• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Pada Kondisi Ambient : Pengaruh Variasi Laju Pengadukan Terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA) Menggunakan Reaktor Semi Batch

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Pada Kondisi Ambient : Pengaruh Variasi Laju Pengadukan Terhadap Pembentukan Volatile Fatty Acid (VFA) Menggunakan Reaktor Semi Batch"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia adalah negara produsen minyak sawit terbesar dunia. Pada tahun 2015 produksi minyak sawit adalah ± 33 juta ton dengan % rata-rata kenaikan produksi ± 8,75% mulai dari tahun 2010/11-2014/15 [1, 2]. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat perhatian, salah satunya yang terbesar adalah limbah cairnya. Pabrik pengolahan kelapa sawit menggunakan sejumlah besar air dan energi dalam proses produksi. Di sisi output, proses manufaktur menghasilkan sejumlah besar limbah padat, limbah cair dan polusi udara. Limbah cair dihasilkan dari ekstraksi minyak sawit pada proses di dekanter, dikombinasikan dengan limbah dari air pendingin dan

sterilizer yang disebut sebagai LCPKS [15].

2.1 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

Limbah cair dihasilkan dari ekstraksi minyak sawit dari proses basah di dekanter. Limbah cair ini dikombinasikan dengan limbah dari air pendingin dan sterilizer yang disebut sebagai LCPKS [15]. LCPKS yang dihasilkan dari produksi minyak kelapa sawit di Indonesia ± 82,5 juta ton [3]. Biasanya ditempatkan secara konvensional pada suatu kolam atau juga tangki digestasi terbuka (open digesting tanks) [16]. LCPKS adalah cairan kental berwarna coklat yang bercampur dengan padatan-padatan tersuspensi dengan pH berkisar antara 4-5. Limbah ini dapat mencemari lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung apalagi dibuang langsung tanpa proses pengolahan terlebih dahulu [8]. LCPKS dihasilkan melalui proses perebusan (sterilization) , klarifikasi (clarification) dan unit hydro-cyclone

(2)

Tabel 2.1 Karakteristik LCPKS sebelum dilakukan pengolahan [8]

Tabel 2.2 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup [18]

(3)

2.2 Potensi Produksi Biogas Dari LCPKS

Dengan dilakukannya pengolahan LCPKS menjadi biogas maka secara tidak langsung akan mengurangi volume limbah yang dibuang ke tanah dan air, mengurangi jumlah polutan, dan hasil samping pengolahan biogas dapat digunakan sebagai pupuk cair dan juga pestisida [20].

Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerobik, yang terdiri dari campuran metana (50-75%), CO2 (25-45%), dan sejumlah kecil H2, N2, dan H2S. Biogas digunakan sebagai energi alternatif untuk menghasilkan energi listrik, setiap satu m3 metana setara dengan 10 kWh. Nilai ini setara dengan 0,61 L fuel oil, energi ini setara dengan 60-100 watt lampu penerangan selama 6 jam [21].

Penggunaan biogas sebagian besar digunakan untuk teknologi proses, yaitu sebagai berikut :

1. Produksi energi termal di boiler 2. Bahan bakar gas untuk mesin bermotor

3. Penggunaan untuk teknologi proses lainnya seperti produksi metanol [22]

2.3 Proses Digestasi Anaerob

Digestasi anaerob merupakan proses biokimia yang kompleks yang berlangsung dibawah kondisi tanpa oksigen. Mikrobiologi anaerob dari zat-zat buangan organik yang melibatkan proses yang berbeda-beda seperti pada proses hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan pada proses metanogenesis

(4)

2.3.1 Hidrolisis

Pada tahapan hidrolisis, mikrobia hidrolitik mendegradasi senyawa organik kompleks yang berupa polimer menjadi monomernya yang berupa senyawa tidak terlarut dengan berat molekul yang lebih ringan. Lipida berubah menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserin, polisakarida menjadi gula (mono dan disakarida), protein menjadi asam amino dan asam nukleat menjadi purin dan pirimidin. Konversi lipid berlangsung lambat pada suhu di bawah 20°C. Proses hidrolisis membutuhkan mediasi exo-enzim yang dieksresi oleh bakteri fermentatif. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase. Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi terbatas dalam penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin [23].

Pada proses ini bakteri pengurai asam menguraikan senyawa glukosa menjadi :

C6H12O6 + 2H2O 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2 (asam asetat) C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2 (asam butirat) C6H12O6 + 2H2 2CH3CH2COOH + 2H2O (asam propionat)

Pada tahap ini proses digestasi gas metana melewati enzim ekstraseluler dari kelompok hidrolase (amilase, protease, lipase) yang diproduksi oleh bakteri hidrolisis. Selama proses digestasi padatan limbah, hanya 50% zat-zat organik yang mengalami biodegradasi. Komponen-komponen yang tersisa tetap pada keadaan awalnya karena kekurangan enzim yang terlibat pada saat degradasi.

Laju pada proses hidrolisis tergantung dari beberapa parameter seperti : ukuran partikel, pH, produksi enzim, difusi dan absorpsi enzim pada permukaan partikel limbah. Hidrolisis dilakukan oleh bakteri dari kelompok ganera: streptococcus,

enterobacterium [22].

2.3.2 Asidogenesis

(5)

mikroorganisme anaerob. Asidogenesis mungkin terjadi dua arah sehubungan dengan pengaruh barbagai populasi mikroorganisme. Prosesnya terbagi menjadi 2 jenis yaitu hidrogenasi dan dehidrogenasi. Pada fase ini bakteri merupakan fakultatif anaerob menggunakan oksigen secara tidak sengaja kedalam proses anaerob. Jalur dasar transformasi melewati asetat , CO2 dan H2 , sedangkan produk asidogenesa lainnya mempunyai peran signifikan. Sebagai hasil dari transformasi ini , methanogenes dapat langsung menggunakan produk-produk baru sebagai substrat dan sumber energi . Akumulasi elektron oleh senyawa seperti laktat , etanol , propionat, butirat, asam lemak volatil yang lebih tinggi adalah respon bakteri terhadap peningkatan konsentrasi hidrogen dalam larutan. Produk tersebut tidak boleh digunakan secara langsung oleh bakteri metanogen dan harus diubah oleh bakteri wajib memproduksi hidrogen dalam proses yang disebut asetogenesis. Diantara produk dari asidogenesis, amonia dan hidrogen sulfide yang menghasilkan bau yang tidak enak. Bakteri fase asam milik anaerob fakultatif menggunakan oksigen ke dalam proses, menciptakan kondisi yang menguntungkan [22]

2.3.3 Asetogenesis

Hasil asidogenesis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metana berupa asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Sekitar 70 % dari COD semula diubah menjadi asam asetat. Pembentukan asam asetat kadang-kadang disertai dengan pembentukan karbondioksida atau hidrogen, tergantung kondisi oksidasi dari bahan organik aslinya. Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik dengan reaksi seperti berikut [23].

Pada proses ini acetogenic bakteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi :

CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + 2H2 ... (pers. 1) Etanol Asam Asetat

CH3CH2COOH + 2H2O CH3COOH + CO2 + 3H2 ... (pers. 2) Asam Propionat Asam Asetat

(6)

2.3.4 Metanogenesis

Proses metanogenesis merupakan proses produksi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) dari produk antara [14]. Pada tahap metanogenesis, terbentuk metana dan karbondioksida. Metana dihasilkan dari asetat atau dari reduksi karbondioksida oleh bakteri asetotropik dan hidrogenotropik dengan menggunakan hidrogen [23].

Pada proses ini methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi :

CH3COOH CH4 + CO2 (metana) 2H2 + CO2 CH4 + 2H2O (metana)

Hanya 30 % dari metana yang dihasilkan dalam proses ini berasal dari penguraian CO2 dilakukan oleh bakteri metana autotrofik. Selama proses ini H2 terpakai seluruhnya, yang menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan bakteri asam yang menimbulkan asam organik rantai pendek dalam tahap pengasaman dan akibatnya - produksi terlalu rendah dari H2 dalam fase acetogenesis. Sebagai konsekuensi dari konversi tersebut didapat gas yang kaya akan CO2, dikarenakan hanya sebagian kecil yang akan dikonversi menjadi metana [22].

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Digestasi Anaerob

Biogas yang berasal dari proses digestasi anaerobik merupakan strategi yang menarik untuk pengolahan dan pendaur ulangan limbah biomassa dari sudut pandang lingkungan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat dengan menyediakan sumber bahan bakar bersih dari energi terbarukan. Teknologi ini dilakukan dengan serangkaian transformasi biokimia. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja digester anaerobik di mana kontrol yang memadai diperlukan untuk mencegah kegagalan reaktor . Faktor-faktor tersebut yaitu temperatur operasi, pH, pencampuran nutrisi untuk bakteri dan tingkat pembebanan organik (OLR) kedalam digester.

2.4.1 Temperatur Operasi

(7)

Konvensional dilakukan pada suhu mesofilik (35-37 ºC), terutama karena kebutuhan energi yang lebih rendah dan stabilitas yang lebih baik dari proses. LCPKS dibuang pada suhu sekitar 80-90 oC yang benar-benar membuat pengolahan limbah cair tersebut pada kedua suhu mesofilik dan termofilik dapat dilakukan terutama di negara-negara yang beriklim tropis [17].

Salah satu penelitian yang pernah dilakukan adalah oleh Kabaouris, dkk., 2009 dengan judul Meshophilic and Thermophilic Anaerobic Digestion pf Municipal Sludge And Fat, Oil, Grease. Sistem dengan digestasi Batch Menggunakan 2 reaktor terpisah untuk reaktor mesofilik (35 oC) dan termofilik (52oC). Biogas yang dihasilkan pada mesofilik 719 ml dengan kandungan metana 65,8% dan pada termofilik 802 ml, metana 68,7% [24].

2.4.2 pH

Pengukuran pH (potensial Hidrogen) mengungkapkan apakah suatu campuran bersifat asam atau basa. Jika suatu campuran tersebut memiliki jumlah molekul asam dan basa yang sama, pH dianggap netral . Berbagai jenis mikroba dalam digester anaerobik sangat sensitif terhadap perubahan pH dan sangat mempengaruhi produksi metana [17]. Peningkatan pH dapat mempercepat pembusukan, sehingga mempercepat perombakan dan secara tidak langsung mempercepat produksi biogas. Diperoleh bahwa pH netral memacu perkembangan bakteri metana (metanogen), sehingga pada pH tersebut bakteri perombak asam asetat tumbuh dan berkembang secara optimum, hal ini meningkatkan produksi biogas [25].

2.4.3 Ukuran Partikel

(8)

2.4.4 Laju Pengadukan

Distribusi bakteri, substrat, nutrisi dan pemerataan suhu dengan cara yang tepat, pencampuran diketahui sangat penting untuk proses digestasi anaerobik secara keseluruhan. Beberapa penyelidikan menunjukkan bahwa perbaikan dalam kinerja reaktor dapat dicapai ketika perubahan dalam intensitas pencampuran diperhatikan. Keunggulan utama dari pengadukan yang tepat adalah minimalisasi akumulasi dari padatan yang dapat membatasi kinerja reaktor, mengurangi penumpukan limbah di dalam reaktor dan menjaga kontak antara partikel substrat dengan mikroba yang ada [17]. Pengadukan menjamin bahwa padatan yang terkandung tetap dalam bentuk suspensi sehingga akan menghindari pembentukan dead zone [27]. Pemberian pengadukan berpengaruh lebih baik pada peningkatan laju produksi biogas dibandingkan tanpa pengadukan sama sekali. Hal ini terjadi karena dengan pengadukan, substrat akan homogen, inokulum kontak langsung dengan substrat dan merata, sehingga proses perombakan lebih efektif dan menghindari padatan terbang atau mengendap, yang akan mengurangi keefektifan digester dan menimbulkan

plugging’ gas dan lumpur dan menurunkan COD dari umpan yang dimasukkan [25]. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan adalah oleh Haidera, dkk., 2015 dengan judul “Effect of mixing ratio of food waste and rice husk co-digestion and substrate to inoculum ratio on biogas production”. Pada penelitian ini dilakukan analisis produksi biogas dengan menggunakan ratio pengadukan antara limbah makanan dan limbah beras dengan perbandingan C/N (20, 25, 30, dan 35). Diperoleh yield biogas paling tinggi adalah pada ratio pengadukan C/N 20 yaitu 531 L/kg VS [28].

2.4.5 Organic Loading Rate (OLR)

(9)

2.4.6 Retention Time

Ada dua jenis waktu retensi yaitu Solid Retention Time (SRT) dan Hydraulic Retention Time (HRT). SRT berarti waktu rata-rata bakteri tertahan di dalam digester dan HRT berarti waktu retensi dari air buangan. HRT adalah rata-rata interval waktu ketika substrat disimpan di dalam tangki digester. HRT berkorelasi dengan volume digester dan volume substrat umpan per satuan waktu, sesuai dengan persamaan:

HRT = VR / V (2.1)

Keterangan: HRT = Hydraulic Retention Time (hari) VR = Volume digester (m3)

V = Volume substrat umpan per satuan waktu (m3/hari)

Menurut persamaan di atas, peningkatan beban organik akan mengurangi HRT. Waktu retensi harus cukup panjang untuk memastikan bahwa jumlah mikroorganisme yang mati pada proses pengolahan limbah cair tidak lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme direproduksi. Tingkat duplikasi bakteri anaerob biasanya 10 hari atau lebih. Sebuah HRT singkat memberikan laju aliran substrat yang baik, tapi hasil gas yang lebih rendah. Hal ini sangat penting untuk menyesuaikan HRT dengan tingkat degradasi spesifik dari substrat yang digunakan [14].

Salah satu penelitian yang pernah dilakukan adalah oleh Soetopo, dkk., 2011 dengan judul “Efektivitas Proses Kontinyu Digesti Anaerobik Dua Tahap Pada Pengolahan Lumpur IPAL Biologi Industri Kertas”. Pada penelitian ini dilakukan proses digestasi dua tahap dengan reaktor CSTR dengan penambahan protoase dengan variasi HRT. Dilakukan proses termofilik pada proses asidogenesis dan mesofilik di metanogenesis diperoleh biogas sebesar 15,82 L/hari dengan kandungan CH4 50,4-64,1% dan CO2 18-30% [29].

2.5 Analisa Ekonomi

(10)

VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume pembentukan biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Volume Pembentukan Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk

Pada penelitian ini, total pembentukan VFA tertinggi diperoleh pada laju pengadukan 200 rpm dengan jumlah 31.163,891 mg/L. Menurut A.K. Kivaisi, et al

konversi VFA menjadi biogas adalah 100%. Melalui Tabel 2.3 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.2 Konversi Total VFA menjadi Biogas

Gambar 2.2 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,062 x + 907 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

P

Peneliti Total VFA (mg/L) Volume Biogas (L/L·hari)

Kivaisi dan Mtila 2.058,85 1,70

Li et al. 4.020,00 3,97

(11)

Produksi Biogas tertinggi = 6,154 L biogas/L LCPKS = 6,154 m3 biogas /m3 LCPKS Perbandingan 1m3 biogas terhadap solar adalah 0,52 liter solar

Sehingga 6,154 m3 biogas / m3 LCPKS hari setara dengan 3,19998458 Liter Solar / m3 LCPKS

Harga solar industri = Rp 7.600/liter

Maka produksi perhari setara dengan = 7.600x 3,19998458 L solar/ m3 LCPKS = Rp. 24.319,88281 / m3 LCPKS

Jika LCPKS yang diolah sebesar 450 m3 / hari maka keuntungan yang akan diperoleh perhari adalah:

Keuntungan yang diperoleh = 24.319,88281

1 m3LCPKS

×

450 m3

hari

Gambar

Tabel 2.1 Karakteristik LCPKS sebelum dilakukan pengolahan [8]
Gambar 2.1 Empat Fase Pembuatan Biogas Secara Garis Besar [14]
grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Karena telaga ini merupakan jenis coastal aquifer yang terletak dekat dengan laut dan berbasis tanah kapur, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik

Salatiga merupakan Kota yang berada di provinsi Jawa Tengah, Sektor pariwisata merupakan faktor penting bagi pendapatan daerah dan negara, karena selain memberikan

(d) Kegiatan akhir pembelajaran dalam kelas yang dilakukan di SMK Muhammadiyah 2 Cepu Blora juga mengandung pendidikan spiritual yakni sikap tawakkal kepada Allah karena di

Kelebihan lainnya Framework CodeIgniter menggunakan konsep Model, View, Controller (MVC) sehingga lebih mudah untuk tahap pengembangan dan maintenance website

perusahaan atau lembaga terdapat jenjang karier yang pasti (peluang.. tinggi) maka seorang karyawan akan merasa diperlakukan adil dan. tentunya akan dengan suka

JUDUL : FK UGM RAIH POSISI KEDUA MEDIA : HARIAN JOGJA. TANGGAL : 03

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah matematika adalah soal-soal penerapan atau soal-soal aplikasi dalam kehidupan sehari-hari pada

 L1- GoMe : sudut yang dibentuk dari perpotongan garis melalui sumbu panjang insisivus bawah dengan bidang mandibula, menunjukkan posisi insisivus bawah... Overjet