BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di setiap negara adalah
kemajuan dari produksi barang dan jasa yang berkualitas. Barang dan jasa ini
dihasilkan oleh para pengusaha lokal yang memiliki aktivitas yang kontinu dan
sebagian besar memakai jasa perbankan. Pengusaha dan perbankan adalah dua hal
yang tidak bisa dijauhkan. Keduanya saling berhubungan, memiliki ikatan dan
saling membutuhkan satu sama lain agar dapat berdiri kokoh. Keduanya secara
bersama-sama merupakan penunjang pertumbuhan perekonomian yang saling
bersinergi. Kemajuan yang dialami seorang pengusaha atas usahanya yang
bermodal dari bank akan dapat memberikan dampak bagi bank juga masyarakat.
Misalnya, kemauan pengusaha akan berdampak kepada tersedianya lapangan
kerja yang berdampak pada pengurangan pengangguran, kenaikan pendapatan
masyarakat, adanya berbagai barang kebutuhan masyarakat yang telah di produksi
dan tersedia di pasar, investasi, dan sebagainya. Ada pun pada bank, kemajuan
suatu perusahaan yang dimodali sesuai perjanjian tertentu merupakan langkah
bagi kesuksesan bank itu sendiri, baik itu mendapat keuntungan dari segi finansial
perusahaan dan nama baik di mata bank pesaingnya. Namun, hal sebaliknya akan
terjadi jika usaha yang di jalankan si pengusaha mengalami kemunduran, atau
bahkan kegagalan sehingga kebangkrutan usaha yang terjadi menyebabkan
pengusaha tidak dapat melunasi pinjamannya pada bank.
Adapun aktivitas dan fungsi perbankan saat ini yaitu sesuai dengan pasal 1
perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan kemudian menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau bentuk-bentuk lain dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Sistem perbankan konvensional yang dikenal oleh masyarakat
sejak berdirinya De Javasche Bank yang didirikan oleh pemerintah kolonial
Belanda di Batavia tahun 1828 dan sistem perbankan syariah yang mulai ada di
Indonesia sejak berdirinya Bank Muamalat tahun 1991 oleh dukungan MUI, para
cendekiawan muslim dan pengusaha muslim, keduanya saling bersaing untuk
menjadikan diri sebagai Bank terbaik, dengan nasabah pengusaha sukses
terbanyak sebagai sasaran utama. Namun, khusus untuk perbankan syariah yang
masih amat baru dalam dunia perbankan dibanding perbankan konvensional,
kehadiran perbankan syariah di tengah masyarakat memberikan nafas yang baru
dan menyegarkan bagi para pengusaha muslim, baik itu pengusaha yang sudah
lama terjun dalam dunia bisnis maupun bagi pengusaha pemula. Eksistensi
pengusaha memberikan keuntungan-keuntungan yang besar dalam perekonomian.
Mereka menyediakan barang dan jasa dan juga lapangan pekerjaan. Eksistensi
para pengusaha sangat menguntungkan terutama dalam pembangunan
negara-negara sedang berkembang.
Sejak tahun 1970-an, negara-negara sedang berkembang (NSB)
sebenarnya telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang relatif menggembirakan.
Namun, pada yang sama pula, negara-negara sedang berkembang (NSB) ini mulai
menyadari bahwa mereka belum berhasil menyediakan lapangan kerja layak
jenis pekerjaan dengan keahlian yang dimiliki (Irsan Azhary Saleh, 1986). Di
samping itu, sebagian negara-negara berkembang yang pendapatannya sebagian
besar bergantung kepada minyak dan gas, mulai menyadari kenyataan bahwa
minyak dan gas bersifat non-renewable dan sering mengalami fluktuasi harga
(Solehah Abdul Hamid, 1977). Kondisi dan kenyataan ini menyebabkan NSB
mulai memberikan perhatian kepada eksistensi Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) dan para pengusaha. Perhatian yang diberikan negara kepada eksistensi
UKM dan para pengusahanya semakin serius karena keberhasilan negara-negara
industri baru (NIC’S) sering dihubungkan dengan keberhasilan pengembangan
UKM (Rahma Ismail, 1995). Tindakan dan kebijakan ini dianggap benar, sebab di
berbagai negara maju seperti di Amerika, Kanada dan beberapa negara Eropa pun,
UKM telah menjadi mesin penggerak utama pembangunan ekonomi
negara-negara yang bersangkutan (Clotefi, 1999, Smith Nixon, 1999).
Limpahan kekayaan sektor industri yang membawa kemewahan dan
kesejahteraan ekonomi di dunia barat, menyebabkan NSB ingin mencontoh dan
mengidamkannya (Mountjoy, 1987). Hal ini dianggap wajar, sebab eksistensi
UKM di berbagai sektor memberikan banyak kebaikan dan keuntungan seperti
menyerap tenaga kerja, menekan pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan
dan sebagainya (Yep Putih, 1985). Oleh sebab itu, tidak berlebihan bila suatu
negara memberikan perhatian dan keistimewaan yang luas dalam pengembangan
UKM di sekotor-sektor unggulan lainnya. Malaysia misalnya, sejak penetapan
dan dukungan negara terhadap pembangunan UKM-nya (Moha Asri Abdullah,
1997).
Sejalan dengan kenyataan seperti di atas, pemerintah Indonesia juga terus
memberikan perhatian yang serius terhadap eksistensi UKM. Perhatian ini
diberikan dalam berbagai bentuk fasilitas, seperti penyederhanaan pengurusan
perizinan, kenyamanan dan kepastian hukum, pendidikan dan pelatihan, informasi
pemasaran dan sebagainya. Bahkan lebih jauh dari itu, pemerintah sangat konsen
membantu dan memfasilitasi pengusaha UKM dari aspek permodalan dan
pembiayaan. Misalnya, Kementrian Koperasi dan UKM pada 23 Februari 2015
mengatakan untuk menurunkan suku bunga Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir
Kredit Usaha Kecil Menengah (LPDB KUKM) dan berlaku mulai Maret 2015.
Penurunan ini salah satunya bertujuan mencapai target penyaluran dan
pembiayaan bagi pengusaha UKM sebesar Rp 2,65 triliun (Bisnis.com).
Kebijakan pemerintah ini akan membantu seluruh pengusaha UKM Indonesia
termasuk pengusaha-pengusaha UKM di Kota Binjai.
Kebijakan pengembangan UKM secara nasional harus diikuti dengan
adanya keselarasan kebijakan pengembangan UKM di berbagai daerah sehingga
memberikan kontribusi positif yang paling maksimum. Tugas dan beban ini
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan semua pihak yang terkait. Semua pihak
harus bekerja sama dan saling membantu sehingga sasaran dan tujuan
pengembangan UKM yakni meningkatkan kesejahteraan ekonomi tercapai dengan
antara bank dan lembaga keuangan lainnya dengan para pengusaha UKM harus
terbina dan berjalan dinamis, saling menguntungkan dan lain-lain seperti mana
maksud penetapan PP No. 44 tahun 1997 tentang kemitraan.
Berkaitan dengan kemitraaan dan kerja sama ini, pengusaha-pengusaha
UKM Sumatera Utara dianggap relatif beruntung karena di Sumatera Utara telah
eksis berbagai bank dan lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan.
Eksistensinya pula relatif luas, merata, dan beragam sebab banyak bank
konvensional dan banyak bank syariah / Unit Usaha Syariah. Bank Konvensional
adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran dan pada operasinya
sistem perbankan konvensional memakai mekanisme kerja yang tidak pernah di
sepakati bersama dalam suatu konvensi apa pun, sehingga sistem perbankan
konvensional dikenal menggunakan sistem bunga (riba). Lain halnya dengan bank
syariah yang menggunakan basis perbankan syariah, menurut UU No. 21 tahun
2008 tentang perbankan syariah merupakan perbankan yang kegiatannya
berdasarkan prinsip syariah atau hukum islam.
Pengusaha muslim mempunyai sarana institusi keuangan islam yang cukup
sehingga mereka tidak semestinya ikut terlibat dengan riba yang di larang Allah
SWT. Penyebab bank dan lembaga keuangan konvensional dan syariah di seluruh
33 daerah kabupaten / kota di Sumatera Utara pula lebih membantu memudahkan
pengusaha-pengusaha UKM khususnya dari aspek pendanaan, kredit, atau
Tabel 1.1 menunjukkan eksistensi perbankan syariah di Indonesia dan di
Sumatera Utara. Dari 11 perbankan syariah yang ada di Indonesia ternyata
sebanyak 9 bank atau 82% ada dan beroperasi di Sumatera Utara. Dengan kata
lain, hampir semua perbankan syariah yang ada beroperasi di daerah Sumatera
Utara karena hanya 2 saja (PT Bank Victoria Syariah dan PT Bank Jabar dan
Banten Syariah) yang tidak / belum beroperasi di Sumatera Utara. Kondisi ini
lebih sempurna lagi karena masih ada 13 Unit Usaha Syariah yang juga
memberikan layanan dan fasilitas kepada masyarakat Sumatera Utara termasuk
para pengusaha UKM. Eksistensi perbankan syariah sebanyak 9 bank dan 13 Unit
Usaha Syariah bersama puluhan di Sumatera Utara diyakini memberi corak
Tabel 1.1
Eksistensi Bank Umum Syariah di Indonesia dan Sumatera Utara Tahun 2015
No. Bank Umum Syariah Indonesia
Sumatera
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia
Dengan adanya dua sistem perbankan di Sumatera Utara yakni sistem
perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah diyakini menimbulkan
konsekuensi kepada para pengusaha UKM khususnya pengusaha Muslim yang
sangat dituntut agar tidak terlibat dengan riba. Pengusaha Muslim Sumatera Utara
dengan sendirinya diyakini ter-klasifikasi kepada 4 golongan berdasarkan sumber
1. Pengusaha Muslim yang sama sekali tidak terlihat dengan bank manapun
(Gol. A)
2. Pengusaha Muslim yang menggunakan jasa perbankan konvensional saja
(Gol. B)
3. Pengusaha Muslim yang menggunakan jasa perbankan syariah saja (Gol.
C)
4. Pengusaha Muslim yang menggunakan jasa perbankan konvensional dan
perbankan syariah (campuran) (Gol. D)
Penyebab timbulnya 4 golongan pengusaha Muslim seperti yang
disebutkan diatas tentunya berasal dari 2 sisi. Pertama, unsur keimanan dan
ketaatan pada agama menyebabkan pengusaha berbeda dalam tindakan dan
pilihan. Kedua unsur tarikandari pihak perbankan konvensional versus perbankan
syariah dalam memperebutkan market share menyebabkan pengusaha dengan
sendirinya terpecah atau ter-klasifikasi.
Perbankan konvensional dan perbankan syariah juga eksis di Kota Binjai
yang berjarak 22 KM dari Kota Medan. Kota Binjai yang memiliki industri dan
perdagangan yang berkembang tiap tahun begitu juga pertumbuhan populasi dan
tenaga kerja yang juga semakin bertambah dari tahun ke tahun. Kondisi ini
mendorong berkembangnya aktivitas perbankan di kota tersebut yang di tandai
dengan munculnya bank-bank nasional, baik itu bank konvensional atau pun bank
syariah.
Penerimaan masyarakat Kota Binjai dalam hal ini adalah pengusaha UKM
lain. Tergantung pada besar atau kecilnya modal yang diperlukan, persepsi
pengetahuan masyarakat terhadap aktivitas dan fungsi dari perbankan, semangat
wirausaha para pengusaha untuk mengembangkan UKM miliknya, kebijakan
pemerintah daerah, dan lain sebagainya. Kota Binjai adalah kota kecil yang
pertumbuhan ekonomi cukup baik dan mandiri serta memiliki populasi dan tenaga
kerja yang banyak. Dalam kondisi kota yang seperti ini, kemitraan dunia
perbankan dengan pengusaha UKM akan sangat menguntungkan, perekonomian
dan pembangunan akan berjalan dengan baik jika pengusaha UKM dapat
menerima institusi perbankan dengan baik dan perbankan juga dapat membantu
pengusaha secara luas.
Atas dasar ini cukup menarik untuk mengkaji dan meneliti tentang :
Analisis penerimaan pengusaha UKM muslim terhadap institusi perbankan di
Kota Binjai.
1.2 Perumusan Masalah
Dari konsidi dan kenyataan seperti yang diuraikan pada latar belakang
penelitian ini, maka perumusan masalah dibatasi pada 2 persoalan utama, yaitu:
• Bagaimanakah profil pengusaha UKM muslim di Kota Binjai dan profil
perusahaannya.
• Bagaimana penerimaan pengusaha UKM Muslim di Kota Binjai
terhadap eksistensi perbankan konvensional dan perbankan syariah.
• Faktor-faktor utama apa yang menyebabkan pengusaha UKM Muslim
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian yang bersifat deskriptif-eksploratif serta menggunakan data-data
primer ini bertujuan:
• Untuk mengetahui dan menganalisis profil pengusaha UKM muslim di
Kota Binjai dan profil perusahaannya.
• Untuk mengetahui dan menganalisis penerimaan pengusaha UKM
Muslim di Kota Binjai terhadap eksistensi perbankan konvensional dan
perbankan syariah di kota.
• Untuk mengetahui faktor-faktor penerimaan pengusaha UKM muslim
terhadap institusi perbankan tertentu.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diyakini bermanfaat luas terutama bagi:
• Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah, yakni sebagai alat dan
bahan pertimbangan dalam menetapkan dan menjalankan kebijakan
khususnya yang berkaitan dengan pengembangan UKM khususnya di
Sumatera Utara.
• Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya, yakni sebagai alat dan
bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan peningkatan dan
perluasan dan layanan bagi masyarakat khususnya para pengusaha
UKM Muslim.
• Pengusaha UKM, yakni sebagai data dan informasi kearah intropeksi
• Dunia Akademik, yakni sebagai data, informasi, bahan acuan, bahan
perbandingan, dan lain-lain terutama bagi mahasiswa, dosen, dan
civitas akademik lainnya.
• Masyarakat Umum, yakni sebagai sumber informasi ilmiah dalam
menentukan keputusan dan kegiatan terutama yang berkaitan dengan