• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN P"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER SERVIKS

A.

PENDAHULUAN

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang

abnormal dimana sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau

mengarah pada keganasan. Kanker ini biasanya menyerang wanita yang pernah

atau sedang berada dalam status

sexually active

. Biasanya kanker ini

menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita

yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun

dapat menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.

Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk

terjadinya kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi

seorang wanita penderita kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks

memberi pengaruh yang tidak baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.

Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat pendarahan dan

hambatan dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut.

Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia

kehamilan penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian

janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Ilmu Kebidanan.

Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo)

Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan

serviks karena jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses

persalinan (khususnya Kala I). Bila tumor yang terbentuk lunak dan hanya

terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada waktu persalinan dapat

menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi

infeksi.

Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim

menjadi se-sel yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan

seksual pada usia dini (< 17 tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi

HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik (namun, persentasenya sangat kecil).

Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks

yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi,

terpajan virus terutama virus HIV, dan kebiasaan merokok.

(2)

bahkan bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga

timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher

rahim, sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara

berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat

kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara

berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar

penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut.

(Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2.Jakarta :

FKUI)

Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini,

kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir 100%. Kini, cara

terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah melalui skrining

yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi untuk

mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini

mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya

upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat ditekan

pada tahun - tahun berikutnya.

B.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.

DEFINISI

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara

epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang

disebut

squamo-columnar junction

(SCJ).

(Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo)

Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian

squamosa

columnar junction

(SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep

Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC)

Kanker serviks atau kanker mulut rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks

uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu

masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang

senggama.(http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-reproduksi. html)

Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks

merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis serviksalis dan

porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke

vagina. (http://infokesehatan2009.html)

(3)

2.

EPIDEMIOLOGI / INSIDEN KASUS

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan

kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap

tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (

cervical

cancer

), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara

berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat

kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara

berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.

Menurut data Departemen Kesehatan RI tahun 2007, penyakit kanker

leher rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita

kaum wanita Indonesia. saat ini ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk

atau 200 ribu kasus setiap tahunnya Kanker serviks yang sudah masuk ke

stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif

cepat. Selain itu, lebih dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit

ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. (sumber :

http://www.pikiran-rakyat.com/)

Menurut Globacan (2002) di seluruh dunia setiap tahun ada 493.243

wanita terdiagnosa kanker serviks, 273.505 meninggal. Di dunia, lebih dari 700

wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks

menempati urutan pertama kanker pada wanita.

Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita

meninggal karena kanker serviks. Karena kanker serviks merupakan penyakit

yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya.

Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya

pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat

kanker serviks dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia

disebabkan pengetahuan tentang kanker serviks yang kurang sehingga

kesadaran

masyarakat

untuk

deteksi

dini

pun

masih

rendah.

(sumber :http://healthycaus.blogspot.com)

3.

KLASIFIKASI

Berdasarkan stadium (menurut FIGO 1978)

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

STADIUM

KRITERIA

0

Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel

I

Proses terbatas pada serviks dan uterus

(4)

secara mikroskopik kedalamannya > 3 – 5 mm dari

epitel basal dan memanjang tidak lebih dari 7 mm.

Ib

Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4

cm.

II

Proses keganasan telah keluar dari serviks dan

menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke

parametrium, tetapi tidak sampai ke dinding panggul.

Iia

Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih

bebas dari infiltrat tumor.

Iib

Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi

belum sampai ke dinding panggul.

III

Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau

parametrium sampai dinding panggul.

IIIa

Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak

sampai ke dinding panggul.

IIIb

Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak

ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor

dengan dinding panggul, atau proses pada tingkat I

atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal atau

hidronefrosis.

IV

Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan

melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria

(dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis

keluar panggul atau ke tempat yang jauh.

Iva

Telah bermetastasis ke organ sekitar

Ivb

Telah bermetastasis jauh

4.

ETIOLOGI / FAKTOR PREDISPOSISI

Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang

diduga berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi

Human Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di

sambungan skuamokolumner serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan

karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, multi

paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik

maupun endofitik.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker

serviks, antara lain adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

(5)

serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan

seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar

daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan

penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah

infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan

timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi

10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di

samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang

menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui

kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.

4. Kebiasaan merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks

dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir

serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya

tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok

mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas

dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada

serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat

meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga

meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya

rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

6. Multiparitas

Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi

timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan

Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang

sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS

(6)

Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak

mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin,

sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.

(sumber : Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 6

Volume 2 dan Ilmu Kandungan, Hanifa Wiknjosastro)

5.

MANIFESTASI KLINIK

Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau

tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina

ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut

menjadi perdarahan yang abnormal

3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau

busuk.

4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

6. Kelemahan pada ekstremitas bawah

7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang

panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi

infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.

8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema

kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah

(rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul

gejala-gejala akibat metastasis jauh.

6.

PATOFISIOLOGI (WOC)

Terlampir

7.

PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi

Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk

Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar

Urine bercampur darah (hematuria)

Ekspresi wajah ibu menahan nyeri (meringis)

Raut wajah pucat

(7)

Posisi tubuh menahan rasa nyeri di daerah abdomen

Palpasi

Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal

Tinggi fundus uteri

Keaktifan gerakan janin

Kelainan letak / posisi janin

Nyeri tekan abdominal

Perubahan denyut nadi

Perubahan tekanan darah

Peningkatan suhu tubuh

Auskultasi

Pengukuran DJJ

8.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.

Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap

smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini

mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu

suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula

kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.

Saat ini telah ada teknik

thin prep

(

liquid base cytology

) adalah metoda

pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan

dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak

sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas.

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (

brush

)

kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan

disentrifuge

, sel yang

terkumpul diperiksa dengan mikroskop.

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker

serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan

pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan

sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap

smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.

b.

Kolposkopi

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan

untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang

abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan

serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

(8)

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat

mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter

ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat

sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan

tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal.

d.

Serviksografi

Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa

ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan

slide

(servikogram)

dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika

tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya

dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor

kamera atau

flash

).

Kerusakan

(defect)

secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.

Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi

servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas

masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing-masing-masing 73% dan 99%.

Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan

sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana

tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi

sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.

e.

Gineskopi

Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran

2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau

pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna

putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing

84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.

Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi

dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai

berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%;

predictive positive

value

88,5%;

negative value

99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan

akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh

tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas

pemeriksaan sitologi tidak ada.

f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)

(9)

Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah >

5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan

mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat

dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang

terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,

hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam

sel-sel tubuh.

9.

KRITERIA DIAGNOSIS

Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :

Hasil pemeriksaan negatif

Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.

Inkonklusif

Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan

sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi

pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.

Displasia

Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,

sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan

biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan

berikutnya.

Hasil pemeriksaan positif

Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan

mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan

harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.

10.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan

secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim

yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim

onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien

kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi

menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum

berdasarkan stadium kanker serviks :

(10)

0

Biopsi kerucut

Histerektomi transvaginal

Ia

Biopsi kerucut

Histerektomi transvaginal

Ib,Iia

Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan

evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis

dilakukan radioterapi pasca pembedahan

IIb, III, IV

Histerektomi transvaginal

IVa, IVb

Radioterapi

Radiasi paliatif

Kemoterapi

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

Manajemen Tumor Insitu

Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan

kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi

kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan

tumor insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi

medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah penyebaran

penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.

Karsinoma insitu digolongkan sebagai

high grade skuamous intraepitelial

lesion

(HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah

loop

electrosurgical excision procedure

(LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan

kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat

dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat bertindak

sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP

mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat

dilakukan untuk terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya

mencapai 80-90% bila lesi tidak luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50%

apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL memberikan

kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas. HGSIL

yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi.

Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanya risiko

kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.

Manajemen Mikroinvasif

(11)

IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya

vaginal

intraepithelial neoplasia

(VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.

Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal

maupun vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut

diangkat. Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini

mengarahkan terapi pada hanya biopsi

cone

diikuti dengan Pap’s smear dengan

interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks

IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10%

sehingga terapinya adalah

modified radical hysterectomy

diikuti dengan

limfadenektomi. Pada stadium ini bila kepentingan fertilitas masih

dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat

dilakukan biopsi

cone

yang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal

trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya

dilakukan dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk

konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan

metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan

sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat

dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai IIA

(< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan

operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90%

pada pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor

prognostik yang penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5

tahunnya.

Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi

atau operasi menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan

tingkat kekambuhan yang sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks

stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila operasi dan radiasi

dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan stadium

yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang

dianjurkan untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah

modified

radical

hysterectomy

atau

radical

abdominal

hysterectomy

disertai

limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada

jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe

paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta.

Radiasi langsung dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa

harus menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.

(12)

kelenjar limfe, parametrium, atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan

secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin

yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan penurunan risiko

kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila

didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada

kelenjar-kelenjar limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3

stroma serviks. Radioterapi pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal

dan menurunkan angka progresifitas dibandingkan tanpa radioterapi.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut

Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus

dievaluasi dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup

dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu

parametrium dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah

radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang

diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel,

5-fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine.Pengobatan bersifat paliatif bila stadium

mencapai staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.

Manajemen Nyeri Kanker

Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat,

yaitu :

1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS

(Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)

2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid

ringan seperti kodein dan tramadol

3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat

seperti morfin dan fentanil

(sumber : Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

2. Jakarta : FKUI)

Operasi

Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa

menggunakan bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat

keseluruhan tumor / kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan

bedah kimia dimana prosedur pembedahannya mengharuskan pengangkatan

tumor lapis demi lapis.

Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.

(13)

 Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan

menghancurkan jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)

 Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker

serviks

 Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik

yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker

serviks

 Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk

mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,

dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga

harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,

ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :

Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks

Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur,

tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya.

Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA)

biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak,

metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.

Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

 Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi

dengan/tanpa kemoterapi.

 Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis

cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan

histerektomi

Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui dinding

abdomen) abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi).

Perawatan di Rumah Sakit biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada

vaginal histerektomi (4-6 hari rata-rata) dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini

lebih memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus tersebut berukuran lebih

besar pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan utama

sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui beberapa test untuk

memilih prosedur optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul lengkap

(Antropometri) termasuk mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru,

USG panggul, tergantung pada temuan diatas.

(14)

Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang

air besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter.

Beberapa saat setealh pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar

penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual)

biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu.

Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi.

Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan

untuk melakukan hubungan seksual.

Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah

histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan

penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi.

Kemoterapi

Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat

yang diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat

yang diberikan dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat

melalui infus, tablet, atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi

digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat

perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis

kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai

penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan

pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya

diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan

adjuvant.

Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol

penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh.

Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan

sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi

kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan

agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan.

(Gale & Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker

serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB

(Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997).

Cara pemberian kemoterapi:

1. Ditelan

2. Disuntikkan

3. Diinfus

(15)

(5-FU)

. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker

serviks stage IVB / recurrent adalah :

Mitomycin

.

Paclitaxel

,

Ifosfamide

.

Topotecan

telah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk

kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat

dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali /

menyebar ke organ lain.

Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut

2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil

pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan

mengurangi resiko kekambuhan kanker.

3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor

4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan

dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

Efek samping dari kemoterapi adalah :

Lemas

Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat

beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.

Mual dan muntah

Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual

sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.

Gangguan pencernaan

Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare

sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.

Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan

sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.

Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan

olahraga.

Sariawan

Rambut rontok

Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu

setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit

kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.

Otot dan saraf

Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari

tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.

Efek pada darah

(16)

darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih

(leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah

biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel

darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :

Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah

yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi

yang menyebabkan peningkatkan leukosit.

Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila

jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak

merah pada kulit.

Anemia

Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb

(Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel

darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.

Kulit menjadi kering dan berubah warna

Lebih sensitive terhadap sinar matahari.

Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

Elektrokoagulasi

Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya

Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel

kanker.

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta

mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium

II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan

tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif

ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan

atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap

mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar

seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis

kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker

sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang

diberikan secara selektif pada stadium IV A.

Selama menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar

biasa, terutama seminggu sesudahnya.

(17)

sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi

merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah

yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung

dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang

bisa mengiritasi daerah yang disinari.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan

hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit

dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan

hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk

menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.

Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.

11.

KOMPLIKASI

Pendarahan

Kematian janin

Infertil

Obstruksi ureter

Hidronefrosis

Gagal ginjal

Pembentukan fistula

Anemia

Infeksi sistemik

Trombositopenia

12.

PENCEGAHAN

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena

belum menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker

serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada

dalam stadium lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi

vagina merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil,

yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang

mencurigakan.

Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin

dapat dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir

100%. Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli

obgyn dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya

adalah deteksi dini.

(18)

Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker)

dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.

Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan

kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah

memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru

kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan

pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan

ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.

Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama

sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks,

beberapa di antaranya :

1. Skrining awal

Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual

(

vaginal intercourse

) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang

dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks

berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi

HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah

3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di

bawah usia 19 tahun.

2. Pemeriksaan DNA HPV

Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai

DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir

100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas

30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi

HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara

infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun

infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi

nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang

positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten.

Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi

peningkatan risiko kanker serviks.

3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method

Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.

4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3

kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

(19)

Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon

terhadap pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul

gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya

rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker

seviks dapat diobati dengan radioterapi.

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian

kanker serviks, antara lain :

Usia penderita

Keadaan umum

Tingkat klinis keganasan

Ciri - ciri histologik sel kanker

Kemampuan tim kesehatan untuk menangani

Sarana pengobatan yang tersedia

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

Stadiu

m

Penyebaran kanker

serviks

% Harapan Hidup 5

Tahun

0

Karsinoma insitu

100

I

Terbatas pada uterus

85

II

Menyerang luar uterus tetapi

meluas ke dinding pelvis

60

III

Meluas ke dinding pelvis dan

atau sepertiga bawah vagina

atau hidronefrosis

33

IV

Menyerang mukosa kandung

kemih atau rektum atau

meluas keluar pelvis

sebenarnya

7

(sumber : Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,

Volume 2)

A.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identitas pasien

b. Riwayat keluarga

c. Status kesehatan

(20)

Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah

kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang

mengandung zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker

serviks.

2. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat

progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat

kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang

dialami oleh ibu.

3. Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung

kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi

inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal

4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu hamil dengan kanker serviks harus lebih banyak jika

dibandingkan dengan sebelum kehamilan. Dapat terjadi mual dan muntah pada

awal kehamilan. Kaji jenis makanan yang biasa dimakan oleh Ibu serta pantau

berat badan Ibu sesuai dengan umur kehamilan karena Ibu dengan kanker

serviks juga biasanya mengalami penurunan nafsu makan. Kanker serviks pada

Ibu yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.

5. Pola kognitif – perseptual

Pada Ibu hamil dengan kanker serviks biasanya tidak terjadi gangguan pada

pada panca indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan,

pengecap.

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit

kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah

satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti

pasangan seksual.

7. Pola aktivitas dan latihan.

(21)

Ibu hamil wajar jika mengalami perasaan sedikit lemas akibat dari asupan nutrisi

yang berkurang akibat dari harus berbagi dengan janin yang dikandungnya.

Namun pada ibu hamil yang disertai dengan kanker serviks ibu akan merasa

sangat lemah terutama pada bagian ekstremitas bawah dan tidak dapat

melakukan aktivitasnya dengan baik akibat dari progresivitas kanker serviks

sehingga harus beristirahat total.

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama

pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu

akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan

seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar

cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.

9. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen

koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit. Ibu

hamil dengan kanker serviks biasanya mengalami gangguan dalam manajemen

koping stres yang diakibatkan dari cemas yang berlebihan terhadap risiko

terjadinya kematian janin serta keselamatan dirinya sendiri.

10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan

sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan

hubungannya. Ibu hamil dengan kanker serviks harus mendapatkan dukungan

dari suami serta orang – orang terdekatnya karena itu akan mempengaruhi

kondisi kesehatan Ibu serta janin yang dikandungnya. Biasanya koping keluarga

akan melemah ketika dalam anggota keluarganya ada yang menderita penyakit

kanker serviks.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang

diyakini.

a. Analisis data

1. Data subyektif :

Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah

senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal

Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah

(22)

Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur

darah

Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisi janin yang

dikandungnya

Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya

2. Data obyektif

TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

 Nadi : 60-100 x / menit

 Nafas : 16 - 24 x / menit

 Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

 Suhu : 36,5

0

C – 37,5

0

C

Membran mukosa kering

Turgor kulit buruk akibat perdarahan

Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )

Ekspresi wajah pasien pucat

Pasien tampak lemas

Warna kulit kebiruan

Kulit pecah – pecah, rambut rontok, kuku rapuh

Nilai profil biofisik janin normal tidak sesuai dengan usia kehamilan

DJJ tidak dalam batas normal ± 120 - 180 x / menit

Gerakan janin kurang aktif

Ekspresi wajah pasien meringis

Pasien tampak gelisah

Pasien mengalami kejang

(23)

Terjadi inkontinensia urine

Terjadi inkontinensia alvi

Berat badan pasien tidak stabil (tidak sesuai dengan BB pasien dalam kondisi

kehamilan)

Mual ataupun muntah

Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul :

1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif

akibat pendarahan

2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan

3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks

4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik

5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)

6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius

7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan

aktivitas metabolik terhadap kanker

8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker

serviks

9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun

10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis

jaringan, kerusakan neuromuscular

11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker

pada serabut saraf lumbosakral

12. PK Gagal Ginjal

13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks

14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker

serviks, terapi, dan prognosisnya

15. Ansietas b/d krisis situasional

16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks)dan

ancaman kematian janin

17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota

keluarga terdekat

18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan

19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit

20. PK Anemia

21. Mual b/d kemoterapi

(24)

23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi

3. RENCANA TINDAKAN

Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif

akibat pendarahan

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan

keseimbangan volume cairan adekuat

Kriteria Hasil : 1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)

Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)

Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)

Suhu normal (± 36,5

o

C - 37,5

o

C)

2. Membran mukosa lembab

3. Turgor kulit baik (elastis)

4. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan )

5. Ekspresi wajah pasien tidak pucat

NO

INTERVENSI

RASIONALISASI

1

Awasi masukan dan haluaran.

Ukur volume darah yang keluar

melalui pendarahan

Memberikan pedoman untuk

penggantian cairan yang

perlu diberikan sehingga

dapat

mempertahankan

volume sirkulasi yang

adekuat untuk transport

oksigen pada ibu dan janin.

2

Catat kehilangan darah ibu dan

kemungkinan adanya kontraksi

uterus

Bila kontraksi uterus disertai

dilatasi serviks, tirah baring

dan medikasi mungkin tidak

efektif

di

dalam

mempertahankan kehamilan.

Kehilangan darah ibu secara

berlebihan

menurunkan

perfusi plasenta

3

Hindari trauma dan pemberian

tekanan berlebihan pada daerah

yang mengalami pendarahan

Mengurangi

potensial

terjadinya

peningkatan

pendarahan dan trauma

mekanis pada janin

4

Pantau status sirkulasi dan

volume darah ibu

(25)

menyebabkan hipovolemia

atau hipoksia uteroplasenta

5

Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer,

dan pengisian kapiler

Menunjukkan keadekuatan

volume sirkulasi

6

Catat respon fisiologis individual

pasien terhadap pendarahan,

misalnya kelemahan, gelisah,

ansietas, pucat, berkeringat /

penurunan kesadaran

Simtomatologi dapat berguna

untuk mengukur berat /

lamanya

episode

pendarahan. Memburuknya

gejala dapat menunjukkan

berlanjutnya pendarahan /

tidak

adekuatnya

penggantian cairan

7

Kaji turgor kulit, kelembaban

membran

mukosa,

dan

perhatikan keluhan haus pada

pasien

Merupakan indikator dari

status hidrasi / derajat

kekurangan cairan

8

Kolaborasi :

Berikan cairan IV sesuai indikasi

Penggantian

cairan

tergantung pada derajat

hipovolemia dan lamanya

pendarahan (akut / kronis).

Cairan IV juga digunakan

untuk mengencerkan obat

antineoplastik pada penderita

kanker.

9

Kolaborasi :

Berikan transfusi darah (Hb, Hct)

dan trombosit sesuai indikasi

Transfusi darah diperlukan

untuk memperbaiki jumlah

darah dalm tubuh ibu dan

mencegah

manifestasi

anemia yang sering terjadi

pada penderita kanker.

Transfusi trombosit penting

untuk

memaksimalkan

mekanisme

pembekuan

darah sehingga pendarahan

lanjutan dapat diminimalisir.

10

Kolaborasi :

Awasi pemeriksaan laboratorium,

misalnya : Hb, Hct, sel darah

merah

(26)

Dx 2 : Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan perfusi

jaringan kembali adekuat

Kriteria Hasil : 1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)

Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)

Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)

Suhu normal (± 36,5

o

C - 37,5

o

C)

2. Pasien tidak tampak lemas

3. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan)

4. Denyut nadi teraba

5. Tidak tampak kebiruan pada permukaan kulit

6. Tidak terdapat perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku, kelembaban)

NO

INTERVENSI

RASIONALISASI

1

Awasi tanda vital, kaji

pengisian kapiler dan warna

dasar kuku

Identifikasi ketidakadekuatan

derajat perfusi jaringan dan

membantu dalam menentukan

intervensi

2

Perhatikan status fisiologis ibu,

status sirkulasi, dan volume

darah

Pada ibu hamil yang menderita

kanker

serviks

rentan

mengalami perdarahan yang

potensial merusak hasil

kehamilan, dan kemungkinan

menyebabkan

hipovolemia

hingga

hipoksia

pada

uteroplasenta

3

Auskultasi dan laporkan DJJ,

catat bradikardi atau takikardi.

Catat perubahan pada

aktivitas janin (hipoaktif atau

hiperaktif).

Identifikasi

berlanjutnya

hipoksia janin. Pada awalnya

janin berespon terhadap

penurunan kadar oksigen

dengan

takikardia

dan

peningkatan gerakan. Bila tetap

defisit,

bradikardia

dan

penurunan aktivitas terjadi.

4

Anjurkan tirah baring pada

posisi miring kiri

(27)

plasenta(janin) dan pertukaran

oksigen.

5

Kolaborasi :

Awasi

pemeriksaan

laboratorium (Hct, Hb, SDM)

Reduksi pada kadar Hb, Hct

atau volume sirkulasi darah

mengurangi persediaan oksigen

untuk jaringan ibu yang akan

berdampak pada janin yang

dikandungnya

6

Kolaborasi :

Berikan transfusi sel darah

merah lengkap sesuai indikasi.

Awasi adanya komplikasi

transfusi

Meningkatkan jumlah mediator

transport oksigen ke sel-sel

tubuh

7

Kolaborasi :

Berikan terapi oksigen

tambahan sesuai indikasi

Meningkatkan

ketersediaan

oksigen untuk ambilan janin,

sehingga kapasitas oksigen

untuk janin meningkat

Dx 3 : Risiko cedera pada janin berhubungan dengan penurunan perfusi plasenta

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan risiko

cedera terhadap janin dapat dicegah sehingga tidak menjadi aktual

Kriteria Hasil : 1. Tidak terjadi cedera pada janin

2. Nilai profil biofisik janin normal sesuai dengan usia kehamilan

3. DJJ berada dalam batas normal ± 120 - 180 x / menit

4. Gerakan janin aktif seperti biasanya

3. Bayi lahir tanpa gangguan

NO

INTERVENSI

RASIONALISASI

1

Perhatikan kondisi ibu yang

berdampak pada sirkulasi janin

Faktor yang mempengaruhi

atau menurunkan sirkulasi /

oksigenasi ibu mempunyai

dampak yang sama pada

kadar oksigen janin melalui

plasenta. Janin yang tidak

mendapatkan cukup oksigen

untuk

kebutuhan

metabolismenya,

akan

mengalihkan

menjadi

(28)

menghasilkan asam laktat

yang dapat menimbulkan

kondisi asidosis

2

Awasi dan pantau DJJ dan

keaktifan gerakan janin

Terjadinya hipoksia pada ibu

dapat mengakibatkan kelainan

SSP janin. Krisis berulang

dapat

meningkatkan

prevalensi ibu dan janin pada

peningkatan mortalitas dan

laju morbiditas. Pengkajian

yang cermat dan konsisten

pada

janin

dapat

mengidentifikasi perubahan

status janin secara dini

sehingga dapat segera

menentukan intervensi yang

tepat untuk dilakukan.

3

Diskusikan efek negatif yang

potensial terjadi akibat

kelainan genetik

Retardasi

pertumbuhan

intrauterus/

pascanatal,

malformasi dan retardasi

mental dapat terjadi.

4

Kolaborasi :

Lakukan

screening,

pemeriksaan ultrasonografi

(USG) sesuai indikasi

Identifikasi

dan

evaluasipertumbuhan janin

Dx 4 : Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan nyeri

pasien berkurang atau terkontrol

Kriteria hasil : 1. Pasien mengatakan skala nyeri yang dialaminya menurun

2. Pasien melaporkan nyeri yang sudah terkontrol maksimal dengan pengaruh /

efek samping minimal

3. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

Nadi normal (± 60 - 100 x / menit)

Pernapasan normal ( ± 16 - 24 x / menit)

Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)

Suhu normal (36,5

o

C - 37,5

o

C)

(29)

6. Pasien dapat melakukan teknik relaksasi dan distraksi dengan tepat sesuai

indikasi untuk mengontrol nyeri

NO

INTERVENSI

RASIONALISASI

1

Lakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif [catat keluhan,

lokasinyeri, frekuensi, durasi, dan

intensitas (skala

0-10)

dan tindakan penghilangan nyeri

yang dilakukan]

Membantu membedakan

penyebab nyeri dan

memberikan informasi

tentang kemajuan atau

perbaikan

penyakit,

terjadinya komplikasi dan

keefektifan intervensi.

2

Pantau tanda - tanda vital

Peningkatan nyeri akan

mempengaruhi perubahan

pada tanda - tanda vital

3

Dorong penggunaan keterampilan

manajemen nyeri seperti teknik

relaksasi dan teknik

distraksi,

misalnya dengan mendengarkan

musik, membaca buku, dan

sentuhan terapeutik.

Memungkinkan pasien

untuk

berpartisipasi

secara aktif untuk

mengontrol rasa nyeri

yang dialami, serta

dapatmeningkatkan

koping pasien

4

Berikan posisi yang nyaman

sesuai kebutuhan pasien

Memberikan rasa nyaman

pada

pasien,

meningkatkan relaksasi,

dan membantu pasien

untuk

memfokuskan

kembali perhatiannya.

5

Dorong

pengungkapan

perasaanpasien

Dapat

mengurangi

ansietas dan rasa takut,

sehingga

mengurangi

persepsi pasienakan

intensitas rasa sakit.

6

Evaluasi upaya penghilangan

nyeri / kontrol pada pasien

Tujuan yang ingin dicapai

melalui upaya kontrol

adalah kontrol nyeri yang

maksimum

dengan

(30)

yang minimum pada

pasien.

7

Tingkatkan tirah baring, bantulah

kebutuhan perawatan diri yang

penting

Menurunkan gerakan yang

dapat meningkatkan nyeri

8

Kolaborasi pemberian analgetik

sesuai indikasi

Nyeri adalah komplikasi

tersering dari kanker,

meskipun

respon

individual terhadap nyeri

berbeda-beda. Pemberian

analgetik

dapat

mengurangi nyeri yang

dialami pasien

9

Kolaborasi untuk pengembangan

rencana manajemen nyeri dengan

pasien, keluarga, dan tim

kesehatan yang terlibat

Rencana manajemen nyeri

yang terorganisasi dapat

mengembangkan

kesempatan pada pasien

untuk mengontrol nyeri

yang dialami. Terutama

dengan nyeri kronis,

pasien dan orang terdekat

harus aktif menjadi

partisipan

dalam

manajemen nyeri di

rumah.

10

Kolaborasi untuk pelaksanaan

prosedur tambahan, misalnya

pemblokan pada saraf

Mungkin diperlukan untuk

mengontrol nyeri berat

(kronis) yang tidak

berespon pada tindakan

lain

Dx 5 : Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan

keseimbangan suhu tubuh pasien kembali normal

Kriteria Hasil : 1. Suhu tubuh dalam batas normal (± 36,5

o

C - 37,5

o

C)

2. Denyut nadi dalam batas normal (± 60 - 100x / menit)

3. Frekuensi pernapasan dalam batas normal (±16- 24x/ menit)

4. Kulit tidak tampak memerah

(31)

NO

INTERVENSI

RASIONALISASI

1

Pantau derajat dan pola

perubahan suhu pasien

Peningkatan suhu hingga

38,9

o

C-41,1

o

C

menunjukkan

adanya

proses penyakit infeksius.

Pola peningkatan suhu

dapat membantu dalam

identifikasi diagnosis dini

2

Pantau suhu lingkungan, atur

jumlah linen tempat tidur sesuai

indikasi

Suhu ruangan dan jumlah

selimut harus diatur untuk

mempertahankan suhu

tubuh

pasien

agar

mendekati suhu normal

3

Berikan kompres hangat

Membantu mengurangi

peningkatan suhu tubuh

pasien

4

Kolaborasi :

Berikan antipiretik

Dapat digunakan untuk

mengurangi

demam

dengan bereaksi pada

termoregulasi

sentral

tubuh di hipotalamus.

Dx 6 : Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel

kanker)

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, pasien tidak

mengalami infeksi

Kriteria Hasil : 1. Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)

2. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)

Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)

Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)

Suhu normal (± 36,5

o

C - 37,5

o

C)

3. Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas

normal (4 - 9 10

3

/µL)

NO

INTERVENSI

RASIONALISASI

1

Kaji tanda / gejala infeksi secara

kontinyu pada semua sistem

(32)

tubuh (mis

Referensi

Dokumen terkait

Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari

Menurut WHO, persalinan normal adalah persalinan yang dimulai secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir), beresiko rendah pada awal

Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa ; (1) fase sefalik yaitu : fase yang dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau, atau rasa makanan yang bekerja pada

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau Sectio Caesarea adalah suatu

Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada

Pada DM tipe 1 yang tHuman Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid Injeksi insulin dapat diberikan kepada penderita DM tipe11

Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada

Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi