523 0.0396 -3.2292 -0.1278 Tephritidae 0.1093 -2.2132 -0.2420 0.0323 -3.4337 -0.1108
Homoptera Cicadellidae 0.0202 -3.9016 -0.0788 0.0412 -3.1890 -0.1314
Delphacidae 0.0040 -5.5291 -0.0219 0 0 0
Lepidoptera
Cossidae 0.0079 -4.8359 -0.0384 0.0179 -4.0232 -0.0720 Geometridae 0.0040 -5.5291 -0.0219 0.0035 -5.6479 -0.0199 Noctuidae 0.0069 -4.9825 -0.0342 0.0068 -4.9940 -0.0339 Papilionidae 0.0047 -5.3620 -0.0252 0.0030 -5.8149 -0.0173
Coleoptera
Lampyridae 0.0036 -5.6244 -0.0203 0 0 0 Oedemeridae 0.0061 -5.0938 -0.0313 0.0052 -5.2684 -0.0271 Scarabaeidae 0.0202 -3.9016 -0.0788 0.0100 -4.6019 -0.0462 Tenebrionidae 0.0137 -4.2894 -0.0588 0.0068 -4.9940 -0.0339
Orthoptera
Acrididae 0.0094 -4.6689 -0.0438 0.0068 -4.9940 -0.0339 Gryllidae 0.0274 -3.5962 -0.0986 0.0442 -3.1191 -0.1379
Gryllotalpidae 0.0007 -7.2338 -0.0052 0 0 0
Tettigonidae 0.0040 -5.5291 -0.0219 0.0046 -5.3796 -0.0248
Odonata
Ghomphidae 0.0047 -5.3620 -0.0252 0.0033 -5.7279 -0.0186
Lestidae 0 0 0 0.0011 -6.8265 -0.0074
Libellulidae 0.0022 -6.1352 -0.0133 0.0024 -6.0156 -0.0147
Dermaptera Forficuloidea 0.0025 -5.9811 -0.0151 0 0 0
Blatodea Blaberidae 0.0029 -5.8475 -0.0169 0.0024 -6.0156 -0.0147 Blattellidae 0.0040 -5.5291 -0.0219 0.0043 -5.4403 -0.0236
Mantodea Mantidae 0.0036 -5.6244 -0.0203 0 0 0
Isoptera Rhinotermitidae 0.0538 -2.9230 -0.1572 0.1754 -1.7405 -0.3053
Total 1 -201.8445 2.9052 1 -175.8301 2.7633
Nilai indeks keanekaragaman pada lahan kakao PHT adalah H’ = 2,90. Hal
ini menunjukkan bahwa keanekaragaman serangga pada lingkungan lahan
tersebut sedang karena H’ = 1-3 adalah kondisi lingkungan sedang. Menurut
Michael (1995) bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga sedang
yaitumengarah hampir baik dimana keberadaan hama dan musuh alami hampir
seimbang.
Pada lahan kakao non PHT nilai indeks keanekaragaman serangga adalah
H’ = 2,76. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan lingkungan dalam keadaan
sedang.Michael (1995) menyatakan bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga
sedang yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan hama dan musuh alami
hampir seimbang.
Pada lahan kakao PHT, serangga yang tertangkap adalah12 ordo dan 44
famili sedangkan pada lahan kakao non PHT serangga yang tertangkap yaitu 10
Ordo dan 39 famili. Famili yang tidak terdapat pada saat penangkapan pada lahan
kakao PHT adalah Lestidae dari ordo odonatasedangkan pada lahan kakao non
ordo homoptera, Lampyridae dari ordo Coleoptera, Gryllotalpidae dari ordo
Orthoptera, Forficuloidae dari ordo Dermaptera, dan Mantidae dari ordo
mantodea.
Penyebab perbedaan nilai indeks keanekaragaman yaitu adanya
pengendalian hama terpadu yang dilakukan pada lahan kakao PHT sehingga
meningkatkan keanekaragaman, selain itu juga karena lahan kakao non PHT yang
cenderung heterogen yaitu hanya terdapat tanaman kakao dan tanaman durian
sebagai pelindung, sedangkan pada lahan kakao PHT dilakukan dengan
sistemtumpang sari dengan tanaman nenas, durian, mahoni, manggis dan pisang
sehingga serangga yang terdapat pada lebih beragam. Hal ini sesuai dengan Krebs
(1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin
kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin tinggi
keragaman jenisnya.
Nilai Indeks Kemerataan Jenis Serangga
Tabel 5. Nilai Indeks Kemerataan Jenis Serangga Pengamatan Indeks Kemerataan Lahan
PHT
Indeks Kemerataan Lahan Non PHT
E’ 0.7677 0.7543
Nilai indeks kemerataan jenis serangga (E’) pada tanaman kakao PHT
adalah 0,76 yang menunjukkan bahwa kemerataan jenis serangga pada lingkungan
lahan tersebut adalah tinggi karena E’ > 0,6 maka kemerataan jenis serangga
tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan keadaan ekosistem lahan dalam keadaan
baik. Mahrub (1997) menyatakan bahwa nilai kemerataan berkisaran antara 0 – 1,
makin tinggi nilai E (indeks kemerataan) maka keadaan ekosistem akan lebih
Pada lahan kakao non PHT nilai indeks kemerataan jenis serangga (E’)
adalah 0,75 yang menunjukkan bahwa kemerataan jenis serangga pada lingkungan
lahan ini juga tinggi karena jika E’ > 0,6 maka kemerataan jenisnya tergolong
tinggi. Odum (1996) menyatakan bahwa nilai kemerataan (E) berkisar antara 0
dan 1 yang mana jika nilai kemerataan semakin mendekati 1 maka
menggambarkan suatu keadaan dimana semua spesies cukup melimpah.
Penyebab tingginya kemerataan jenis serangga pada lahan kakao PHT dan
Non PHT disebabkan karena tidak ada jenis famili yang jumlahnya sangat
mendominasi. Hal ini sesuai dengan Oka (1994) yang menyatakan bahwa nilai
kemerataan akan cenderung tinggi bila jumlah populasi dalam suatu famili tidak
mendominasi populasi famili lainnya sebaliknya kemerataan cenderung rendah
bila suatu famili memiliki jumlah populasi yang mendominasi jumlah populasi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Terdapat perbedaan keanekaragaman jenis serangga pada pertanaman kakao
dengan teknik budidaya PHT dan Non PHT di Kecamatan Biru-biru Kabupaten
Deli Serdang. Nilai indeks keanekaragaman serangga Shanon-Weiner (H) pada
pertanaman kakao dengan teknik budidaya PHT lebih tinggi yaitu 2,9052 (sedang)
dibandingkan dengan pada pertanaman kakao non PHT yaitu 2,7633 (sedang).
Saran
Setelah mengetahui keanekaragaman serangga pada lahan pertanaman
kakao dengan teknik PHT dan non PHT, sebaiknya petani kakao yang masih
melakukan teknik budidaya non PHT beralih ke teknik PHT karena meningkatkan