• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi dan Penentuan Radioaktivitas Alam dalam Abu Dasar (Bottom Ash) Batubara dengan Spektrometer Gamma Detektor HPGe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi dan Penentuan Radioaktivitas Alam dalam Abu Dasar (Bottom Ash) Batubara dengan Spektrometer Gamma Detektor HPGe"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batubara

Batubara adalah suatu material yang tersusun dari bahan organik dan anorganik dengan kandungan organik pada batuan dapat mencapai 50% dan bahkan lebih dari 75%. Bahan organik ini disebut maseral yang berasal dari sisa tumbuhan dan telah mengalami berbagai tingkat dekomposisi serta perubahan sifat fisik dan kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh lapisan diatasnya, sedangkan bahan anorganiknya disebut mineral atau. Kehadiran mineral dalam jumlah tertentu akan mempengaruhi kualitas batubara terutama parameter abu, sulfur dan nilai panas sehingga dapat membatasi penggunaan batubara (Finkelman, 1993).

Batubara merupakan suatu jenis mineral yang tersusun atas karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan senyawa-senyawa mineral (Kent, 1993). Batubara digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk menghasilkan listrik. Pada pembakaran batubara, terutama pada batubara yang mengandung kadar sulfur yang tinggi, menghasilkan polutan udara, seperti sulfur dioksida, yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Karbon dioksida yang terbentuk pada saat pembakaran berdampak negatif pada lingkungan (Achmad, 2004).

(2)

2.1.1. Produksi dan Pemanfaatan Batubara

Awal dekade 90-an, pertambangan batubara Indonesia memasuki babak baru yang ditandai dengan mulai beroperasinya perusahaan-perusahaan tambang batubara skala besar. Pada tahun 1991, produksi batubara Indonesia hanya 13,8 juta ton per tahun. Pada tahun 2004 jumlah produksi batubara meningkat hampir 10 kali lipat yaitu 131 juta ton. Enam tahun kemudian, pada tahun 2010 naik lagi menjadi 20 kali lipat, sebesar 280 juta ton. Hanya butuh tiga tahun yaitu pada tahun 2013 naik menjadi 30 kali lipat atau sebesar 426 juta ton.

Dengan demikian, rata-rata pertumbuhan produksi batubara selama 23 tahun terakhir adalah 17,4% per tahun. Selama sepuluh tahun terakhir (2004-2013), perusahaan pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) memiliki pertumbuhan produksi batubara sebesar 38,7% , per tahun. Sementara produksi batubara dari perusahaan pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) tumbuh 11,2% per tahun dalam periode yang sama.

Persentasi produksi dari perusahaan PKP2B pada tahun 2013 sebesar 68% dari produksi nasional, sedangkan perusahaan IUP 29% sisanya PTBA (PT Tambang Batubara Bukit Asam ) sebesar 3%. Pangsa produksi batubara IUP mengalami peningkatan yang sangat signifikan, pada tahun 2004 hanya kurang dari 7% dari produksi batubara nasional.

Hal ini sangat terkait dengan banyaknya IUP yang diterbitkan oleh daerah. Pada saat ini terdapat lebih dari 3.800 perusahaan di seluruh Indonesia dan jumlah IUP yang sudah dalam tahap produksi lebih dari 1.300 perusahaan. Selanjutnya, pemanfaatan produksi batubara untuk kebutuhan di dalam negeri bekisar 25% dari total produksi batubara nasional, selebihnya diekspor ke berbagai negara. Pada tahun 2013, pemakaian batubara di dalam negeri sebesar 98 juta ton atau setara dengan 392 juta SBM (setara barel minyak), sedangkan ekspor batubara mencapai 328 juta ton.

(3)

Indonesia menguasai 44 % pasar ekspor dunia. Namun demikian, dari sisi volume cadangan batubara, menurut BP Statistics 2014, Indonesia hanya menguasai 3,2% cadangan batubara dunia, dengan rasio cadangan terhadap produksi sebesar 71 tahun (Warta Minerba, 2014).

2.1.2. Klasifikasi Batubara

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi kedalam empat kelas : lignit, subbituminus, bituminus, dan antrasit.

1.Lignit

Lignit merupakan batubara peringkat rendah dimana kedudukan lignit dalam tingkat klasifikasi batubara berada pada daerah transisi dari jenis gambut ke batubara. Lignit adalah batubara yang berwarna cokelat kehitaman dan memiliki tekstur seperti kayu.

2.Sub-bituminus

Batubara jenis ini merupakan jenis lignit dan bituminus. Batubara jenis ini memiliki warna hitam yang mempunyai kandungan air, zat terbang, dan oksigen yang tinggi serta memiliki kandungan karbon yang rendah. Sifat-sifat tersebut menunjukan bahwa batubara jenis sub-bituminus ini merupakan batubara tingkat rendah.

3.Bituminus

Batubara jenis ini merupakan batubara yang berwarna hitam denga tekstur ikatan yang baik. Bituminus mengandung 686% unsur carbon (C) dan berkadar air 8-10%.

4.Antrasit

(4)

2.1.3.Reaksi Pembentukan Batubara

Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama dari selulosa. Proses pembentukan batubara dibantu oleh faktor fisika, dan faktor kimia yang akan mengubah selulosa menjadi lignit, subbituminus, bituminus, dan antrasit. Reaksi pembentukan batubara dapat digambarkan sebagai berikut.

REAKSI:

5 (C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4+ 6CO2 + CO + 8H2

Selulosa lignit gas metana uap air

O

Keterangan :

Selulosa merupakan senyawa organik berfungsi sebagai zat pembentuk batubara. Unsur C dalam lignit lebih sedikit dibanding bituminus. Semakin banyak unsur C didalam lignit semakin baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada bituminus. Semakin banyak unsur H di dalam lignit maka semakin buruk mutunya. Senyawa CH4 (gas metana) dalam lignit sedikit dibanding dalam bituminus, semakin banyak CH4,

2.2. Abu Batubara

lignit semakin baik kualitasnya (Sukandarrumidi, 1995)

Abu batubara adalah hasil pembakaran batubara. Pembakaran batubara akan menghasilkan abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Jumlah abu terbang yang dihasilkan lebih banyak (80% dari total sisa abu pembakaran batubara), butiran abu terbang lebih kecil (200 mesh) dan lebih berpotensi menimbulkan pencemaran udara, sedangkan abu dasar masih mempunyai nilai kalor sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar (Munir, 2008).

(5)

2.2.1. Abu Terbang (fly ash)

Abu terbang merupakan salah satu residu (limbah batubara) yang dihasilkan dalam pembakaran batubara. Abu terbang terdiri dari partikel halus yang terbang, dan jumlahnya meningkat dengan bertambahnya gas buangan. Abu tidak terbang disebut abu dasar. Dalam industri, abu terbang biasanya mengacu pada abu yang dihasilkan selama proses pembakaran batubara. Abu terbang umumnya dihasilkan dari cerobong hasil pembakaran batubara pada pabrik pembangkit listrik. Abu terbang bersama-sama dengan abu dasar akan dihasilkan dalam tungku pembakaran batubara, yang dikenal sebagai abu hasil pembakaran batubara. Komponen abu terbang sangat bervariasi, dengan komponen utama silikon dioksida (SiO2

Abu terbang hasil pembakaran batubara umumnya dilepaskan ke atmosfir tanpa adanya pengendalian, sehingga dapat menimbulkan pencemaran udara. Oleh karena itu diperlukan adanya perhatian terhadap lingkungan dan pengendalian pencemaran terhadap abu terbang sebelum dilepaskan ke alam. Di Amerika, abu terbang umumnya disimpan sementara pada pembangkit listrik tenaga batubara, dan akhirnya dibuang di landfill (tempat pembuangan). Penumpukan abu terbang batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan. Oleh karena itu dilakukan berbagai penelitian untuk meningkatkan nilai ekonomisnya, sehingga dapat mengurangi dampak buruknya bagi lingkungan (Munir, 2008).

) (baik amorf maupun kristal) dan kalsium oksida (CaO).

(6)

2.2.2. Abu Dasar (Bottom ash)

Kebanyakan abu produk pembakaran batubara tetap tinggal di atas kisi dan dibuang sebagai abu dasar (bottom ash) sekitar 80%, sedangkan butiran partikel abu batubara yang lebih kecil ikut terbawa aliran gas pembakaran (fluel gas) dan dipisahkan dengan penangkap abu sebagai abu terbang (fly ash ) sekitar 20 %. Proses pembakaran biasanya menghasilkan abu batubara dengan kandungan

unburned carbon atau sering disebut LOI (loss on ignition) tinggi dan ditandai dengan warna abu batubara yang kehitaman.

Partikel abu yang terbawa gas buang disebut abu terbang (fly ash),

sedangkan abu yang tertinggal dan dikeluarkan dari bawah tungku disebut abu dasar (bottom ash). Sebagian besar abu terbang dan abu dasar dikumpulkan dalam pembuangan (ash disposal) (Murniati, 2009)

2.3. Limbah B3

Menurut peraturan pemerintah republik Indonesia N0. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pasal 1 ayat 1, dijelaskan bahwa “limbah B-3 adalah zat,energi,dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk lain”.

Berdasarkan tingkat bahayanya, limbah B-3 dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu :

-Limbah B-3 kategori 1 -Limbah B-3 kategori 2

(7)

2.3.1. Limbah Radioaktif

Limbah radiaoktif selama ini tidak pernah dibuang ke lingkungan sembrangan karena telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional. Ketentuan yang mengatur masalah limbah radioaktif tidak lain ditujukan untuk menjamin keselamatan lingkungan sehingga pemanfaatan teknologi nuklir tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan manusia.

Pengaturan masalah limbah radioaktif dan paparan radiasi secara internasional ditetapkan oleh Internasional Atomic Energy Agency atau disingkat IAEA, dan juga oleh International Commissions on Radiological Protection atau ICRP. Sedangkan secara nasional, pengaturan dan pengawasan masalah tersebut dilakukan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk mengetahui masalah limbah radioaktif perlu kiranya diketahui secara umum tentang pengolahan limbah radioaktif dan masalah lainnya yang berkaitan dengan radioekologi.

Limbah radioaktif secara umum berasal dari instalasi atom, seperti reaktor nuklir, baik reaktor riset, reaktor produksi isotop maupun reaktor daya atau Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Selain dari itu, pemanfaatan energi nuklir juga berpotensi untuk menghasilkan limbah radioaktif, seperti rumah skait, dan pusat penelitian dan pemanfaatan teknologi nuklir dalam berbagai bidang lainnya (Wardhana 1996).

2.3.2. Pengelolaan Limbah B-3

(8)

tertentu. Lokasi penyimpanan limbah B-3 harus bebas dari banjir, tidak rawan bencana alam, hal ini dimaksudkan agar limbah B-3 tidak tercemar ke sungai-sungai atau air tanah yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat. Fasilitas penyimpanan B-3 dapat berupa bangunan, tangki atau kontainer, silo, tempat tumpukan limbah (waste pile), waste impoundement atau bentuk lainnya yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (PP NO. 101 TAHUN 2014)

Pemanfaatan limbah B-3 adalah kegiatan penggunaan kembali (reuse),

daur ulang (recyle), perolehan kembali (recover) yang bertujuan untuk mengubah limbah B-3 menjadi produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan (PerMen LH No.2/2008).

Dengan pemanfaatan limbah B-3 sekaligus dapat mengurangi jumlah limbah B-3, penghematan sumber daya alam dan meminimisasi potensi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Penghasil limbah B-3 baik perorangan maupun badan usaha tidak boleh membuang limbah B-3 yang dihasilkan tersebut secara langsung kedalam media lingkungan (kedalam tanah, air atau udara), tanpa pengolahan terlebih dahulu. Juga tidak boleh melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan konsentrasi zat racun dan bahaya limbah B-3, karena pada hakekatnya pengenceran tidak mengurangi beban pencemaran yang ada dan tetap sama dengan sebelum dilakukan pengenceran. Dengan kata lain pengenceran tidak akan menghilangkan sifat berbahaya dan beracunnya limbah B-3 tersebut bahkan memperbanyak volume, hal ini berlawanan dengan prinsip reduce.

(9)

cara recovery. Kegiatan pemanfaatan limbah B-3 tersebut dilakukan dengan mengutamakan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta perlindungan lingkungan hidup dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.

2.3.3. Pengelolaan Limbah Radioaktif

Pengolaan limbah radioaktif secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penampungan, pengolahan, pembuangan. Ketiga tahap tersebut harus dilakukan agar pada akhirnya limbah radioaktif tidak membahayakan manusia ataupun lingkungan sekitarnya.

Pengolahan limbah radioaktif dimaksudkan untuk mengurangi paparan radiasi dari limbah radioaktif agar limbah tersebut tidak membahayakan manusia dan lingkungan sehingga dosis rata-rata yang diterima manusia tidak lebih dari dosis maksimal tahunan yang telah ditetapkan. Bila pengurangan radiasi limbah radioaktif sudah dapat menyamai paparan radiasi alam yang sudah ada sejak terbentuknya bumi ini, maka limbah radiaktif tersebut tidak akan menjadi masalah lagi. Untuk mengurangi paparan radiasi limbah radioaktif ada beberapa cara yang ditempuh. Pemilihan cara tersebut dilakukan berdasarkan keadaan limbah radioaktif yang akan diolah. Cara pengolahan limbah radioaktif tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Pengenceran dan dispersi untuk limbah radioaktif yang mempunyai aktivitas rendah.

2. Penundaan dan peluruhan untuk limbah radioaktif berumur paro relatif pendek.

3. Pemampatan (pemadatan) untuk limbah radiokatif yang mempunyai sedang dan aktivitas tinggi.

4. Pewadahan (containment)

(10)

2.4. Radionuklida

Radionuklida adalah isotop suatu unsur yang tidak stabil untuk menjadi isotop unsur lain dengan melepaskan kelebihan energinya dalam bentuk radiasi nuklir. Radionuklida ini akan mengalami peluruhan sambil memancarkan radiasi berupa partikel alfa, beta dan sinar gamma. Radionuklida alam penyumbang terbesar terhadap besarnya paparan gamma ke manusia adalah anak luruh U-238, Th-232 dan K-40 (UNSCEAR, 2000).

2.4.1. Radionuklida Alam

Radionulklida alam ada sejak terbentuknya alam semesta atau biasa disebut dengan NORM (Naturally Occuring Radioactive Material), dan terdiri dari uranium, thorium, kalium, dan unsur lainnya yang terdapat dalam tanah dan juga batuan (Barnes, 1983).

Radionuklida alam terbagi atas : a. Radionuklida primordial.

Radionuklida ini ada sejak terbentuknya alam semesta dan terdiri dari radionuklida deret uranium dengan induk Uranium (U-238) dan ujung akhir nuklida stabil Timbal (Pb-206), radionuklida deret Thorium (Th-232) dan ujung akhir nuklida stabil timbal (Pb-208). Gambar pada lampiran 9, menunjukkan deret peluruhan, waktu paro dan jenis radiasi yang dipancarkan oleh masing-masing radionuklida. Karena Uranium alam terdiri dari U-238 dan U-235 (dengan kelimpahan masing-masing, sekitar 99,3% dan 0,7%) maka bumi terbentuk radionuklida dari kedua deret ini. Selain itu dalam radionuklida alam terdapat K-40 yang tidak membentuk deret.

b. Radionuklida kosmogenik.

(11)

2.4.2.Radionuklida Buatan

Radionuklida buatan disebut juga dengan istilah Tenorm, sesuai dengan artinya, tenorm adalah bahan radioaktif yang diambil dari alam (buatan, tanah, dan mineral) dan konsentrasinya meningkat dengan adanya kegiatan industri manusia. TENORM dijumpai di pertambangan uranium, pabrik produksi pupuk, fospat, produksi minyak dan gas, produksi energi geothermal (Wisnubroto, 2003). 2.4.3. Uranium

Uranium adalah salah satu unsur radioaktif yang terjadi secara alami di lapisan kerak bumi. Uranium merupakan logam dengan densitas yang tinggi (18,9 9/cm3). Radionuklida uranium termasuk kelompok aktinida yang mempunyai nomor atom 92, bobot massa 238,02891, titik cair 11350C dan titik didih 41310C. Uranium dalam bentuk murninya adalah logam berat berwarna perak dengan densitas hampir dua kali timbal (Pb). Batuan bumi mengandung rata-rata 3 ppm (3mg/kg) uranium, dan di air laut diperkirakan 3 ppb (=3µg/kg). Katren (1998) menyebutkan bahwa hampir semua jenis batuan mengandung uranium rata-rata 33Bq/kg. Uranium yang berasal secara alami terdiri dari tiga isotop yang semuanya merupakan zat radioaktif yaitu 238U, 235U, 234U. 238U dan 235U merupakan nuklida induk (parent), sedangkan 234U merupakan produk peluruhan dari deret 238U. Uranium yang terdapat dalam perairan alami adalah uranium hekasavalen, berupa ion uranil (UO2

2-Tabel 2.1. Isotop-isotop uranium yang berasal secara alami ).

Isotop Uranium

Isotop Persentase dalam Nomor Nomor Waktu paruh uranium alamiah proton neutron (Tahun)

U-238 99.284 92 146 146milyar

U-235 0.711 92 143 704 juta

(12)

Peluruhan uranium sangat lambat dengan memancarkan partikel alfa. Waktu paruh uranium-238 adalah 4,5 milyar tahun, yang berarti tidak sangat radioaktif seperti ditunjukkan oleh spesific abudance yang rendah (0,00000034 Ci/g). Sejumlah kecil uranium alam dapat ditemukan hampir di setiap tempat, di tanah, di batuan bumi, dan air, sementara biji uranium ditemukan hanya dibeberapa tempat biasanya dalam batuan keras atau batuan pasir, depositnya biasanya ditutupi oleh tanah dan vegetasi.

Selama bertahun-tahun, uranium digunakan untuk mewarnai gelas keramik, menghasilkan warna yang berkisar dari merah jingga sampai kuning lemon. Uranium juga digunakan untuk pewarnaan pada masa awal fitografi. Sifat radioaktif uranium tidak diketahui sampai pada tahun 1896, dan potensinya untuk digunakan sebagai sumber energi tidak dipahami sampai pada pertengahan abad ke-20. Dalam reaktor nuklir, uranium berfungsi baik sebagai sumber neutron (melalui proses fisi) dan bahan target untuk menghasilkan plutonium.

Mineral uranium terdapat dalam kerak bumi pada semua jenis batuan terutama batuan granit dengan kadar 3-4 gram per 1 ton batuan. Pada umunya uranium terdistribusi secara merata dan dapat dijumpai dalam bentuk mineral uranit maupun oksida komplek euksinit betafit. Uranit merupakan mineral yang kandungan utamanya adalah uranium (80%) sedangkan euksinit betafit kandungan uraniumnya 20% (Rasito et al,2008)

2.4.4.Thorium

(13)

Ketika dalam bentuk murninya, thorium merupakan logam berat dengan warna putih perak yang akan tetap berkilau selama beberapa bulan. Tetapi, ketika terkontaminasi oleh oksida, thorium akan memudar dengan perlahan-lahan di udara, menjadi warna abu-abu dan dapat menjadi hitam. Thorium oksida (ThO2), yang disebut juga thoria, memiliki titik didih tertinggi dari semua jenis oksida yang lain (33000

Sumber utama thorium adalah mineral fosfat, dengan rata-rata 6,7%. Monazite ditemukan pada hasil solidifikasi magma (igneous) dan batuan lainnya tetapi konsentrasi terbesar dalam deposit semen yang mengandung mineral-mineral berharga (placer deposit), terkonsentrasi oleh gaya gelombang dan arus bersama logam berat yang lain. Sumber Monozite di bumi di perkirakan sekita 12 juta ton. Thorium dibebaskan dari monazite biasanya melalui proses leaching menggunakan sodium hidroxide pada suhu 140

C). Ketika dipanaskan di udara, logam thorium akan kembli terbakar sempurna denga sinar putih. Karena sifat-sifat tersebut, thorium ditemukan pada aplikaisnya yaitu elemen bola lampu, pembungkus lentera, arc-light lamp, sambungan (las) elektroda, dan keramik tahan panas.

0

C diikuti dengan proses kompleks untuk mengendapkan ThO2

2.4.5. Plumbum-210 (Pb-210)

murni ( World Nuclear Association, 2009).

(14)

radioaktif lainnya. Plumbum-210 sering digunakan secara luas dalam studi sedimentasi dan penentuan umur sedimen (Zal U’yan wan et al 2013).

2.4.6. Radium

Radium merupakan merupakan suatu logam yang berwarna puti keperakan yang bersifat radioaktif. Radium memncarkan energi dalam bentuk sinar, panjang gelombang atau partikel-partikel. Radium ditemukan dialam dan dapat ditemukan dalam beberapa bentuk. Radium terbentuk ketika dua unsur kimia ( uranium dan thorium) pecah umumnya terjadi di batuan atau tanah. Radium akan mengalami peluruhan radioaktif. Selama proses peluruhan , akan dihasilkan radiasi alpha, beta, dan gamma. Radium selalu dihasilkan dari peluruhan uranium dan thorium. Karena radium terdapat pada setiap level rendah pada batu-batuan dan tanah, maka radium dengan kuat terikat pada material-material ini. Radium juga dapat ditemukan di udara,pada beberapa bagian negeri, radium juga dapat ditemukan di air. Ketikan air memiliki uranium, radium dengan level yang lebih tinggi juga ditemukan didekat air tersebut. Radium dalam tanah mungkin dapat ditemukan dari tanaman-tanaman. Radium juga dapat ditemukan pada ikan, atau hewan-hewan air lainnya. Radium pertama kali ditemukan pada tahun 1900, tidak ada satu orangpun yang tahu bahwa itu berbahaya. Radium digunakan untuk menghasilkan berbagai produk dan untuk mengobati kanker. Sekarang ini, penggunaan-penggunaan radium tersebut sudah diakhiri, karena alasan kesehatan dan keselamatan. Saat ini radium masih digunakan untuk peralatan-peralatan industri dan keperluan penelitian (Department health and Human Service, 2009) 2.5. Radioaktivitas

(15)

Pada tahun 1903, Ernest Ruttherford mengemukakan bahwa radiasi yang dipancarkan zat radioaktif dapat dibedakan atas dua jenis berdasarkan muatannya, Radiasi yang bermuatan positif dinamai sinar alpha, dan yang bermuatan negatif diberi nama sinar beta. Selanjutnya Paul U. Villard menemukan jenis sinar yang ketiga yang tidak bermuatan dan diberi nama sinar gamma.

a. Sinar Alfa (α)

Sinar alfa merupakan radiasi yang bermuatan positif. Partikel sinar alfa sama dengan inti helium -4, bermuatan +2e dan bermassa 4 sma. Partikel alfa adalah partikel berat yang dihasilkan oleh zat radioaktif. Sinar alfa dipancarkan dari inti dengan kecepatan 1/10 kecepatan cahaya. Karena memiliki massa yang besar, daya tembus sinar alfa paling lemah diantara sinar-sinar radioaktif. Di udara hanya dapat menembus beberapa cm saja dan tidak dapat menembus kulit. Sinar alfa dapat dihentikan oleh selembar kertas biasa. Sinar alfa segera kehilangan energinya ketika bertabrakan dengan molekul media yang dilaluinya. Tabrakan itu mengakibatkan media yang dilaluinya mengalami ionisasi. Akhirnya partikel alfa akan menangkap elektron dan berubah menjadi atom helium.

b. Sinar Beta (β)

Sinar beta merupakan radiasi partikel bermuatan negatif. Sinar beta merupakan berkas elektron yang berasal dari inti atom. Partikel beta yang bermuatan -1e dan bermassa 1/836 sma. Karena sangat kecil, partikel beta dianggap tidak bermassa sehingga dinyatakan dengan notasi 0-1

c. Sinar Gamma (

e. Energi sinar beta sangat bervariasi, mempunyai daya tembus lebih besar dari sinar alfa tetapi daya pengionnya lebih lemah. Sinar beta paling energetik dapat menembus sampai 300 cm dalam udara kering dan tidak dapat menembus kulit.

)

(16)

2.5.1. Waktu Paro (t1/2 Waktu paro atau t

)

1/2 adalah waktu yang diperlukan oleh suatu unsur radioaktif untuk meluruh sehingga jumlah atom radionulklidanya menjadi setengah dari jumlah atom radionuklida semula. Bila dinyatakan dalam aktivitas A, maka waktu paro adalah waktu yang diperlukan oleh suatu unsur radioaktif untuk meluruh sehingga aktivitasnya menjadi setengah dari aktivitas semula. Sedangkan aktivitas A adalah keadaan jumlah atom pada setiap saat yang dinyatakan dalam :

d N d t

=A=ƛ N

dengan cara yang sama akan diperoleh aktivitas pada setiap saat A (t) = A (0)e-ƛ

Sehingga kalau dikaitkan dengan waktu paro akan diperoleh t

Satuan yang dipakai untuk menunjukkan besaran radiasi nuklir adalah meliputi energi, aktivitas dan dosis radiasi.

a. Energi Radiasi

Elektron Volt (eV) adalah satuan yang digunakan untuk menyatakan suatu besaran energi atom atau nuklir. Satu elektron volt didefinisikan sebagai energi kinetik sebuah partikel yang muatannya sama dengan muatan sebuah elektron, setelah bergerak melewati beda potensial listrik sebesar satu volt. Energi radiasi atom yang dimaksud, misalnya sinar-X yang biasa dinyatakan dalam kilo elektron volt (KeV), 1 Kev= 103

b.Aktivitas Radiasi

eV.

(17)

sumber radioaktif dinyatakan dengan bacquerel (Bq), 1Bq=1 desintegrasi (peluruhan) persekon (detik) atau dps.Satuan bacquerel merupakan sistem satuan internasional (SI) yang mulai dipakai sejak tahun 1976. Sebelum satuan ini dipakai, telah digunakan satuan Curie (Ci). Satuan curie didefinisikan sebagai aktivitas dalam 1 gram radium ( Ra-226). Jumlah disintegrasi persekon dalam 1 gram radium adalah 37 x 1010. Hubungan anatara satuan Curie dan Bacquerel adalah 1 Ci =3,7 x 1010 Bq atau 1 Bq= 27,027 x 1012

2.5.3.Upaya Proteksi Radiasi

Ci (Sastrosudarmo,S, 2014).

Upaya proteksi radiasi berhubungan dengan bagaimana cara yang dilakukan untuk melindungi diri dari paparan radiasi. Secara umum upaya proteksi radiasi di bedakan berdasarkan jenis radiasinya. Seperi radiasi dan radiasi interna.

2.5.3.1. Upaya Proteksi Radiasi Eksterna

Upaya proteksi radiasi eksterna biasanya berhubungan dengan kegiatan pemakaian alat dan sumber pemancar radiasi, seperti pesawat sinar-X, reaktor nuklir, akselerator, dan sumber radiasi tertutup. Upaya proteksi radiasi yang dimaksud adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat pajanan radiasi, agar terimaan dosis radiasi yang diterima seseorang baik sebagai pekerja radiasi maupun pekerja radiasi serendah mungkin. Cara untuk mengurangi terimaan dosis radiasi yang dipancarkan dari sumber radiasi ada empat cara yaitu.

1. Membatasi aktivitas sumber radiasi pada tingkat serendah mungkin 2. Membatasi waktu kerja

3. Bekerja dalam jarak sejauh mungkin dari sumber radiasi 4. Menggunakan perisai (penahan) radiasi

2.5.3.2. Upaya Proteksi Radiasi Interna

(18)

penyerapan pada kulit ( terutama kulit yang secara langsung masuk melalui darah).

Untuk mencegah atau mengurangi masuknya zat radioaktif kedalam tubuh ada tiga hal yang perlu diperhatikan :

1. Mengurangi atau mencegah menyebarnya zat radioaktif ke lingkungan kerja

2. Mengurangi konsentrasi radionuklida di daerah kerja

3. Menutupi jalur-jalur (pernapasan, pencernaan, dan kulit) atau mencegah masuknya zat radioaktif kedalam tubuh.

Setiap pekerja harus menggunakan perlengkapan keselamatan kerja, baik sebagai pekerja radiasi maupun bukan pekerja radiasi. Jenis perlengkapan keselamatan kerja perorangan, antara lain respirator, perlengkapan pelindung tubuh atau bagian tubuh mislanya, kacamata pengaman, pelindung kepala, dan pelindung tangan dan kaki. Tujuan dari pemakaian perlengkapan keselamatan kerja adalah untuk melindungi para pekerja baik pekerja radiasi mauupun bukan pekerja radisi dari bahaya radiasi intrena dan eksterna serta bahaya yang bukan berasal dari radiasi (Sastrosudarmo, 2014).

2.6. Spektrometer Gamma

Ada banyak metode-metode dan teknik yang dapat diterapkan dalam penentuan radionuklida alami yang terdapat pada geologi, biologi dan lingkungan seperti pada batu, tanah, udara, dan limbah air dari lingkungan. Namun kuantitatif dari Spektroskometri Gamma adalah suatu teknik yang mempunyai kemampuan untuk tidak merusak sampel dari media yang akan dianalisa (Yousef et al., 2007).

(19)

gamma dilengkapi dengan suatu perangkat lunak untuk kalibrasi dan mencocokkan puncak-puncak energi foton (Photonpeak) dengan suatu pustaka data nuklir (Nugrah L, et al 2013).

Spektrometer gamma terdiri dari detektor radiasi gamma, rangkaian elektronik penunjang, dan sebuah Interface yang disebut Multi Channel Analyzer (MCA) .Saat ini rangkaian elektronika, catu daya tegangan tinggi dan rangkaian MCA telah dibuat secara terintegrasi pada onboard slot komputer. Dengan perangkat lunak khusus (Software Maestro), pada seperangkat komputer dapat berfungsi sebagai MCA dengan kemampuan pengolahan dan analisis yang lebih baik.

Spektrometer gamma bekerja berdasarkan berbagai interaksi radiasi gamma (energi foton) dengan bahan detektor. Interaksi yang paling umum dibicarakan pada proses ini dikenal dengan efek fotolistrik, efek compton dan produksi pasangan (pair production).

A. Efek foto listrik

Efek foto listrik terjadi saat radiasi elektromagnetik atau foton memberikan seluruh energinya untuk berinteraksi dengan elektron pada orbital tertentu suatu absorben atom (bahan detektor). Jika energi foton yang terlibat lebih besar dari ikatan elektron maka elektron akan terionisasi menghasilkan pasangan ion. Foton itu sendiri akan hilang sedangkan elektron yang tereksitasi (fotoelektron) akan mengalamai proses ionisasi selanjutnya bersama atom lain. Peristiwa fotolistrik kemungkinan besar terjadi pada radiasi gamma energi rendah atau pada atom dengan nomor massa Z yang besar. Oleh karena itu detektor yang digunakan pada spektrometer gamma tersusun atas atom dengan nomor massa tinggi seperti I dalam NaI Sintilator atau Ge pada detektor semikonduktor..

B. Efek Compton

(20)

interaksi ini juga menghasilkan pasangan ion dan elektron bebas. Elektron dari proses tersebut akan menjalani proses ionosasi sekunder atau efek fotolistrik. C. Produksi Pasangan

Produksi pasangan dihasilkan gamma foton berenergi tinggi (≥ 1,02 MeV). Dalam mekanisme ini foton yang melewati daerah inti suatu atom akan terkonversi membentuk pasangan partikel bermuatan positif dan negatif (positron dan elektron) yang masing-masing energinya setengah dari energi asalnya (0,51 MeV). Foton dengan energi diatas 1,02 MeV akan memberikan kelebihan energinya pada partikel sebagai energi kinetik. Selanjutnya, elektron akan berinteraksi dengan atom sekitar menjalani proses ionisasi sekunder sedangkan positron akan berinteraksi dengan elektron bebas menjalani proses annihilasi (kebalikan produksi pasangan).

Secara umum ketiga interaksi diatas menyebabkan elektron-elektron atom bahan detektor terpental keluar sehingga berada dalam keadaan tereksitasi (excited state). Elektron yang tereksitasi akan kembali ke keadaan daarnya (ground state) dengan memancarkan cahaya. Cahaya yang dilepaskan akan diarahkan ke fotokatoda sehingga permukaan foto katoda akan melepaskan elektron yang akan dilipatgandakan oleh dinoda-dinoda yang tersusun diantara fotokatoda atau anoda. Elektron hasil pelipatgandaan inilah yang menjadi pulse energi sebagai keluaran detektor. Tenaga elektron yang dilepaskan bergantung pada intensitas sinar gamma yang mengenai detektor. Makin tinggi energi elektron makin tinggi pula pulse energi yang dihasilkannya, sedang makin banyak elektron yang dilepaskan makin banyak pula cacahan pulse energinya (Wahyudi, 2008).

2.6.1. Kalibrasi Energi

(21)

Apabila hubungan antara energi dan nomor salur dituangkan dalam grafik maka akan diperoleh gambar garis lurus (Nugrah L, et al 2013)

2.6.2. Prinsip Analisa Kualitatif

Kalibrasi energi diperlukan untuk tujuan analisis kualitatif spektrofotometri gamma. Setelah kalibrasi energi dilakukan maka sistem spektrofotometer dapat dipergunakan untuk melakukan pengukuran suatu cuplikan. Energi gamma yang dipancarkan oleh suatu radionuklida adalah salah satu sifat karakteristik dari radionuklida tersebut. Sifat-sifat karakteristik dari berbagai radionuklida dapat dilihat pada tabel isotop yang berisi energi sinar gamma, waktu paro, dan intensitas. Puncak-puncak spektrum pada cuplikan dapat diketahui mengunakan persamaan matematis pada kalibrasi energi. Sehingga kandungan unsur radioaktif pada cuplikan dapat ditentukan.

2.6.3. Kalibrasi Efisiensi

Efisiensi deteksi adalah ukuran hubungan antara pencacahan yang di hasilkan detektor dengan aktivitas zat radioaktif. Nilai suatu pencacahan belum mencerminkan aktivitas yang sebenarnya dari suatu zat radioaktif. Suatu zat radioaktif selalu memancarkan sinar radioaktif ke segala arah. Pengukuran cuplikan zat radioaktif dilakukan pada jarak tertentu dari detektor, sehingga sebenarnya hanya sebagian dari sinar radiasi gamma yang dipancarkan yang terdeteksi oleh detektor. Dalam pengukuran zat radioaktif secara spektrometri dimana pengukuran hanya ditunjukkan pada salah satu energi dari sekian banyak energi dan metode peluruhan yang ada dalam cuplikan, maka besarnya efisiensi deteksi juga merupakan fungsi tenaga dan dapat dituliskan sebagai berikut :

(22)

2.6.4. Prinsip Analisa Kuantitatif

Gambar

Tabel 2.1. Isotop-isotop uranium yang berasal secara alami

Referensi

Dokumen terkait

• Server mempunyai perangkat lunak yang diinstal dan memungkinkannya untuk memberikan informasi (email atau halaman web), untuk host lain pada jaringan.. • Setiap

Menurut Duchesneau et al.(dalam Staw 1991),wirausaha yang berhasil adalah mereka yang dibesarkan oleh orang tua yang juga wirausaha, karena mereka memiliki pengalaman luas dalam

Berdasarkan penelitian yang dilakukan ibu yang bekerja memiliki lebih banyak waktu diluar dibandingkan dengan ibu rumah tangga atau ibu yang tidak bekerja, hal seperti ini

Setiap karakter dan aset dalam video animasi dapat menghibur dan sangat menarik untuk proses belajar bagi siswa autis di SDLB N 1 Salatiga karena tampilan visualnya terlihat

 development of CO 2 emissions reduction scenarios, including the introduction of a total carbon emission cap, the introduction of new power generation technologies

Hasil Perhitungan Shift Share Sayuran per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.. Ns Ps Ds Ns Ps Ds Ns Ps Ds Ns Ps Ds Ns Ps Ds Ns

Bagaimana penanganan limbah padat proses produksi yang dilakukan oleh pabrik makanan olahan (food division) PT..

Persentase (% ) Provinsi Dengan Angka Kasus Baru Tb Paru Bta Positif/ Cdr (Case Detection Rate) Minimal 70 % 11. Persentase (% ) Provinsi Mencapai Angka Keberhasilan Pengobatan