BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BULLYING (Kekerasan)
1. Pengertian Bullying (Kekerasan)
Bullying adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat
terhadap pihak yang lebih lemah. Di sekolah bullying lebih dikenal dengan istilah-istilah seperti digertak, digencet, dan lain-lain ( Coloroso, 2004).
Menurut Sugijokanto (2014)yang dimaksud dengan bullying atau pelecehan ini dapat lewat kata – kata atau lewat tindakannya yang bertujuan membuat mental lawannya jatuh dan tertekan. Tujuan lainnya adalah mengendalikan seseorang baik lewat kata – kata yang menghina, bernada tinggi dan ancaman atau tindakan kekerasan (Sugijokanto, 2014).
Pengertian tentang bullying di Indonesia masih belum teridentifikasikan secara baku. Beberapa diskusi tentang bullying mengartikan bullying dengan menerjemahkan menjadi pemalakan. Memang masalah definisi tentang bullying bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Di negara-negara Skandinavia masalah bulyying diistilahkan dengan kata mobbing (Norwegia dan Denmark), atau
mobning (Swedia dan Firlandia). Kata tersebut berasal kata dasar Bahasa Inggris mob yang arti biasanya ada sebuah kelompok orang yang bersifat anonim, namun istilah tersebut juga sering digunakan manakala seseorang melecehkan atau menekan orang lain (Olweus, 2004).
Bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja dan bertujuan untuk melukai,
menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror yang didasari oleh ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencenderai, ancama agresi lebih lanjut, teror, yang dapat terjadi jika penindasan menigkat tanpa henti (Coloroso, 2007). Bullying dapat dilakukan secara fisik ( menampar, menimpuk, menjegal, memalak, melempar dengan barang, dan sebagainya), verbal ( memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, dan sebagainya), dan psikolgis ( memandang sinis, mengancam, mempermalukan, mengucilkan, mencibir, mendiamkan dan sebaginya) ( Sejiwa, 2008).
Penelitian memperlihatkan adanya gejala depresi dan sakit pada korban dan resiko drop-out atau dikeluarkan dari sekolah pada pelaku (Ma, 2001). Dengan kata lain, bullying disekolah merupakan gejala yang berdampak buruk pada pelajar yang terlibat bullying, baik sebagai pelaku dan korban. Bahkan dampak tersebut dapat membuat korban menjadi pelaku bullying apabila terjadi siklus kekerasan, begitupun sebaliknya.
3. Bentuk – Bentuk Bullying
Elliot (2005) memaparkan ada beberapa jenis bullying, yaitu : a. Bullying Verbal
Bullying dengan menggunakan kata-kata yang menyakitkan seperti
misalnya memanggil orang dengan sebutan bodoh, gendut atau bau.
Bullying yang dilakukan dengan kontak fisik misalnya mendorong,
memukul, menendang atau mencubit.
c. Bullying Diam
Bullying yang dilakukan dengan diam dan secara sengaja mengabaikan
orang lain atau memberi tanda-tanda dengan bahasa tubuh tertentu untuk meyakinkan orang tersebut bahwa ia tidak layak untuk masuk dalam kelompok tertentu. Pelaku bisa melakukannya dengan cara melengos, mengabaikan ketika seseorang lain berbicara dan lain-lain. Singkatnya bullying diam dilakukan untuk membuat orang lain merasa tidak nyaman
tanpa mengatakan sesuatu atau tanpa melakukan kontak fisik.
d. Bullying Emosional
Emosional adalah tindakan negatif yang dilakukan terhadap orang lain yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dari kelompok lainnya, bentuk rambut, warna kulit dan sebaginya. Bullying dapat dilakukan dengan cara mengumpat atau bertindak secara sengaja dengan menggunakan gerakan-gerakan tertentu yang bertujuan untuk menghina.
e. Bullying Cyber
Bullying yang dilakukan melalui telepon seluler. Pesan pendek (SMS),
e-mail dan website untuk menyerang orang lain. Dalam beberapa kasus, pelaku bullying membuat website dan mengundang orang lain untuk membuat komentar-komentar jorok terhadap kelompok tertentu. Cyber bullying semacam ini sebenarnya merupakan bullying emosional yang
berupa apa saja yang dilakukan untuk membuat orang lain menrasa tidak nyaman dan orang yang menjadi korban tidak berdaya menghadapinya ( Elliot, 2005).
Menurut Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) 2007, ada beberapa jenis dan wujud bullying, tapi secara, praktek-praktek bullying dapat dikelompokkan ke tiga katagori, yaitu:
a. Bullying Fisik
Ini adalah jenis bullying yang kasat mata. Siapa pun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dengan dan korbannya. Contoh - contoh bullying fisik antara lain: Memukul, menendang, mencubit, mencakar, mendorong kepala atau badan, menampar, menimpuk, menarik baju, menginjak kaki, menjegal, meludah, menjambak, menjewer, memalak, melempar dengan barang, menyenggol dengan bahu< lari keliling lapangan, push up, bersihkan WC.
b. Bullying Verbal
c. Bullying Mental / Psikologis
Ini jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak terungkap mata atau telinga kita jika kita tidak cukup awas mendeteksinya. Praktek bullying ini terjadi diam-diam dan diluar sadar permantauan kita. Contoh- contohnya: memandabg sinis,memandang penuh ancaman, mempermalukan didepan umum, mendiamkan, mengucilkan, mempermalukan, merendahkan, meneror lewat pesan pendek, telepon atau e-mail, menolak, menuduh, menggosipkan, memfitnah, membentak, memelototi, mencibir.
Sullivan (2000) menyebutkan bahwa bullying dapat terjadi dalam beberapa bentuk, namun secara garis besar Sullivan membagi menjadi dua kelompok besar bullying yakni:
a. Bullying Fisik
Meliputi mengigit, menjambak, memukukl, menendang, mengunci didalam kamar, meninju, mendorong, mencakar, meludahi atau bentuk-bentuk serangan fisik lainnya. Bullying fisik juga meliputi perusakan barang – barang milik seseorang. Bullying fisik sering menyebabkan luka yang mudah terlihat, seperti memar atau lecet. Bentuk ini merupakan bentuk yang mudah terlihat dan mudah teridentifikasi. Bullying fisik yang ekstrim bisa mengakibatkan kematian.
b. Bullying non fisik
Bullying non fisik terdiri dari bullying verbal dan non verbal. Bullying verbal
pemangilan nama dengan nama sembarangan, penyebut tanda-tanda yang sifatnya rasis, bahasa-bahasa yang melecehkan secara seksual, mengolok – ngolok dengan ungkapan kebencian dan juga menyebarkan rumor-rumor yang ngawur dan sifatnya merendahkan atau menghina.
Non verbal bullying dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Non verbal bullying langsung sering dibarengi dengan bullying fisik mupun verbal. Bullying tak langsung bersifat manipulatif, tidak terang-terangan dan subtil.
Bullying non verbal langsung meliputi penggunaana bahasa tubuh yang kasar dan
wajah yang cemberut, sementara bullying non verbal yang tidak langsung meliputu usaha manipulasi hubungan dan penghancuran persahabatan, secara sengaja dan sistematis mengucilkan, mengabaikan, atau mengisolasi seorang dan sering juga dengan cara mengirimkan pesan-pesan jahat tanpa nama atau surat kaleng (Sullivan, 2000).
merupakan bentuk bullying dengan cara memelototi bagian – bagian tubuh tertentu sehingga mejadikan korban meras tidak nyaman, dilecehkan atau terhina. Pelecehan seksual biasanya ditunjukan kepada anak – anak perempuan, namun bisa juga terjadi pada anak –anak laki – laki. Bullying terhadap anak – anak dengan kebutuhan khusus adalah jenis bullying baik fisik maupun non fisik, verbal maupun non verbal. Anak – anak berkebutuhan khusus misalnya anak – anak yang memakainkacamata tebal, anak – anak yang mempunyai gangguan pendengaran dan anak – anak yang mengalami kelambatan belajar ( Sullivan, 2000).
Dapat disimpulkan bahwa bentuk – bentuk yang ada adalah bullying verbal, bullying fisik, bullying diam, bullying emosional dan bullying cyber.
B. FAKTOR – FAKTORYANG MEMPENGARUHI BULLYING
Kebanyakn prilaku bullying berkembang dari berbagai faktor yang kompleks. Tidak ada faktor tunggal yang menjadi penyebab munculnya bullying. Faktor – faktor penyebab terjadinya bullying menurut Ariesto dalam Mudjijanti, 2011, antara lain:
a. Faktor guru
Ada beberapa faktor dari guru yang dapat menyebabkan siswa berprilaku bullying, diantaranya adalah:
1) Kurangnya pengetahuan guru bahwa bullying baik fisik maupu psikis dapat beresiko menimbulkan trauma psikologis dan melukai self esteem siswa.
termasuk dalam tindakan siswa yang dianggap melanggar batas. Pelanggaran yang dilakukan siswa merupakan sebuah tanda dari masalah yang tersembunyi dibaliknya.
3) Permasalahan psikologis guru yang menyebabkan hambatan dalam mengelola emosi hingga guru menjadi lebih sensitif dan reaktif.
4) Adanya tekanan kerja. Target yang harus dipenuhi guru, baik dari segi kurikulum, meteri maupun prestasi yang harus dicapai siswa sementara kendala yang diraskan untuk mencapai hasil yang ideal dan maksimal cukup besar. 5) Pola pengajaran yang masih mengedepankan faktor kaptuhan dan ketaatan
pada guru sehingga pola pengajaran bersifat satu arah ( dari guru ke murid). Pola ini bisa berdampak negatif apabila dalam diri guru terdapat insecurity yang berusaha dikompensasi lewat penerapan kekuasaan.
6) Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan mengabaikan kemampuan afektif siswa. Tidak menutup kemungkinan suasana belajar menjadi kering dan stressfull.
b. Faktor siswa
Salah satu faktor yang mempengaruhiterhadap prilaku bullying pada siswa adalah dari sikap siswa itu sendiri. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi psikologis dan kepribadian siswa itu sendiri.
c. Faktor keluarga
fisik dan ketidakadilan dari saudara atau orang tua, cenderung melakukan tindakan kekerasan di kemudian hari (Sugijokanto,2014)
1) Pola asuh, meliputi:
a) Anak yang di didik dalam pola asuh yang indulgent (memanjakan), highly privilege (mengistimewakan) dan over protective (terlalu melindungi). Dengan
memenuhi semua keinginan dan tuntutan sang anak maka dapat menjadikan anak tersebut tidak bisa belajar mengendalikan impulse, menyeleksi dan menyusun skala prioritas kebutuhan, dan bahkan tidak belajar mengelola emosi. Hal ini dapat menjadikan anak seperti raja dan bisa melakukan apa saja yang ia inginkan dan bahkan menuntut orang lain melakukan keinginannya, sehingga anak akan memaksa orang lain utuk memenuhi kebutuhannya dengan cara apapun asalkan tujuannya dapat tercapai.
b) Orang tua yang emotionally or physically uninvolved, bisa menimbulkan persepsi pada anak bahwa mereka tidak dikehendaki, jelek, bodoh, tidak baik dan sebagainya. Hal ini dapat berdampak secara psikologis, yakni munculnya perasaan inferior , rejected dan sebagainya. Sebaliknya, orang tua yang terlalu rigit dan authoritarian, tidak memberikan kesempatan berekspresi pada
anaknya, dan lebih banyak mengkritik, membuat anak merasa dirinya “not good enough person”, hingga dalam diri mereka timbul inferioritas, depedensi,
c) Orang tua mengalami masalah psikologis. Jika orang tua mengalami masalah psikologis yang berlarut – larut bisa mempengaruhi pola hunbungan dengan baik. Lama – kelamaan kondisi ini dapat mempengaruhi kehidupan pribadi anak. Anak bisa kehilangan semangat, daya konsentrasi, sensitif, reaktif, cepat marah dan sebagainya.
2) Keluarga disfungsional
Keluarga yang mengalami disfungsi punya dampak signifikan terhadap anak. Keluarga yang salah satu anggotanya sering memukul atau menyiksa fisik atau emosi, mengintimidasi anggota keluarga lain atau keluarga yang sering memiliki konflik terbuka tanpa ada resolusi, atau masalah yang berkepanjangan yang dialami oleh keluarga dapat mempengaruhi kondisi emosi anak dan lebih jauh mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
d. Faktor lingkungan
Bullying dapat terjadi karena adanya faktor lingkungan, yaitu:
1. Adanya budaya kekerasan, seseorang melakukan bullying karena dirinya berada dalam suatu kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan bullying. Anak yang tumbuh dalam lingkungan tersebut memandang bullying hal yang biasa/wajar.
e. Faktor Teman
Pada usia remaja, anak lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah. Pada masanya remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi terlalu bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya, oleh karena itu salah satu faktor yang sangat besar dari perilaku bullying pada remaja disebabkan oleh teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan cara memberikan ide baik secara aktif maupun pasif bahwa bullying tidak akan berdampak apa-apa dan merupakan suatu hal yang wajar dilakukan.
Pencarian identitas diri remaja dapat melalui penggabungan diri dalam kelompok teman sebaya atau kelompok yang diidolakannya. Bagi remaja, penerimaan kelompok penting karena mereka bisa berbagi rasa dan pengalaman dengan teman sebaya dan kelompoknya. Untuk dapat diterima dan merasa aman sepanjang saat-saat menjelang remaja dan sepanjang masa remaja mereka, anak- anak tidak hanya bergabung dengan kelompok-kelompok, mereka juga membentuk kelompok yang disebut klik. Klik memiliki kesamaan minat, nilai, kecakapan, dan selera. Hal ini memang baik namun ada pengecualian budaya sekolah yang menyuburkan dan menaikan sejumlah kelompok diatas kelompok lainnya, hal itu menyuburkan diskriminasi dan penindasan atau perilaku bullying (Coloroso, 2007: 65).
f. Faktor Media
Program televisi yang tidak mendidik akan meninggalkan jejak pada benak pemirsanya. Akan lebih berbahaya lagi jika tayangan yang mengandung unsur kekerasan ditonton anak-anak pra sekolah perilaku agresi yang dilakukan anak usia remaja sangat berhubungan dengan kebiasaannya dalam menonton tayangan di televisi (Khairunnisa, 2008).