• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mekanisme Pertahanan Diri terhadap Hasrat Melakukan Hubungan Seksual pada Diri Biarawan Buddha T1 802005141 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mekanisme Pertahanan Diri terhadap Hasrat Melakukan Hubungan Seksual pada Diri Biarawan Buddha T1 802005141 BAB I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Mekanisme Pertahanan Diri Terhadap Hasrat

Melakukan Hubungan Seksual Pada Diri Biarawan

Buddha

Pembimbing 1 :

Dr. Sutarto Wijono, MA

Pembimbing 2 :

Dr.

Hari Soetjiningsih, M.S

OLEH

Danang Yulianto

802005141

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada masa ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Ledakan arus informasi dilihat dari adanya berbagai siaran televisi dan internet dari dalam dan luar negeri yang hampir setiap saat dapat ditonton. Hal itu membuat para remaja mengetahui bagaimana agar mereka dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa mempedulikan masyarakat sekitarnya. Menurut Bhikkhu Uttamo (Dewasa dalam Dharma: 1998) mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan.

(3)

2 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dalin (dalam Dewasa Dalam Dharma, 1998) mengenai seksualitas menemukan tujuan dan penyebab kegiatan seksual pra nikah. Tujuan dari kegiatan seksual adalah untuk memiliki keturunan, memperkuat hubungan batin pasangan dan meningkatkan intimitas, memberikan kenikmatan, meningkatkan harga diri, dan mengendorkan ketegangan, sedangkan penyebab terjadinya kegiatan seksual pra nikah adalah:

1) Makin mundurnya rata-rata usia kawin sehingga desakan seks semakin berlanjut

2) Peralatan KB yang mudah didapat

3) Pergeseran konsep cinta dari self-sacri-fice (pengorbanan diri) menjadi self-service (melayani dan memuaskan diri sendiri)

4) Tekanan dari sesama teman atau pasangannya sendiri 5) Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kekaburan

remaja akan cinta dan seks

6) Rasa ingin tahu dan penasaran akibat pemberitaan yang merangsang atau yang dibesar-besarkan di media massa, internet dan sebagainya. Dalam suasana penasaran akan misteri seks, para remaja pun melakukan „riset‟nya sendiri-sendiri.

(4)

3 pelaku seks bebas yaitu secara fisik mungkin dapat terkena beberapa jenis penyakit yang berhubungan dengan kegiatan seksual seperti AIDS, sedangkan konsekuensi secara mental yang mungkin diterima oleh pelaku seks bebas adalah sering dibayangi dengan rasa bersalah, malu dan juga rendah diri karena merasa dirinya telah ternoda.

Menurut Yandhi (Seksualitas dalam Buddhisme: 2007) sebagian dari mereka banyak yang cenderung merasa bersalah besar mengenai kehidupan seksual yang dianggap salah oleh mereka sendiri, dan untuk menghadapi akibat dari hubungan seksual yang tidak sah itu banyak dari mereka yang menggunakan represi sebagai cara untuk meringankan akibat dari seksualitas yang telah mereka lakukan. Tetapi, hal itu bukanlah suatu mekanisme pertahanan diri di saat mereka bergairah atau sangat ingin melakukan hubungan seksual terhadap seseorang yang mereka kagumi, namun setelah semuanya terjadi baru mereka menyadari dan mereka merasa menyesal setelah mereka merasakan akibat dari hubungan seksual yang telah mereka lakukan.

(5)

4 hubungan seksual dengan orang lain karena mereka mampu mengendalikan hasrat seksual atau nafsu biologisnya. Pengendalian hasrat seksual, kebanyakan dilakukan oleh mereka yang memutuskan untuk hidup membiara (selibat), menjadi Bhikkhu, Samanera, dan lain-lain.

Selanjutnya setelah makan siang di tempat tinggal Bhante, Bhante menjelaskan pula bahwa terdapat dua macam kebahagiaan yaitu kebahagiaan hasil dari terpenuhinya nafsu keinginan, dan kebahagiaan hasil dari terkendalinya nafsu keinginan, nafsu-nafsu itu tidak pernah terlintas dalam benak, hubungan seksual dipandang sebagai ikatan keduniawian yang akan menjerumuskan manusia ke alam samsara, menahan diri dari membunuh makhluk hidup, menahan diri dari mengambil apa yang tidak diberikan, menahan diri dari ucapan tidak benar, menahan diri dari minum-minuman yang beralkohol, menahan diri dari nafsu birahi untuk melakukan hubungan seks. Hal ini dapat tercapai apabila kita dapat menjalani perilaku yang bersusila atau bermoral. Menuntun diri ke arah yang benar merupakan permasalahan yang tidak bisa saya tinggalkan karena hal itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai seorang Bhante.

(6)

5 penting dan harus dihindari. Seorang Bhikkhu yang melakukan segala bentuk kegiatan seksual tersebut berarti mengeluarkan dirinya dari Sangha dan tidak lagi menjadi bagian dari Bhikkhu-Bhikkhu lain. Segala tindakan yang mengarah pada hubungan seksual dapat menimbulkan sanksi skorsing sampai pengusiran dari Sangha. Mereka yang cenderung merasa bersalah besar mengenai kehidupan seksual seharusnya menyadari bahwa kegagalan terhadap hal ini tidak lebih atau kurang serius dibanding dengan pelanggaran yang lebih berat.

Perbuatan yang baik selalu berusaha menghindari tindakan salah dalam kehidupan sehari-hari, menghindari hubungan seks dan melakukan yang terbaik untuk suatu pengendalian diri, karena mereka mengerti bahwa pengendalian diri tersebut adalah hal yang baik. Tidak ada unsur paksaan dalam aturan Bhikkhu, namun bila seorang Bhikkhu merasa kesulitan menjalankannya, ia boleh-boleh saja meninggalkan pasamuan yang dirasa lebih terhormat daripada bersifat munafik tetap memakai jubah tetapi melanggar aturan. Pengendalian diri terhadap hasrat seksual membantu mengembangkan kekuatan diri. Karena jika seseorang mengendalikan hasrat seksual, ia akan mendapatkan pengendalian lebih besar terhadap seluruh struktur, mengatasi emosi yang lebih dasar.

(7)
(8)

7 meditasi, orang dikondisikan untuk selalu menyadari segala sesuatu yang dikatakan, dilakukan dan dipikirkan.

Menurut Abhidhamma, “diri” didentifikasikan dengan aktivitas-aktivitas psikologis, seperti pikiran, ingatan, atau persepsi. Apa yang kelihatan sebagai “diri” tidak lain adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagian tubuh, yaitu pikiran, pengindraan, hawa nafsu, ingatan, dan sebagainya, namun semua gejala ini merupakan bagian dari suatu arus yang berkesinambungan. Satu-satunya benang yang bersinambung dalam jiwa, yakni kesinambungan kesadaran dari waktu ke waktu. Setiap momen yang berturut-turut dalam kesadaran kita dibentuk oleh momen sebelumnya dan pada gilirannya akan membentuk momen berikutnya.

Johansson (1970), mengemukakan bahwa Bhikkhu merupakan hakekat dari kesehatan jiwa. Sifat-sifat kepribadian seorang bhikkhu diubah secara permanen; semua motif, persepsi, perbuatan yang sebelumnya dilakukan di bawah pengaruh faktor-faktor yang tidak sehat akan lenyap. Daftar sifat-sifat yang dikemukakan mencakup:

(9)

8 hawa nafsu atau marah, pengalaman-pengalaman penderitaan, kebutuhan akan peneguhan, kenikmatan atau pujian, keinginan akan sesuatu untuk diri sendiri melebihi hal-hal yang pokok dan diperlukan.

2. Kaya dengan: sikap netral terhadap orang-orang lain dan tenang dalam semua situasi, kesiapsiagaan dan kegembiraan dalam menghadapi pengalaman, secara tenang tidak peduli apakah pengalaman itu bisa menahan atau malahan membosankan, perasaan-perasaan belas kasihan yang kuat dan kebaikan hati yang penuh kasih, persepsi yang cepat dan tepat, ketenangan dan ketrampilan dalam bertindak, keterbukaan kepada orang lain dan kepekaan terhadap kebutuhan mereka.

(10)

9 ciri-ciri menojol dari pikiran sadar adalah proses-prosesnya yang aktif dan bukan isi-isinya yang pasif. Mengindra dan bukan indra-indra, berfikir dan bukan ide-ide, dan proses-proses ini dinyatakan bahwa pengalaman sadar tidak dapat dipisah-pisahkan tanpa menghancurkan hakekat pengalaman secara keseluruhan. Psikologi tradisional mengatakan bahwa kesadaran langsung terdiri dari pola-pola atau konfigurasi, bukan unsur-unsur yang digabungkan menjadi satu.

Kemudian Freud membandingkan jiwa dengan gunung es di mana bagian lebih kecil yang muncul di permukaam air menggambarkan daerah kesadaran, sedangkan massa yang jauh lebih besar di bawah permukaan air menggambarkan daerah ketidaksadaran. Dalam daerah ketidaksadaran yang sangat luas ini ditemukan dorongan-dorongan, nafsu-nafsu, ide-ide dan perasaan-perasaan yang ditekan yang berisi kekuatan-kekuatan vital dan tidak kasat mata yang melaksanakan kontrol-kontrol penting atas pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan sadar individu untuk memahami motif-motif mendasari tingkah laku manusia.

(11)

10 dan menilai sumbangan relatifnya terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku hampir selalu merupakan produk dari interaksi diantara ketiga sistem tersebut.

(12)

11 tersebut adalah kekangan dari luar individu atau pengaruh dari luar individu, namun mekanisme pertahanan diri yang terjadi dari dalam diri individu sehingga individu mampu mengendalikan diri dari tekanan aturan-aturan dalam menjalani profesinya merupakan fenomena yang sangat menarik untuk diketahui.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah bentuk mekanisme pertahanan diri yang digunakan para Bhikkhu dalam menghadapi hasrat untuk melakukan hubungan seksual mereka sehingga mereka dapat tidak melakukan hubungan seksual selama hidupnya.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang mekanisme pertahanan diri terhadap hasrat seksual pada diri Bhikkhu. Sehingga dapat diketahui mekanisme pertahanan diri yang digunakan para Bhikkhu dalam mengendalikan hasrat seksualnya.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para pembaca baik yang bersifat akademis maupun praktis, antara lain:

a. Secara akademis :

(13)

12 psikoseksual. Dan psikologi abnormal yang berkaitan dengan pengendalian hasrat seksual.

b. Secara Praktis : 1. Remaja

Memberikan gambaran secara khusus mengenai pengambilan keputusan keputusan yang matang dalam masalah seksual yang muncul sehingga hasil penelitian ini dapat diterapkan bagi remaja putra dan puteri agar dapat mengendalikan hasrat seksualnya.

2. Orang tua

Bagi orang tua, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk memberikan pendidikan seks, menanamkan moral, dan etika kepada anak-anaknya. Serta memberikan wawasan tentang pendidikan seks kepada anak-anaknya agar mampu mengendalikan hasrat seksualnya.

3. Masyarakat

(14)

13 E. Definisi Istilah

Supaya tidak terjadi kesalahan dalam pengartian istilah atau supaya dapat membantu pembaca dalam memahami istilah penelitian ini maka di uraikan definisi istilah yang terdapat dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan human capital skill (keterampilan memotivasi diri, keterampilan mengelola diri, dan keterampilan teknis praktis) dan

DELINEATION OF BUILDING FOOTPRINTS FROM HIGH RESOLUTION SATELLITE STEREO IMAGERY USING IMAGE MATCHING AND A GIS

199.98O.OOOr-(Semtus *mbilan tufuh *mbilan Jub kmbilan Ratus Delapn fuluh Rfua Rapi*h) sudah termasuk. oai ak da n ounxftan

• Hutan suaka alam yang berhubungan dengan alamnya yang khas, termasuk alam hewani dan Hutan suaka alam yang berhubungan dengan alamnya yang khas, termasuk alam hewani dan alam

ftf*t Ribu Rupiaft) wdah termasuk paiak dan punS$tan

Membaca nyaring teks (15-20 kalimat) dengan mem-perhatikan lafal dan intonasi yang tepat..  Membaca teks dengan lafal dan intonasi

[r]

PENGADAAN PAKAIAN SERAGAM SEKOLAH PADA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KAMPAR.. TAHUN